Orangufriends

PAINTING ORANGUTAN ON NOVEMBER

Siapapun kamu baik perorangan, grup, organisasi, perusahaan, lembaga bisa berperan aktif untuk perlindungan orangutan. Latar belakang mu pastinya akan mempengaruhi bagaimana kamu bisa aktif. Tak terkecuali bidang seni. Sudah dua kali acara Art For Orangutan digelar di Yogya. Peserta yang terlibat meningkat dua kali lipat dengan keunikan ide yang tertuang dalam karya seni sangat bervariasi. Setiap orang menginterpretasikan dengan gayanya sendiri.

Bartega Studio dalam kesempatan kali ini mengadakan acara menggambar dan minum wine bertema orangutan. Acara ini bertujuan menggalang dana untuk pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Kelas ini akan berlangsung sekitar 2-3 jam dan kamu akan membawa hasil karyamu pulang. Untuk kamu yang tidak pernah memegang kuas lagi sejak tamat sekolah, di Bartega Studio lah saatnya memulai lagi. Tidak usah bingung dengan peralatan, semuanya telah disediakan.

Berapa yang harus saya keluarkan untuk mengikuti kelas “Man of The Forest”? Untuk menggambar cukup dengan Rp 350.000,00. Kalau mau ditambah dengan minum wine/anggur tinggal tambah Rp 100.000,00 Kelas akan digelar di Segoan Restaurant, pada 4 November 2017 mulai pukul 14.00 hingga 17.00 WIB. Kapan lagi melakukan sesuatu dengan tujuan penyelamatan orangutan.

Segera hubungi Benson di nomor whatsapp 08119941964. Seni pun bisa mengantarkanmu jadi penyelamat orangutan. Tetap berkarya dan bersemangat.

ORANGUFRIENDS BANTU ANJING BENCANA GUNUNG AGUNG

Selama APE Warrior dan Orangufriends membantu satwa yang ditinggal pemiliknya mengungsi karena naiknya status gunung Agung menjadi Awas, hujan sepanjang malam hingga pagi tak berhenti. Saat tim gabungan COP, BARC dan JAAN mengantar makanan di titik-titik tertentu, kami pun dengan jelas bisa melihat puncak gunung Agung dengan langit yang cerah. Tak sedikit pun membuat kami lengah, kami berada di rawan bencana!

Dari desa Sogra, kecamatan Selat, Karangasem, Bali, tim bekerja dengan cepat. Dokumentasi tetap harus kami kerjakan juga, sebagai laporan kepada para donatur pakan satwa, bahwa bantuan sudah sampai dan disebar di berbagai titik. Tak ada niat untuk narsis atau sok jagoan. “Karena setiap kami bertemu anjing di lokasi, ada tatapan yang tak bisa diungkapkan kata-kata. Beruntung, saya bisa ikut terlibat.”, ujar Hedi Dwilaily, orangufriends Jakarta yang terbang langsung ke Bali saat COP memanggil orangufriends untuk membantu.

Sepinya desa tanpa penghuninya, sesaat membuat bulu kuduk merinding. Kami pun melawan rasa takut dengan bercanda. Untuk kamu yang ingin terlibat bisa langsung menghubungi info@orangutanprotection.com atau bisa juga donasi lewat https://kitabisa.com/anjingkucingbali Terimakasih atas bantuannya, satwa pun butuh bantuan saat bencana datang.

SURAT TERBUKA BUAT CHELSEA ISLAN

Chelsea Elizabeth Islan yang baik, perkenalkan nama saya Ramadhani. Saya salah satu dari jutaan orang di Indonesia yang sangat mengagumi karya Tuhan melalui kecantikan kamu. Saya bekerja disebuah lembaga penyelamatan satwa liar. Mimpi kami hanya satu “satwa liar Indonesia tetap ada”, yaa paling gak punahnya gak cepet-cepet amatlah.

Orangutan, elang, kukang dan banyak satwa asli Negara kita sekarang jadi bahan koleksi peliharaan layaknya anjing dan kucing. Dipelihara dalam rumah dengan alasan lucu dan sayang. Itu yang diperkotaan Chels. Kalau dipelosok satwa-satwa itu bisa saja jadi rica-rica…

Capek loh Chels bikin anak-anak kecil agar mengerti pentingnya satwa liar. Teman-teman relawan harus cari link guru agar tembus surat permohonan edukasi disekolah. Trus kita juga harus mikir dan kreatif agar edukasi yang cuman 1-2 jam kami lakukan bisa diingat mereka sepanjang hayatnya.
Kalo tantangan untuk orang dewasa diperkotaan, mereka sangat pintar (*baca: sekolah), jadi mereka sangat bisa sekali ngeles kalau kita bilang “elang jangan dipelihara”. Alasan mereka bisa seribu bahkan sejuta. Lain lagi dengan warga yang jauh dari kota. Kita gak bisa asal bacot “Selamatkan Orangutan”, “Selamatkan Hutan”, “Selamatkan Beruang Madu”. Buat mereka itu lauk dan uang. Kami harus kerja keras lagi muter otak gimana caranya agar mereka mendukung. Gak bisa cuman dikerjain dalam 6 bulan, setahun apalagi sebulan bahkan sehari rapat kampung. Mereka harus didampingi dan kita ubah mata pencaharian mereka dari berburu satwa menjadi bekerja lain. Tau kan Chels beratnya… Makanya foto kamu didompet itu penyemangat saya kala lelah.

Sampe keluarga saya aja nanya “Dhani, kerjaan kamu itu apa sih?”. Karena di Negara kita kerja penyelamatan satwa itu kerjaan kasta paria. Capek loh Chels kerja ngurus satwa liar dan gak didukung. Itu cuman dibagian edukasi loh, belum teman-teman dibagian ngurus satwa yang berdarah-darah, tengkorak dan tangan orangutan hampir putus karena jerat. Kerja Edukasi gak bisa dilakukan dalam setahun. Panjaaaang sekali.

Namun perjuangan kami yang bertahun-tahun itu bisa bubar, rusak dan hancur gara-gara hanya satu foto seorang model yang sangat cantik dan terkenal berfoto bareng dengan orangutan. Ulah tim kreatif dan tukang fotonya bolos pas kami edukasi disekolahnya. Orang yang liat foto itu akan mayoritas berpikir kalau satwa liar bisa dipelihara dan dimiliki dalam rumah. Mereka bisa saja beli asal ada duit dan perburuan dihutanpun terjadi lagi. Semua HANCUR dan RUNYAM.

Chels, kamu jangan kaya gitu yaa. Bisa hancur hati saya. Saya percaya hati dan kepintaran kamu lebih baik dari model mantan presenter dahsyat itu. (DAN)

SEMINGGU SEJAK AWAS GUNUNG AGUNG

Tepat seminggu COP membantu penanganan satwa pada bencana gunung Agung, Bali. Bekerja sama dengan Animals Indonesia, Bali’s Pet Crusader, BARC dan JAAN membangun penampungan sementara untuk satwa yang terdampak, mendistribusikan pakan ke anjing kucing maupun hewan ternak di desa-desa yang ditinggal mengungsi warganya. Ini bisa terlaksana setelah berkoordinasi dengan BNPB, Dinas terkait dan mendapat pengawalan dari Polsek setempat.

Terimakasih orangufriends yang telah bergabung langsung ke lokasi dan donasi melalui https://kitabisa.com/anjingkucingbali Tim APE Warrior adalah tim disaster relief yang telah bekerja sejak tahun 2010 untuk menangani bencana gunung Merapi di Yogya, gunung Kelud di Kediri, gunung Sinabung di Sumatera Utara. Tak hanya penanganan satwa pada bencana gunung berapi saja, tetapi juga gempa Bantul di Yogya, tanah longsor hingga banjir. APE Warrior dibantu orangufriends adalah tim tanggap bencana kebanggaan COP yang bergerak cepat dengan berkoordinasi dengan pihak terkait.

RELAWAN SATWA GUNUNG AGUNG

Hari ke-6 berada di Bali untuk satwa gunung Agung yang berstatus Awas. Animals Indonesia, Bali’s Pet Crusader, BARC, Centre for Orangutan Protection dan JAAN hari ini ’street feeding’ di desa Jungutan dan Buana Giri kecamatan Bebandem, Bali. Wilayah dengan zona kuning di sisi tenggara gunung Agung atau radius sekitar 9 km dari kawah. Tidak seperti sebelumnya, kami tidak menemukan banyak anjing di wilayah ini.

Koordinasi dengan Polsek setempat adalah prosedur standar operasional tim #disasterreliefbali Selalu saja ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang mencari kesempatan di saat bencana terjadi. Beberapa hari yang lalu, warga menangkap pencuri dan relawan gadungan di desa yang ditinggal mengungsi. Itu membuat warga curiga jika ada orang asing yang masuk ke desa mereka. Pendampingan dari Polsek setempat juga untuk menjaga keselamatan tim karena gunung Agung bisa sewaktu-waktu meletus.

Terimakasih orangufriends Yogya dan Jakarta yang sudah bergabung untuk membantu APE Warrior dalam penanganan satwa bencana. “Keselamatan diri adalah yang utama.”, ujar Yulfianto Angga dari COP. “Namun satwa-satwa yang ditinggal pemiliknya juga makhluk bernyawa yang harus dibantu.”, tambahnya.

Kamu bisa bantu anjing kucing bencana gunung Agung Bali lewat https://kitabisa.com/anjingkucingbali Siapapun kamu, dan dimana pun kamu, bisa menjadi relawan sesungguhnya. (ANG)

SEMANGAT ORANGUFRIENDS UNTUK COP BORNEO

Siswa COP School Batch 6 ini akhirnya berkesempatan menjadi relawan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Kalimantan Timur. COP School adalah kesempatan untuk mengenal dunia konservasi orangutan yang dilaksanakan setiap tahun. Untuk ikut berpartisipasi, calon siswa melalui beberapa tahapan termasuk belajar secara jarak jauh dan mandiri. Savira Aulia adalah siswa yang beruntung bisa terlibat aktif.

Orangufriends Jawa Timur, tepatnya Surabaya memiliki kegiatan besar untuk mendukung perlindungan orangutan, khususnya COP Borneo. Melalui acara musik amal Sound For Orangutan, orangufriends Surabaya berencana menggalang dana untuk membeli tanah yang akan digunakan sebagai kebun buah. Kebun buah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pakan orangutan di COP Borneo.

Saul, panggilan akrabnya menjadi paham rutinitas di pusat rehabilitasi. Mahasiswa Ilmu Lingkungan Universitas Airlangga (UNAIR) ini setiap pagi membuat susu untuk bayi orangutan, membersihkan kandang orangutan hingga membantu kegiatan di pos pantau.

“Keterlibatan Saul membuat kami di COP Borneo lebih bersemangat.”, ujar Reza Kurniawan, Manajer pusat rehabilitasi orangutan pertama yang didirikan putra putri asli Indonesia. Ini adalah kepedulian nyata orang Indonesia. “Pastikan kamu yang di Surabaya terlibat kegiatan orangfriends Surabaya ya!”, seru Saul.

KATA RELAWAN COP BORNEO

Rasa penasaran itu membawaku sampai di COP Borneo. Memberanikan diri keluar dari zona nyaman, hidup di tengah hutan tanpa aliran listrik, tanpa sinyal telepon 24 jam penuh, jauh dari air bersih dan keterbatasan lainnya. Di sinilah saya memilih menjadi relawan selama satu bulan saja.

Tiba di bandara Kalimarau, Berau, Kalimantan Timur, saya disambut dengan suasana baru, kehidupan baru, rutinitas baru, orang-orang baru dan tentunya cuaca yang baru juga. Hanya dengan melihat teman-teman hebat di sana bekerja, saya menjadi mengerti arti loyalitas terhadap pekerjaan yang sesungguhnya karena mereka bekerja dengan hati atas dasar kecintaannya terhadap orangutan.

COP Borneo memberikan banyak hal yang untuk pertama kalinya saya rasakan dalam hidup saya. Bekerja di pusat rehabilitasi orangutan mulai dari memberi pakan, sekolah hutan, membuat susu dan membersihkan kandang orangutan. Edukasi ke sekolah minggu dan sekolah lokal di desa Merasa juga menjadi pengalaman berharga buat saya. Patroli pulau pra rilis orangutan menggunakan ketinting adalah pengalaman seru meyusuri sungai kelay. Tak lupa mencuci perahu yang merupakan hasil kerja keras orangufriends di acara musik amal Sound for Orangutan. Dan untuk pertama kalinya juga, saya merasa jengkel pada satwa langka. Ya… si burung rangkong badak itu. Dia dengan nakalnya mencuri buah di gudang pakan dan dengan beraninya menyerang saya.

Tinggal di hutan dengan teman-teman yang ‘seiman’ amat menyenangkan. Satu bulan terasa sangat sebentar. Inilah yang membuat saya memutuskan untuk menambah 3 minggu lagi… dan ternyata masih kurang. Saya menyesal tidak mengambil keputusan menjadi relawan selama 3 bulan dari awal perjanjian. Tetapi, saya akan lebih menyesal jika tidak pernah datang ke COP Borneo sama sekali. (Hedi_COPSchool7)

CAN CHINESE ALSO SAVE ORANGUTAN? (CHINESE VOLUNTEERS 3)

Nowadays, orangutans are not known by many Chinese people. Opposite to popularity of orangutans in China, palm oil is widely used in China.

In the past five months, Indonesian total palm oil production is 151,100,000 tons. Compare to last year, 2016, this production increased thirty-five percent. During those years, Indonesia produce more and more palm oil. Also, as one of the biggest importing country, China is going to import around 5,600,000 tons of palm oil this year. This is about one third of Indonesian palm oil production in the first half year of 2017. And this number also increases every year.

What’s more, China takes part in producing palm oil as well. In China, there are several international palm oil companies, such as Ju Long. In Indonesia, many Singapore and Malaysian palm oil companies’ major shareholders are ethnic Chinese as well. This means, China is not only the main consumer but also one of the primary players of palm oil business in the world and it is unconsciously influencing and damaging orangutans.

In China, we have pop stars, like Jackie Chan, broadcast about the importance of protecting wild animals and advocate people not to buy animal products. However, although they indeed call for guarding wildlife, such as tigers, sharks and so on, they pay little attention to orangutans. Before I became a member of this volunteer work, I had never heard of orangutans, so do people surround me. From the other hand, this may be a good thing because Chinese people can start from origin point to involving themselves into orangutan protection. According to former examples, public advocate is one of the most useful ways. Since Jackie Chan said, ‘No trade will bring no kill. Please do not buy any tiger products.’, the number of tiger products trade has begun to decrease. In the same way, the prospect of orangutan protection in China is very optimistic.

We, our group of six, plan to cooperate with COP members. Since orangutans are not well-known in China, we decide to use our videos which are made of resources we collected in Indonesia to advocate and hold a crowdfunding in Shanghai after we go back. The money we find will be donated to COP to support their assistance of orangutans. Also, through our crowdfunding and speech, we wish the publicity of orangutans in China can be set up.

I am not sure how much help could we bring, but maybe our participation is just the beginning of more Chinese being more involved in orangutan conservation. And that would mean something subtle but significant. (Zi Chen, Jiawei Yang_Orangufriends)

WHAT DID WE LEARN FROM COP BORNEO? (CHINESE VOLUNTEERS 2)

I learned about a lot of knowledge of orangutans and COP’s work, even some details that I cannot get from Internet. With deeper comprehensions, numerous thoughts are triggered.

“If we do not do this, then who will?” Reza briskly said. His words were like slight wind, soon ended, but echoed in my brain for a long time. During the seven days we spent with COP members, I saw their love and devotion to orangutans. They are fighters who bravely fight with people who are hurting orangutans, they are families who carefully pay attention to lonely baby orangutans, they are helpers who selflessly help orangutans recover from disasters they experienced. They refuse to accept funds from palm oil companies even though sometimes they face financial problems, one time they had no money for salary. But even in this situation, COP members still took care of every rescued orangutan. These kind characteristics are that I have never seen before from any NGO.

Reza showed us many pictures of orangutans, some of them been well looked after by COP and some of them been badly hurt by workers of palm oil companies. I remember the photo of head of a dead male orangutan most impressively. His eyes closed tightly and his face became less reddish. No-name killer put his head on soil. No forest and vegetation surrounded him. There was only a layer of dirt on his big, alpha face. I could not stop myself from thinking of his majestic appearance when he was alive. I could not stop imaging the moment of his death. Before his eyes are closed forever, did they reflect hate towards humans, sadness for ending of life, or pray for maybe escape? He would have no chance to tell. And we are never going to know about it.

I cannot help myself think about the relationship between human and nature, justice and profits. As we know, COP is the one of the only NGOs which have no economical connections with palm oil companies, even though they will be offered a huge amount of money. “All of us, we do this job because we love orangutans. Money is not really that important to us. One thing we valued is orangutans’ safety and happiness.” That is what Reza told us. And that is what part of COP is unique and heart-warming. Unfortunately, only by hard-working NGO members’ efforts to save orangutans is not enough. Those palm oil companies only have their profits in mind and neglect wildlife, especially orangutans. They are selfish and cold. But one day, when last forest is destroyed by palm oil company, how many orangutans have died? What appearance our earth will be? And how much money they are able to make in the future? Answers are definitely negative. (Zi Chen, Jiawei Yang_Orangufriends)

MEMBERSIHKAN CAMP LEJAK

Dua bulan sudah camp Lejak ditinggalkan. Tim APE Guardian pada pertengahan bulan Juni yang lalu memperbaiki camp yang sudah lama tidak digunakan itu. Hari-hari camp Lejak akan digunakan secara aktif lagi, semakin dekat. Orangutan Oki yang telah melalui masa rehabilitasi di COP Borneo akan dilepaskan kembali ke hutan pertengahan bulan September nanti. Camp Lejak akan jadi rumah bagi relawan COP yang akan memantau perkembangan Oki di alam.

Pagi ini diawali dengan menyapu dan mengepel lantai lalu membersihkan sarang laba-laba dan mengelap beberapa perabotan dari debu. Rumput-rumput di depan camp juga dirapikan. Daun-daun kering yang berserakan juga tak luput dirapikan dan pembersihan ekstra akibat kotoran kelelawar juga dilakukan. Instalasi air dan listrik pun diperbaiki.

Usai bersih-bersih… saatnya menata dapur dan ruang tidur. Tak lupa juga bagian yang paling seru. Masak dan makan. Masak bersama dan makan bersama dari ikan yang dipancing di sungai. Pasti segarnya dan menyenangkan. Enaknya bekerja di dunia konservasi. Pastinya kita akan semakin dekat dengan alam. Apalagi bekerja di Centre for Orangutan Protection.

Menjadi relawan di COP aja sudah menjadi keasikan sendiri. Seperti Hedi yang memperpanjang masa menjadi relawan di COP Borneo. Daya tarik orangutan apalagi bayi orangutan memang menghanyutkan. Tapi beban kerja juga tidak sedikit. Yang pasti kesempatan dan pengalaman menjadi relawan di COP tidak akan terlupakan. Yuk gabung jadi orangufriends. Orangufriends adalah kelompok para pendukungnya COP.