Kamera vs Buldoser

Pada mulanya, COP dibentuk sebagai respon darurat atas pembantaian orangutan sebagai dampak langsung pembabatan hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawit di Kalimantan. Hal pertama yang dilakukan adalah membuka mata dunia mengenai apa yang sesungguhnya terjadi. Caranya: buat film dan foto sebanyak – banyaknya lalu sebarkan. Opini dibangun dan dukungan publik dikerahkan agar hukum ditegakkan. 2 orang pendiri COP ini akan membagi pengalamannya bagaimana menggunakan Canon sebagai meriam untuk melawan buldoser. Jelas ini bukan kerja mudah karena harus berurusan dengan uang besar mampu membeli apa saja termasuk nyawa. Pastikan kamu kebagian kursi COP School tahun ini. Hubungi : hery@cop.or.id .

Catatan Ibeng.

10988294_10153198384178944_7905210792723617084_nPerkenalkan saya adalah mahasiswa Kedokteran Hewan alumni COP School Batch #3 2013. Saya biasa di panggil Ibeng. Saya kuliah di Universitas Brawijaya Malang. Dari Malang sendiri, kami berjumlah 6 orang dan semuanya adalah mahasiswa FKH. Saya pengen cerita kesan-kesan saya selama mengikuti COP School. Awalanya saya ga tau COP School itu apa, saya hanya tau tentang COP (Centre for Orangutan Protection) yaitu sebuah NGO garis depan yang melindungi Orangutan mereka adalah orang-orang yang sangat profesional dibidangnya. Di COP School kita ga diajarin tentang Orangutan melulu. Kita diajari tentang konservasi dan satwa liar serta komunikasi praktis, teman-teman (sebenernya masih banyak lagi sih)! Jujur aja, di kampus (FKH) saya tidak diajari tentang hal-hal tersebut. Apalagi menyangkut tentang medis konservasi yang ternyata banyak banget disiplin ilmu yang berperan, menurut saya, ini adalah tantangan bagi teman-teman FKH yang berniat berkecimpung di dunia konservasi. Yang bikin saya bangga adalah segala keputusan tentang satwa liar di dunia konservasi adalah dari dokter hewan. Otoritas veteriner sangat dijunjung tinggi disini.

Berbicara tentang COP School, tentu tidak lepas dari hutan dan Orangutan. Kita tau Orangutan adalah satwa endemik di hutan Borneo dan Sumatra. Saat ini kelapa sawit dan pertambangan telah memporak-porandakan hutan kita, hutan Indonesia. Di dalam dunia veteriner teman-teman pasti mengenal tentang emerging dan re-emerging disease, yaitu penyakit dalam dimensi manusia, satwa dan lingkungan, baik itu penyakit yang baru muncul maupun penyakit yang telah lama hilang namun muncul kembali. Hal-hal mengerikan tersebut dapat terjadi (dan memang sudah beberapa yang muncul saat ini) karena aktivitas manusia melakukan deforestasi yang besar-besaran. Tidak usah dipertanyakan lagi, deforestasi yang besar-besaran akan mengubah fondasi dasar ekosistem menjadi neraka bagi siapapun yang berdiri diatasnya.

COP School membuka mata saya dan membuat saya dapat melihat lebih dekat ancaman ini. Saya semakin bersemangat untuk menjadi dokter hewan dibidang konservasi satwa liar. COP School juga memberikan saya ruang gerak untuk terjun langsung atau untuk mengkampanyekan pesan-pesan dalam bidang konservasi. Sudah begitu banyak orang-orang luar negeri meliput tentang masalah konservasi di negeri ini, tetapi kenapa, kita, para generasi muda sangat sedikit sekali berperan. Bahkan kita yang terlibat dalam perusakan ekosistem, dengan menjual, membeli, maupun mengambil-paksa satwa liar di alam. Saya memiliki cita-cita, kelak, saya akan menjadi dokter hewan yang akan mendedikasikan diri pada dunia konservasi, satwa liar, dan pelestarian lingkungan.

Setelah COP School berakhir, banyak sekali kegiatan yang saya lakukan untuk melindungi satwa liar baik secara langsung maupun tidak langsung (saya rasa masih sangat kurang dibandingkan dengan staf-staf COP sendiri :D). COP sangat menghargai siswanya yang multikultur serta menghargai kesetaraan gender. Saya mendapatkan banyak pengalaman, cinta dan teman-teman yang hebat di COP School. Bagi teman-teman, para generasi muda jangan ragu, ayo ikut COP School Batch #5, banyak manfaat yang akan teman-teman peroleh.Silahkan hubungi hery@cop.or.id untuk mendaftar.

Indonesia only have 4 decent zoos.

According to the Ministry of Environment and Forestry, Indonesia only have 4 decent zoos. It means that the rest are just hell. We at COP try our best to help individual orang-utans in abandoned zoos. The most difficult thing is changing the culture and perception to animals among zoo people. It is very hard job indeed. This pictures was taken several years ago before we help. Soon they will have new home. Just stay tune in this page.
Menurut Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Indonesia hanya memiliki 4 kebun binatang yang layak. Ini berarti sisanya hanyalah neraka satwa. Kami di COP mencoba yang terbaik untuk menolong orangutan – orangutan di kebun binatang telantar. Hal paling sulit adalah merubah budaya dan persepsi mereka pada satwa. Kerja yang keras memang.

Generasi baru aktivis satwa

11037627_10153164936478944_1890964846799702278_nDulu, konservasi alam identik dengan orang – orang yang keluar masuk hutan. Kini, tidak lagi. Setengah dari kerja konservasi di masa kini adalah komunikasi. Aya Diandara Salvator tau betul potensi dan bakat yang dimilikinya dan dia menggunakannya sebagai asset yang luar biasa berharga untuk orangutan. Penggila binatang ini total terjun di bidang komunikasi profesional di sebuah perusahaan komunikasi, juga sebagai relawan di COP dan JAAN. Tulisan dan ide desainnya adalah amunisi yang dahsyat, membuka kesadaran banyak orang bahwa kerja konservasi alam bisa dilakukan dari belakang meja kerja di perkantoran. Penggagas inistiatif #wildlifeundercover ini adalah alumni COP School Batch #4 tahun 2014. Yang ingin ikut COP School Batch #5 silahkan hubungi hery@cop.or.id

FACEBOOK, PLEASE STOP BECOME CRIME MEDIA TOWARDS WILDLIFE

Yogyakarta – The method for illegal wild animals trafficking is getting more advanced along with technology developments. One of the most common method is by using Facebook or online advertising. Facebook is the easiest communication tool between sellers to trade protected or non-protected wild animals. Mostly, sellers will create a closed communication group to promote and trade wild animals. 

Read More
NEW APE WARRIOR, COP RAPID RESPONSE TEAM

NEW APE WARRIOR, COP RAPID RESPONSE TEAM

Coinciding with their 8th anniversary, the Centre for Orangutan Protection (COP) launched the APE Warrior 2 car to replace APE Warrior. The APE Warrior vehicle has been retired after 5 years of roaming around Java, Sumatra and Bali. APE Warrior was originally called the Mobile Education Unit (MECU) and was based at COP headquarters in Jakarta. However, the COP ultimately needed to expand it to become a separate team like APE Crusader and APE Defender in Kalimantan. Physically, the APE Warrior 2 vehicle (a 2500 cc Ford Everest) is more powerful than its predecessor (a 1500 cc Toyota Rush). Subsequently, its power can be equated with the other vehicles (2500 cc Mitsubishi Tritons) that are being used in Kalimantan.

 

Read More

8th anniversary

10437645_10153133694578944_5845909498115682879_nTime flies. It’s been 8 years now we fight crimes against orangutans. We save animal’s life everyday, together, in the front lines.
Let’s celebrate this. Make it as your profile picture.
Waktu berlalu cepat. Tak terasa sudah 8 tahun kita melawan kejahatan terhadap orangutan. Kita menyelamatkan nyawa satwa setiap hari, bersama, di garis depan. Mari kita rayakan ini. Jadikan foto profilmu.