IMPROVEMENT OF ORANGUTAN PLAYGROUND AT BORNEO COP

Forest schools in the Borneo COP orangutan rehabilitation center are experiencing obstacles. Illegal logging activities scared small orangutans. The APE Defender team also decided to stop forest school activities to maintain the safety of orangutans for an undetermined time.

“It is sad to hear the sound of chain saw sound cutting down the trees which were soon followed by the boom sound signing that the tree had collapsed. The status of the area which is a research forest is not enough to provide protection for the orangutans who inhibit the only rehabilitation center established by Indonesian youths. “, Said Reza Kurniawan, Borneo COP manager.

The orangutan rehabilitation center must continue. Students consisting of small orangutans who used to fill in forest school classes temporarily moved to the playground. Minor repairs such as replacing ropes, barrels and support poles to ensure orangutans are safe while playing in this playground.

Thank you Fans For Nature for their support in improving this playground. For COP volunteers out there, help us maintain this Orangutan Rehabilitation Center. Orangutans need forests as forest school classes. This Labanan forest is the best forest to rehabilitate them.

PERBAIKAN PLAYGROUND ORANGUTAN DI COP BORNEO

Sekolah hutan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo mengalami hambatan. Aktivitas pembalakan liar membuat orangutan-orangutan kecil takut. Tim APE Defender pun memutuskan untuk menghentikan kegiatan sekolah hutan untuk menjaga keselamatan orangutan hingga waktu yang belum ditentukan. 

“Sedih sekali mendengar suara mesin gergaji mengenai pohon-pohon yang tak lama kemudian diikuti suara dentuman tanda pohon telah roboh. Status kawasan yang merupakan hutan penelitian pun tidak cukup memberi perlindungan pada orangutan-orangutan penghuni pusat rehabilitasi satu-satunya yang didirikan putra-putri Indonesia ini.”, ujar Reza Kurniawan, manajer COP Borneo. 

Pusat rehabilitasi orangutan harus tetap berjalan. Siswa yang terdiri dari orangutan-orangutan kecil yang biasa mengisi kelas sekolah hutan, untuk sementara pindah ke playground. Perbaikan kecil seperti penggantian tali, gentong dan tiang-tiang penyangga untuk memastikan orangutan aman saat bermain di arena bermain ini. 

Terimakasih Fans For Nature atas dukungan memperbaiki arena bermain ini. Untuk para relawan COP yang di luar sana, bantu kami mempertahankan Pusat Rehabilitasi Orangutan ini ya. Orangutan membutuhkan hutan sebagai kelas sekolah hutan. Hutan Labanan ini adalah hutan terbaik untuk merehabilitasi mereka.

UNTUNG’S NEST NEAR THE APE GUARDIAN CAMP

A peaceful afternoon was struck by the sound of something falling in the bathroom. All reflexes immediately tried to look to find out where the sound came from. The APE Guardian team found a messy bathroom, the shower was no longer in place and the shampoo condition was running out. Widi and Wan’s wardrobe opened with contents littered with the smell of very stinging dirt from the bedroom.

“Oh, my God! This must be the orangutans! ” While looking for the orangutan that has made a chaotic afternoon in the monitoring camp, Reza continued to sniff out the existence of orangutans. It was getting dark, the team was busy turning on the generator set. When we let our guard down, the orangutans went back into the kitchen by gouging wood vents. The condition of the kitchen is really like a broken ship. All food supplies are scattered and run out. Chicken eggshells are on the bed of the lower room, it seems the perpetrator is satisfied to ravage the kitchen and enjoy eggs while on the mattress. The smell of dirt and urine is everywhere. And … Untung looking at us from the tree with satisfaction!

Upset and angry! The team began to hush Untung away. But it seems that Untung still wants to play with us. That night, he made a simple nest, just above the hut. We were busy cleaning and tidying the camp. Arghhh … but the smell of the male orangutan filled the camp. Nobody fell asleep … a frustrating day. 

Untung is an orangutan from a zoo. His fingers are not perfect, but does not mean preventing him from becoming a wild orangutan. Untung managed to survive and become an ex-rehabilitation orangutan. His presence in the destruction this time seemed to be a form of resentment. “Well, Untung, soon we will completely disappear from you. Good luck untung! ” (EBO)

SARANG UNTUNG DEKAT CAMP APE GUARDIAN

Siang hari yang damai dikejutkan suara sesuatu terjatuh di kamar mandi. Refleks semuanya langsung mencoba melihat untuk mencari tahu asal suara. Tim APE Guardian menemukan kamar mandi yang berantakan, alat mandi tak lagi di tempatnya dan kondisi shampo terbuka habis. Lemari baju Widi dan Wan terbuka dengan isi yang berserakan dengan bau kotoran yang sangat menyengat dari kamar tidur.

“Ya … Tuhan! Ini pasti ulah orangutan!”. Sambil mencari-cari sosok orangutan pelaku kekacauan di camp monitoring, Reza terus mengendus keberadaan orangutan. Hari mulai gelap, tim sibuk menyalakan genset. Saat kami lengah, kembali orangutan masuk ke dapur dengan mencongkel kayu lubang angin. Kondisi dapur benar-benar seperti kapal pecah. Seluruh persediaan makanan berhamburan dan habis. Kulit telur ayam berada di atas kasur kamar bawah, sepertinya si pelaku dengan puas memporak-porandakan dapur dan menikmati telur sembari di atas kasur. Bau kotoran dan air seni dimana-mana. Dan… Untung memandang kami dari atas pohon dengan puas!

Kesal dan marah! Tim mulai mengusir Untung. Namun sepertinya Untung masih ingin mempermainkan kami. Malam itu, dia membuat sarang ala kadarnya, tepat di atas pondok. Kami pun sibuk membersihkan dan merapikan camp. Arghhh… tapi bau orangutan jantan Untung memenuhi camp. Tak seorang pun tertidur… hari yang mengesalkan.

Orangutan Untung adalah orangutan dari kebun binatang. Jari-jari Untung yang tak sempurna, bukan berarti menghambatnya menjadi orangutan liar. Untung berhasil bertahan dan menjadi orangutan ex-rehabilitasi. Kehadirannya dalam perusakan kali ini sepertinya sebagai bentuk kekesalannya. “Baiklah Untung, tak lama lagi kami akan benar-benar menghilang dari hadapanmu. Goodluck Untung!”. (REZ)

SAVE ORANGUTAN ISLAND FROM COAL MINING

Temperature at the COP Borneo orangutan monitoring post, Merasa village, Kelay sub-district, East Kalimantan is getting hotter. The trees behind the camp in just a moment have turned to open land. Dazzling! River water looks murky. Dust is everywhere, and wearing masks and glasses help us comfortable. But what about the orangutans on the pre-release island?

Coal mining activities are increasingly approaching the orangutan pre-release island. The wind that blows towards the island cannot be controlled, carrying suffocating dust grains that also hurt our eyes. “How will the orangutan on the pre-release island survive? This condition disturbs the orangutan rehabilitation program! “, Said Reza Kurniawan, COP Borneo manager.

The orangutan pre-release island is an island that is used for orangutans final rehabilitation before being released into their new habitat. This island is a place for orangutans to practice living wild by minimizing human intervention. The island which since December 2015 has successfully released 5 orangutans back to their habitat. “This disturbing coal mining activity will certainly be a bad reputation for the company. Every company is trying to be part of the Orangutan protection effort which is an icon of Indonesia’s protected wildlife. How can KJB ignore this condition? “, Said Reza Kurniawan, worrying about the condition of orangutans on the island.

In your opinion, do orangutans have to succumb to coal mining? Provide support via email info@orangutanprotection.com or https://www.kitabisa.com/orangindo4orangutan

SELAMATKAN PULAU ORANGUTAN DARI TAMBANG BATUBARA

Suhu di pos monitoring orangutan COP Borneo, desa Merasa, kecamatan Kelay, Kalimantan Timur semakin panas. Pepohonan di belakang camp sesaat saja berganti dengan lahan terbuka. Silau! Air sungai terlihat keruh. Dan debu-debu beterbangan, penggunaan masker dan kacamata cukup membuat nyaman, tapi bagaimana dengan orangutan yang berada di pulau pra-rilis?

Aktivitas pertambangan batubara semakin mendekati pulau pra-rilis orangutan. Angin yang bertiup mengarah ke pulau tak mungkin bisa dikendalikan, membawa butiran debu yang menyesakkan dan memerihkan mata. “Bagaimana orangutan di pulau pra-rilis akan bertahan? Kondisi ini menganggu program rehabilitasi orangutan!”, ujar Reza Kurniawan, manajer COP Borneo. 

Pulau pra-rilis orangutan adalah pulau yang digunakan untuk orangutan rehabilitasi tahap akhir sebelum dilepasliarkan ke habitat barunya. Pulau ini akan menjadi tempat berlatih orangutan menjadi liar dengan meminimalisir campur tangan manusia. Pulau yang sejak Desember 2015 telah berhasil meluluskan 5 orangutannya kembali ke habitatnya. “Aktivitas pertambangan batubara yang menganggu ini tentu akan menjadi reputasi buruk bagi perusahaan. Setiap perusahaan sedang berusaha untuk ikut menjadi bagian dari usaha perlindungan Orangutan yang merupakan ikon satwa liar yang dilindungi Indonesia ini. Bagaimana mungkin KJB mengabaikan kondisi ini?”, tegas Reza Kurniawan, mengkawatirkan kondisi orangutan di pulau.

Menurutmu, apakah orangutan harus mengalah pada pertambangan batubara? Berikan dukungan melalui email info@orangutanprotection.com atau https://www.kitabisa.com/orangindo4orangutan

HAPPI IS BUSY WITH HIS CUCUMBER

The four limbs work well. His twenty fingers gripped this new diet. Cucumber is a favorite fruit at the end of May. Happi does not allow one hand or leg to be idle, all must be full of food.

Living in a hostel with the same menu often makes boarders run away for snacks outside. Of course, it must be supported by sufficient finance. The same is true for orangutans in the COP Borneo orangutan rehabilitation center in Berau district, East Kalimantan. When in forest school, it’s time for them to look for their natural food. Then what about when the forest school had to be stopped like now?

Substitution of feed variations in COP Borneo that usually happens every 3 months is awaited time. Menu changes are set to get the right calorie and nutritional composition but still in accordance with the set budget. White pumpkins are reported to be left over when given. This report was immediately responded to with a change of white pumpkin with cucumber. And the result …

Happi is one of the orangutans who really enjoys this menu change. His bright face shown with his hands and feet full of cucumbers. (EBO)

 

HAPPI SIBUK DENGAN TIMUNNYA

Keempat anggota tubuhnya bekerja dengan baik. Kedua puluh jarinya mencengkeram menu baru ini. Buah ketimun menjadi buah favorit di akhir bulan Mei. Happi tak membiarkan satu tangan atau kaki pun menganggur, semuanya harus penuh dengan makanan. 

Tinggal di sebuah asrama dengan menu makanan yang sama sering membuat penghuni asrama melarikan diri untuk jajan di luar. Tentu saja, harus didukung dengan keuangan yang cukup. Sama halnya orangutan yang berada di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yang berada di kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Saat berada di sekolah hutan, adalah saatnya mereka mencari pakan alaminya. Lalu bagaimana saat sekolah hutan terpaksa dihentikan seperti saat ini?

Pergantian variasi pakan di COP Borneo yang biasanya setiap 3 bulan sekali pun menjadi waktu yang dinantikan. Perubahan menu diatur untuk mendapatkan komposisi kalori dan nutrisi yang pas namun tetap sesuai dengan anggaran yang ditetapkan. Buah labu putih dilaporkan banyak bersisa saat diberikan. Laporan ini langsung ditanggapi dengan pergantian labu putih dengan ketimun atau buah timun. Hasilnya…

Happi adalah salah satu orangutan yang sangat menikmati pergantian menu ini. Wajah cerianya terpancar dengan tangan dan kaki yang penuh menggenggam timun. (SAD)

 

A NEW BASKET FOR MORE HYGIENE

Feed holds the most important role in orangutan growth and development in a rehabilitation center. but on the other hand it is also the main media for disease to spread. Herbicides, pesticides, germs, pollutants when carried on the road and contact with other animals when in fed sheds are nightmare because these fruits might spread disease.

So, is there a solution for everything? Of course there are, every fruit is washed and rinsed. Is thus all feed safe from harmful contaminants? Not yet, there is still one more critical point, which is when bringing food to orangutans.

Usually the transport media is supported by using a sack then collected in a lajung (a kind of basket made of woven rattan) per each cage. Now woven baskets that are easier to clean are the choice of the medical team. “Yes, usually the remnants of feed are still stucked in sacks and between lajung. With hand-held baskets that are in more suitable size, it is expected to be easier to clean so that the hygiene can be maintained.

The Borneo COP Orangutan Rehabilitation Center always strives to improve the quality of caring for its orangutans. What do you think? (EBO)

KERANJANG BARU AGAR PAKAN LEBIH HIGENIS

Pakan memegang peranan terpenting dalam tumbuh kembang orangutan. namun di sisi lain juga sebgai media utama penyebaran penyakit. Herbisida, pestisida, kuman, polutan saat dibawa di jalan serta kontak dengan hewan lain ketika di gudang pakan menjadi momok penyebaran penyakit dari buah-buah tersebut.

Lantas, adakah solusi untuk semuanya? Tentu ada, setiap buah dicuci dan dibilas. Apakah dengan begitu seluruh pakan aman dari kontaminan berbahaya? Belum, masih ada satu cara lagi critical point yaitu saat membawa pakan ke orangutan.

Selama ini, media angkut disokong dengan menggunakan karung kemudian dikumpulkan dalam lajung (semacam keranjang gendong dari anyaman rotan) per tiap kandang. Kini keranjang tenteng dari anyaman yang lebih mudah dibersihkan menjadi pilihan tim medis. “Iya, biasanya sisa-sisa pakan masih saja menyangkut di karung maupun sela-sela lajung. Dengan keranjang tenteng yang ukurannya lebih pas diharapkan lebih mudah dibersihkan sehingga higenisnya dapat tetap terjaga. 

Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo selalu berusaha dalam peningkatan kualitas perawatan orangutannya. Bagaimana menurutmu? (SAT)

WHEN BABY BITES LANDED SMOOTHLY (2)

An orangutan baby named Alouise was only 1 year old, but his fearful attitude was shown by biting all the humans who tried to approach him, including the medical team. At the beginning of his arrival he looked very scared. Even his body trembles. Although he has been adapted at the arrival quarantine enclosure and is getting used to the presence of orangutan nurses. But still when invited out to the playground area, he was still very scared and biting.

The bite is also different from the other eight baby orangutans. The bite is very strong and long, different from Popi and Mary who bite only to threaten. Alouise’s baby bite is enough to make the skin peel and turn blue for more than 3 days.

Because of Alouise’s nature, who is still afraid of the orangutan nurse, the medical team is looking for orangutan companion for him. A companion who can be a foster parent so that Alouise becomes comfortable. The choice fell on Septi. In the past, Septi had been a foster parent for Popi. Now, Septi is back as a foster parent for Alouise.

Hopefully baby Alouise’s can reduce the trauma huh … (EBO)

SAAT GIGITAN BAYI MENDARAT DENGAN MULUS (2)

Bayi orangutan bernama Alouise baru berumur 1 tahun, namun sikap takutnya ditunjukkan dengan menggigit semua manusia yang berusaha mendekatinya, tak terkecuali tim medis. Awal kedatangan memang dia terlihat sangat takut. Bahkan badannya bergetar. Meskipun telah diadaptasikan di kandang karantina kedatangan dan mulai terbiasa dengan kehadiran perawat orangutan. Namun tetap saja saat diajak keluar ke area playground, dia masih sangat takut dan menggigit.

Gigitannya juga berbeda dengan kedelapan bayi orangutan lainnya. Gigitannya sangat kuat dan lama, beda dengan Popi dan Mary yang menggigit hanya untuk mengancam. Gigitan bayi Alouise cukup untuk membuat kulit terkelupas dan membiru selama lebih dari 3 hari.

Karena sifat bayi Alouise yang masih takut dengan perawat orangutan, tim medis mencarikan pendamping orangutan untuknya. Pendamping yang bisa menjadi induk asuh agar Alouise menjadi nyaman. Pilihan jatuh pada orangutan Septi. Dulu, Septi pernah menjadi induk asuh untuk orangutan Popi. Kini, Septi kembali menjadi induk asuh untuk Alouise. 

Semoga bayi Alouise bisa mengurangi traumanya ya… (FLO)

AN ISLAND FOR MICHELLE

After a year of waiting in the quarantine cage, finally Michelle, a female orangutan from the Mulawarman University Botanical Garden in Samarinda (KRUS) will begin her independent life for the first time on the COP Borneo orangutan island. This island is the final stage of orangutan rehabilitation to stimulate the wild nature of orangutans.

Getting to know Icel (Michelle’s nickname) the spoiled one who has never been released from human care is a big concern. Can Icel survive a day … two days … or a week on the island? Plans A to C are always carefully monitored by the APE Defender team (the team responsible for orangutans when rehabilitated).

Until the day awaited, the day Michelle is transferred to the island arrived. “Transfer of Icel goes smoothly, thank God we don’t need to anesthetize her. Enough with fruit and milk. “Icel … this is your most important day, show that you can survive without humans! The forest is really waiting for you, “said vet Flora full of hope.

On the first day on the island, Icel seemed to dwell on the tower. Seems to occasionally hold a rope that connects one tower to a tree. But she chose to stay in the tower while eating fruits that were deliberately placed there. “Maybe our anxiety is similar to Icel’s fear to start the exploration. From across the island the team continued to take turns ensuring Icel is fine. ” (REZ)

PULAU ORANGUTAN UNTUK MICHELLE

Setelah setahun menunggu di kandang karantina, akhirnya Michelle, orangutan betina dari Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda (KRUS) akan memulai kehidupan mandirinya untuk pertama kali di pulau orangutan COP Borneo. Pulau ini adalah tahapan akhir dari orangutan rehabilitasi untuk merangsang sifat liar dari orangutan. 

Mengenal Icel (panggilan Michelle) si manja yang tak pernah lepas dari perawatan manusia ada kekawatiran besar, mampukah Icel bertahan sehari… dua hari… atau seminggu di pulau tersebut. Rencana A hingga C tak lepas dari pantauan tim APE Defender (tim yang bertanggung jawab pada orangutan saat direhabilitasi). 

Hingga hari yang ditunggu, hari pemindahan Michelle ke pulau pun tiba. “Pemindahan Icel berjalan dengan lancar, syukurlah kita tidak perlu membiusnya. Cukup dengan buah dan susu. Icel… ini adalah hari terpentingmu, tunjukkan kalau kamu bisa bertahan hidup tanpa manusia! Hutan sesungguhnya menantimu.”, ujar drh. Flora penuh harapan.

Hari pertama di pulau, Icel terlihat banyak berdiam di atas menara. Tampak sesekali memegang tali yang menghubungkan satu menara dengan pohon. Tapi icel memilih berdiam di menara sambil makan buah-buahan yang sengaja ditaruh di situ. “Mungkin rasa was-was kami sama dengan rasa takut Icel untuk memulai penjelajahannya. Dari seberang pulau tim terus bergantian memastikan Icel baik-baik saja.”. (REZ)

 

A CLOSE ENCOUNTER

Unyil has disappeared again. Let alone Untung, whose existence is still unknown since the second day of monitoring. The team has searched the location but has not found him. To help finding them the team agreed to install trap cameras around the location where both of them disappeared.

The debate began, because not all rangers were good at climbing trees to install cameras. 

Fortunately, the ranger who is usually called Marison managed to set the camera trap at an altitude of more than 20 meters. The way he climbed was just like a wild  orangutan that made him got praises.

Every day the monitoring team evaluates daily results to plan monitoring the following day. This time, the team searched at the river. Two hours walking, the team also rested on the river bank while enjoying a cup of coffee prepared by the logistics team.

Suddenly, one of the rangers shouted, “Woy … Untung !!!” Spontaneous all turned back and Untung was already 1 meter behind. Some ran to the right, some to the left, and even towards the river. The team were shocked. Slowly Untung began to climb trees and glared. The team packed up and immediately followed Untung from behind. Sure this time will not lose Untung, but then he just disappeared.

After disappearing for 14 days, Untung began to show the development of good adaptation. He no longer pursues humans. (EBO)

KEMUNCULAN UNTUNG MENGANGETKAN RANGER

Unyil kembali menghilang, apalagi Untung yang sejak hari kedua monitoring belum diketahui keberadaannya. Penyisiran lokasi secara berpencar sudah, namun tim belum menemukan keberadaan keduanya. Sebagai alat bantu sembali melakukan penyisiran lokasi, tim sepakat untuk memasang kamrea jebak di sekitar lokasi keduanya menghilang.

Perdebatan pun di mulai, karena tidak semua ranger lihai memanjat pohon untuk memasang kamera. Untunglah, ranger yang biasa dipanggil Marison berhasil memansang kamera jebak di ketinggian lebih dari 20 meter. Gerakannya memanjat seperti orangutan liar membuatnya banjir pujian.

Setiap hari tim monitoring mengevaluasi hasil harian untuk merencakan pemantauan hari berikutnya. Kali ini, tim menyisir aliran sungai. Dua jam berjalan, tim pun beristirahat di pinggir sungai sambil menikmati secangkir kopi yang telah dipersiapkan tim logistik. 

Tiba-tiba, salah seorang ranger berteriak, “Woy.. Untung!!!”. Spontan semuanya menoleh ke belakang dan Untung sudah berada tepat 1 meter di belakang. Ada yang berlari ke kanan, kekiri bahkan ke arah sungai. Kaget bukan main rasanya. Perlahan Untung mulai memanjat pohon dan melotot. Tim pun berkemas dan segera membututi Untung dari belakang. Yakin kali ini tidak akan kehilangan Untung, namun jejaknya kali ini, hilang begitu saja.

Setelah menghilang selama 14 hari, Untung mulai menunjukkan perkembangan adaptasi yang baik. Ia tak lagi mengejar manusia. 

 

LEMANG JELLY FOR ORANGUTAN

Have you ever eaten lemang? Glutinous rice which is put into bamboo and cooked by burning the bamboo? In Berau, East Kalimantan we call it lemang, while in Toraja, South Sulawesi it’s called Piong Bo’bo. What is it called in other regions?

Well, specifically at the COP Borneo orangutan rehabilitation center in Berau, East Kalimantan, there is a food called ‘Lemang Jelly’. Actually it depends on the contents. This time the lemongrass is filled with jelly mixed with several pieces of fruit, eggs and banana stems. According to nutritionists, banana tree trunks contain various nutrients such as tannin, sugar, vitamins A, B, C, starch saponins, potassium, serotine, hydrocytitamine and norepinephrine. The benefits of banana stems which are rich in fiber are certainly good for orangutan intestinal health.

How does it taste? To be sure, orangutans really enjoy this jelly lemang … until the last jelly slice. Especially when they find an egg in it. Sure … they won’t want to let go of this special lemang. (EBO)

LEMANG JELLY UNTUK ORANGUTAN

Sudah pernah makan lemang? Beras ketan yang dimasukkan ke dalam bambu kemudian dimasak dengan cara dibakar? Lemang namanya kalau di Berau, Kalimantan Timur, sementara kalau di tanah Toraja, Sulawesi Selatan disebut pa Piong Bo’bo. Kalau di daerah lain disebut apa ya?

Nah, khusus di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yang terletak di Berau, Kalimantan Timur ada makanan yang namanya ‘Lemang Jelly’. Sebenarnya tergantung isinya. Kali ini lemangnya diisi dengan jelly yang dicampur dengan beberapa potongan buah, telur dan juga batang pisang. Menurut ahli gizi, batang pohon pisang mengandung berbagai nutrisi seperti tanin, gula, vitamin A, B, C, saponin zat tepung, kalium, serotin, hidrokitiptamin dan neropinefrin. Manfaat dari batang pisang yang kaya akan serat ini tentunya baik untuk kesehatan usus orangutan. 

Rasanya bagaimana ya? Yang pasti, orangutan terlihat sangat menikmati lemang jelly ini… hingga potongan jelly paling akhir. Apalagi saat mereka menemukan sebutir telur di dalamnya. Yakin… mereka tidak akan mau melepaskan lemang istimewa ini. (FLO)

THE COLLAPSING OF 40 YEARS OLD TREES IN LABANAN FOREST

The sound of a chainsaw blaring around the Borneo COP camp. Followed by the sound of a tree falling on the ground. One … two … and countless. Suddenly the forest school class became so bright, the big trees have collapsed.

The Borneo COP orangutan rehabilitation center located in Labanan Research Forest is the best rainforest owned by Indonesia. Being in this forest, like being in a very different place. Humidity is high enough to attract us to continue to be in it, while outside the temperature of Borneo is so stinging. “Not surprisingly, orangutans are very fond of being in a forest school class. Passing a day with them feels so quick. “, Said Johni, coordinator of animal care.

Unfortunately the threat of encroachment on Labanan Research Forest never stopped. Entering the fifth year of the Center for Orangutan Protection here, the conflict continues. “See! we have to lose trees aged 40-45 this year, we do not know who cut them, “said Daniek Hendarto, COP action manager. Three days later, when the team returned to this location, the logs were gone, the trees had disappeared. (EBO)

ROBOHNYA POHON BERUSIA 40 TAHUN DI HUTAN LABANAN

Suara gergaji mesin membahana di sekitaran camp COP Borneo. Disusul suara jatuhnya pohon mengenai tanah. Satu… dua… dan tak terhitung lagi. Tiba-tiba saja kelas sekolah hutan menjadi begitu terang, pohon-pohon besar itu roboh.

Pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yang berlokasi di Hutan Penelitian Labanan adalah hutan hujan terbaik yang dimiliki Indonesia. Berada di hutan ini, seperti berada di tempat yang sangat berbeda. Kelembaban yang cukup tinggi menarik kita untuk terus berada di dalamnya, sementara di luar suhu Kalimantan begitu menyengat. “Tak heran, orangutan sangat menyukai berada di kelas sekolah hutan. Seharian bersama mereka tidak akan pernah terasa.”, ujar Johni, kordinator perawat satwa.

Sayang ancaman perambahan Hutan Penelitian Labanan tak pernah berhenti. Memasuki tahun kelima Centre for Orangutan Protection di sini, konflik terus berlanjut. “Lihat! kita harus kehilangan pohon berusia 40-45 tahun ini, entah siapa yang memotongnya.”, ujar Daniek Hendarto, manajer aksi COP. Tiga hari kemudian, saat tim kembali ke lokasi ini, pohon sudah tidak ada, tebangan-tebangan pohon sudah menghilang.