PEMBANGUNAN GAPURA DAN POS JAGA KHDTK LABANAN SELESAI

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan merupakan hutan penelitian yang berada di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Di lokasi ini juga ada Pusat Rehabilitasi Orangutan yang berfungsi sebagai tempat menampung dan merawat orangutan sitaan negara meupun serahan masyarakat kepada negara.

Untuk memperkenalkan lokasi keberadaan KHDTK Labanan, Balai Besar Penelitian Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) bekerja sama dengan Pusat Perlindungan Orangutan atau sering disebut COP (Centre for Orangutan Protection membangun sebuah gapura identitas masuk kawasan di KHDTK Labanan. Tak hanya itu, berdekatan dengan gapura juga dibangun pos jaga KHDTK Labanan yang berfungsi sebagai lokasi pendukung patroli pengamanan di KHDTK Labanan.

Gapura dan Pos jaga ini dibangun pada pinggir jalan poros Samarinda Berau pada kilometer 24 yang dapat dilihat masyarakat saat melintas di area tersebut. Gapura dan Pos jaga ini sebagai penanda bahwa pengendara mobil dan motor sudah memasuki area KHDTK Labanan.

Dengan adanya gapura dan pos jaga ini, diharapkan masyarakat dapat memahami dan semakin mengetahui keberadaan kawasan KHDTK Labanan sebagai ikon hutan hujan tropis di kabupaten Berau. KHDTK Labanan merupakan hutan yang dihuni banyak satwa liar seperti owa-owa, babi hutan, kancil, musang, ayam hutan dan juga burung-burung endemik Kalimantan yang keberadaannya wajib kita jaga bersama untuk kelestarian hutan dan isinya di masa depan. (NOY)

MISI PERTAMA DOKTER HEWAN YUDI DI KALTIM

Malam, 24 April saat sedang mempersiapkan nutrisi tambahan untuk orangutan-orangutan di pusat rehabilitasi BORA, telepon camp berbunyi. Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection menanyakan kesiapan tim APE Defender untuk memindahkan orangutan dari Samarinda ke BORA yang berada di Berau, utaranya Kalimantan Timur. Setelah berdiskusi drh. Ray akhirnya menyuruh drh. Yudi untuk menjalankan tugas ini.

“Rasanya gak karuan, takut, cemas dan bersemangat, campur aduk. Ini adalah perjalanan pertama saya menyelamatkan orangutan”, gumam Yudi Ardianto, dokter hewan lulusan Universitas Brawijaya ini sembari mengecek kembali microchip, alkohol, meteran, obat bius dan peralatan medis lainnya. Tepat pukul 00.30 WITA tim APE Defender berangkat. Sekilas terlihat senyum drh. Ray melihat kepanikan drh. Yudi yang baru bergabung di COP pada akhir bulan Maret yang lalu. Jalan darat ini pun dimulai, mulai jalan aspal mulus seperti kemeja yang baru disetrika hingga jalan berlubang yang sering membuat kami melompat dan terbentur atap mobil.

Menjelang siang, drh. Yudi telah siap untuk memeriksa kesehatan orangutan malang ini. “Orangutan ini sangat agresif, untuk ukuran orangutan kecil, tenaganya lumayan kuat. Pemeriksaan gigi untuk mengetahui perkiraan usia orangutan, dilanjut pemeriksaan apakah ada luka atau tidak dan tiba-tiba saja jari saya sudah berada disela-sela giginya. Ahrgg… rasanya lumayan!”, cerita Yudi lagi.

Tepat pukul 07.00 WITA keesokan harinya, tim APE Defender telah tiba di BORA. “Orangutan betina berusia 1-3 tahun ini akan menjalani masa karantina terlebih dahulu. Saya sendiri masih harus menjalani tes COVID-19 usai perjalanan jauh dan isolasi mandiri”, ujar Yudi. BORA menerapkan prosedur kesehatan yang cukup ketat untuk mencegah penyebaran virus Corona. Mencegah lebih baik daripada Mengobati. (YUD)

KEDUA ORANGUTAN DARI WRC JOGJA TELAH TIBA DI BORA

Begitu banyak orang yang menunggu berita ini. Kapan Ucokwati dan Mungil mendapatkan kesempatan keduanya kembali ke habitatnya. Induk dan anak yang telah bertahan hidup di seberang pulau yaitu pulau Jawa, sebuah pulau dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Tentu saja itu akan menjadi hari yang mengharukan. Ternyata tidak semudah itu, keduanya tetap harus menjalani proses panjang yang mendebarkan.

Januari 2021, pemeriksaan medis di tengah pandemi COVID-19 menguras energi tersendiri. Tim medis dan lainnya harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat. Pemakaian baju hazmat menjadi tantangan tertentu, tetap harus lincah dan berpikir cepat. Pengiriman sampel juga tidak semudah sebelumnya, sampel harus aman. Syukurlah hasil medis yang tidak sekaligus keluar itu membawa kabar gembira. Pemindahan Ucokwati dan Mungil tinggal menunggu waktu.

8 April 2021, kedua orangutan dalam pengaruh bius dimasukkan ke kandang angkut. Sifat agresif keduanya sempat membuat ciut tim. Tengah hari tim melaju kendaraan ke kargo Garuda Indonesia di bandara Yogyakarta Internasional Airport. Perencanaan dua minggu sebelumnya benar-benar diuji. BKSDA Yogyakarta tak putus-putus berkordinasi dengan BKSDA Kaltim. COP sendiri sangat terbantu dengan Garuda Indonesia dan kargo Garuda Indonesia. “Sayang penerbangan ke Balikpapan-Berau tak bisa dilalui jalur udara karena ukuran kandang tak bisa masuk kargo. Tim menempuh jalur darat yang menguras tenaga”, ujar Ramadhani, kordinator pemindahan orangutan dari Yogya ke Berau.

10 April, setelah melalui transit di Jakarta selama delapan jam dan melalui perjalanan darat 24 jam, Ucokwati dan Mungil tiba di Bornean Orangutan Rescue Alliance, Berau-Kalimantan Timur. Keduanya tampak tenang. “Ucokwati dan Mungil kini berada di kandang karantina, kami berharap dalam dua minggu ini dapat mengumpulkan data prilakunya selama di kandang karantina. Semoga keduanya dapat melalui masa karantina dengan baik”, jelas Widi Nursanti, manajer BORA.

TRAGEDI DI SEKOLAH HUTAN ‘AMAN’

Ada lima orangutan yang akan ikut sekolah hutan hari ini. Owi, Happi, Berani dan Annie dengan pengawasan bang Linau, Amir, Steven, Simson sementara Aku yang bertugas mengawasi setiap behaviour atau tingkah laku orangutan bernama Aman. Setelah para perawat satwa memberi makan orangutan yang tidak ikut sekolah hutan, cerita sekolah hutan pertama saya dimulai.

Ketika kandang orangutan jantan dibuka, keempat orangutan tersebut sudah paham dan mengerti kalau hari ini adalah giliran mereka yang ke sekolah hutan, tetapi tidak bagi orangutan Aman dengan tubuhnya yang kecil dan terlihat masih takut-takut hingga harus dipaksa keluar kandang. Buah pepaya kesukaannya tak cukup membawanya keluar kandang sebagai pancingan, akhirnya bang Linau, kordinator perawat satwa pun masuk dan menariknya keluar kandang. Selanjutnya bang Linau menyerahkan Aman kepadaku, tak disangka Aman langsung memelukku dengan kuat. Di situlah untuk pertama kalinya aku menggendong orangutan. “Lupa, berapa beratnya Aman yang tertera di dinding gudang pakan orangutan, hanya perkiraan saja seperti berat dua buah galon air minum”, gumam Yudi sambil mengatur nafas yang mulai terengah-engah.

Tidak mudah berjalan di hutan sambil menggendong bayi orangutan. Sebenarnya jarak lokasi sekolah hutan dari kandang tidak terlalu jauh, melewati akar pohon besar, tanah berlumpur dan becek bercampur emosiku yang melayang membayangkan apa yang terjadi dengan induknya. Sesampai di sekolah hutan, para orangutan segera bergerak menjauhi perawat satwa untuk langsung memanjat pohon yang tinggi. Aman masih tak mau melepaskan pelukannya dariku.

“Taruh saja di pohon ini, nanti dia naik sendiri”, ujar salah satu perawat satwa. Tak disangka Aman mulai memanjat. Lagi-lagi, ini adalah pertama kalinya aku melihat orangutan memanjat dari bawah menuju puncak pohon. Aman begitu tenang di atas sambil sesekali memetik beberapa daun untuk dimakannya, bergerak ke sana-sini mencari daun muda yang bisa dimakan hingga bergerak ke ujung pohon. “Baiklah Aman… aku mengawasimu”. (YUD)

HAPPI BOCAH CERDAS

Mulai berumur enam tahun, bocah kecil biasanya berkembang dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa, tidak terkecuali orangutan bernama Happi. Dia hidup satu kandang dengan tiga individu orangutan yang lebih besar darinya dan Happi tahu bagaimana menghadapi ketiganya. Kumpulan rambut berwarna cokelat muda yang terletak di belakang punggungnya sering kujadikan pertanda bahwa ia adalah Happi. Terkadang aku tidak menyadari bentuk postur tubuhnya yang mungil itu, sekilas ada kemiripan bentuk postur tubuh dengan Owi.

Secara tak sengaja, Happi sering menjadi obyek pengamatanku saat di sekolah hutan. Postur tubuh proposionalnya dan kecerdasan motorik Happi menjadikannya harapan untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Happi memiliki kecerdasan dalam pengamatan dan adaptasi lokasi yang baru, setiap kali sekolah hutan, ia mampu menjelajahi daerah baru yang belum pernah ia singgahi. Ia selalu mengamati sekitar, apa yang bisa ia makan atau manfaatkan. Hingga pada suatu ketika, aku melihat Happi sedang minum air dari kubangan yang terdapat di batang pohon yang patah. Sesekali ia mematahkan daun muda untuk dijadikan cemilan perjalanannya mengelilingi lokasi sekolah hutan.

Perilaku yang sangat unik juga dapat dilihat dari Happi. Ketika ia mendapatkan teman baru seperti orangutan yang baru pertama kali mengikuti sekolah hutan, ia tidak pernah melakukan perbuatan kasar. Orangutan Aman misalnya yang selalu diajak Happi untuk bermain bersama dan belajar bagaimana bisa menggantung dan berayun di ranting pohon. Orangutan Kola juga mendapatkan perlakukan yang baik dari Happi. Happi jarang melakukan tindakan agresif ke manusia, namun bukan berarti ia dekat dengan perawat satwa, hanya saja ia sangat paham akan maksud keberadaan perawat satwa dan biasanya ia menjauh dari manusia ketika tidak ada maksud penting untuknya. (BAL)

APE DEFENDER BERSAMA B2P2EHD PATROLI DI LABANAN

Keberadaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus atau disingkat KHDTK berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2018 adalah kawasan hutan yang secara khusus ditujukan untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta religi dan budaya. KHDTK Labanan yang berada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur berada dalam pengelolaan B2P2EHD (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa).

Pentingnya keberadaan KHDTK Labanan meliputi hutan penelitian yang juga merupakan habitat dari satwa-satwa liar dan satwa dilindungi. B2P2EHD bersama tim APE Defender COP memutuskan patroli di lokasi yang kemungkinan ada resiko-resiko berdampak buruk pada kawasan ini. Patroli dilakukan secara berkala setiap bulannya dengan menyusuri hutan dan melakukan monitoring. “Tanpa adanya patroli, tentunya resiko-resiko yang dapat mengakibatkan berkurang atau hilangnya spesies tertentu akan semakin besar dan sulit dikendalikan. Kami berharap patroli bisa meminimalisir kerugian tersebut”, kata Widi Nursanti, kapten APE Defender COP di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). BORA adalah pusat rehabilitasi orangutan yang berada di KHDTK Labanan sejak 2015 yang lalu. “Hampir setiap tahun di saat musim kemarau panjang membuat tim was-was pada kebakaran hutan. Semoga patroli berkala bisa mengantisipasi kemungkinan terburuk sejak dini”, tambah Widi lagi.

Centre for Orangutan Protection akan terus mendukung patroli agar KHDTK Labanan terus terjaga kelestariannya dan dapat dengan maksimal berperan sesuai fungsinya sebagai hutan penelitian dan pengembangan pendidikan. (LIA)

PELETAKKAN BATU PERTAMA KLINIK DAN KARANTINA BORA

Berita bahagia dari Berau, Kalimantan Timur menjelang tahun ke-14 Pusat Perlindungan Orangutan atau yang lebih dikenal Centre for Orangutan Protection (COP). COP akan membangun klinik dan karantina Bornean Orangutan Rescue Alliance di tempat yang lebih mudah dijangkau dan dengan fasilitas yang nantinya akan lebih memadai. “Klinik Pusat Rehabilitasi Orangutan yang berada KHDTK Labanan telah berdiri selama lima tahun ini tidak cukup berkembang karena keterbatasan fasilitas. Kami berharap, lokasi yang baru ini dapat lebih memfungsikan klinik untuk menyelamatkan lebih banyak lagi satwa liar Indonesia”, kata Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection.

Sabtu, 27 Februari 2021 peletakkan batu pertama klinik dan karantina BORA di Desa Tasuk oleh Ir. Sunandar Trigunajasa N., MM yang menjabat Kepala Balai KSDA Kalimantan Timur. Dukungan dari pemerintah setempat yaitu Kepala Desa Tasuk, Ibu Hj. Faridah beserta masyarakat sekitar juga memberi semangat COP agar dapat memulai dan mengoperasikan klinik dan karantina ini dengan baik. Dalam sambutannya Pak Nandar maupun Ibu Faridah berharap semoga pembangunan klinik dan karantina BORA berjalan dengan lancar, ke depannya bisa bermanfaat bagi satwa maupun masyarakat sekitar.

Kesempatan berkumpul yang cukup jarang terjadi ini diisi dengan penanaman pohon juga. Tak hanya Kepala BKSDA Kaltim dan Kepala Desa saja yang kebagian menanam pohon, namun seluruh hadirin akhirnya menandai kehadirannya dengan menanam pohon. Secara keseluruhan acara berjalan dengan lancar dan tetap mematuhi protokol kesehatan sejak pandemi COVID-19 ada. Semoga pohon-pohon tersebut dapat hidup dan tumbuh dengan baik seiring pembangunan dan dapat menghasilkan untuk pakan satwa dan memberi keteduhan di lingkungan klinik dan karantina BORA. (WET)

LAPOR, ORANGUTAN YANG DITRANSLOKASI KEMBALI!

Masih ingat anak orangutan yang ditranslokasi ke dalam hutan oleh tim APE Defender di Kutai, Kalimantan Timur? Orangutan tersebut kembali mendekati manusia. “Itu sebabnya, jangan beri makanan! Anak orangutan itu cukup belajar betapa mudahnya mendapatkan makanan dengan hanya mendekati manusia”, ujar Widi Nursanti, manajer Pusat Rehabilitasi Orangutan BORA.

Selama enam bulan terakhir ini, tim APE Crusader yang merupakan tim yang berada di garis depan untuk perlindungan orangutan dan habitatnya mendapat laporan penampakan orangutan di pinggir jalan hingga masuk ke pemukiman warga. “Pastikan tidak menyakiti orangutan tersebut. Pasti ada yang menyebabkan dia terlihat dengan mudah oleh kita. Mungkin saja dia kehabisan makanan alami nya dan kehilangan habitat yang merupakan tempat tinggalnya sementara kita ketahui orangutan adalah satwa penjelajah. Dia tidak akan berdiam di satu tempat bahkan untuk tidurnya.”, jelas Sari Fitriani, manajer perlindungan habitat orangutan COP.

Usaha tim translokasi orangutan yang diberi nama Gisel terlihat sia-sia. 10 Februari 2021, tim mendapat informasi, orangutan betina yang ditranslokasi muncul di sekitar kantor Taman Nasional Kutai (TNK). Belum juga hilang pegalnya mengangkat kandang angkut menyeberang jembatan, tim harus sudah kembali bertemu dengan Gisel. Gisel pun masuk kandang yang berada di Taman Nasional Kutai. Selanutnya, Gisel akan masuk pusat rehabilitasi orangutan. “Sayang sekali kemampuan Gisel menjauh dari manusia buruk. Padahal kemampuan memanjat dan membuat sarangnya baik sekali. Gisel, kamu harus takut pada manusia. Manusia itu ancaman”, gumam Widi lagi.

“BORA akan mempersiapkan kandang karantina untuk Gisel. Selanjutnya, seperti prosedur ketika orangutan masuk ke pusat rehabilitasi, orangutan tersebut akan menjalani masa karantina dan menjalani tes kesehatan. Ini bukan biaya yang sedikit. Kami membuka kesempatan untuk seluruh penyayang binatang dimana pun berada untuk menyumbang melalui kitabisa.com. Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk orangutan”, tutup Widi dengan sedih.

KOMANDAN SI BERUANG MADU YANG BERUNTUNG KARENA COVID-19

“Siap, Ndan! Komandan sudah dioperasi lukanya. Iya di lehernya ada luka bekas tali yang mengikatnya. Dan memiliki berat 14 kg dan merupakan penyerahan warga. Semoga cepat pulih”, ujar Widi Nursanti saat mengevakuasi satwa di Wisata Rimba Raja Pandhita, kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. Dan adalah beruang madu berusia 1 tahun. Bersama Dan (beruang madu), 2 Elang Brontok, 1 Elang Bondol, 1 Elang Laut dan 1 Kucing Hutan telah tiba di kantor BKSDA SKW I Berau, Kalimantan Timur.

Wisata rimba yang dikelolah TNI Batalyon Infanteri 614 menyerahkan satwanya kepada BKSDA SKW I Berau. “Apresiasi yang tinggi untuk Komandan Batalyon Asmil Yonif 614/RJP Kab. Malinau dan kepala BKSDA SKW I Berau untuk perlindungan satwa liar di Indonesia,” ujar Widi Nursanti, manajer Pusat Rehabilitasi BORA.

Pandemi COVID-19 memang cukup membatasi pergerakan masyarakat. Masyarakat juga lebih banyak memilih #dirumahaja hanya sesekali saja bepergian untuk berwisata karena sudah cukup jenuh. Menurut keterangan dari pihak Balai Taman Nasional Kayan Mentarang, Wisata Rimba Raja Pandhita cukup menarik perhatian masyarakat untuk melihat satwa. Namun kondisi seperti ini tentu saja berbeda”. “Kita ya di rumah saja, satwa liar ya di hutan saja,” tambah Widi lagi. (WID)

BAYI BERUANG MADU KEHILANGAN INDUKNYA UNTUK DIMASAK RICA-RICA

Satu beruang madu jantan mengawali penyelamatan tim APE Defender COP di bulan Februari 2021. Beruang madu yang selalu diberi makan nasi ini akhirnya mendapatkan kesempatan keduanya untuk kembali menjadi satwa liar. Nasi? Ya, Uang begitu nama beruang madu berusia 1,5 tahun ini dipanggil. Sejak matanya belum bisa melihat dengan sempurna, dia harus kehilangan induknya. Induknya diburu dan dijadikan makanan rica-rica. Uang sendiri dipelihara secara ilegal.

“Secara fisik, tubuhnya sehat. Namun konsumsi nasi tentu saja itu bukan pakan alaminya. Diperlukan terapi pakan alami yang cukup ketat agar dia bisa kembali ke alam nantinya. Dia juga tidak suka pada manusia. Ini menjadi nilai lebih untuknya. Semoga Uang bisa hidup lebih baik lagi, tentu saja di habitatnya,” ujar drh. Ray.

Penyelamatan beruang madu ini tidak terlepas dari kerja keras BKSDA SKW I Berau. Beruang madu telah terdaftar dalam Appendix I of the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) sejak tahun 1979 yang menyatakan bahwa mereka tidak boleh diburu oleh siapapun. Selain perburuan, beruang madu juga harus menghadapi ancaman yang lebih besar lagi yaitu kehilangan habitatnya seperti fragmentasi dan degradasi hutan.

Centre for Orangutan Protection siap membantu BKSDA Kalimantan Timur untuk menyelamat satwa liar endemik Kalimantan tak terkecuali. Besok Senin, BKSDA SKW I Berau, Kaltim juga akan mengevakuasi satwa endemik lainya hasil penyerahan masyarakat. “Jangan pelihara satwa liar!Satwa liar di hutan aja!”. (RAY)