INDUK ORANGUTAN VIRAL DI MEDSOS, MASUK BORA

Orangutan masih menjadi satwa yang sangat menarik perhatian publik. Viral sebuah video induk orangutan bersama anaknya menyeberang jalan dalam kondisi yang sangat kurus. Centre for Orangutan Protection membantu tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Seksi Konservasi Wilayah II Tenggarong mengevakuasi orangutan tersebut.

Senin, 23 September, dari pemeriksaan Body Condition Score (BCS) induk orangutan memiliki nilai 2 yang berarti kurus. Tulang rusuk, tulang belakang, dan tulang panggul yang menonjol. Semua terlihat seperti tulang berbalut kulit. Perut orangutan betina tersebut besar namun saat dilakukan palpasi atau perabaan tidak ditemukan adanya benjolan maupun fetus atau calon bayi di dalamnya, hal ini bisa menjadi salah satu indikasi bahwa orangutan mengalami malnutrisi. Orangutan juga mengalami dehidrasi, turgor atau tingkat elestisitas kulitnya tergolong tidak baik karena saat diperiksa dengan cara dicubit, kulit tidak langsung kembali seperti semula dan waktu kembalinya kulit seperti semula lebih dari dua detik. Kulit orangutan tersebut sangat kering hingga kulitnya terkelupas.

Saat ini orangutan berada di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) tepatnya di Klinik dan Karantina Orangutan yang dikelola Centre for Orangutan Protection di bawah otoritas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan dukungan penuh The Orangutan Project. Orangutan akan menjalani perawatan intensif hingga kondisi kesehatannya membaik. Perilaku orangutan masih cukup agresif dan sering mengusir dengan cara melakukan kiss squeaks. Nafsu makan orangutan baik dan masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan baru. Apabila kondisi kesehatannya sudah baik, orangutan tersebut akan dipindahkan ke kawasan hutan dengan ketersediaan pakan yang cukup bagi kehidupan orangutan tersebut sehingga diharapkan orangutan dapat bertahan hidup di rumah barunya kelak. (TAT)

PERUBAHAN ORANGUTAN BAGUS BUAT SEDIH PERAWAT SATWA

Ada orangutan bernama Bagus di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). Bagus adalah orangutan yang cukup pintar dalam hal mencari makan. Saat sekolah hutan, dia itu sangat aktif menjelajah atau beraktivitas di hutan untuk mencari makan. Selain itu, dia aktif berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain. Bagus juga sangat jarang ikut bermain bersama dengan orangutan lainnya hanya karena dia sangat fokus dalam mencari makan dan menjelajah hutan.

Orangutan juga seperti kita, ada mood ketika ingin bermain dengan orangutan lainnya tapi ada waktunya dia bermalas-malasan. Dia juga memiliki sifat yang sering ingin balik ke kandang ketika dibawa ke sekolah hutan, karena sekarang dia cepat bosan. Bagus sangat berbeda dengan Bagus yang dulu ketika dibawa sekolah hutan sangat aktif berjalan dan menjelajahi sekolah hutan. Sekarang, dia lebih aktif di tanah dan sesekali beraktivitas di pepohonan.

Bukan hanya itu, Bagus juga terlihat banyak pikiran. Dia terlihat murung di dalam kandang dan tak ingin bermain dengan orangutan lainnya. “Entah apa yang dipikirkannya sekarang ini”, ujar Lio, perawat satwa dengan prihatin. Bagus lebih banyak diam dan mengamati sekeliling kandang dan ketika keluar kandang pun, dia tidak terlalu bersemangat. “Apakah masa anak-anaknya sudah berakhir dan menuju remaja?”. (LIO)

SEMUA ADA WAKTUNYA, POPI BERKEMBANG DENGAN BAIK

Orangutan yang bernama Popi di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) adalah orangutan termuda usianya saat dia masuk pusat rehabilitasi ini. Kondisi pusarnya yang baru saja lepas (pupak) membuatnya sangat tergantung dengan kehadiran manusia terutama baby sitter nya. Mungkin Popi juga tidak memiliki ingatan pada induknya dan tidak tahu bagaimana harus bertahan hidup sebagai orangutan.

Tujuh tahun sudah Popi di BORA. Popi tumbuh dan berkembang bersama orangutan malang namun beruntung lainnya. Rasa ingin tahu alaminya terus tumbuh dan ia mulai banyak mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dengan keberanian yang mengangumkan. Tidak lagi bergantung pada manusia, walau sesekali masih mengamati animal keeper yang bertugas mengawasinya, hanya sekedar memastikan dia baik-baik saja.

Popi, si orangutan yang tak pernah dibayangkan akan mencapai kondisi seperti saat ini. Beberapa bulan yang lalu masih membuat semua orang khawatir, mungkinkah ia dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Ahli biologi COP mencoba mengevaluasi perkembangannya yang masih terlihat sangat manja dan seolah-olah tak bisa lepas dari manusia. “Tapi tepat di tujuh tahun kedatangannya di BORA membuat kami optimis, masih ada waktu dan masih ada kesempatan itu”, ujar Raffi Akbar, asisten manajer pusat rehabilitasi BORA.

Terima kasih atas dukungannya pada BORA, terima kasih para orang tua asuh Popi. (RAF)

PENGABDIAN DOKTER HEWAN COP DI KAMPUNG MERASA

Dokter hewan Centre for Orangutan Protection masuk kampung? Pastinya bukan sekali atau dua kali ini. Sejak delapan tahun yang lalu, dokter hewan COP telah mengabdi pada satwa peliharaan dan kesayangan masyarakat sekitar pusat rehabilitasi orangutan yang dikelolahnya. Edukasi dan penyadartahuan tentang kondisi hewan hingga langsung melakukan pengobatan pada anjing, kucing hingga ternak juga mengharapkan kesehatan masyarakat di kampung terdekat dengan Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). Zoonosis tak bosan-bosannya dokter hewan dan paramedis ini sampaikan, demi kesehatan yang terasa sangat mahal ketika pandemi COVID menghampiri kita.

Dokter hewan COP tak ragu mengetuk pintu rumah yang satu dengan pintu rumah yang lain, sesuai data sebelumnya dimana hewan peliharaan terdata. Syukurnya, warga Kampung Merasak sangat terbuka dengan kehadiran tim APE Defender ini. Kunjungan kali ini, ada 7 hewan yang mengalami scabiosis, 2 terinfeksi ektoparasit pinjal. Pemeriksaan 1 babi yang sedang hamil pun tak luput dari pemeriksaan kali ini. “Mendengarkan detak janin babi membuat kebahagian tersendiri”, ujar drh. Elise Ballo sambil tersenyum.

Selain itu tim juga memberi 2 vitamin pada hewan kesayangan dan pemberian obat cacing pada 4 anjing lainnya. Tim menyadari betul, cacing pada hewan peliharaan yang bisa dijumpai dimana saja dapat menjadi awal manusia menderita penyakit cacing. Salah satu anggota tim di desa tempat pelepasliaran orangutan pernah mengalami infeksi cacing yang merayap di bawah kulit. Munculnya tonjolan kemerahan di kulit kakinya yang tampak berliku-liku seperti ular dan disertai rasa gatal yang sangat sempat hanya dianggap varises. Setelah diteliti lebih lanjut, cutaeus larva mingrain terjadi ketika staf tersebut bermain sepak bola dengan anak-anak di kampung longless tanpa alas kaki. Ternyata lapangan bola telah terkontaminasi larva cacing tambang dari kotoran hewan seperti anjing dan kucing. Setelah menjalani terapi, akhirnya staf tersebut sembuh.

“Mari jaga kesehatan hewan peliharaan dan jaga kebersihan”, ajak drh Elise lagi.

KABAR HUTAN LABANAN AGUSTUS 2023

Bulan Agustus ini suara burung di sekitar camp BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) mendadak lebih ramai dari biasanya. Namun semakin ramainya suara burung ini menimbulkan rasa curiga dalam benak saya, yang dalam dua tahun terakhir tinggal dan bertugas di hutan Labanan. Saya menduga suara burung ini berasal dari burung-burung “pengungsi” yang berasal dari habitat sekitar kawasan BORA yang sedang menghadapi banyak tantangan akibat aktivitas manusia. Selain pembalakan liar dan tambang batubara ilegal, kebakaran hutan menjadi tantangan terbesar menjadi tantangan terbesar di KHDTK Labanan pada musim kemarau ini.

Selasa pagi, dalam 700 meter pertama perjalanan meninggalkan camp BORA saya berjumpa sepasang rangkong gading, burung dengan status konservasi kritis, terbang sekitar lima meter di atas kepala, menyeberang dari sisi hutan di kiri jalan menuju sisi hutan di kanan jalan. Tak lama kemudian, tepat 1 km radius dari camp BORA, saya menemukan sebuah luasan hutan yang sudah habis terbakar, yang tersisa hanya tanah yang menghitam dipenuhi oleh abu dan sisa-sisa kayu yang sudah menjadi arang. Kabut putih tipis terlihat masih menyelimuti sebagian besar hutan Labanan pagi itu, sayangnya kabut ini bukan dihasilkan oleh peristiwa evapotranspirasi air oleh tumbuhan, namun berasal dari asap hasil pembakaran lahan yang terjadi di beberapa titik.

Sepanjang perjalanan, cukup banyak pemandangan kerusakan hutan yang saya saksikan. Dalam sekejab, vegetasi hutan yang dahulu hijau, kini pada banyak titik sudah berubah memerah layaknya musim gugur di belahan bumi bagian utara, namun merahnya daun di sini terjadi akibat kering oleh panasnya api, dengan tanah yang dipenuhi noda hitam sisa pembakaran.

Kemudian, saya pun tiba di area dengan luasan kebakaran lahan terbesar, secara kasat mata terlihat jauh lebih besar dari empat kali ukuran lapangan sepakbola standar internasional, hanya sekitar 4,9 km dari camp BORA. Perjalanan ini seakan menjawab kecurigaan tentang semakin ramainya suara burung di BORA. Penyusutan habitat hutan, tentu akan membuat banyak satwa liar mengungsi menuju habitat yang masih tersisa, atau justru malah memasuki kawasan manusia. Jika dalam hitungan satu bulan ke belakang saja laju kehilangan hutan bisa sebegitu cepatnya terjadi di dalam kawasan konservasi, masikah ada hutan yang tersisa dalam 10-20 tahun ke depan jika kita terus membiarkan hal ini terjadi? (RAF)

SEKOLAH HUTAN DALAM BAYANG-BAYANG KEBAKARAN HUTAN

Di tengah hutan hujan yang lebat, tersembunyi di antara pohon-pohon tinggi dan flora yang beragam di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Berau ada sebuah sekolah bagi orangutan yang disebut “sekolah hutan”. Sekolah hutan merupakan kesempatan kedua bagi orangutan muda yang diselamatkan dari konflik maupun kejahatan manusia untuk dapat eksplorasi dan belajar kemampuan bertahan hidup secara langsung di habitat alaminya. Dalam pengawasan para perawat satwa di pusat rehabilitasi orangutan Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) yang penuh dedikasi, orangutan-orangutan yatim yang penuh penasaran ini mempelajari banyak keterampilan penting yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup, mulai dari mencari makan, membuat sarang , hingga bergelantungan di antara liana dan dahan pohon dengan lincah. Sekolah hutan layaknya sebuah simfoni dari gemuruh dedaunan yang tertiup angin, goyangan dahan yang diraih tangan-tangan orangutan, kicauan burung yang saling bersahut-sahutan, nyaring suara owa yang terdengar dari kejauhan dan saling berpadu dalam rimbunnya kanopi hutan.

Namun simfoni alam yang indah ini sedang menghadapi ancaman serius yang membuat kami harus waspada. Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sedang mengalami fenomena El Nino yaitu peristiwa pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang rentan memicu kekeringan dan kemarau panjang di sejumlah wilayah, hingga potensi kebakaran hutan khususnya di Kalimantan. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) luas total area terbakar pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2019 yang juga turut dipengaruhi oleh fenomena El Nino mendekati satu juta hektar lahan, tidak terkecuali di KHDTK Labanan.

“Tiba-tiba banyak abu daun yang berjatuhan dari udara, bau asap tercium hingga dekat area kandang”, kata Indah, ahli biologi BORA sambil menunjukkan bukti foto dan sebagian abu daun yang ia bawa di tangannya saat kembali ke camp BORA. Ia menyaksikan kejadian itu saat sedang melakukan observasi sore di sekitar kandang rehabilitasi BORA pada 7 Agustus 2023.

Asap dan abu ini diperkirakan terbawa angin dari pembakaran ladang yang lokasinya tidak jauh dari kawasan BORA. Ancaman kebakaran hutan kembali menghantui para staf BORA, mengingat peristiwa karhutla 2019 yang hampir mencapai area BORA dan membuat mereka turut berjuang siang dan malam dalam usaha memadamkan api.

Semoga potensi karhutla pada tahun ini adapat diantisipasi dengan baik, karena dampak buruk dari kebakaran hutan tidak hanya mengancam keberlangsungan rehabilitasi dan sekolah hutan bagi orangutan di BORA namun lebih dari itu. Saat nyala api berkobar di hutan, simfoni kehidupan dibungkam, meninggalkan jejak kehancuran yang mengganggu keseibangan ekosistem, memusnahkan spesies tumbuhan dan hewan yang tak terhitung jumlahnya. Dari serangga kecil hingga primata yang berayun tinggi di puncak pepohonan, mengikis jaring-jaring kehidupan yang menompang keberlangsungan planet kita, bumi. Musnahnya keanekaragaman hayati tidak hanya mengancam keindahan alam, namun juga mengurangi manfaat vital yang disediakan ekosistem bagi kehidupan manusia. Upaya mendesak dan terpadu diperlukan untuk mencegah, mengelola, dan memulihkan hutan untuk melindungi kekayaan kehidupan tak tergantikan yang dimiliki oleh hutan, serta memastikan koeksistensi yang lebih harmonis antara alam dan kehidupan manusia. (RAF)

KATA RIDWAN, ORANGUTAN PUNYA TINGKAH YANG UNIK

Sore ini, usai aktivitas feeding di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance), saya duduk di dapur BORA untuk memikirkan pengalaman apa yang bagus saya ceritakan setelah beberapa bulan bekerja di BORA. Setelah merenung sejenak, saya memikirkan ada banyak tingkah unik dan lucu orangutan yang sering saya jumpai selama ini.

Yang pertama ada Astuti. Astuti adalah nama orangutan korban perdagangan internasional di Gorontalo. Orangutan yang masih kecil ini memiliki rambut yang lebat dan berdiri alias jigrak dengan kepala bagian depan yang masih belum terlalu banyak ditumbuhi rambut alias botak sehingga mengingatkan kita pada gaya rambut “Albert Einstein”. Ada satu hal unik yang paling saya ingat dari si Astuti, kebiasaan dia memutar badan seperti menari balet saat dia sedang menunggu perawat satwa memberi dia makanan.

Orangutan kedua adalah Popi yang memiliki tubuh lebih besar dibanding postur dan umur Astuti tadi. Popi tergolong orangutan manja terhadap perawat satwa di BORA. Terlihat dari kebiasaan Popi saat diajak untuk sekolah hutan. Orangutan lain yang ada di BORA pada umumnya saat menuju lokasi sekolah hutan cukup dengan dituntun, dipegang tangannya dan mereka akan berjalan sendiri. Namun Popi lebih senang digendong di bandingkan berjalan sendiri menuju lokasi. Sekolah hutan adalah salah satu kegiatan yang ada di pusat rehabilitasi orangutan BORA untuk mengembalikan insting liar orangutan, mengenalkan kembali mereka kepada alam liar sehingga saat mereka nanti dilepasliarkan, mereka sudah siap dengan kondisi yang ada karena perlahan-lahan mereka telah dibiasakan sejak di pusat rehabilitasi. Ini adalah salah satu tugas perawat satwa yaitu bagaimana Popi bisa kembali mandiri tidak ketergantungan dengan manusia karena di alam bebas nanti mereka dituntut mandiri, tidak ada lagi perawat satwa yang bakal memperhatikan makanan mereka dan kesehatan mereka. Popi juga suka ngambek saat perawat satwa melakukan candaan, seakan tidak mau memberi makanan kepada Popi, Popi akan menunjukkan gestur ngambek dengan menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Itulah beberapa tingkah unik orangutan yang ada di BORA, masih banyak tingkah unik orangutan yang ada di BORA… nantikan cerita selanjutnya ya. (RID)

TIGA ORANGUTAN KEMBALI KE RUMAH BARUNYA DI BUSANG

Rabu, 24 Mei 2023 menjadi hari kembalinya orangutan Jasmine, Syair, dan orangutan eks-rehabilitasi Memo ke Hutan Lindung Batu Mesangat kecamatan Busang, Kalimantan Timur. Orangutan tiba di Desa Longlees pada petang hari, Selasa (23/5) bersama tim APE Crusader, APE Defender, KPH Kelinjau, dan BKSDA Kaltim. Kondisi orangutan dan tim sehat wal’afiat setelah menempuh perjalanan panjang selama sepuluh jam dari klinik dan karantina BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Besok pagi tim akan melanjutkan jalur air, malam ini waktunya tidur.

“Tiga jam perjalanan naik ketinting ke Pos Pantau Busang Hagar terasa mengharukan bagi saya pribadi. Ini adalah kali pertama saya terlibat dalam proses pelepasliaran orangutan, ada rasa bangga, lelah, dan khawatir dengan orangutan yang akan dilepaskan”, cerita Amin Indra Wahyuni, anggota tim APE Guardian COP. Jalur darat selanjutnya menuju titik pelepasliaran cukup licin dan berlumpur karena hujan, tim pemikul kandang berulang kali berganti posisi dan personil. Tanpa membawa beban saja jalan terseok-seok apalagi membawa kandang berisi orangutan.

Satu jam lebih perjalanan penuh keringat hingga sampai Hutan Lindung. Tepat di depan akar liana, posisi pintu kandang diletakkan untuk mempermudah orangutan langsung memanjat saat pintu kandang angkut dibuka. Benar saja, orangutan Jasmin dan Syair pun langsung memegang liana dan memakan buah-buahan yang sengaja diletakkan di situ. Sementara orangutan bernama Memo yang dilepaskan tak jauh dari  induk dan anak tersebut, tanpa ba-bi-bu langsung naik ke atas pohon. Rilis selesai, selanjutnya tim APE Guardian melanjutkan Post Release Monitoring (PRM) orangutan.

PRM dilakukan selama tiga bulan ke depan dan akan dipantau terus kondisi orangutan yang meliputi kesehatan, kemampuan mencari makan, dan lokasi pergerakannya. Orangutan Jasmine dan Syair terlihat lebih dahulu dapat beradaptasi dibandingkan Memo, karena Jasmine dan Syair memang orangutan liar yang dipindahkan (tanslokasi). Perlu waktu yang tidak singkat untuk dapat mengantarkan orangutan kembali ke hutan. Usaha luar biasa dilakukan dan banyak pengorbanan mulai dari tenaga, biaya, waktu dan lain-lain. Semoga Jamine, Syair, dan Memo utamanya dapat lekas beradaptasi, tumbuh, dan berkembang di rumah yang seharusnya. (MIN)

MEMO DIBIUS SESUAI RENCANA

Seperti biasanya, Memo sedang berada di pohon yang selalu dia naiki. Tim APE Defender COP kembali menggunakan kaos bukan warna oranye untuk mengelabuinya. Tapi seolah-olah orangutan di pulau mengetahui kondisi bahwa akan ada yang ditembak bius dan meninggalkan pulau untuk selamanya.

Orangutan yang pernah berstatus ‘unrelease’ ini akhirnya menyelesaikan ujian akhirnya di pulau. Memo adalah satu-satunya orangutan yang paling menjaga jarak dengan manusia bahkan dengan orangutan yang lainnya. Statusnya yang pernah menderita hepatitis ini membuat tim selalu berhati-hati dan meminimalisir kontak dengannya. Hasilnya, luar biasa, Memo tak suka kehadiran manusia di dekatnya.

Selama di pulau, biologist Indah mencatat kemajuan berarti dari Memo. Dia tercatat membuat sarang walau tidak terlalu besar namun bisa membuatnya beristirahat di pohon. Memo yang tidak pernah ikut sekolah hutan ini pun tercatat mampu memanjat, menjelajah dan menjaga jarak dengan kedua orangutan lainnya yang berada di satu pulau dengannya yaitu Kola dan Michelle. Memo berhasil bertahan hidup dengan memakan pucuk daun, kambium batang pohon, dan memakan buah-buahan hutan seperti ficus sp yang terdapat di dalam pulau. Selama 3 bulan ini juga berhasil bertahan hidup dari terjangan banjir sungai Kelay yang menenggelamkan daratan pulau dan konsisten di atas pohon. 

Minggu 21 Mei, tibalah waktunya tim membawanya. Pembiusan berjalan dengan cepat dan seperti perkiraan, Memo mencoba bertahan di atas pohon. Tim mempersiapkan jaring dan menyambutnya seiring sedasi yang mulai bereaksi pada tubuhnya. Kesadaran mulai berkurang dan Memo pun jatuh ke jaring. Dengan cepat, tim medis mengukur, mengecek kondisi fisik dan memastikan tanda pengenalnya yang terletak di sekitar pundaknya. Kali ini, mengupayakan penimbangan berat badannya, “46 kg jika dikurangi jaring, sekitar 39 kg beratnya. Agak turun”.

Selanjutnya Memo akan menunggu dua orangutan lainnya yang ikut dilepasliarkan di Hutan Lindung Batu Mesangat, kecamatan Busang, kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Keduanya alah induk dan anak yang kondisinya mulai membaik dari mal nutrisi. Jasmin dan Syair begitulah keduanya dinamai. Semoga perjalanan keesokan harinya berjalan dengan lancar. 

TIGA HARI YANG MENDEBARKAN, MICHELLE DITEMUKAN

Begitulah tiga hari ini kami yang jauh dari pulau pra pelepasliaran orangutan BORA gelisah tanpa akhir. Badan bisa saja di depan meja makan, namun pikiran dan hati ada bersama tim APE Defender yang sedang mencari orangutan Michelle. Michelle adalah orangutan kandidat pelepasliaran orangutan yang telah mendiami pulau orangutan selama tiga bulan ini sebagai ujian akhir, apakah dia berhasil bertahan hidup di alam dan bisa meningkatkan kemampuan alaminya di pulau tersebut.

Sebulan terakhir ini, air sungai Kelay naik luar biasa namun kembali normal. Saat banjir, kondisi orangutan di pulau sering membuat tim khawatir, Arus yang deras dan tingginya air tentu saja membuat daratan pulau tenggelam. Jika orangutan tidak berada di atas pohon atau lengah dan berada di daratan kecil atau sering disebut juga gersik maka dapat dipastikan tidak akan dapat bertahan hidup, terbawa arus.

Dua hari sudah tim mencari keberadaan Michelle dan belum menghasilkan apapun. COP pun menurunkan tambahan orang, perahu, dan tim APE Crusader untuk membantu pencarian orangutan. Sembari menyusuri sungai menuju pulau, tim memasang mata baik-baik di setiap cerukan dan kemungkinan hanyut atau tersangkut di sepanjang sungai. Ini adalah hari ketiga, yang merupakan golden time untuk kasus kecelakaan di sungai.

Siangnya tim kembali menyisir pulau orangutan di tengah hujan. Bahkan banjir sudah hampir menghanyutkan gapura pos pantau, itu berarti BORA telah kehilangan 3 meter tanahnya dari bibir sungai sejak pos monitoring ini didirikan. Tim terus fokus mencari dan memeriksa setiap sudut pulau yang mungkin menjadi tempat berlindung orangutan Michelle.

Tanpa putus asa, tim terus melakukan pencarian hingga 17.00 WITA, disaat matahari mulai jatuh, Michelle ditemukan di gersik belakang pulau. Michelle terlihat pucat dengan hidung yang mengering, mata kotor namun tidak ditemukan luka di tubuhnya. Melihat kondisi seperti ini, sepertinya Michelle kelaparan karena tidak makan selama tiga hari.

Terimakasih tim yang tidak putus harapan dalam pencarian Michelle di waktu hilang yang penting ini. Harunya kami yang mendengar kabar ditemukannya Michelle dalam kondisi baik, tak putus mengucapkan syukur. Michelle, seharusnya kamu lebih peka lagi dengan kondisi alam jika mau dilepasliarkan kembali ke habitat mu!