PULAU BANJIR DAN MICHELLE MENGHILANG

Banjir kembali menghampiri, seolah-olah tak pernah bosan menggerus pinggiran pos pantau. Gapura pos pantau sudah dicopot, jaga-jaga banjir yang tak kenal waktu menghanyutkannya. Sayang tanaman akar wangi kiriman Orangufriends Yogya setengah tahun yang lalu sebagai usaha menahan laju erosi tak mampu  lagi bertahan. Sungai Kelay terlalu murka.

“Posisi terakhir Michelle berada di pohon yang tinggi di hulu pulau. Pohon itu sering ditempati Michelle. Dari pagi hingga Minggu siang, dia pun masih berada di sekitaran hulu pulau dan bermain di tempat biasanya”, berikut keterangan Lio, perawat satwa BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) yang terakhir kali melihat Michelle dan memastikan dua orangutan kandidat rilis lainnya juga aman di pulau tersebut. Namun Minggu (14/5) malam hujan dan air sedikit naik. 

Keesokan pagi, perawat satwa yang bertugas memberi makan pagi orangutan di pulau mulai kecarian orangutan Michelle dengan kondisi air sungai yang naik. Tim juga sampai turun dari perahu dan mencari keberadaan Michelle di sisa daratan pulau yang ada. Tapi pencarian tidak membuahkan hasil.

Hari mulai gelap dan air tetap tinggi dengan arus yang cukup deras. Hanya doa yang bisa kami panjatkan, agar Michelle bertahan di tempat yang aman. Pandangan tak tembus lagi dan keselamatan tim juga jadi perhatian. Malam ini hanya doa yang bisa dipanjatkan.

ASTUTI, MURID BARU PENCURI PERHATIAN

“Tuti nih orangutan paling cantik”, kata Indah, biologist BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) saat hendak membawa Astuti ke sekolah hutan. Wajah orangutan Astuti memang menggemaskan sepeti boneka dan rambut keritingnya unik menarik hati. Belum ada orangutan di pusat rehabilitasi BORA yang rambutnya keriting sepeti Astuti. Kalau rambutnya basah, keritingnya lebih terlihat menggemaskan lagi. Mungkin karena rupa imutnya itu penjahat pedagang satwa liar berusaha menyeludupkannya dan menjualnya. Astuti berhasil diselamatkan saat hendak dikirim ke luar negeri melalui Sulawesi tahun 2022. Ia kemudian dipindahkan ke BORA dan menjalankan masa karantina selama 3 bulan.

Pada bulan Maret, setelah hasil tes kesehatannya keluar dengan hasil baik, ia resmi menjadi murid baru di sekolah hutan. Sebagai murid baru, ia berhasil mencuri perhatian kami dan membuat kami kagum akan kemampuannya. Pada hari pertama sekolah hutan saja ia sudah memanjat setinggi 18 meter. Ia tidak sesering berada di tanah seperti Jainul, murid orangutan sebaya nya yang selalu berguling-guling di tanah dan masih sudah sekali disuruh memanjat pohon. Sekali-kalinya ia berguling di tanah, tubuhnya akan ditempeli banyak daun kering dan ranting. Rambutnya yang panjang membuat benda-benda di tanah lebih mudah menyangkut. Kami sering menertawakannya ketika tubuhnya sudah sangat kotor. Rupanya yang paling lucu adalah ketika dia baru saja berguling-guling di tanah dan tubuhnya ditempeli lumpur. Kami para perawat satwa dibuat terpingkal-pingkal melihat rambutnya yang menjadi gimbal.

Akhir-akhir ini, Astuti semakin jago menjelajah dan seringkali keasyikan. Suatu hari saat sekolah hutan (29/04), ia mengikuti orangutan Charlotte yang usianya sekitar lima tahun lebih tua dan sudah lebih piawai menjelajah. Mereka makan bersama-sama di satu pohon dan sulit sekali dipanggil untuk turun dan pulang dari sekolah hutan. Bima dan Syarif, Perawat satwa yang bertugas saat itu terus memanggil mereka dan memancing dengan buah. Sayangnya, Astuti dan Charlotte tetap asyik makan di atas pohon. Mereka akhirnya kekenyangan dan turun sendiri setelah satu jam waktu sekolah hutan usai. Meski harus repot menunggu dan memanggil-manggilnya, kami bangga sekali dengan perkembangan pesat murid baru yang berhasil mencuri perhatian kami ini. Terus berkembang ya, Astuti! (NAD)

SUNGAI KELAY BANJIR, PULAU ORANGUTAN WASPADA

Sejak 6 Mei, Sungai Kelay terus naik. Tim APE Defender COP yang bertugas di pos pantau pulau pra rilis orangutan dalam status waspada. Tambatan perahu bolak-balik dicek karena pengalaman buruk yang pernah terjadi, keesokan harinya perahu sudah tak tertambat lagi dan hanyut tak berbekas. Pola naiknya air sungai perlahan namun terus-menerus dan menenggelamkan pulau orangutan. Arus yang deras juga membuat tim sangat mengkhawatirkan kondisi ketiga kandidat orangutan rilis. Tim harus memastikan, orangutan berada di pohon yang aman. 

Patroli sore sebagai waktu akhir di hari itu untuk memastikan orangutan berada pada posisi yang aman. “Sore ini kondisi air semakin naik, setelah patroli, orangutan yang berada di pulau semuanya aman. Posisi semuanya berada di atas pohon”, begitu isi pesan Whatsapp Lio, animal keeper yang bertugas di pos monitoring.

Selang dua hari kemudian, peringatan banjir muncul dari satu kampung ke kampung yang lain sepanjang sungai Kelay. “Pagi hari, kampung di hulu sungai sudah terendam, banjir akan tiba di bagian hilir mungkin di siang hari”, berikut informasi dari gembala Long Sului sebagai peringatan semua penghuni sepanjang aliran sungai. 

Lio pun memastikan kembali keberadaan orangutan pagi itu, “Siap, kondisi orangutan semuanya aman dan posisi orangutan sekarang di atas pohon. Namun orangutan Memo masih saja berada di tempat biasa dan tidak mau berpindah tempat”. Tak lama kemudian, foto-foto kondisi Kampung Merasa yang terendam banjir pun beredar. Tak terkecuali, pos pantau BORA . 

DOKTER HEWAN MASUK KAMPUNG MERASA

Dokter hewan masuk kampung, begitulah tim APE Defender menyempatkan diri untuk mengabdi pada masyarakat sekitar. Dari satu rumah ke pintu rumah lainnya dihampiri tim yang menjalankan satu-satunya pusat rehabilitasi orangutan di Berau, Kalimantan Timur. Edukasi penanganan hewan peliharaan tak luput dari obrolan singkat dengan harapan tak ada lagi zoonosis yang meluas.

Hari pertama, tim menemukan kasus cacingan pada 3 hewan peliharaan, 2 anjing mengalami infeksi ektoparasit sementara yang lainnya diberikan vitamin. Kasus cacingan dan ektoparasit memang kasus yang biasa dijumpai. infeksi yang disebabkan caplak hidup di permukaan kulit hewan kemudian menghisap darah induk semang melalui darah perifer yang berada di bawah kulit. Anjing jadi lebih sering menggaruk bagian terhisap dan menyebabkan infeksi semakin meluas karena luka yang disebabkan garukan.

Hari berikutnya tim medis kembali berkeliling dari satu RT ke RT berikutnya di kampung Merasa, Labanan, Kalimantan Timur. Penanganan kasus scabiosis, demodekosis, pengobatan luka dan pemberian vitamin pada 18 hewan peliharaan. Tim juga mengingatkan pemilik hewan agar membawa kembali satwanya untuk dilakukan pengulangan pengobatan 2 minggu kemudian. Sampai jumpa lagi akhir bulan… (ELI)

ARSITEK ALAM YANG HEBAT, ORANGUTAN

Hewan yang membuat sarang di pohon itu tidak hanya burung. Orangutan juga membuat sarang di atas pohon dan mereka adalah arsitek alam yang hebat. Mereka tidak sembarang menumpuk daun dan ranting untuk membangun tempat tidur yang nyaman. Pertama-tama, mereka akan mencari batang pohon yang cukup kooh sebagai lokasi membuat sarang. Kemudian mereka akan menekuk dan menganyam ranting-ranting yang kuat untuk bagian dasar sarang mereka. Lalu mereka akan membuat lapisan kedua sebagai alas tidur yang lebih empuk. Lapisan tersebut terbuat dari tumpukan daun dan ranting-ranting yang lebih kecil. Hebat ya? Eits, tidak hanya sampai di situ. Mereka bisa lebih kreatif lagi dalam membangun sarang. Terkadang mereka membuat selimut dan bantal dari daun agar tidur lebih nyaman. Ada juga orangutan yang melengkapi sarangnya dengan atap dari daun untuk menghalau hujan atau sinar matahari.

Pada awal bulan April lalu, COP Borneo mengundang FORINA (Forum Orangutan Indonesia) untuk menghitung populasi orangutan melalui sarang. Seluruh Biologist COP termasuk Foresternya mempraktekkan metode tersebut di kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) yang menjadi habitat orangutan sekaligus menjadi kawasan rilis beberapa orangutan rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Jarak dan koordinat pendataan ditentukan melalui perhitungan dan aplikasi agar survei lebih efektif dan hasilnya lebih akurat. Selain belajar melakukan pendataan sarang dengan metode yang disebut line transect, tim juga belajar mendata pohon pakan di sekitar sarang yang ditemui. Kemampuan untuk mendata sarang dan buah pakan ini dibutuhkan untuk memperkirakan kepadatan populasi orangutan di suatu kawasan dan mengukur apakah kawasan tersebut dapat dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan dari pusat rehabilitasi BORA.

Di sekolah hutan BORA, saat orangutan membuat sarang menjadi salah satu aktivitas yang harus dicatat. Kemampuan membuat sarang sangat diperlukan untuk orangutan bertahan hidup di hutan sehingga menjadi salah satu indikator penentu apakah orangutan sudah siap dilepasliarkan. Ada beberapa murid sekolah hutan yang telah membuat sarang seperti Devi, Bagus, Happi, Bonti bahkan Septi. Walaupun ada yang membuat sarang di tanah bukan di atas pohon sebagaimana mestinya. Perkembangan ini sangatlah baik dan menggembirakan. Sama seperti keberhasilan anak manusia melangkah untuk pertama kalinya saat belajar jalan. Seiring waktu dan semakin sering berlatih, orangutan akan semakin pintar. Semoga kemampuat siswa sekolah hutan BORA terus berkembang! (NAD)

PEMERIKSAAN INFESTASI DI BORA

Pemeriksaan feses pada orangutan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) secara berkala dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya infestasi parasit pada saluran pencernaan pada orangutan. Pemeriksaan feses ini menggunakan metode natif yaitu metode yang digunakan untuk pemeriksaan kualitatif. Dari hasil pemeriksaan kali ini didapatkan adanya infestasi telur cacing Trichuris sp, telur cacing tipe Strongyloides dan tipe Strongyloid.

Hal ini bisa terjadi karena infeksi cacing yang berasal dari pakan yang kurang bersih, bisa dari air untuk mencuci pakan sehingga dapat terjadinya penularan parasit pencernaan. Infeksi parasit juga bisa terjadi saat orangutan bermain di tanah saat sekolah hutan juga.

Berdasarkan observasi, orangutan yang fesesnya terdapat telur cacing tidak menunjukkan gejala kecacingan karena infeksi parasit pencernaan yang sangat rendah. Selanjutnya akan dilakukan deworming (pemberian obat cacing) pada setiap individu orangutan dan menjaga kebersihan kandang, mencuci buah dan sayur sebelum diberikan kepada orangutan.

Bagaimana dengan perawat satwanya? Tentu saja ikut minum obat cacing secara berkala. (TER)

BERUK, SI PENGUASA KAMERA JEBAK

Ketika kamera jebak terpasang di dalam hutan, hewan apakah yang akan selalu terdokumentasi? Beruk! Tak terkecuali, kamera jebak yang dipasang di KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Labanan, Berau, Kalimantan Timur. “Primata jenis ini memang luar biasa sekali, tak jarang foto yang dihasilkan sangat bagus. Padahal kita mengharapkan satwa liar lainnya yang dapat didokumentasikan dengan baik. Seperti kelasi, kucing hutan, atau jenis burung-burung yang langka endemik Kalimantan. Apa boleh buat”, ujar Raffi Akbar saat memindahkan data dari kamera jebak ke laptopnya.

Pemasangan kamera jebak yang diletakkan di lokasi Sekolah Hutan 3 BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) menghasilkan foto yang tidak disangka-sangka. Begitulah sensasi dari kamera jebak. Pemasang harus sabar melihat hasilnya dengan waktu tertentu, seminggu bahkan bisa berbulan-bulan. Kali ini tim APE Defender memasangnya selama 1 minggu.

Burung sempidan-biru kalimantan (Lophura ignita), si unggas dengan jambulnya yang khas ini memiliki status Rentan oleh IUCN. Populasinya mengalami penurunan drastis karena kehilangan habitat fragmentasi akibat kebakaran dan penebangan hutan komersial. Selain dia, tim juga berhasil mengidentifikasi kancil (Tragulus kanchil) dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis). “Kalau dipasang lebih lama apakah akan lebih banyak yang terdokumentasikan?”. (RAF)

SIAPAKAH AKU?

Halo semuanya! Masih ingat aku? Mungkin agak sulit buat ingat aku ini siapa, karena sekarang aku sudah berbeda dengan beberapa bulan lalu ketika pertama kali dibawa ke sini. Waktu itu tubuhku masih kurus, kecil, dan perutku buncit seperti buah semangka. Aku lemah sekali, bahkan untuk mengangkat kepala saja sungguh lemas. Rasanya ingin tiduuuurr saja sepanjang hari.

Kalau kamu bertanya-tanya asalku darimana, aku tidak begitu ingat masa-masa sebelum tinggal di sini. Aku hanya ingat kalau aku tinggal bersama makhluk-makhluk yang mirip dengan ku. Hanya saja, rambut mereka tidak panjang dan menutupi badan sepertiku. Mungkin mereka tidak suka rambut-rambut di tubuhku juga karena mereka mencukurnya hingga habis. Aku tidak terlalu ingat tentang mereka dan apa yang mereka lakukan terhadapku. Tapi yang kuingat dengan jelas, saat itu aku rasanya sangat takut dan ingin menangis terus setiap saat.

Selain tinggal dengan makhluk-makhluk itu, ada yang lain yang kuingat. Tapi yang ini lebih jelas lagi ingatannya. Aku dipeluk oleh makhluk berambut yang sama persis sepertiku! Tapi badannya lebih besar dan tangannya sangat kuat! Ia membawaku berayun dari satu pohon ke pohon lain dengan sangat cepat. Aku sukaaaa sekali dengan ingatanku yang ini. Rasanya ingin kembali merakan wajahku diterpa angin, terhalang daun-daun rimbun, atau tersirami cahaya matahari. Rasanya hangat dan menyenangkan.
Sejak tinggal di sini, aku bertemu lagi makhluk-makhluk yang mirip denganku. Tai mereka tidak mencukur rambutku. Sepertinya mereka suka rambutku yang sudah tumbuh sedikit-sedikit. Lalu mereka juga suka memberiku buah-buhan yang belum pernah kucoba sebelumnya. AKu sangat suka sekali buah bundar merah berambut. Manis! Karena makan banyak, sepertinya tubuhku sudah lebih kuat. Aku suka sekali memanjat-manjat di dalam kotak besi tempatku tidur. Perutku juga sudah tidak seperti semangka loh.

Ya walaupun kadang aku masih menangis karena kesal kalau mereka tidak memberikau buah yang kumau atau meninggalkanku sendirian, di sini aku lebih senang! Aku paling menunggu waktu mereka menggendongku dan meletakkanku di pohon-pohon. AKu jadi ingat kembali rasa hangat dan menyenangkannya ketika wajahku diterpa angin, terhalang daun-daun rimbun, atau tersirami cahaya matahari. Bahagianya bisa berayun-ayun!

Kanan… kiri… kanan… hap! Sampai di pohon dengan buah-buah bundar kecil, aku akan langsung memakannya tanpa ragu. Enak sekali! Waaahh rasanya aku ingin berada di atas pohon ini terus! Tapi sayangnya, kadang aku lelah. Jadi aku turun ketika makhluk-makhluk yang mirip denganku itu melambaikan buah sambil memanggilku “Mabel! Mabel!”. Lalu mereka akan menggendongku kembali ke tempat tidurku sambil sesekali masih menyebut-nyebut namaku. Iya, namaku adalah Mabel. Sudah ingatkan? (NAD)

TUBERCULOSIS (TB) IS DEADLY FOR ORANGUTANS

Hello! Today is World Tuberculosis (TB) Day. The World Tuberculosis Day is held annually on March 24 to raise awareness on the effect of the infectious disease TB on humans around the world. In 2016, TB was the second leading cause of death in Indonesia. But did you know that TB isn’t only deadly to humans, but also to primates, including Orangutans?
Tuberculosis disease is caused by the bacteria called Mycobacterium tuberculosis which is an airborne bacteria that spreads through air. Orangutans can be infected by the bacteria if they are around humans infected with TB. The situation can occur when there’s a conflict between humans and orangutans. It can also occur when an orangutan is held illegally in captivity and kept as a pet that’s frequently in touch with humans. To diagnose whether an Orangutan is infected with TB, the vet in BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) will conduct a series of medical check ups to each Orangutan under rehabilitation. Then what happens if an Orangutan is diagnosed with TB?
Humans and Orangutans share approximately 97% of their DNA. Therefore dr. Elis, the vet in BORA explained that when an orangutan is infected with TB, it will experience similar symptoms as humans such as chronic cough (sometimes with blood), shortness of breath, fever, fatigue, and loss of weight. Infected Orangutans should be strictly quarantined and given medication for 6 months as well as vitamins. The animal keeper who takes care of the infected orangutan should wear medical protective equipment such as a medical mask and hazmat suit. They won’t be allowed to take care of other orangutans and should limit human interaction. If we’re not careful in handling the situation, Orangutans could either die or spread the disease back to humans.
Fortunately, since we run the BORA rehabilitation center, we found no infected Orangutan with TB. To prevent the case of TB in Orangutan, the medical team, animal keeper, and everyone that should interact with orangutan are obliged to take a series of medical check ups. They are also obliged to use medical protection equipment when they take care of Orangutans daily. They use protective suits, masks, and gloves. They should take a bath before and after they take care of Orangutans. The strict procedure was created not only to protect the orangutan from TB and other infection from humans, but also the other way around; to prevent the case of animal to human disease transmission such as the COVID-19.
At last, to prevent humans and animals from infecting each other with diseases like TB, we should reduce the interaction between the two. Orangutans should live freely in their habitat without human interventions. Therefore, don’t keep Orangutans at home as pets, hunt them in the forest, or send them somewhere far away from their habitat! Let’s protect them (and ourselves) from deadly diseases!

TUBERCULOSIS (TBC) MEMATIKAN BAGI ORANGUTAN
Halo! Tahukah kamu, hari ini, tanggal 24 Maret adalah hari Tuberculosis (TBC) sedunia lho! Hari TBC sedunia adalah momen yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran akan dampak dari penyakit menular TBC pada manusia di seluruh dunia. Pada tahun 2016, TBC menjadi penyakit yang menyebabkan kematian terbesar kedua di Indonesia. Sebenarnya, TBC tidak hanya mematikan bagi manusia. Tapi juga bagi primata, termasuk Orangutan. Kok bisa ya?
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebar melalui udara. Orangutan bisa terjangkit TBC apabila mereka berada di sekitar manusia yang terdiagnosa TBC, misalnya ketika terjadi konflik atau ketika mereka dijadikan hewan peliharaan yang berinteraksi terus menerus dengan manusia. Untuk mengetahui apakah Orangutan terkena TBC, dokter hewan di Pusat Rehabilitasi Orangutan BORA akan melakukan rangkaian tes kesehatan pada setiap Orangutan yang akan direhabilitasi. Lalu apa yang terjadi jika Orangutan positif terinfeksi TBC?
97% DNA manusia mirip dengan orangutan. Sehingga beberapa gejala dan efek yang dirasakan pada tubuh Orangutan apabila terinfeksi TBC mirip dengan yang dialami manusia. Menurut dokter Elis, salah satu dokter hewan di Pusat Rehabilitasi BORA, orangutan mengalami gejala terbatuk-batuk berkepanjangan hingga berdarah, sesak napas, demam, lemas, dan turun berat badan. Mereka yang terjangkit harus dikarantina secara ketat dengan kandang yang jauh dari kandang orangutan lain, lalu diobati dengan terapi obat selama kurang lebih 6 bulan disertai pemberian vitamin. Perawat satwa yang mengurusi orangutan terinfeksi harus mengenakan alat perlindungan diri lengkap seperti hazmat dan masker. Mereka juga tidak diperkenankan untuk mengurusi orangutan lainnya serta harus mengurangi interaksi dengan manusia. Apabila tidak hati-hati dalam penanganannya, Orangutan bisa mati atau menyebarkan kembali penyakit TBC ke manusia.
Syukurlah, selama pusat rehabilitasi BORA dijalankan, belum pernah ada kasus orangutan yang terjangkit TBC. Untuk mencegah penularan penyakit seperti TBC pada orangutan, semua tim medis, perawat satwa, dan siapa pun yang berkepentingan untuk interaksi dengan orangutan wajib melakukan serangkaian medical check up. Selain itu, perawat satwa dan tim medis yang harus berinteraksi dengan orangutan sehari-hari, secara ketat menggunakan alat-alat perlindungan diri.
Mereka mengenakan pakaian khusus, memakai masker dan sarung tangan medis. Lalu mereka diharuskan mandi dan berganti pakaian sebelum dan setelah berinteraksi dengan orangutan. Tidak hanya untuk melindungi orangutan dari penyakit manusia seperti TBC, langkah-langkah tersebut juga dilakukan untuk menghindari penyebaran penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis) seperti pandemi global COVID-19.
Agar manusia dan satwa (termasuk Orangutan) tidak saling menularkan penyakit mematikan seperti TBC, tentu diperlukan upaya-upaya untuk mengurangi potensi interaksi antara keduanya. Orangutan harus dibiarkan liar dan bebas di habitatnya tanpa gangguan dari manusia. Jadi, kamu jangan memelihara Orangutan di rumah, memburunya di hutan, apalagi mengirimkannya ke tempat yang jauh dari asalnya ya! Yuk lindungi diri dan Orangutan dari penyakit mematikan!(NAD)

AMAN PASTI BISA

Aman, orangutan remaja jantan yang ada di pusat rehabilitasi BORA dengan kondisi fisik yang sangat menyedihkan. Dia memiliki kondisi cacat pada jari-jari di kedua tangannya yang diduga akibat ulah kejam manusia dan kondisi ini sangat mempengaruhi keseharian Aman sebagai oragutan yang sedang tumbuh dan berkembang. Akibat dari kecacatan yang dialaminya, Aman terlihat memiliki pergerakan yang jauh lebih lamban dibandingkan dengan orangutan remaja lainnya. Aman cukup kesulitan untuk berpindah saat diatas pohon. Meski demikian, Aman tetap tumbuh sebagai orangutan jantan yang tangguh dan cukup menggemaskan.

Pertumbuhan orangutan Aman terbilang baik selama berada di pusat rehabilitasi BORA, kekurangan yang Aman miliki tidak menghentikan kehidupan alam liarnya. Aman terhitung sebagai orangutan yang cukup aktif saat sekolah hutan, meski seringkali mengalami kesulitan ia tetap mampu memanjat pohon yang cukup tinggi dengan baik. Begitupun dengan sosialnya, Aman masih cukup aktif bersosialisasi dengan orangutan lain saat sekolah hutan, meski terkadang ia seringkali tertinggal oleh orangutan lain karena pergerakannya yang cukup lamban.

Aman seringkali bertingkah manja saat di dalam kandang, tetapi menjadi cukup agresif saat sedang sekolah hutan, terkadang Aman akan mengejar para perawat satwa dan mencoba untuk menggigit kaki para perawat satwa. Meski demikian, hal tersebut bukan menjadi menakutkan namun justru membuat Aman semakin menggemaskan.

Sampai saat ini, kami masih harus terus mengusahakan agar orangutan Aman dapat tumbuh besar dengan baik selama di pusat rehabilitasi BORA, hal ini terus kami lakukan untuk mencegah kepunahan satwa asli Indonesia yang saat ini sudah cukup langka ditemukan di habitat aslinya. Kami juga mengharapkan agar Aman dapat dilepasliarkan suatu saat nanti agar ia dapat melanjutkan rantai populasi untuk spesiesnya.