TIGER YOUTH CAMP, SINTAS MENGGANDENG COP BAHAS KONFLIK HARIMAU MANUSIA

Organisasi nirlaba yang bergerak di bidang konservasi sumber daya alam, Sintas kembali menggelar kegiatan edukatif dan inspiratif bagi generasi muda melalui program Tiger Youth Camp. Acara yang berlangsung selama tiga hari, mulai dari tanggal 29 hingga 31 Juli 2025, bertempat di lokasi strategis Hutan Penelitian dan Pendidikan Biologi Universitas Andalas (UNAND). Tema tahun ini “Harimau Sumatera, Masa Depan Kita: Edukasi, Aksi, dan Konservasi” bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman generasi muda tentang pentingnya pelestarian harimau sumatra dan habitatnya serta isu-isu konservasi lainnya.

Sintas mengundang COP untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman di lapangan terkait “Konflik Harimau Manusia”. Topik ini didasari oleh meningkatnya kasus interaksi negatif antara harimau sumatra dan masyarakat di sekitar kawasan hutan dalam beberapa tahun terakhir. Dalam sesi yang berlangsung interaktif tersebut, COP memaparkan berbagai faktor pemicu konflik, mulai dari hilangnya habitat alami harimau akibat deforestasi dan alih fungsi lahan, hingga praktik perburuan liar yang mengurangi ketersediaan mangsa alami harimau. Dampak konflik dapat dilihat pada kedua belah pihak, kerugian materiil dan psikologis bagi masyarakat, maupun ancaman keselamatan bagi populasi harimau sumatra yang terancam punah jadi dilema.

Strategi dan upaya mitigasi konflik yang telah berhasil diterapkan di berbagai wilayah lain, dapat menekan pentingnya pendekatan kolaboratif dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, masyarakat adat, perusahaan perkebunan, dan organisasi konservasi. Edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang perilaku harimau dan cara menghindarinya juga menjadi poin penting agar dapat meminimalisasi konflik.

Gerakan Sintas dan COP dalam Tiger Youth Camp ini menjadi contoh sinergi yang positif antara organisasi konservasi yang memiliki fokus berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu menjaga kelestarian alam Indonesia. Semoga kegiatan seperti ini semakin menjangkau lebih banyak lagi generasi muda sehingga kesadaran pentingnya konservasi semakin meningkat dan masa depan harimau sumatra serta keanekaragaman hayati Indonesia dapat lebih baik lagi.

PERKEMBANGAN ARTO DAN HARAPI DI PERTENGAHAN TAHUN 2025

BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) di bulan Juli 2025 penuh dengan cerita-cerita kecil yang hangat dari dua orangutan mudanya, Arto dan Harapi. Keduanya menjalani hari-hari sibuk dengan penuh warna, baik saat berada di dalam kandang maupun ketika menjelajah alam di sekolah hutan. Arto seperti biasanya, tampil percaya diri, naik ke akar gantung, bergelantungan di pohon dan sesekali mengintip ke arah baby sitter seolah ingin memastikan ia masih jadi pusat perhatian. Di sisi lain, Harapi terlihat makin berani. Meski masih sering menoleh ke arah babysitter untuk mencari rasa aman. Harapi kini sudah mulai aktif bermain dengan teman-temannya dan bahkan memanjat hingga enam meter ke atas, sesuatu yang dulu ia lakukan dengan ragu-ragu.

Keduanya mememiliki kepribadian yang sangat berbeda. Arto ekspresif, terkadang sedikit usil, dan penuh rasa ingin tahu. Harapi lebih pendiam tapi punya keteguhan tersendiri. Saat Arto mencoba mengambil makanan enrichment milik Harapi, Harapi tidak tinggal diam. Ia mempertahankannya, menghabiskannya dengan tenang, sebuah tanda kecil tapi penting bahwa ia semakin percaya diri. Ada juga momen menyentuh saat mereka bermain bersama di dinding kandang dan bergelantungan, lalu tiba-tiba saling berpelukan ketika kaget melihat tim medis membawa boneka-boneka. Reaksi spontan itu menunjukkan betapa kuatnya ikatan emosional di antara mereka, serta bagaimana mereka saling memberi rasa aman saat menghadapi hal baru.

Di sekolah hutan, Arto dan Harapi sama-sama belajar banyak hal, mengenali makanan alami, berlatih memanjat, serta memahami dinamika sosial antar siswa sekolah hutan. Mereka mulai membentuk relasi dengan orangutan lain seperti Jainul, Ochre, dan Cinta. Tak jarang mereka terlihat duduk berdekatan di atas pohon, menikmati buah san (Dracontomelon dao) sambil mengamati lingkungan di sekitar. Meskipun ada hari-hari ketika mereka lebih mendekati babysitter dibanding memanjat tinggi, waktu demi waktu keberanian itu terus tumbuh. Bahkan, pernah suatu pagi keduanya sempat memanjat sampai ke ketinggian 15 meter untuk mencari makan bersama, sebuah pencapaian yang membuat tim babysitter tersenyum puas.

Enrchment masih menjadi salah satu bagian favorit mereka dalam keseharian. Baik itu selang isi sayuran, pipa berisi buah, atau umbut rotan segar, semuanya disambut dengan antusias. Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya menyenangkan tapi juga penting untuk mengasah kemampuan alami mereka, menggigit, mengupas, membongkar, dan mencari solusi. Arto cenderung menyelesaikannya dengan cepat, sementara Harapi lebih pelan, menikmati setiap prosesnya.

Ada hari-hari ketika mereka lebih memilik untuk berisitrahat dan itu tak apa. Sama seperti anak-anak pada umumnya, energi dan suasana hati bisa berubah-ubah. Tim babysitter BORA akan selalu memberi ruang bagi mereka untuk pulih, berkembang, dan merasa nyaman. Yang terpenting, setiap langkah kecil mereka, setiap lompatan, setiap makanan yang berhasil dikupas sendiri, setiap pertemanan yang terbentuk, adalah bagian dari proses yang berarti. Kami percaya, dengan cinta dan kesabaran, suatu hari nanti mereka akan benar-benar siap kembali ke rumah mereka yang sesungguhnya, hutan Kalimantan yang liar. (RAF)

HARI PERTAMA MAXIMUS SEKOLAH DI SRA

Maximus, itulah nama yang diberikan oleh orang-orang yang merawatku dengan baik termasuk memberi makan yang cukup dan menjaga kesehatan. Orang-orang yang memberikan ku kesempatan kedua untuk dapat kembali ke rumah (hutan alami) nantinya setelah aku siap untuk kembali.

Kurang lebih setahun, aku di kandang. Kata perawatku, aku akan kembali ke rumah saat umurku 8 atau 9 tahun tapi mungkin saja lebih cepat jika pertumbuhan dan perkembanganku baik. Sedangkan saat ini aku baru berumur 2,5 tahun. Bagaimana agar penilaian nya baik, aku harus mengikuti sekolah hutan dan rapor ku harus terus meningkat dan baik. Selama aku berada di sini, aku belum pernah ikut sekolah hutan.

Hari ini adalah hari pertama ku sekolah hutan. Aku sangat gugup karena akan mencoba hal baru, Aku ditemani oleh Agam agar aku tidak terlalu takut. Agam bisa menjadi guruku untuk belajar memanjat, mencari makan dan membuat sarang. Agam sudah terlebih dahulu menjalani sekolah hutan. Aku sangat akrab dengan Agam karena aku satu kandang dengan Agam.

Saat pertama kali aku keluar kandang dan dibawa oleh perawatku ke area sekolah hutan bersama dengan Agam. Aku sangat takut dan hanya bisa memeluk Agam. Saat diletakkan di pohon, aku melihat Agam langsung memanjat pohon untuk beraktivitas di atas pohon. Aku bergegas mengikuti Agam ke atas pohon. Aku masih kaku dalam hal memanjat pohon, berbeda dengan Agam yang sudah mahir memanjat dan berpindah pohon dari ranting ke ranting. Terkadang aku menangis karena posisi Agam yang jauh dari posisiku. Sesekali aku mencoba pisah dari Agam untuk mencoba menjelajah area sekolah hutan sendiri. Sesekali aku melihat lokasi Agam, hanya untuk memastikan Agam masih berada dalam jarak pandangku karena aku cukup panik jika tidak melihat keberadaan Agam.

Sekian dulu ceritaku hari ini, sampai jumpa di ceritaku selanjutnya. (RID)

FELIX: LEARNING TO NAVIGATE THE WORLD AROUND HIM

Felix, a young orangutan who is sensitive yet full of potential, spent the month of July 2025 navigating a range of emotions and making encouraging progress. He showed significant development in his forest school exploration, climbing trees up to 15 meters high and beginning to venture out with friends like Ochre and Jainul. Sometimes, he even approached other orangutans to forage together, like when he joined Eboni and shared in eating bark that had already been peeled.

However, Felix is still learning to overcome fear and uncertainty. On several occasions, he was seen crying when struggling to move from one tree to another, or when he felt left out by a babysitter. But during such moments, support from other orangutans, like Eboni helping him cross a branch, showed that Felix is growing up in a socially supportive environment.

During enrichment activities, Felix was sometimes less enthusiastic about his own items and preferred collecting leftovers from Pansy. Still, he demonstrated intelligence and perseverance, such as when he completed a honey-filled wood challenge in just 20 minutes. He also became more skilled at climbing and swinging, clearly enjoying his time in the trees, although he occasionally came down to play on the ground with Jainul and Bagus.

Socially, Felix is still learning to set boundaries. In the cage, he was able to play with Pansy and keep up with her more dominant energy. Yet when Pansy approached to take his food, Felix still tended to yield. Even so, when given an enrichment item like a coconut, he focused on finishing it by himself, a sign that his confidence is beginning to grow.

This month showed that Felix is learning to balance curiosity, the need for safety, and the drive for independence. Behind all his emotional expressions lies a natural and complete learning process. With ongoing support, Felix is laying an important foundation for his future life in the wild. (RAF)

FELIX: BELAJAR MENGIMBANGI DUNIA DI SEKELILINGNYA

Felix, orangutan muda yang sensitif, namun penuh potensi, menjalani bulan Juli 2025 dengan berbagai dinamika emosi dan kemajuan yang menggembirakan. Ia menunjukkan banyak kemajuan dalam eksplorasi di sekolah hutan, memanjat pohon hingga 15 meter dan mulai menjelajah bersama teman-temannya seperti Ochre dan Jainul. Kadang ia juga mendekati orangutan lain untuk mencari makan bersama, seperti saat ia menghampiri Eboni dan ikut menikmati kulit kayu yang sudah dikupas.

Namun, Felix juga masih belajar mengatasi rasa takut dan ketidakpastian. Beberapa kali ia terlihat menangis saat kesulitan berpindah dari satu pohon ke pohon lain atau saat merasa diabaikan oleh babysitter. Tapi dalam momen seperti ini, perhatian dari orangutan lain seperti Eboni yang membantunya menyeberang cabang, menunjukkan bahwa Felix sedang tumbuh di lingkungan yang penuh dukungan sosial.

Dalam berbagai aktivitas enrichment, Felix kadang terlihat kurang antusias dengan miliknya sendiri dan lebih memilih memungut sisa milik Pansy. Tapi ia tetap menunjukkan kecerdasan dan ketekunan, seperti saat menyelesaikan kayu isi madu dalam waktu 20 menit. Ia juga semakin mahir memanjat dan berayun, dan terlihat sangat menikmati waktunya di atas pohon, meskipun sesekali turun untuk bermain bersama Jainul dan Bagus di tanah.

Secara sosial, Felix masih dalam proses belajar menetapkan batas. Di kandang, ia bisa bermain dengan Pansy dan mengimbangi energi Pansy yang lebih dominan. Tapi saat Pansy mendekat untuk mengambil makanannya, Felix masih cenderung mengalah. Meski begitu, saat diberi enrichment berupa kelapa, ia fokus menyelesaikannya sendiri, tanda bahwa kepercayaan dirinya mulai tumbuh.

Bulan ini menunjukkan bahwa Felix sedang melatih keseimbangan antara rasa ingin tahu, kebutuhan akan rasa aman, dan dorongan untuk mandiri. Di balik semua ekspresi emosionalnya, ada proses pembelajaran yang utuh dan alami. Dengan dukungan yang terus-menerus, Felix sedang membangun fondasi penting untuk hidupnya di alam liar nanti. (RAF)

PERINGATAN HARI RANGER SEDUNIA: MENJAGA ASA HARIMAU SUMATRA BERSAMA PAGARI

Sebuah momen untuk menghargai dedikasi dan pengorbanan para penjaga hutan yang telah melindungi keanekaragaman hayati planet ini, setiap tahun di akhir bulan Juli kita memperingati Hari Ranger Sedunia (World Ranger Day). Tim APE Protector COP punya ranger atau penjaga hutan khusus di tanah Minang, Sumatera Barat. Patroli melindungi dan mengamankan kawasan bersama Patroli Anak Nagari (PAGARI) menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian hutan dan yang terpenting memastikan masa depan Harimau Sumatra yang terancam punah.
Individu-individu berani ini secara rutin menjelajahi belantara kabupaten Pasaman. Mereka melangkah dan menemukan jejak-jejak keberadaan satwa liar tak terkecuali si raja hutan. Para penjaga hutan ini juga memasang kamera jebak untuk mengetahui keanekaragaman satwa penghuni kawasan. Rasa takut pun menghampiri saat jejak beruang madu begitu baru, tak jarang nyawa menjadi taruhan. Menghadapi pemburu dan penebang liar semakin membuat keringat yang mengucur semakin deras.
Jauh di dalam hutan, jerat satwa terpasang. Tak memilih korban, siapa pun bisa masuk dalam #jeratjahat ini. Ini merusak rantai makanan, ekosistem secara keseluruhan. Setiap penemuan jerat adalah momen yang menyakitkan, namun juga memicu semangat untuk terus bertindak. Para ranger ini pun dengan sigap menyisir dan membongkar jerat, sebuah tugas yang berbahaya dan memakan waktu. Upaya ini bukan hanya tentang menegakkan hukum, tetapi juga tentang edukasi dan sosialisasi pada masyarakat mengenai dampak negatif dari aktivitas perburuan liar.
Menjadi ranger adalah sebuah pilihan, bagaimana melindungi fisik hutan dan satwa. Mereka adalah warga lokal yang bertanggung jawab pada alam. Menyentuh kesadaran di tengah terpaan kehidupan dan kebutuhan. Menjadi ranger tidak hanya tentang konservasi yang katanya menghambat pembangunan, tapi juga menjadi pondasi keberlanjutan. “Alam adalah warisan”. Menyaksikan satwa tertentu masih ada menjadi kesenangan tak terkira, kelak hidup berdampingan dengan menghormati peran adalah yang terbaik. (NAB)

MONYET PUNK SULAWESI, IKON LIAR DARI UTARA

Pernahkah kalian mendengar tentang monyet punk Sulawesi? Dengan jambul khas di kepala, ekspresi wajah yang karismatik, dan gaya hidup sosial yang kuat, monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) atau Yaki, telah menjadi simbol alam liar Sulawesi Utara. Sayangnya, si “punk” hutan ini justru terancam punah di habitat aslinya akibat perburuan dan alih fungsi lahan. Meski begitu, berbagai upaya konservasi terus dilakukan untuk memastikan spesies endemik ini tetap bisa bertahan di tanah kelahirannya.

Dalam kelas bulanan Dating APES ke-6 yang berlangsung pada 11 Juli 2025, Centre for Orangutan Protection (COP mengangkat tema tentang Yaki dan menghadirkan Billy Gustafianto, manajer Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki sekaligus pengurus di Yayasan Masaran. Billy, alumni COP School Batch 11, membagikan pengalamannya dalam upaya pelestarian Yaki, baik dari sisi penyelamatan di lapangan hingga rehabilitasi di pusat penyelamatan. Forum ini digelar secara hybrid (daring melalui Zoom) dan luring bersama peserta yang hadir langsung.

Diskusi berlangsung interaktif dengan banyak pertanyaan dari peserta. Mayoritas penasaran tentang bagaimana penanganan konflik antara Yaki dan masyarakat, merujuk pada pengalaman konflik yang sering terjadi antara manusia dan monyet ekor panjang di berbagai daerah. Billy menjelaskan bahwa Yaki, sebagai satwa sosial yang hidup dalam kelompok, memiliki pendekatan rehabilitasi yang berbeda dibandingkan orangutan. Di PPS Tasikoki, Yaki direhabilitasi dalam kelompok dan nantinya juga dilepasliarkan secara berkelompok, agar mereka tetap memiliki struktur sosial alami yang penting untuk kelangsungan hidup mereka di alam bebas. Kelas ini menjadi ruang belajar yang memperluas perspektif peserta tentang konservasi primata Indonesia yang kaya dan penuh tantangan. (DIM)

DARI KAMPUS KE HUTAN, LAHIRKAN GENERASI PENJAGA ORANGUTAN

Pada 24 Juli 2025, Gedung Teater FMIPA Universitas Mulawarman dipenuhi semangat muda saat Ceremony Penerimaan Beasiswa EBOCS 2025 digelar. Acara ini dihadiri oleh perwakilan COP, Orang Utan Republik Foundation (OURF), pimpinan UNMUL, para dosen, mahasiswa, hingga orang tua penerima beasiswa. Tahun ini, enam mahasiswa resmi terpilih, dua dari Fakultas Kehutanan dan empat dari FMIPA. Agenda berlanjut keesokan harinya dengan penandatanganan MoA antara COP dan FMIPA serta sesi berbagi inspiratif. Gary Shapiro dari OURF membawakan materi tentang konservasi orangutan, tim COP memaparkan program di Kalimantan Timur, sementara alumni EBOCS berbagi kisah mereka, mulai dari kampanye, edukasi ke sekolah, sampai pengalaman riset di lapangan.
EBOCS (East Borneo Orangutan Caring Scholarship) sendiri adalah bagian dari program beasiswa internasional Orangutan Caring Scholarship (OCS) yang dikhususkan untuk mahasiswa Kalimantan Timur. Didukung OURF dan dikelola COP sejak 2021, program ini awalnya hanya memberi kesempatan kepada dua mahasiswa. Namun berkat keberhasilan dan konsistensi, kuotanya terus bertambah dari tahun ke tahun. Hingga 2025, EBOCS telah mengantarkan 24 mahasiswa untuk tidak hanya menyelesaikan pendidikan, tapi juga ikut berperan dalam konservasi orangutan.
Salah satunya adalah Andika, mahasiswa Biologi semester 6 FMIPA UNMUL. Saat ini ia sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan selama 40 hari di site pelepasliaran orangutan COP, Busang. Andika juga tengah menyiapkan penelitiannya, yaitu mengenai rayap sebagai salah satu pakan alami orangutan. Di lapangan, Andika juga terjun langsung dalam berbagai aktivitas, mulai dari pelepasliaran dan monitoring orangutan, patroli kawasan, mitigasi konflik, hingga survey keanekaragaman satwa. Harapannya, penelitian ini tak hanya memperkaya data COP, tapi juga menjadi sumbangsih nyata bagi upaya menjaga orangutan tetap lestari di hutan Kalimantan. (DIM)

SARANG BARU INI MILIK SIAPA YA?

Pertengahan tahun 2025 menjadi bulan-bulan yang cukup mencekam di Busang. Bagaimana tidak, setiap hari hujan mengguyur dengan deras, air sungai naik dan angin kencang menyertai hari-hari tim APE Guardian di Pos Monitoring Orangutan. Pada tanggal 27 Juni yang bertepatan dengan hari Jumat, akhirnya matahari menampakkan sinarnya, setelah seminggu penuh langit diselimuti awan hitam. Tim APE Guardian akhirnya bisa sedikit leluasa untuk melakukan patroli rutin di kawasan Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Paagi hari ditemani cuaca yang cerah, ranger bersiap dengan peralatannya, siap tempur untuk patroli.

Sebelum semakin panas, kami berangkat menyusuri Sungai Menyuq menggunakan perahu, kami pun bergerak sambil menoleh ke kanan dan ke kiri mengecek kembali temuan-temuan sarang lama yang pernah kami jumpai. Setelah kurang lebih 30 menit , tim menjumpai sebuah sarang kelas 2, terlihat dari bagian daunnya yang masih hijau. Tim berhenti sebentar dan mendekat ke pohon dimana terdapat sarang. “Wah ada orangutan bang di atas”, ucap Nigo, salah satu ranger APE Guardian. Tak disangka, dari balik dedaunan yang rimbun tersebut kami menjumpai individu orangutan liar induk dan anak yang sedang memakan buah Dracontomelon dao atau orang lokal menyebutnya buah baran.

Selayaknya seorang ibu, induk orangutan sangat sensitif apabila ada gangguan yang dirasa bisa mengancam anaknya. Ketika kami mencoba semakin mendekat ke arah pohon yang mereka tempati, sang induk mengeluarkan kiss-squeak dan mematahkan ranting-ranting pohon. “Awas Igo!”, teriak Yusuf anggota tim APE Guardian yang lain, karena orangutan tersebut melemparkan ranting pohon yang cukup besar dan hampir mengenai badan. Supaya kondisi orangutan tidak terganggu, tim perlahan melangkah mundur ke perahu dan mengamati dari kejauhan.

Kurang lebih 20 menit telah berlalu, induk orangutan dan anak teramati masuk kembali ke dalam Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Sangat senang rasanya berjumpa dengan orangutan di kawasan pelepasliaran ini dengan kondisi yang baik. Tim APE Guardian bertekad untuk menjaga salah satu rumah yang tersisa bagi orangutan untuk tetap hidup dan lestari. (YUS)

PANSY: GROWING MORE CONFIDENT AND INDEPENDENT

July 2025 was a colorful chapter for Pansy at the BORA rehabilitation center. Almost every day, she showed renewed enthusiasm, climbing higher and exploring further in forest school. At the beginning of the month, Pansy still appeared cautious, often observing from a distance, especially when the sound of an excavator from the island enclosure construction site could be heard. However, after being moved to a quieter location, Pansy began to reveal her more explorative side, climbing up to 20 meters high and joining other orangutans to eat san fruit (Dracontomelon dao) in the treetops.

As the days passed, Pansy became increasingly active in social interactions, particularly with Cinta and Mabel. She often followed them while foraging and traveling through the canopy, as if she found a sense of safety and comfort in their presence. She also began to show curiosity toward Ruby from a distance and made a few attempts to approach, though she still kept some space. This interest is an important sign that Pansy is beginning to understand and build healthy social relationships within her environment.

Pansy also became more skilled in identifying and utilizing natural food sources. She ate bark, san fruit, as well as shoots and wild flowers. When a light rain fell in mid-month, Pansy even broke off branches and leaves to cover herself, a simple act, yet one that reflected her growing natural adaptability.

Outside of forest school hours, Pansy also showed great interest in the enrichment activities provided. She was enthusiastic in solving small challenges and occasionally competed with Felix for her favorite treats. Even though she sometimes took items from Felix, Pansy wasn’t aggressive, it showed that she had the courage to stand her ground for what she wanted.

In her social interactions, Pansy began to show that she was not only independent, but also capable of becoming part of a group. She no longer simply avoided others, but started opening herself up to their presence. These small daily steps form a crucial foundation for her future in the forests of Borneo. (RAF)

PANSY: SEMAKIN PERCAYA DIRI, SEMAKIN MANDIRI
Bulan Juli 2025 menjadi babak penuh warna bagi Pansy di pusat rehabilitasi BORA. Hampir setiap hari ia menunjukkan semangat baru, memanjat lebih tinggi, dan menjelajah lebih jauh di sekolah hutan. Di awal bulan, Pansy masih terlihat berhati-hati dan lebih sering mengamati dari kejauhan, terutama ketika suara ekskavator dari tempat pembangunan pulau enclosure terdengar. Namun, setelah dipindahkan ke lokasi yang lebih tenang, Pansy mulai menunjukkan sisi eksploratif nya, memanjat hingga ketinggian 20 meter dan bergabung dengan orangutan lain untuk makan buah san (Dracontomelon dao) di atas pohon.
Semakin hari, Pansy terlihat makin aktif berinteraksi, terutama dengan Cinta dan Mabel. Ia sering mengikuti keduanya saat mencari makan dan berpindah-pindah di kanopi, seolah menemukan rasa aman dan kenyamanan dalam kebersamaan itu. Ia juga mulai tertarik mengamati Ruby dari kejauhan dan beberapa kali mencoba mendekat, walau tetap menjaga jarak. Ketertarikan ini adalah sinyal penting bahwa Pansy mulai belajar memahami dan membentuk hubungan sosial yang sehat di lingkungannya.
Pansy juga terlihat semakin mahir dalam mengenali dan memanfaatkan sumber pakan alami. Ia memakan kulit kayu, buah san, hingga tunas dan bunga liar. Saat gerimis turun di pertengahan bulan, Pansy bahkan mematahkan ranting dan dedaunan untuk melindungi dirinya, tindakan sederhana, namun menggambarkan kemampuan adaptasi alaminya yang terus berkembang.
Di luar waktu sekolah hutan, Pansy juga menunjukkan ketertarikan besar terhadap enrichment yang diberikan. Ia antusias menyelesaikan tantangan-tantangan kecil, dan kadang berebut dengan Felix untuk mendapatkan makanan favorit. Meskipun kadang merebut milik Felix, Pansy tidak agresif, lebih menunjukkan bahwa ia punya keberanian untuk mempertahankan keinginannya.
Dalam interaksi sosialnya, Pansy mulai menunjukkan bahwa ia tidak hanya mandiri, tetapi juga bisa menjadi bagian dari kelompok. Ia tidak lagi sekadar menghindar, tetapi mulai membuka diri terhadap kehadiran individu lain. Langkah-langkah kecil yang ia ambil setiap hari adalah fondasi penting menuju masa depannya di hutan Kalimantan. (RAF)

BELAJAR MEMBUAT ENRICHMENT UNTUK ORANGUTAN

Di bawah langit mendung sore, halaman Camp APE Warrior mendadak ramai. Puluhan peserta COP School Batch 15 tampak antusias merangkai potongan selang pemadam kebakaran bekas menjadi sesuatu yang luar biasa penting untuk orangutan yaitu hammock dan bola kotak enrichment. Kegiatan ini bukan sekedar prakarya biasa, tapi merakan sesi praktek tentang enrichment, sebuah teknik penting dalam rehabilitasi orangutan agar tetap aktif secara fisik dan mental selama di pusat rehabilitasi. Dalam dunia orangutan, hammock bukan hanya tempat istirahat, tetapi juga arena bermain, berayun, dan berlatih keseimbangan, terutama bagi bayi-bayi orangutan yang sedang tumbuh dan belajar mengenali lingkungannya.

Dengan penuh semangat, para peserta bekerja berkelompok, mengikat, dan menyusun potongan-potongan selang hingga membentuk hammock merah yang kuat dan aman. Di sisi lain, sekelompok peserta lain asik membuat bola kotak dari lilitan selang yang nantinya bisa diisi buah atau kacang-kacangan untuk mendorong perilaku mencari makan alami orangutan.

Walau tangan kotor dan peluh membasahi dahi, tawa dan obrolan hangat terus terdengar. Ada rasa bangga tersendiri ketika mereka membayangkan hammock buatan tangan mereka akan digunakan bayi orangutan sebagai tempat tidur, dan bola kotak yang ada membuat bayi orangutan penasaran dan sibuk mencari makanan yang tersembunyi di dalamnya.

Kegitan ini bukan hanya soal keterampilan teknis. Lebih dari itu, ini adalah momen penuh makna, sebuah pelajaran nyata bahwa bahkan bahan sederhana seperti selang pemadam bekas bis menjadi alat penting dalam upaya konservasi orangutan. Bagi para siswa COP School ini adalah bukti bahwa konservasi dimulai dari tangan kita sendiri, denga kreativitas, kerja sama, dan kepedulian. (DIM)