KELANJUTAN KASUS PERDAGANGAN ELANG DI LAMPUNG

Senin (6/9) berkas perdagangan empat (4) elang sudah tengah disusun oleh Tipidter Polda Lampung yang sebelumnya menyelesaikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap pelaku. Tim Sumatra Mission juga dibuatkan BAP sebagai saksi sumpah terkait kasus perdagangan 4 satwa liar dilindungi yang berhasil digagalkan pada hari Jumat, 3 September yang lalu.

Pemeriksaan yang berlangsung sekitar 2 jam ini akhirnya dilanjutkan ke BAP penyerahan atau pelimpahan satwa dari Polda ke BKSDA Seksi III Lampung. Keempat elang tersebut langsung dipindahkan ke tempat fasilitas karantina BKSDA yang berada di Kalianca, Lampung Selatan sambil menunggu arahan dari Balai Pusat selanjutnya barang bukti akan menjalani perawatan dimana.

Keempat elang yang berhasil diselamatkan ini terdiri dari satu Elang Bondol dan tiga Elang Brontok. “Satwa ini berusia kisaran 3-6 bulan. Hanya elang bondol saja yang sudah berusia di atas satu tahun. Kondisi satwa terlihat baik dan menunjukkan respon bagus saat dikasih makan”, ungkap drh. Dian, dokter hewan senior COP yang sedang merawat satwa paska penangkapan.

“Elang-elang ini sangat jinak. Di sisi lain mudah untuk diberi makanan, namun ini juga yang menjadikannya sebuah pekerjaan yang panjang untuk membuat satwa ini kembali liar lagi karena sudah terbiasa bergantung dengan manusia”, tambahnya lagi.

Elang merupakan salah satu jenis burung di Indonesia yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. (SAT)

PERBURUAN ELANG MENGANCAM EKOSISTEM DAN HASIL PERTANIAN

Tipidter Polda Lampung bersama COP dan JAAN berhasil menangkap seorang pemburu dan pedagang satwa di Bandar Lampung. Tim berhasil mengamankan barang bukti 1 elang bondil (Haliastur indus) dan 3 elang brontok (Nisaetus cirrhatus). Pelaku mengaku berburu elang dengan cara menandai sarang-sarang elang dan mengambil anakan elang jika telurnya sudah menetas.

Semua spesies elang dimasukkan dalam daftar spesies yang dilindungi menurut UU No. 5/1990 dan Permenhut No. 106/2018. Menangkap dan memperjualbelikan elang dapat dipidana maksimal 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah. Elang bondol dan elang brontok termasuk 2 spesies yang paling sering diburu dan diperdagangkan di Indonesia.

Tingkat reproduksi elang tergolong lambat. Elang brontok betina hanya memproduksi 1 telur setiap musim kawin, sementara elang bondol betina memproduksi 2 telur. Setelah menetas, anak elang akan diberi makan oleh induk selama 3-4 bulan hingga bisa mencari makan sendiri. Elang betina baru bisa kawin dan bertahun lagi setahun kemudian.

Sebagai burung pemangsa atau predator, elang berfungsi dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Elang memangsa hewan-hewan kecil yang cepat berkembangbiak, seperti tikus, kadal dan bajing. “Perburuan elang akan berdampak buruk bagi penurunan populasi satwa langka yang reproduksinya lambat ini. Hilangnya elang juga akan merugikan petani akibat ledakan populasi hama tikus”, ujar Indira Nurul Qomariah, ahli biologi dan asisten direktur Centre for Orangutan Protection. (IND)

KAMPANYE ANTI SENAPAN ANGIN DI RRI PRO 1 PALEMBANG

Palembang (6/9), Sumatra Mission 2021 bersama Pro 1 FM Palembang melakukan siaran radio yang bertempat di Gedung RRI di Jalan Radio, 20 Ilir Palembang Kota, Sumatra Selatan. Dalam segmen lintas Palembang pagi, tema yang diusung bertajuk “Orangutan Sumatra Terancam di Ambang Kepunahan”.

Dalam siaran yang berjalan kurang lebih 1 jam ini, tim APE Guardian (nama tim yang bekerja di pulau Sumatra) mengutarakan bagaimana hal yang penting untuk kita sebagai generasi masa kini untuk ikut serta dalam kepedulian terhadap satwa, khususnya orangutan. Dimana satwa ini merupakan satwa endemik asli bangsa Indonesia yang semestinya dilindungi dan tidak dieksploitasi keberadaannya.

Para pendengar siaran ini sangat antusias bahkan minimal ada dua pertanyaan melalui telepon di setiap sesinya. Tak sedikit yang melebihi durasi waktu bertanya karena semangat dan masih banyaknya hal yang ingin diketahuinya. “Untuk diskusi langsung bisa ke Panche hub Coffee and Art Space dari pukul 16.00 hingga 20.00 WIB. Kepo in kita ya”, tambah Nanda, kapten APE Guardian COP.

Tim yang baru saja bergerak dari Jakarta pada 2 September lalu pun membagi beberapa pengalamannya serta cerita seberapa ironinya satwa-satwa di Indonesia yang semestinya dijaga agar tidak punah namun malah diperjualbelikan, diburu bahkan menjadi korban dari penggunaan ilegal senapan angin.

Di penghujung segmen siaran, tim COP Sumatra ini menjelaskan tentang tujuan Sumatra Mission 2021. “Maraknya penggunaan senapan angin yang ilegal untuk menembak satwa, walaupun berdasarkan Peraturan Kapolri No. 08 Tahun 2012 yang berisi penggunaan senapan angin hanya boleh untuk olahraga menembak di tempat dengan target kertas sasaran. Bukan untuk menembak satwa”, tutup Nanda Rizky. (SAT)

AKHIR DARI PEDAGANG OPSETAN SATWA DILINDUNGI

Purwokerto, Kisah penjualan opsetan atau awetan satwa dilindungi lewat media sosial facebook berujung pada kurungan penjara. Oleh Pengadilan Negeri Purwokerto, terdakwa M. Syaefudin terbukti secara sah bersalah karena melakukan tindak pidana dengan sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.

Setelah melewati 4 kali sidang selama 29 hari, pada Rabu (25/8) Majelis Hukum PN Purwokerto juga menjatuhkan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan dan denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa masih jauh dari hukuman maksimal, sementara kerugian ekologis akan terus terakumulasi. Berdasarkan Pasal 21 ayat (2) dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ancaman hukuman bagi pedagang satwa liar dilindungi adalah 5 tahun penjara dan denda Rp 100.000.000,00. Walaupun begitu, kami mengucapkan Terimakasih pada tim Polda Jawa Tengah atas kerja kerasnya dalam mengungkap kejahatan ini.

Sebelumnya, Kamis (3/6) tim Ditipiter (Direktur Tindak Pidana Tertentu) Mabes Polri dan BKSDA Jateng dibantu oleh Centre for Orangutan Protection melakukan tindakan penegakkan hukum operasi tangkap tangan pedagang bagian tubuh satwa yang dilindungi. Barang bukti yang diamankan, empat lembar kulit kijang (muntiacus muntjak), dua lembar kulit macan tutul (panthera pardus melas), dua potongan ekor macan tutul, tujuh buah kuku beruang madu (helarctos malayanus) dan empat buah taring anjing hutan/ajag (cuon alpinus).

Operasi ini dilakukan pada pukul 10.29 WIB di rumah tersangka sendiri, diketahui pelaku berusia 50 tahun beralamatkan di Desa Kebocoran, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Selanjutnya kasus dilimpahkan ke Polda Jawa Tengah.

Selain kerugian atas hilangnya aset satwa negara yang langka, perdagangan kulit macan ini juga menimbulkan kerugian ekolaogis. Kerugian itu kita rasakan ketika satwa tersebut punah. Betapa ruginya negara, terlebih jika itu satwa endemik. Dampak dari hilangnya satwa dalam konteks ini, hilangnya macan tutul akan memberikan efek kompleks pada ekosistem hutan. Satwa karnivora ini sejatinya adalah top predator di dalam hutan. Ia berperan menjaga populasi hewan herbivora atau omnivora tetap stabil, misalnya kancil, rusa atau babi hutan. Ini berdampak pada ketersediaan tumbuhan dan produk tumbuhan seperti buah. Hutan akan jadi rusak dan mempengaruhi kehidupan di bumi seperti berkurangnya udara, air bersih, penyerbukan hingga pengaturan suhu. (SAT)

EMPAT SATWA LIAR SELAMAT DARI PERDAGANGAN DI LAMPUNG

Jumat (3/9) pukul 22.04 WIB Tipidter Polda Lampung bersama dengan COP dan JAAN berhasil melakukan operasi penangkapan perdagangan satwa liar kategori dilindungi di Sukarame, Bandar Lampung. Pedagang tersebut berinisial ME. Dari operasi penangkapan tersebut telah diamankann empat (4) satwa liar dilindungi yaitu satu Elang Bondol (Haliastur indus) dan tiga Elang Brontok (Nisaetus Cirrhatus).

Pedagang ini menjual satwa dari tangkapannya sendiri. Berdasarkan penuturan pelaku, ia berburu elang tersebut di hutan dan sudah menandai spot-spot sarang-sarang elang tersebut. Ketika telur elang sudah menetas, ia mengambil anakan dan diperjual-belikan hingga ke luar pulau.

Usaha utama pedagang ini adalah membuat vas pohon dan tanaman bonsai. Tidak sedikit satwa yang sudah ia jual di balik kedok bisnis tanamannya. Saat ini pelaku sudah diamankan ke Polda Lampung. Proses penyidikan dan pengambangan masih dilakukan pihak Tipidter.

Keempat satwa liar tersebut dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. “Centre for Orangutan Protection berharap proses hukum ini bisa berjalan dengan transparan hingga vonis dijatuhkan. Kami berharap putusan pada sidang pengadilan nantinya berpihak pada konservasi elang”, tegas Satria Wardhana, Anti Wildlife Crime COP. (SAT)

HARI ORANGUTAN SEDUNIA: ORANGUTAN DI KALIMANTAN 2021

Orangutan merupakan satu-satunya primata besar endemik yang kini hanya tersisa di pulau Sumatera dan Kalimantan. Ketiga spesies orangutan masuk dalam daftar terancam kritis atau critically endangered (CR) dalam daftar International Union for Concervation of Nature and Natural Resources atau disingkat IUCN.

Kebutuhan ruang untuk pembangunan wilayah perkebunan skala besar, pertambangan, hutan tanaman industri serta infrastruktur menyebabkan adanya alih fungsi hutan yang kemudian berdampak pada tekanan populasi orangutan. Ini sebagai akibat dari habitat orangutan yang hilang.

Selain dari pada itu khususnya untuk Orangutan Kalimantan fakta di lapangan menunjukkan bahwa orangutan sering kali ditemui di luar kawasan lindung. Setidaknya dalam periode 2020-2021 saja COP mencatat ada 36 kasus orangutan yang muncul di wilayah kegiatan manusia. Mulai dari wilayah pertambangan batubara, perkebunan kelapa sawit, pemukiman masyarakat serta pinggir jalan di wilayah Kalimantan Timur.

Tingginya konflik Orangutan Kalimantan yang terjadi di wilayah Kalimantan Timur sudah sepatutnya menjadi perhatian oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam konservasi orangutan. COP berupaya keras untuk memberikan kesempatan kedua bagi keberlangsungan hidup orangutan.

Dalam satu tahun terakhir, selain mempertahankan habitat orangutan yang ada, Centre for Orangutan Protection tengah berupaya memetakan dan mengusulkan wilayah baru yang masih memiliki tutupan hutan yang cukup baik sebagai salah satu solusi terhadap semakin menyempitnya habitat Orangutan Kalimantan. Kedepannya wilayah ini menjadi lokasi pelepasliaran bagi orangutan dari Pusat Rehabilitasi serta tidak menutup kemungkinan menjadi rumah baru yang lebih baik bagi orangutan yang tergusur dari habitatnya dan membutuhkan translokasi dari wilayah yang memiliki tingkat konflik tinggi.

“COP membutuhkan dukungan dari berbagai pihak khususnya Kementrerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dapat segera merealisasikan rencana kawasan pelepasliaran yang baru. Agar konflik-konflik orangutan yang terjadi dapat diminimalisir serta pembangunan dapat selaras dengan upaya konservasi orangutan dan habitatnya”, jelas Arif Hadiwijaya, manajer perlindungan habitat orangutan COP. (RIF)

HARI ORANGUTAN SEDUNIA: PERDAGANGAN ILEGAL 2021

Sepanjang 2021, kasus perdagangan orangutan masih terus terjadi. Penilaian Centre for Orangutan Protection (COP) kejahatan menggunakan metode lebih modern (via online) dan terorganisir baik. Dalam catatan satu tahun terakhir sedikitnya 5 kasus perdagangan orangutan terjadi di Indonesia dari 7 individu orangutan yang berhasil diselamatkan, 6 diantaranya Orangutan Sumatera dan 1 Orangutan Kalimantan.

Semakin berkembangnya teknologi bagaikan dua mata pisau berbeda, bisa berbahaya mendukung kejahatan dan sebaliknya bisa membantu mendukung konservasi satwa. COP menyatat bisnis perdagangan orangutan sangat besar, sistematis dan terorganisir baik. Contoh harga bayi orangutan ketika masih di pulau Kalimantan atau Sumatera berkisar Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Kalau sampai di Jawa harga bisa menyentuh nilai puluhan juta. Akan beda lagi jika diseludupkan ke luar negeri, harganya bisa 10 kali lipat. Jadi, bisnis ini subur karena perputaran uang sangat besar.

Sepanjang 2021, COP bersama penegak hukum beberapa kali operasi penyitaan dan mendorong penegakan hukum seperti pada 21 Februari 2021 silam. Balai Besar BKSDA Yogyakarta dibantu COP mengevakuasi 2 individu bayi orangutan di Semarang, Jawa Tengah. Dua Orangutan Sumatera ini disinyalir adalah korban perdagangan orangutan lintas pulau.

Selain itu kasus perdagangan orangutan di Samarinda, kalimantan Timur pada tutup bulan April 2021, Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Mabes Polri dibantu COP dan OIC menggerebek pedagang satwa di Samarinda. Tim menangkap pedagang bernama Max dan mengamankan 1 individu bayi orangutan betina yang ditaruh dalam ember kecil di bagasi mobil. Saat ini kasus masih berjalan di pengadilan. Untuk orangutan tersebut kini telah mendapatkan perawatan penuh di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) di Berau, Kalimantan Timur.

Praktik perburuan dan perdagangan orangutan hingga kini terus terjadi di Indonesia. Utamanya satwa tersebut dijadikan peliharaan atau hewan koleksi oleh orang-orang dari kalangan berkantong tebal. “Pengawasan dan penegakan hukum yang lebih tegas dan berani adalah satu-satunya cara agar kasus kejahatan pada satwa liar berkurang”, kata Satria Wardhana, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

“Perdagangan satwa liar yang dilindungi merupakan usaha yang menguntungkan dan beririsan dengan tindak pidana pencucian uang. Pelaku kejahatan perdagangan satwa liar dilindungi sering menyamarkan hasil tindak pidananya dari aparat hukum. Penegak hukum lebih sering menuntut sanksi pidana maksimal saja tidak mencantumkan sanksi minimal. Penggunaan Undang-Undang lain seperti UU tentang pencucian uang bisa menjadi alternatif tambahan untuk memberitakan tuntutan yang lebih berat kepada para pelaku kejahatan ini”, jelas Satria lagi.

Centre for Orangutan Protection berharap, pemerintah menetapkan kejahatan satwa liar menjadi prioritas penanganan juga. Kejahatan terhadap satwa liar adalah kejahatan serius. (SAT)

JOJO HARUS PUAS DENGAN ENRICHMENT BAMBU

Minggu kedua Juli 2021 Centre for Orangutan Protection terpaksa kembali menerapkan karantina ketat pada Pusat Rehabilitasi Orangutan yang dikelolanya di Berau, Kalimantan Timur. BORA kembali lockdown. Perawat satwa tidak diperbolehkan pulang pergi ke rumahnya dan karyawan yang bertugas di pos pantau pulau orangutan juga hanya bisa berada di pos saja untuk mengamati orangutan dan memberi makan orangutan setiap pagi dan sore.

Ini adalah langkah terbaik yang bisa BORA lakukan untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19 ke orangutan. Kampung terdekat dengan BORA sedang bertarung menghadapi wabah ini dan tidak sedikit yang meninggal.

Orangutan Jojo, masih dengan ciri khusus di rambutnya yang menyerupai model potongan rambut anak punk adalah orangutan yang cukup lincah. Ketika di sekolah hutan, Jojo akan langsung manjat pohon dan bermain di atas. Jika tidak dipanggil, jarang sekali dia turun dengan sendirinya. Jojo juga suka mencoba daun-daun yang berhasil diraihnya, sesekali mematahkan dahan kemudian mengupasnya dengan giginya dan mencoba mengigiti dalamnya (kambium).

Ini adalah foto Jojo saat di dalam kandang. Perawat satwa memberikan bambu untuk membuat sibuk Jojo dan kawan-kawannya. Bambu memang tanaman yang jarang ditemukan di sekolah hutan BORA. Sesekali, ruas Bambu dilubangi kemudian diisi potongan buah dan tetesan madu. Jojo memukul-mukulkan bambunya dan ketika menemukan celah retak bisa mengambil buah-buhan yang tersimpan di dalamnya.

Jojo pun harus puas dengan enrichment yang diberikan kepadanya. Bermain dan menghabiskan hari di sekolah hutan jadi sebuah harapan. Semoga pandemi COVID-19 cepat berlalu, agar Jojo dan kawan-kawannya bisa bermain kembali di sekolah hutan.

WORLD HEPATITIS DAY 2021

Peneliti peraih Nobel, Dr Baruch Blumberg, tanggal kelahirannya dipilih untuk memperingati Hari Hepatitis Seduani. Dia adalah yang menemukan virus Hepatitis B (HBV) dan menciptakan tes diagnostik dan caksin untuk virus tersebut. Peringatan setiap tanggal 28 Juli untuk meningkatkan kesadaran dan pengertian tentang virus hepatitis sebagai prioritas global dengan tema tahun ini “Hepatitis tidak bisa menunggu”.

Hepatitis artinya terjadi kondisi peradangan pada hati, yang seringkali disebabkan oleh infeksi virus, ada juga beberapa kemungkinan lain penyebab termasuk autoimun dan hepatitis sebagai akibat sekunder dari pengibatan, obat, toxin dan lain-lain. Pada manusia, ada lima jenis virus hepatitis yaitu hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis B dan C adalah yang paling sering menjangkiti yang dapat mengakibatkan 1,1 juta kematian dan 3 juta infeksi baru per tahun.

Di orangutan, sebagai spesies primata yang mempunyai kemiripan perkembangan dengan manusia diketahui juga mempunyai kemungkinan terinfeksi oleh sejenis hepadnavirus yang berbeda dari Hepatitis B di manusia, tetapi masih berhubungan. Pada beberapa kasus yang diamati oleh para peneliti, tes laboratorium tidak menunjukkan bukti penyakit hepatitis yang nyata pada hewan terinveksi dengan OHV (Orangutan Hepadnavidrus).

Hepatitis B manusia, juga dikawatirkan akan dapat menjangkiti orangutan, eiring dengan makin intnsifnya kontak manusia hewan, terutama pada orangutan-orangutan yang dipelihara sebagai pet, yang di-kandang-kan dengan kandang sempit dan dengan sanitasi hygiene buruk serta mengalami kontak yang erat dengan manusia penderita hepatitis B. Dengan kondisi inilah, kemudian pada proses rehabilitasi orangutan di Indonesia dilakukan pemeriksaan terhadap hepatitis B manusia walaupun secara klinis belum pernah dilaporkan.

Perubahan sosial dan ekologi yang berkaitan dengan penyebaran populasi manusia serta perubahan lingkungan dan globalisasi dapat berimplikasi pada kemunculan penyakit yang dapat bertransmisi dari hewan ke manusia dan sebaliknya dan pastinya pada setiap era kehidupan manusia akan selalu disertai kemunculan penyakit baru seiring dengan perkembangan dunia yang semakin pesat. Menempatkan satwa liar tetap pada habitat aslinya dan melestarikan kehidupan ekologi dan lingkungan akan serta merta melindungi satwa liar termasuk orangutan dan manusia ari penyakit-penyakit yang berkembang di antaranya. (DTK)

EAST BORNEO ORANGUTAN CARING SCHOLARSHIP (EBOCS)

EBOCS adalah Beasiswa Program Orangutan Caring Scholarships (OCS) untuk mahasiswa Kalimantan Timur yang didukung Orang Utan Republik Foundation (OURF) dan dikelola oleh Centre for Orangutan Protection (COP). Tahun 2021 merupakan tahun pertama COP mengelola beasiswa program OCS dan mendapatkan kuota 2 mahasiswa untuk menerima beasiswa EBOCS. Kuota penerima EBOCS dapat bertambah di tahun berikutnya apabila program ini berjalan dengan lancar dan baik (seperti program OCS lainnya yang sudah mendapatkan kuota 6 penerima beasiswa setiap tahunnya). Penerima EBOCS adalah mahasiswa Fakultas Kehutanan Unversitas Mulawarman yang tentunya berada di Kalimantan Timur tepatnya di Samarinda.

Fakultas kehutanan UNMUL menyambut baik program EBOCS ini. Bersama beberapa stafnya, COP menyeleksi calon penerima EBOCS 2021. Tahapan seleksi meliputi pengumpulan berkas, seleksi tahap 1 dan tahap 2. Tahapan pengumpulan berkas dilakukan dari tanggal 27 Maret hingga 10 April 2021. Seleksi berkas dilakukan oleh pihak Fakultas. Berkas yang lolos dalam seleksi tahap 1 ini merupakan berkas-berkas  yang memenuhi persyaratan yang sudah disampaikan antara lain KTP (warga/asli Kalimantan Timur), IPK (minimal 3 skala 4), mahasiswa semester 2 Fakultas Kehutanan UNMUL serta kelengkapan essai. 

Dari 5 nama calon penerima beasiswa yang lolos pemberkasan, mereka mengikuti tahapan seleksi selanjutnya yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2021. Pengumuman lolos seleksi secara online pada 19 Mei 2021 oleh Fakultas Kehutanan UNMUL. Muhammad Ismail dan Selpia Lidia Hasugian adalah penerima EBOCS 2021 dengan IPK yang bagus dan mempunyai semangat serta komitmen yang tinggi dalam dunia konservasi khususnya orangutan dan habitatnya.

Simbolisasi penerimaan dan penandatanganan kesepakatan bersama penerima EBOCS di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman pada 17 Juni 2021 secara daring dan luring dihadiri Prof. Dr. Rudianto Amirta, S.Hut, M.P sebagai Dekan Fahutan Unmul beserta staf dan karyawan, Gary Saphiro, Ph.D dari OURF dan Oktaviana Sawitri dari COP serta penerima beasiswa beserta keluarganya. Semoga EBOCS dapat membantu para mahasiswa dalam menyeldunia pendidikan perguruan tinggi di Kalimantan Timur. (OKT)