December 2017

SI MUNGIL POPI PANDAI MEMANJAT

Dulu… dia hanya bisa menangis saja saat diajak ke sekolah hutan. Bayi Popi yang masuk ke pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo ini terlihat rapuh dengan gigi yang masih belum tumbuh. Sekarang, dia tumbuh menjadi anak yang percaya diri di sekolah hutan.

Di sekolah hutan, Popi memang masih sesukanya sendiri. Popi bermain-main di tanah, menjatuh-jatuhkan dirinya atau menggigit-gigiti kulit pohon pilihannya. Di sekolah hutan, dia bebas mengekspresikan dirinya. “Kalau sedang asik bermain, Popi tidak akan peduli dengan animal keeper lagi. Bahkan kalau dia diganggu, dia akan langsung menggigit.”, ujar Wety Rupiana, baby sitter yang mengasuh Popi. Popi juga sangat lincah sekali di sekolah hutan, naik turun pohon bukanlah hal yang menakutkan lagi baginya.

Bayi orangutan akan berkembang dengan sangat cepat. Lalu apa pendapat baby sitter Popi? “Bagi saya, Popi sudah tidak menggemaskan lagi. Wajah layunya sangat menipu.” jawab Wety. Okay, jangan menilai orangutan dari wajah dan tubuhnya yang kecil ya. Lalu? “Popi sudah berani menghadapi Owi. Iya Owi, bayi orangutan yang paling besar di kelas sekolah hutan.”, jelas Wety lagi.

Terimakasih yang telah mengadopsi Popi dimana pun kamu berada. 15 bulan sudah usia Popi. Popi akan pindah ke kandang sosialisasi. Jangan lupa beri hadiah Natal dan Tahun Baru untuk nya ya lewat tautan http://www.orangutan.id/adopt/#4 (WET).

OWI DAN GIGITANNYA

Ini dia orangutan paling besar di sekolah hutan, Owi. Selain paling besar umur dan badannya, orangutan Owi juga orangutan yang paling nakal di sekolah hutan. Kenakalan yang paling sering dibuatnya adalah menggigit para animal keeper. Selain itu, Owi adalah orangutan yang paling usil di sekolah hutan, ketika Owi melihat ada hammock yang kosong ditinggalkan animal keeper sebentar saja… dengan segera Owi turun menuju hammock lalu bermain di hammock. Kalau Owi diusir untuk pergi, dia marah dan menggigit. “Andalannya kalau marah ya itu… menggigit. Pernah loh hammock sampai robek dan tidak bisa dipakai lagi karena digigit Owi.”, ujar Wety Rupiana, baby sitter pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo.

Walaupun Owi adalah orangutan yang paling jagoan di sekolah hutan, jika hari mulai sore dan waktunya pulang, Owi akan berubah menjadi anak yang sangat manis. Dia akan diam di dalam gendongan animal keeper.

Saat kelas sekolah hutan, Owi sangat takut dengan animal keeper Joni dan Jevri. Tapi dia akan manis sekali pada Danel. “Duh… nakalnya Owi! Jangan ganggu Popi terus!”, teriak Joni. Akhir-akhir ini, Owi memang sering menganggu Popi yang asik memanjat. Owi memang paling suka menganggu bayi orangutan yang lain. Kenakalannya itu sampai membuatnya lupa untuk belajar membuat sarang. (WET).

APE WARRIOR KEMBALI KE GUNUNG AGUNG (5)

Panas karena kulit terbakar mulai dirasakan anggota tim penanganan bencana gunung Agung, Bali. Hari ini, tim menyediakan 7-12 karung dogfood, catfood dan akan melakukan feeding ke pura Pasar Agung. Suasana kali ini sangat sepi, tak seorang pun yang kami jumpai di jalanan maupun di rumah-rumah. Abu tebal yang menyelimuti desa membuat mati perkebunan dan pepohonan yang berada tepat di kaki gunung Agung. “Suasananya menyeramkan… seperti desa mati… secepatnya melakukan feeding.. dan kembali ke keramaian, tempat yang aman.”, ujar Faruq bergidik. Faruq adalah kapten APE Crusader yang sedang mengisi waktu liburannya dengan bergabung dengan APE Warrior. “Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan! Tapi aku bahagia… bisa bantu anjing kucing bahkan ayam-ayam.”, tambahnya.

“Kami akhirnya terpaksa mengevakuasi 2 anjing dan 1 bebek di desa Besakih.”, ujar Hery Susanto.

Cuaca di bulan Desember menjadi sangat ekstrim. Bencana terjadi hampir di seluruh pulau Jawa juga. Yogyakarta, Tasikmalaya, Pacitan bahkan Jakarta pun tak luput dari bencana banjir, tanah longsor dan angin kencang. Terimakasih IFAW (International Fund for Animal Welfare) dan JAAN (Jakarta Animal Aid Network), kita akan terus membantu satwa-satwa terdampak bencana alam, kapan pun dan dimana pun. Kamu pun bisa membantu lewat kitabisa.com/anjingkucingbali (Petz).

APE WARRIOR KEMBALI KE GUNUNG AGUNG (4)

Radius 6 km dari puncak gunung Agung, Bali dengan langit cerah. Hari keempat, dengan bantuan tenaga baru, tim mulai melakukan feeding. Rotasi tim itu sangat diperlukan dalam penanganan bencana. “Kesehatan anggota tim adalah salah satu syarat utama, untuk bisa turun. Bagaimana mungkin memberikan bantuan jika kita sendiri masih membutuhkan pertolongan.”, ujar Daniek Hendarto, manajer aksi COP dengan tegas.

Waspada dan selalu berhati-hati itulah yang tim tanamkan setiap kali berada di zona berbahaya. “Anjing-anjing malang itu tetap harus makan dan minum! Tapi kita juga tidak mengantar nyawa ke sana!”, tambah Hery Susanto, kapten APE Warrior. APE Warrior adalah tim tanggap bencana COP yang lahir saat gunung Merapi, Yogyakarta meletus di tahun 2010. Pengalaman menangani satwa yang terdampak bencana alam sudah tak terhitung lagi. “Gunung berapi, adalah bencana yang menakutkan. Tak seorang pun bisa memprediksi kapan dia akan meletus. Tapi kalau kita tidak memperhatikan satwa-satwa tersebut, siapa lagi?”, demikian penjelasan Hery.

Bantuan yang dihimpun lewat kitabisa.com/anjingkucingbali pun terus mengalir. Organisasi IFAW pun banyak membantu COP sejak tahun 2014. Penanganan satwa yang terdampak bencana tak hanya bisa dilakukan satu atau dua orang saja. Ini adalah kerja bersama antar individu, kelompok dan organisasi yang tak hanya lokal namun internasional. (Petz)

APE DEFENDER SCHOOL VISIT DI SEKOLAH ANAK HIMALAYAN

Masih ada satu hari yang tersisa di kota Kathmandu, Nepal. Rencana dadakan, saya akan bercerita tentang orangutan dan primata lainnya kepada siswa-siswa di Sekolah Anak Himalaya atau Shree Mangal Dvip Boarding School. Seluruh siswa yang ada di sekitar Bouddha Nath berasal dari anak-anak yang berada di wilayah Himalaya. Mereka difasilitasi dan tidak dipungut biaya.

Hanya berjarak 30 menit dari kota Kahtmandu, saya pun bercerita sekitar 1 jam dihadapan 50 siswa yang terdiri dari kelas 5 sampai 10. Pertanyaan saya tentang orangutan? 90% siswa bahkan belum pernah mendengar orangutan. Tapi ini membuat saya semakin bersemangat karena mereka akan menjadi tahu, siapa itu orangutan.

Lewat foto-foto satwa yang belum pernah mereka lihat sebelumnya seperti kukang, tarsius, lutung dan primata lainnya menjadikan kunjungan kali ini berbeda sekali. Bahkan buah-buahan yang menjadi makanan orangutan pun menjadi begitu menarik dibicarakan. Indonesia itu unik dan kaya.

“Beruntung sekali bertemu relawan sekolah ini yang mengajak saya berbagi cerita tentang orangutan. Ayo jangan sia-siakan waktu mu. Orangutan Indonesia inginkan kamu menceritakannya. Semakin banyak yang mengenalnya… semakin banyak yang bisa membantunya. Orangutan tidak hanya tinggal ceita.”, ujar Reza Kurniawan dengan semangat. (REZ)

APE WARRIOR KEMBALI KE GUNUNG AGUNG (3)

Tebalnya abu vulkanik erupsi gunung Agung, Bali terlihat sangat jelas pada genting rumah, akses jalan dan perkebunan warga sehingga dedaunan sudah berubah warna menjadi putih abu-abu pekat seperti tak ada kehidupan. Hujan yang selalu turun di siang hari menyebabkan banjir lahar dingin dan merendam persawahan di bantaran sungai.

Tiga desa di kecamatan Selat yaitu desa Muncan, Parakan Aji dan Lebih menjadi lokasi feeding street hari ketiga dan keempat. Bersama Jakarta Animal Aid Network (JAAN), APE Warrior menyapa penduduk yang ada di rumah, karena gunung Agung yang mulai kondusif dan tenang. Bahkan banyak warga yang sudah menunggu untuk mendapatkan dogfood dan pakan unggas dengan membawa ember dan kantung plastik. 10 karung dogfood pun terbagi dalam waktu yang lebih singkat. Tim pun tak harus berlama-lama dalam balutan jas hujan.

Walaupun begitu, tim tetap mengecek rumah per rumah. Dari hari sebelumnya, tim banyak menemukan anjing-anjing yang terkurung dalam kandang tanpa adanya makan maupun air minum. Kalau bukan kita, siapa lagi? Bantu kami melalui tautan kitabisa.com/anjingkucingbali (Petz).

ASIA FOR ANIMALS CONFERENCE KATHMANDU 2017

Konferensi dua tahunan Asia For Animals tahun 2017 dilaksanakan di kota Kathmandu, Nepal dari tanggal 2-5 Desember. Centre for Orangutan Protection mempresentasikan konflik yang terjadi di COP Borneo. “Sebenernya sih kita hanya dikasih waktu 5 menit untuk presentasi.”, jelas Reza. “Tapi karena masih ada kelebihan waktu, akhirnya saya manfaatkan untuk menceritakan COP lebih banyak lagi.”.

Pada kesempatan ini, COP juga memasang poster di marketplace yang disediakan panitia. Poster yang dipasang adalah tentang COP School, sekolah konservasi orangutan yang sudah berjalan selama tujuh tahun.

“Ini adalah konferensi internasional saya yang pertama kali. Benar-benar membuka mata wawasan saya. Bertemu teman baru dari organisasi lain. Ini adalah saatnya building networking.”, ujar Reza Kurniawan, manajer pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo.

APE WARRIOR KEMBALI KE GUNUNG AGUNG (2)

Ini adalah hari kedua feeding hewan peliharaan yang ditinggal mengungsi pemiliknya karena gunung Agung erupsi. Letusan abu pekat dari mulut kawah dan hujan pun menemani kami. Inilah tim kecil yang bertugas memberi makanan agar anjing, kucing dan unggas lainnya tidak mati kelaparan maupun kehausan. Kewaspadaan tim adalah yang utama.

Pura Besakih yang berada di desa Besakih, kecamatan Rendang merupakan Kawasan Rawan Bencana atau KRB 1 zona merah yang sangat berdampak pada letusan gunung Agung, Bali. Ya, jaraknya hanya 5 km dari mulut kawah gunung Agung. Berkeliling desa yang terlihat tampak mati tanpa ada penduduk seperti desa tak berpenghuni membuat bulu kuduk merinding. Sesekali kami menjumpai warga yang datang ke pura yang beribadah. Anjing-anjing kelaparan dengan tubuh kurus dan mata memelas menyambut kedatangan kami. Bahkan ada anjing yang diikat dengan rantai berada di halaman rumah tanpa atap dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Tim akhirnya mendekati mulut kawah yang berjarak sekitar 3 km dan sampai ke embung Besakih. Meletakkan makanan dan air lalu segera turun ke zona aman lagi. Banyak pertanyaan kenapa hewan peliharaan seperti anjing tidak dibawa turun ke zona aman. Anjing-anjing itu ditinggal pemiliknya untuk menjaga rumah mereka.Sementara itu, mengevakuasi hewan peliharaan itu bukanlah hal yang mudah, karena tim harus meminta ijin pemiliknya terlebih dahulu yang kami sulit temukan dengan tim kecil bekerja tanpa henti. Bantu kami lewat kitabisa.com/anjingkucingbali (Petz).

APE WARRIOR KEMBALI KE GUNUNG AGUNG (1)

Gurung Agung adalah Gunung tertinggi yang berada di Pulau Bali dengan memiliki ketinggian 3.031 MDPL yang terlihat kerucut runcing, tetapi sebenarnya puncak gunung ini memanjang dan berakhir pada kawah yang melingkar dan lebar terletak di kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem, Bali.

Gunung Agung adalah gunung berapi tipe stratovolcano yang sudah mengalami letusan sebanyak 4 kali yaitu tahun 1808, 1821, 1843 dan 1963. Gunung ini memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan uap air.

Masyarakat Hindu Bali percaya, bahwa gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa. Masyarakat juga mempercayai bahwa di gunung ini terdapat istana dewata. Oleh karena itu, masyarakat Bali menjadikan tempat keramat yang disucikan.

Sabtu 25 November 2017, gunung Agung kembali mengeluarkan erupsi magmatik dengan letusan dahsyat lapisan gelap abu yang berakibat lebih dari 122.500 jiwa diungsikan ke zona aman 12 km dari mulut kawah gunung Agung. APE Warrior yang telah sebulan menarik diri dari gunung Agung, spontan kembali lagi.

Hari pertama pemberian makanan atau feeding di kecamatan Selat Desa Sebudi, desa Amarte Bhuana dan desa Santi dengan membawa 7 karung makanan anjing/dogfood, 2 karung makanan kucing/catfood dan 5 jerigen air. Desa terlihat sunyi-sepi dampak guguran abu vulkanik yang menyelimuti desa. Tampak anjing-anjing yang ditinggalkan pemiliknya seperti sudah mengetahui, tim datang untuk memberikan makanan kepada mereka dan anjing-anjing menyambut dengan gonggongan yang saling bersahutan.

Hujan bercampur abu menemani kami, perih terasa di mata dan bau asap namun tak melunturkan semangat tim untuk terus membagikan makanan anjing, kucing dan unggas yang ada. (Petz)

TUHAN MASIH SAYANG KAMI

Selasa malam, hujan deras bercampur angin mengguyur camp COP Borneo. Beberapa minggu terakhir ini, cuaca di Labanan memang tidak menentu. Pagi hari cerah tapi tiba-tiba pukul 10.00 WITA hujan deras sekali hingga malamnya.

Hujan 28 November 2017 jam 22.10 WITA ini berbeda dari biasanya. Hujan benar-benar deras bercampur angin. Hanya kami berempat di camp, sementara yang lainnya sedang ke kota untuk keesokan harinya belanja logistik. Kami tertidur di tengah derak pepohonan sambil berdoa tidak tertimpa pohon tumbang.

Pagi hari… cuaca menjadi begitu tenang. Sekitar 10 meter dari camp ada pohon tumbang tepat di titian dan menutup jalan. “Syukurlah, Tuhan masih sayang dengan kami.”, ujar Herlina.Ternyata kami tertidur sangat lelap. Kami berempat tidak ada yang sadar kalau ada pohon yang tumbang. “Mendengar saja tidak. Untung pohon tidak jatuh ke arah camp, tetapi jatuh ke arah titian.”, tambah Herlina lagi.

Selesai memberi makan pagi orangutan-orangutan, kami bergotong-royong membersihkan jalan. Mesin gergaji yang kami miliki kurang besar untuk memotong pohon yang jatuh. Akhirnya kami memutuskan menunggu mobil dari kota untuk ke desa Merasa meminjam gergaji mesin yang lebih besar. Titian sedikit rusak, tapi kami semua selamat. (WET)