BAYI ORANGUTAN ITU BERNAMA ARTO

Tiba di Klinik Bornean Orangutan Rescue Alliance diiringi hujan deras, bayi orangutan berusia 9 bulan itu meringkuk kedinginan. Masih mengenakan kaos dan gelang yang melingkar di pergelangan tangannya, tim medis memasukkannya ke kandang dengan gantungan hammock di dalamnya. Bayi ini pun enggan masuk, dan mulai menangis… sangat keras hingga bayi-bayi orangutan yang berada di ruangan terbangun dan menatapnya.

Arto, nama yang penuh makna disematkan padanya. Dari kata harta yang bermakna kekayaan maupun betapa berharganya bayi ini bagi keberlangsungan hutan kedepannya. Arto, bayi yang kehilangan induknya dan terpaksa menjalani hidup seperti bayi manusia, didandani seperti bayi perempuan manusia. “Aku akan menemaninya”, ujar drh. Elise Ballo yang menjemput bayi ini dari pemelihara ilegalnya.

Elise mememeluknya bergantian dengan paramedis Tata. Berjam-jam hingga akhirnya Arto, orangutan jantan ini mulai merasa nyaman dan mau diletakkan di keranjang beralaskan selimut, tetap minta ditemani. Lewat tengah malam, bayi ini pun tertidur. Lelah. (LIS)

LEWAT EDUKASI, TANAMKAN MIMPI BARU ANAK BUSANG

Pagi itu, Busang mendung. Hujan turun semalaman. Jumat, 11 November, tim APE Guardian bersiap-siap sejak pagi mengumpulkan perangkat school visit seperti materi, alat tulis yang sudah dikemas sebagai hadiah, poster, dan sticker. Tim bergegas setelah sarapan pagi menembus hujan yang masih rintik-rintik.

“Tepuk semangat”, ajak Randi Kurniawan, putra minang yang merantau di Kalimantan Timur dan mengawali karirnya sebagai ranger, kini sebagai kapten APE Guardian, sebuah tim yang mempersiapkan lokasi pelepasliaran orangutan dan memastikan orangutan yang dilepasliarkan kembali ke habitatnya ini, baik-baik saja. Selanjutnya, bio-ekologi orangutan termasuk ukuran tubuh orangutan, ciri-cirinya, persebarannya, bagaimana pengasuhan induk ke anak dengan menampilkan foto-foto yang diperoleh tim dari lapangan. Selain itu, video tentang penelitian orangutan ditayangkan dan ditonton bersama dengan harapan dapat membuka pengetahuan anak-anak bahwa banyak yang bisa dilakukan dalam usaha penyelamatan orangutan.

Ketiga belas orangutan yang telah dilepasliarakan di Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat juga diperkenalkan kapada anak-anak. “Jangan diberi makan, jangan didekati, jaga jarak! Orangutan satwa liar”, tegas Randi lagi. Selain itu, kegiatan menarik seperti survei keanekaraman hayati dan pentingnya kegiatan itu dilakukan juga menjadi cerita motivasi, kelak anak-anak Busang akan jadi penerus dunia konservasi Indonesia.

Anak-anak begitu antusias dan menyampaikan pertanyaannya. “Bagaimana cara mengajari orangutan hingga menjadi pandai di tempat rehabilitasi, bagaimana cara mengatasi orangutan yang stres dalam kandang, dan yang paling unik adalah berapa lama orangutan ada di perut induknya”. Kegiatan school visit di SMPN 1 Busang berjalan dengan semangat luar biasa. Kegiatan ditutup oleh permainan ’tebak gerakan teman’ yang membuat suasana kelas riuh dengan gerakan heboh mereka sampaikan secara estafet ke teman-teman yang berbaris di belakangnya. Siswa yang berada pada barisan paling akhir bertugas menebak apa yang temannya sampaikan. Semangat anak-anak dalam suasana Orangutan Caring Week 2023, menjadi semangat tim APE Guardian menjaga orangutan, si pengaman hutan. (MIN)

VONIS 2 BULAN PENJARA ATAS PELIHARA ORANGUTAN, COP DUKUNG JAKSA UNTUK BANDING DAN TEGAKKAN KEADILAN

“Centre for Orangutan Protection tidak pernah mengira hukuman eks Bupati Langkat yang memiliki orangutan di rumahnya akan dijatuhi vonis hanya 2 bulan penjara. Ini seperti mencoreng kepercayaan kami pada peradilan di Indonesia. Bagaimana mungkin hukum bisa ditegakkan jika secara sah bersalah namun hukuman yang diterima hanya seperti kejahatan ringan lainnya?”, ujar Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection dengan kecewa.

Putusan hakim yang diketuai Ledis Meriana menyebut Terbit Rencana Perangin-angin (TPR) secara sah bersalah melanggar Pasal 40 ayat (4) jo Pasal 21 (2) huruf a UU RI Nomor 4 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hakim menjatuhkan pidana kurungan penjara 2 bulan, denda Rp 50 juta apabila denda tersebut tidak diganti mendapat tambahan selama hukuman 1 bulan penjara. Hakim juga menyampaikan, pidana tersebut tidak perlu dijalankan, kecuali dikemudian hari terdakwa melakukan kejahatan sebelum masa percobaan berakhir selama 4 bulan.

“COP mendesak Jaksa untuk banding mengingat kejahatan ini adalah hal yang serius. Kepemilikan ilegal satwa liar dilindungi yaitu orangutan sejak 2019 yang dipelihara di rumah eks Bupati Langkat di Dusun I Nangka Lima, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ini, telah memporak-porandakan usaha konservasi orangutan di Indonesia.”, tegas Daniek lagi.

Pada 25 Januari 2022 yang lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah terdakwa dan menemukan kepemilikan satwa liar yang dilindungi Terbit tak hanya memelihara orangutan sumatra, tetapi 1 elang brontok, 2 burung beo dan 1 monyet hitam sulawesi.

“Besar harapan kami, Jaksa mempertahankan tuntutan 10 bulan penjara denda Rp 50.000.000,00, subsider 3 bulan kurungan. Walau tuntutan itu sendiri tidak sebanding dengan kerugian ekosistem dan usaha konservasi. Satu orangutan yang sampai ke tangan manusia dapat dipastikan ada 2-5 orangutan lainnya yang mati di alam. Orangutan adalah ikon Indonesia yang berada di ambang kepunahan. Centre for Orangutan Protection mendukung Jaksa untuk banding dan tegakkan keadilan”, tambah Daniek Hendarto lagi.

SCHOOL VISIT BATTLE: INTERNATIONAL PRE SCHOOL AND SDN 006 BUSANG

Tim APE Guardian berencana untuk kunjungan ke SDN 006 Busang di desa paling hulu, Desa Mekarbaru sekaligus menyampaikan kegiatan pelepasliaran orangutan ke kantor desa tersebut. Perjalanan panjang melewati perkebunan sawit, hutan tanaman industri, hingga melewati perkebunan kelapa sawit kurang lebih 90 menit pun dilalui. Tentu saja jalan yang dilalui tak selalu rata, kadang bergelombang, berkerikil, berdebu, dan yang paling melelahkan adalah yang becek dengan tanah liat yang lengket hingga saya sebagai penumpang kendaraan roda dua harus turun dan berjalan kaki.

Bertemu Pak Yusman, wali kelas 4, satu-satunya guru yang belum pulang dan bersedia diskusi mengenai tujuan APE Guardian COP melaksanakan sosialisasi tentang orangutan dan habitatnya sebagai bagian dari kegiatan belajar. Dari sini, tim melanjutkan diskusi di rumah Pak Idin, salah satu wali kelas yang dituakan di sekolah itu. Dan berakhir di desa Long Nyelong dimana Kepala Sekolah SDN 006 Busang tinggal untuk mendapatkan izin.

Tibalah hari “Mengenal Satwa Liar Dilindungi di Indonesia khususnya Orangutan” bersama tim APE Guardian. Anak-anak tampak malu namun bersemangat. Ada siswa yang berani menjawab pertanyaan, berani maju untuk menunjukkan di mana sarang orangutan, juga semangat saat menjawab yel-yel ‘Semangat pagi, Orangutan!’.

“Antusiasme siswa-siswi SDN 006 Busang, Kaltim tidak kalah ramainya dengan respon murid-murid di International School Sophos Indonesia yang berada di Bintaro, Tanggerang Selatan tahun 2022, school visit yang dilakukan Orangufriends Jakarta. Perbedaan menonjol terlihat dari ketersediaan fasilitas jalan menuju ke sekolahan, listrik, pengetahuan yang mudah diakses melalui internet, sikap malu-malu siswa dan juga keterbatasan tenaga pengajar”, cerita Amin Wahyuni yang juga mengikuti kedua lokasi school visit Centre for Orangutan Protection (COP). Kondisi ini menjadi motivasi tersendiri bagi tim, untuk mendukung kegiatan Merdeka Belajar yang cukup kompleks dimana tak hanya menuntut penguasaan materi namun penyampaian yang meliputi komunikasi, sikap, percaya diri, dan pengalaman baru. “Segala usaha konservasi satwa liar dan usaha mencerdaskan anak bangsa untuk masa depan yang lebih, memang tidak selalu mudah. Tapi itu bisa dilakukan”, tambahnya lagi. (MIN)

TIGA ORANGUTAN KEMBALI KE RUMAH BARUNYA DI BUSANG

Rabu, 24 Mei 2023 menjadi hari kembalinya orangutan Jasmine, Syair, dan orangutan eks-rehabilitasi Memo ke Hutan Lindung Batu Mesangat kecamatan Busang, Kalimantan Timur. Orangutan tiba di Desa Longlees pada petang hari, Selasa (23/5) bersama tim APE Crusader, APE Defender, KPH Kelinjau, dan BKSDA Kaltim. Kondisi orangutan dan tim sehat wal’afiat setelah menempuh perjalanan panjang selama sepuluh jam dari klinik dan karantina BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Besok pagi tim akan melanjutkan jalur air, malam ini waktunya tidur.

“Tiga jam perjalanan naik ketinting ke Pos Pantau Busang Hagar terasa mengharukan bagi saya pribadi. Ini adalah kali pertama saya terlibat dalam proses pelepasliaran orangutan, ada rasa bangga, lelah, dan khawatir dengan orangutan yang akan dilepaskan”, cerita Amin Indra Wahyuni, anggota tim APE Guardian COP. Jalur darat selanjutnya menuju titik pelepasliaran cukup licin dan berlumpur karena hujan, tim pemikul kandang berulang kali berganti posisi dan personil. Tanpa membawa beban saja jalan terseok-seok apalagi membawa kandang berisi orangutan.

Satu jam lebih perjalanan penuh keringat hingga sampai Hutan Lindung. Tepat di depan akar liana, posisi pintu kandang diletakkan untuk mempermudah orangutan langsung memanjat saat pintu kandang angkut dibuka. Benar saja, orangutan Jasmin dan Syair pun langsung memegang liana dan memakan buah-buahan yang sengaja diletakkan di situ. Sementara orangutan bernama Memo yang dilepaskan tak jauh dari  induk dan anak tersebut, tanpa ba-bi-bu langsung naik ke atas pohon. Rilis selesai, selanjutnya tim APE Guardian melanjutkan Post Release Monitoring (PRM) orangutan.

PRM dilakukan selama tiga bulan ke depan dan akan dipantau terus kondisi orangutan yang meliputi kesehatan, kemampuan mencari makan, dan lokasi pergerakannya. Orangutan Jasmine dan Syair terlihat lebih dahulu dapat beradaptasi dibandingkan Memo, karena Jasmine dan Syair memang orangutan liar yang dipindahkan (tanslokasi). Perlu waktu yang tidak singkat untuk dapat mengantarkan orangutan kembali ke hutan. Usaha luar biasa dilakukan dan banyak pengorbanan mulai dari tenaga, biaya, waktu dan lain-lain. Semoga Jamine, Syair, dan Memo utamanya dapat lekas beradaptasi, tumbuh, dan berkembang di rumah yang seharusnya. (MIN)

PERJUMPAAN TAK TERENCANA DENGAN ORANGUTAN NIGEL

Memasuki waktu 3 jam perjalanan air menuju kawasan pelepasliaran orangutan di Busang, Kalimantan Timur, Tim Centre for Orangutan (COP) dikejutkan gerakan besar di atas pohon yang menjorok ke sungai. Tak lama kemudian terlihat orangutan jantan dengen wajah yang sangat mudah dikenali. Dia adalah Nigel.

Tim APE Guardian COP mengenalinya dengan keberadaannya yang sudah seminggu ini di daerah tersebut. “Perjumpaan ini adalah pengulangan di bulan Maret 2023 yang lalu. Nigel terlihat sedang makan buah ficus spp. Tubuhnya terlihat lebih proporsional. Laporan konflik dengan manusia pun tidak sesering ketika dia baru saja dilepasliarkan pada bulan Juni 2022 yang lalu”, jelas Galih Norma Ramadhan, kapten APE Guardian COP yang bertanggung jawab penuh pada konflik orangutan eks-rehabilitasi COP yang telah hadir dan membaur di Long less selama dua tahun terakhir ini.

Seperti yang diceritakan sebelumnya, orangutan Nigel sempat memporak-porandakan pondok orang yang mencari emas. “Untungnya tidak ada korban. Lama tak pernah bertemu langsung dengan Nigel baru kali ini berkesempatan berjumpa. Senang sekali dan takjub”, ujar Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection dalam perjalanannya melepasliarkan orangutan ke-8 dalam kurun waktu dua tahun ini di Hutan Lindung Batu Mesangat, Kaltim. “Terimakasih Nigel, kamu baik-baik saja”, gumamnya lagi.

KAGET DIBERI RAYAP, HAPPI LARI KE POJOK KANDANG

“Hari ini enrichmentnya sarang rayap aja”, usul bang Amir, salah seorang animal keeper saat briefing pagi hari itu. Macam-macam enrichment makanan biasa diberikan untuk menghibur orangutan di luar jadwal makan pagi dan sore. Selain memakan daun dan buah hutan, orangutan juga terkadang memakan serangga seperti rayap, semut bahkan juga ulat. Aku sendiri pernah melihat Mabel, bayi orangutan yang sedang karantina memakan ulat-ulat kecil dengan lahap. “Biasa kita tuh cari di hutan. Tapi aku lihat di jalan dekat klinik ada”, jawab bang Amir ketika kutanyakan bagaimana cara mendapatkan sarang rayap.

Setelah berganti wearpack dan mengambil cangkul, aku, bang Amir, Syarif, Bima, dan Gavrila yang hari itu bertugas menjadi animal keeper segera berangkat ke lokasi sarang rayap yang dimaksud bang Amir. Saat sampai dan ditunjukkan, aku sempat tak percaya bahwa itu adalah sarang rayap. Yang kulihat dihadapanku hanyalah gundukan tanah liat setinggi sekitar 1,5 m. Bima dan bang Amir memberi aba-aba agar kami mundur. Kemudian mereka mulai mengacangkul gundukan tanah liat itu. Lapisan tanahnya cukup tebal dan butuh berkali-kali cangkulan hingga sarang rayap di dalamnya tampak. “Waaah berarti ini gede banget ya sarangnya?”, aku dan Gav terkagum melihat sarang rayap yang terlihat seperti bangunan yang sangat kompleks. Lalu kami memasukkan potongan-potongan sarang rayap ke keranjang.

Setelah sekitar 40 menit, keranjang sudah penuh dengan sarang rayap dan kami pun menuju kandang orangutan untuk membagikannya. Lucu sekali memperhatikan respon mereka yang bermacam-macam. Jainul terlihat penasaran dan pelan-pelan memperhatikan sarang rayap di tangannya. Ketika ada rayap yang keluar, dia tidak memakannya. Justru sarangnya yang ia masukkan ke mulutnya. Yang lain terlihat memakan sang rayap. Ada juga yang membuangnya bahkan terlihat tidak tertarik sama sekali.

Namun yang reaksinya membuat kami tertawa terpingkal-pingkal adalah reaksi orangutan Happi. Ketika kami meletakkan potongan-potongan sarang di tempat makannya, ia mendekat tanpa ragu da langsung memegang satu potong sarang. Ia begitu penasaran dan memperhatikan lekat-lekat sarang itu. Tiba-tiba, ia menjatuhkan sarang dalam genggamannya dan lari pontang-panting ke pojok kandang seperti manusia yang terkejut. Sepertinya ia terkejut ketika ada rayap yang muncul dari lubang-lubang sarang dan berpindah ke tangannya. Setelah puas tertawa, kami mencoba kembali memanggil-manggil Happi, berusaha memberitahunya bahwa rayap dan sarangnya tidak berbahaya. Untungnya Happi masih mau mendekat. Mungkin rasa penasarannya belum terpuaskan. Ia kembali memandangi dan memegang sarang rayap itu. Kemudian ia memain-mainkannya dan mulai memakannya. Kami ikut senang melihat Happi seperti terhibur dengan enrichment yang kami bawa. Jerih payah kami tidak sia-sia.

Sesungguhnya, sarang rayap bukanlah enrichment yang baru untuk Happi. Namun Happi selalu mengekpresikannya dalam bentuk yang berbeda-beda. Orangutan kecil memang selalu lucu karena itu juga banyak orang berpikiran untuk memeliharanya. Tapi orangutan bukanlah satwa peliharaan, rumahnya ya di hutan. Happi pun saat ini sedang menjalani karantina untuk masuk pulau pra-pelepasliaran. Tujuh tahun di BORA, saatnya kembali ke habitatnya. (NAD)

ASTUTI, MURID BARU PENCURI PERHATIAN

“Tuti nih orangutan paling cantik”, kata Indah, biologist BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) saat hendak membawa Astuti ke sekolah hutan. Wajah orangutan Astuti memang menggemaskan sepeti boneka dan rambut keritingnya unik menarik hati. Belum ada orangutan di pusat rehabilitasi BORA yang rambutnya keriting sepeti Astuti. Kalau rambutnya basah, keritingnya lebih terlihat menggemaskan lagi. Mungkin karena rupa imutnya itu penjahat pedagang satwa liar berusaha menyeludupkannya dan menjualnya. Astuti berhasil diselamatkan saat hendak dikirim ke luar negeri melalui Sulawesi tahun 2022. Ia kemudian dipindahkan ke BORA dan menjalankan masa karantina selama 3 bulan.

Pada bulan Maret, setelah hasil tes kesehatannya keluar dengan hasil baik, ia resmi menjadi murid baru di sekolah hutan. Sebagai murid baru, ia berhasil mencuri perhatian kami dan membuat kami kagum akan kemampuannya. Pada hari pertama sekolah hutan saja ia sudah memanjat setinggi 18 meter. Ia tidak sesering berada di tanah seperti Jainul, murid orangutan sebaya nya yang selalu berguling-guling di tanah dan masih sudah sekali disuruh memanjat pohon. Sekali-kalinya ia berguling di tanah, tubuhnya akan ditempeli banyak daun kering dan ranting. Rambutnya yang panjang membuat benda-benda di tanah lebih mudah menyangkut. Kami sering menertawakannya ketika tubuhnya sudah sangat kotor. Rupanya yang paling lucu adalah ketika dia baru saja berguling-guling di tanah dan tubuhnya ditempeli lumpur. Kami para perawat satwa dibuat terpingkal-pingkal melihat rambutnya yang menjadi gimbal.

Akhir-akhir ini, Astuti semakin jago menjelajah dan seringkali keasyikan. Suatu hari saat sekolah hutan (29/04), ia mengikuti orangutan Charlotte yang usianya sekitar lima tahun lebih tua dan sudah lebih piawai menjelajah. Mereka makan bersama-sama di satu pohon dan sulit sekali dipanggil untuk turun dan pulang dari sekolah hutan. Bima dan Syarif, Perawat satwa yang bertugas saat itu terus memanggil mereka dan memancing dengan buah. Sayangnya, Astuti dan Charlotte tetap asyik makan di atas pohon. Mereka akhirnya kekenyangan dan turun sendiri setelah satu jam waktu sekolah hutan usai. Meski harus repot menunggu dan memanggil-manggilnya, kami bangga sekali dengan perkembangan pesat murid baru yang berhasil mencuri perhatian kami ini. Terus berkembang ya, Astuti! (NAD)

PEDAGANG KULIT HARIMAU SUMATRA TERTANGKAP TANGAN

Harimau Sumatra atau Patera trigis Sumatrae merupakan raja hutan yang menduduki kasta tertingi di keluarga kucing-kucingan yang ada di Indonesia. Kini nasibnya makin memprihatinkan. Dalam satu pekan terakhir, lembaga penegakan hukum di Indonesia mengganggalkan 2 transaksi jual beli kulit harimau yang masih basah. Dalam arti, satwa ini belum lama dibunuh dan dikuliti oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Setelah gempar dengan berita penangkapan salah satu oknum pengiat konservasi yang menjual kulit harimau di Sumatera Barat. Pada tanggal 10 Mei 2023, digagalkan kembali transaksi jual beli kulit harimau utuh beserta dengan tulang-tulangnya yang masih merah. Dalam satu pekan, dua raja hutan ini mati dengan sia-sia.

Lantas apa yang jadi motif dasar para pelaku ini menjerat dan membunuh satwa ini. Dari keterangan para tersangka, bahwa harimau banyak diburu untuk diambil bagian organ tubuhnya seperti kulit, taring, daging, kuku bahkan kumisnya. Organ-organ tersebut diperjualbelikan di pasar gelap dengan harga tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai obat, kerajinan (tas, pakaian, sepatu, dll) bahkan tak sedikit permintaan memanfaatkannya sebagai jimat.

“Jaringan perburuan dan perdagangan bagian-bagian tubuh harimau sangat tertutup dan rapi. Harga jualnya yang fantastis juga menjadi salah satu faktor perburuan, marak terjadinya. Kulit harimau basah dibandrol dengan harga di atas 60 juta rupiah, sedangkan dengan bagian tubuh lainnya seperti kuku, taring kumis berkisar 3 sampai 5 juta rupiah per item. Tergantung kualitas dan ukuran”, jelas Satria Wardhana, kapten APE Warrior COP yang fokus memerangi perdagangan satwa liar sejak sepuluh tahun terakhir.

Harimau merupakan satwa yang berperan sebagai konsumen puncak. Satwa ini berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsanya seperti babi hutan. Dalam konteks hilangnya harimau, akan memberikan efek kompleks pada ekosistem hutan. Ini juga akan berdampak pada ketersedian tumbuhan dan produk tumbuhan seperti buah. Hutan akan jadi rusak dan mempengaruhi kehidupan di bumi seperti berkurangnya udara bersih, air bersih, penyerbukan, hingga pengaturan suhu bumi. (SAT)

APE PROTECTOR JAGA HUTAN LINDUNG SINUANGON

Setahun lebih tim APE Protector menetap dan berkegiatan di Nagari Sontang Cubadak, Pasaman, Sumatra Barat. Pada 6 Mei yang lalu, tim PAGARI atau Patroli Anak Nagari mengecek kamera jebak yang telah dipasang sebulan lalu di Hutan Lindung Sinuangon (Pasaman Raya) tersebut. Selain monitoring kawasan, tim juga berkesempatan observasi satwa liar dan sayangnya gangguan habitat masih juga ada.

“Beruntungnya kalau lagi patroli, kita bisa berjumpa langsung dengan satwa liar yang juga kaget dengan kehadiran kita. Kali ini tim berjumpa dengan satu ekor Simpai (Presbytis melalophos) yang merupakan monyet endemik Pulau Sumatra. Selain itu, tim juga berhasil mendokumentasikan burung raja udang walau dengan kamera yang sangat terbatas. Sepanjang perjalanan, suara-suara alam serta kepakan burung enggang menemani perjalanan yang medannya cukup ekstrim. Secara tidak langsung, tim juga mengidentifikasi kehadiran babi hutan dan rusa lewat jejak yang ditinggalkan”.

Suara gergaji mesin dikejauhan menandakan aktivitas manusia yang membawa kayu turun dari lokasi hutan. Dentuman pohon roboh yang menyentuh tanah menandakan gangguan habitat masih terpantau aktif di area kawasan Hutan Lindung. Beda punggunggan dan tim harus kembali fokus menjemput kamera jebak.

Dari empat kamera yang terpasang sejak 6 April yang lalu, tertangkap kamera babi hutan. Kehadiran babi hutan tiga bulan berturut-turut membuat tim lega. Semoga ini tanda berakhirnya virus ASF (African Swine Fever). Jika perjumpaan langsung dengan jejaknya saja, kini, tim menyaksikannya langsung, termasuk rusa dari kamera jebak. Kehadiran Macan dahan, Musang congkok, Tikus hutan, Tupai tanah, Bajing tanah bergaris tiga, Sigung Sumatra, landak Sumatra, Musang bulan, Burung puyuh, Kucing Emas, dan Sinpai menambah deretan keanekaragaman satwa liar di hutan ini. Tak lupa si Beruk yang selalu eksis di hapir setiap kamera jebak. Satwa liar di hutan aja. (REV)