INTERVAL RUN BERSAMA ORANGUTAN BONTI

Di pagi hari yang cerah, sedikit basah karena embun, tim monitoring bertindak seperti paparazzi alias melakukan Post Release Monitoring (PRM) pada si cantik orangutan bernama Popi. Saat tiba di titik terakhir PRM pada hari sebelumnya, Popi nampak masih “bermuka bantal” alias baru bangun tidur sambil bersandar di batang pohon buah baran (Dracontomelon dao) yang merupakan buah santapan kesukaannya.

Tidak berapa lama setelah tim monitoring tiba, Popi mulai beraktivitas berpindah-pindah pohon dengan bebas. Popi bergerak dengan sangat lincah mulai dari berayun hingga memanjat. Beberapa kali Popi nampak menyantap buah-buahan hingga dedaunan untuk makan paginya. Sesekali Popi juga menggumpal-gumpalkan tanah untuk dimakan. Iya, benaran dimakan, dimana hal tersebut bukan tanpa alasan ya. Tanah memiliki kandungan mineral yang baik untuk menetralisir metabolit sekunder pada dedaunan yang dimakan oleh Popi.

Perpindahan Popi dari satu pohon ke pohon yang lain hingga menyeberangi sungai dengan berayun-ayun pada kanopi hutan yang membentang. Hal ini membuat tim monitoring harus mengikuti ke mana pun Popi pergi sekali pun itu lembah yang dalam atau tebing yang terjal. Beberapa saat setelah Popi menyeberangi sungai, Popi bertemu kembali dengan sobat lamanya di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), yaitu Bonti. Secara mengejutkan keduanya malah terlibat kejar-kejaran hingga membuat tim kewalahan mengikutinya.

Sangking jauhnya, Popi bahkan sudah tidak terlihat lagi dari pandangan mata karena kabur dari kejaran Bonti. Hanya Bonti yang berada di sekitar tim monitoring, dimana hal berikutnya semakin penuh gebrakan. Bonti menghadap ke arah kami sembari tersenyum lebar dan mengejar kami. Yap, benar-benar dikejar hingga kami lari tunggang-langgang. Bonti tiba-tiba berhenti sesaat dan kami pikir Bonti mulai kelelahan. Ternyata salah, Bonti kembali mengejar kami yang sesungguhnya yang kelelahan. Meskipun asyik mengejar kami, Bonti selalu berhenti di waktu-waktu tertentu, lalu lanjut mengejar kami kembali. Kami seolah-olah mendapat pelatihan interval run dari Bonti. “Terima kasih ya Bonti, sudah melatih kami untuk menjadi pelari trail run hebat dan kuat dari Surga Hayati Gunung Batu Mesangat.”. (Andika_Orangufriends).

EDUKASI “SAVE ORANGUTAN’” BERSAMA KOMUNITAS JEJAK JENAKA DAN COP

Suasana area Futsal PJA, Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur pada tanggal 26 Oktober 2025 dipenuhi tawa dan semangat anak-anak. Sebanyak 95 peserta berusia 3–11 tahun berkumpul untuk mengikuti kegiatan edukasi bertema “Save Orangutan”, hasil kolaborasi antara Komunitas Jejak Jenaka dan Centre for Orangutan Protection (COP).

Peserta dibagi menjadi tiga kelompok sesuai rentang usia, dan setiap kelompok bergiliran mengunjungi tiga pos edukasi yang disiapkan. Di Pos ‘Dongeng’, kami menceritakan tentang ukuran tubuh, makanan, ancaman, dan alasan mengapa orangutan perlu dilindungi. Lalu di Pos ‘Kreasi’, kami memandu peserta membuat rope ladder dari potongan kayu dan tali, yang nantinya akan dibawa ke BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) sebagai furnitur kandang. Sementara di Pos ‘Games’, tim bersama volunteer Jejak Jenaka mengajak
anak-anak bermain “pemburu dan penebang” serta puzzle mencocokkan hewan dilindungi dan tidak dilindungi berdasarkan pulau habitatnya. Maskot berupa kostum orangutan khas COP berkeliling sepanjang sesi, menambah keceriaan dan antusiasme peserta.

Meskipun sebagian besar peserta sangat antusias, beberapa anak tampak lebih tertarik berlarian di lapangan futsal yang luas dan bersih. Suara riuh dalam satu ruangan menjadi tantangan tersendiri bagi tim untuk menjaga fokus peserta. Setelah kurang lebih 3,5 jam penuh kegiatan seru, acara ditutup dengan pembagian doorprize. Tim kembali ke site dengan pengalaman baru dan semangat segar.

Kegiatan kolaborasi ini diharapkan menjadi bekal awal bagi peserta untuk mengenal dan berupaya melindungi orangutan serta habitatnya, sekaligus menjadi langkah awal kolaborasi positif antara COP dan berbagai komunitas peduli lingkungan lainnya. (ARA)

JAINUL ATAU JAHILNUL

Setiap individual orangutan memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Jainul orangutan yang sangat nyebelin luar biasa, ia selalu bertingkah yang membuat kita geleng-geleng kepala. Di sekolah hutan ia selalu jahil dengan keeper terutama keeper perempuan, karena tidak takut sama sekali dan tidak ada kapoknya untuk jahil. Kejahilan yang ia sering lakukan adalah menarik boots, menggigit kaki, mengejar-ngejar keeper, mengambil buku pengamatan dirinya maupun punya orangutan lain.

Di suatu hari sekolah hutan, Jainul memulai aksi jahilnya yang membuat kaki keeper cedera.
Janet: “Nov, awas ada Jainul di belakang.”
Keeper Novi langsung berdiri dan berlari menghindari Jainul, tak lama berlari, Novi pun terjatuh karena kakinya tergelincir di permukaan tanah yang tidak rata. “Bruk!”, Novi pun jatuh dan menangis.
Novi: “Aduh, kaki ku sakit banget huhuhuhu”.

Jainul duduk diam dan mengamati Novi, tapi setelah beberapa menit ia memulai aksi jahilnya kembali menggigit sepatu boots nya Novi, dan Janet berusaha menghalangi niat Jainul.
Janet: “Jainul, sudah itu! Kaki Novi lagi sakit.”

Tidak sampai di situ saja, kejahilan Jainul kepada keeper. Ia juga suka sekali kembali ke kandangnya, bukan karena untuk beristirahat melainkan untuk mengambil sisa pakan orangutan lain, yaitu Pingpong dan Husein. Ketika Jainul kembali ke kandang, ia mempunyai trik yang sangat ampuh agar bisa balik ke kandang. Tapi tenang semua keeper sudah hafal dengan triknya. Trik pertama, Jainul akan berpura-pura bermain dengan orangutan lainnya di tanah. Ia akan bermain beberapa menit agar mengalihkan fokus keeper yang membawanya ke sekolah hutan. Setelah keeper sedikit tidak memperhatikannya, ia kabur berlari dengan begitu cepat. Sesampainya di kandang, ia akan memakan sisa pakan Pingpong dan Husein.

Suatu ketika, Jainul kembali ke kandang. Ia tidak mau turun dan abai oleh panggilan Novi. Setelah Novi capek memanggilnya, Novi meminta tolong pada keeper yang lain atau biologis yang bernama Indah.
Novi: “Teh Indah, tolong bantu ambilkan Jainul. Dia gak mau sama aku.”
Indah: “Dimana Jainulnya, Nov?”
Novi: “Ini teh, di atas kandang mau ngobok-ngobok air tandon minum orangutan.”
Indah: “Ohhh, iya Nov. Aku ke situ.”
Setelah Indah datang, keduanya pun bekerja sama untuk menurunkan Jainul yang sudah tidak kondusif itu.
Indah: “Jainul, Inul… heee Inul sini turun.”
Sambil menyodorkan sepotong wortel kepada Jainul, tapi Jainul hanya abai dengan panggilan itu. Setelah beberapa menit, Jainul tergiur juga untuk mengambil wortelnya saja. Ia tak ingin kembali ke sekolah hutan, Ia menyerang Indah dengan menarik jilbab Indah dan menjambak rambutnya.
Indah: “Ya Allah, tolong guys. Aku diserang.”
Keeper Novi ingin membantu, hanya saja Ia ragu karena takut digigit dan diserang lagi oleh Jainul. Setelah 3 menitan, ia lepaskan Indah. Ia kembali lagi ke atas kandang. Sungguh sangat menyebalkan.

Suatu hari di sekolah hutan, Jainul sedang eksplorasi di cabang atau ranting pohon dengan ketinggian 6 meter. Dan… “krekkk… brukkk”.
Keterangan Foto, Nophy dengan Cinta, bukan Jainul.(NOP)

PERJUANGAN BAYI ORANGUTAN DI PUSAT REHABILITASI, SEHAT ITU PENTING

Rehabilitasi orangutan merupakan berjalan panjang yang dipenuhi berbagai macam tantangan. Orangutan yang hidup di pusat rehabilitasi tidak terlepas dari berbagai masalah kesehatan yang dipengaruhi berbagai macam faktor, seperti stres akibat perubahan lingkungan, kualitas pakan, paparan penyakit baru, serta sistem imun yang belum sempurna (terutama pada bayi) dapat membuat mereka rentan jatuh sakit.

Tim BORA selalu mengedepankan pendekatan menyeluruh. Setiap kasus ditangani melalui tahapan yang sistematis, anamnesis (pengumpulan riwayat kesehatan dan perawatan), observasi perilaku orangutan serta kondisi kandang, hingga pemeriksaan laboratorium bila diperlukan. Pendekatan ini penting untuk memastikan bahwa penanganan tidak hanya mengobati gejala, tetapi juga menyingkirkan kemungkinan penyebab yang lebih serius.

Salah satu kasus terjadi pada bulan Juli hingga September 2025 di Baby House BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) adalah diare. Beberapa bayi orangutan seperti Felix, Pansy, Harapi, dan Arto pada awalnya diduga adanya infeksi parasit seperti cacing atau mikroorganisme patogen lainnya. Namun, hasil pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya agen infeksi yang signifikan. Setelah evaluasi mendalam, faktor lingkungan terutama saat Sekolah Hutan diperkirakan sebagai pemicu utama. Sistem pencernaan bayi yang masih rentan membuat mereka lebih mudah terpengaruh oleh faktor eksternal lingkungan.

Selain kasus diare, pada periode yang sama juga ditemukan kasus flu pada Harapi. Gejala berupa bersin, pilek, dan gejala pernapasan lainnya teramati setelah perubahan cuaca yang cukup ekstrem, dari panas terik di siang hari hingga hujan deras di sore atau malam hari. Fluktuasi cuaca ini menjadi faktor pemicu utama yang melemahkan daya tahan tubuh bayi orangutan. Penanganan dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, isolasi untuk mencegah penularan ke orangutan lainnya, memberikan pakan bernutrisi tinggi, dan obat-obatan serta suplemen untuk mengurangi gejala serta meningkatkan daya tahan tubuh Harapi.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa perawatan orangutan di pusat rehabilitasi bukanlah hal yang sederhana. Kesehatan mereka sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan maupun pola asuh. Karena itu, dibutuhkan pengawasan ketat, evaluasi rutin, serta kerja sama erat antara dokter hewan, keeper, dan staf lapangan, logistik hingga administrasi. Setiap tantangan kesehatan yang ditemukan menjadi pembelajaran untuk memperbaiki standar perawatan. Harapannya, dengan pemantauan dan perbaikan berkelanjutan, orangutan dapat tumbuh sehat dan saat siap, kembali ke habitat alaminya. (TAL)

AWAL PERJALANAN BETI DI PUSAT REHABILITASI BORA

Awal Agustus yang lalu, pusat rehabilitasi BORA menyambut kedatangan satu individu orangutan eks-peliharaan ilegal. Beti, orangutan betina yang telah dipelihara sejak 2001, akhirnya diserahkan pemiliknya karena sudah menunjukkan perilaku liar dengan tenaga yang semakin kuat. Selama perjalanan panjang menuju pusat rehabilitasi, Beti di dampingin dokter hewan yang senantiasa memantau kondisi dan kesehatannya di dalam kandang angkut.

Ketika tiba di area karantina BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Beti diobservasi secara intens oleh perawat satwa, biologis, dan tim medis. Observasi perilaku dan kesehatan ini menjadi acuan penentuan diet, perawatan kesehatan, hingga penyesuaian kondisi kandang yang didasari lima prinsip kesejahteraan satwa. Namun ternyata, proses adaptasi Beti di lingkungan baru cukup fluktuatif dan sulit ditebak.

Dengan estimasi umur 25 tahun, Beti tidak memiliki perilaku umu layaknya orangutan liar seumurnya dan memiliki variasi pilihan pakan yang rendah. Ia belum mampu lokomosi arboreal seperti brakiasi di jalinan tali instalasi kandang. Postur ketika makan pun didominasi dengan duduk, telentang, dan tengkurap. Pemeliharaan ilegal yang sangat lama di kandang beton tertutup menyebabkan Beti tidak memiliki kesempatan untuk bergerak secara alami dan melatih kekuatan otot lengannya. Hal ini turut disertai dengan ragam aktivitasnya yang rendah selama di kandang.

Untuk menstimulasi aktivitas dan minat Beti terhadap berbagai jenis pakan, para staf yang bertugas di area karantina gemar memberikan berbagai macam pengayaan (enrichment) menggunakan bahan-bahan alam. Mulai dari berbagai jenis bunga, dedaunan, sarang rayap, hingga buah-buahan yang dimanipulasi secara visual. Ternyata Beti tertarik dengan bunga berwarna cerah seperti bandotan, eceng gondok, dan belimbing. Ia memperhatikan, mengonsumsi, dan membawa bunga-bunga itu sambil mengeksplorasi kandang. Palatabilitas Beti juga meningkat ketika menu pakannya dibentuk kubus. Berbagai buah, sayur, dan protein yang dipotong dadu akan dikonsumsi Beti dengan lahap, khususnya di sore hari. Ice block berisi potongan buah juga diberikan. Uniknya, Beti selalu menyimpan ice block di tempat yang sama dan baru mengonsumsi buahnya ketika es sudah mencair.

Pakan favorit Beti juga menjadi bahan dasar pembuatan food enrichment. Enrichment ini bertujuan mengenalkan variasi pakan alami, menstimulasi kemampuan mencari pakan, mengenalkan materi alami yang ada di habitat asli hingga menurunkan tingkat stres Beti selama fase karantina.

Rehabilitasi yang dijalani Beti akan panjang. Ada banyak keterampilan bertahan hidup yang harus ia kuasai sebelum rilis ke habitat aslinya. Perlu dukungan, dedikasi, dan inovasi dari seluruh pihak di pusat rehabilitasi untuk memberi Beti kesempatan baru di hidupnya. Dalam proses ini, Beti tidak belajar sendirian. Para staf yang menyertainya juga akan mempelajari hal-hal baru untuk mendukung proses rehabilitasi yang efektif. (FAR)

ORANGUTAN DI MATA MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN UNPAD

Balik ke satu tahun yang lalu, saya Azzahra Aziz, mahasiswa dari Program Studi Kedokteran Hewan, Universitas Padjadjaran pernah menjalani magang di Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA). Saat itu, saya bersama tiga teman lainnya mengikuti kepitan medis, namun tiap hari kami turut mengikuti kegiatan sekolah hutan bersama keeper dan babysitter. Kegiatan itu selalu saya ingat sampai setahun kemudian, dimana saya sudah ditahap membuat tugas akhir untuk kelulusan saya. Suatu hari, saya ditanya apa yang menjadi perhatian saya untuk dapat dijadikan penelitian sebagai tugas akhir oleh dosen saya. Tanpa berpikir panjang, saya menjawab bahwa perilaku anak orangutan sangat menarik, di antara banyaknya materi terkait kesehatan hewan yang saya dapatkan di bangku kuliah, namun perilaku merupakan sesuatu yang jarang dipelajari. Hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah karena orangutan memiliki korteks prefontal otak yang berkembang, sehingga mereka memiliki daya ingat yang baik. Hal ini yang membuat saya bertanya-tanya, “apakah mereka ingat saat hidup bersama dengan ibunya di hutan? Ingatkah akan hal-hal yang diajarkan ibunya untuk bertahan hidup jika sudah besar? Lalu, apakah mereka merasakan rasa sedih ketika mengingat pengalaman dimana mereka berpisah dengan ibu dan kehidupannya di hutan?”. Awalnya saya cukup ragu untuk mengangkat topik ini, mengingat topik tersebut bersinggungan pula dengan bidang biologi. Tapi atas dukungan orang tua, dosen, dan teman-teman saya, saya menjadi yakin untuk melanjutkannya.

Keesokan harinya, saya pun membawa orangutan yang bernama Mabel. Mabel memang menjadi orangutan pertama yang saya amati, dia senang bermain degan orangutan yang lebih besar seperti Jainul atau Ruby. Karena asik bermain di atas pohon, Mabel jadi sulit untuk dipanggil ketika sudah waktunya pulang. Selanjutnya, saya membawa Ochre yang dulunya, cukup sulit untuk bermain dengan siapa pun dan hanya mau duduk di dekat keeper. Sekarang, dia sudah bisa naik ke pohon yang tinggi dan seringkali didekati oleh orangutan yang lebih kecil untuk main. Kalau Cinta, dia senang untuk ekspor sendirian. Saat sudah sampai di lokasi sekolah hutan, Cinta tidak langsung mau untuk naik pohon dan hanya mau digendong. Selama pengamatan, saya belajar bahwa jika saya diam di satu tempat, perlahan dia berjalan menuju pohon dan memanjat sendiri. Menurut saya, Cinta sangat berkesan karena sering membuat sarang. Rasanya, tiap pohon di tempat sekolah ada satu sarang buatan Cinta. Bahkan, kalau Pansy membuat sarang, Cinta terlihat menambahkan ranting-ranting di sarang itu.

Selanjutnya saya mengamati orangutan di baby house. Ada Arto dan Harapi, dua nama orangutan yang tak terpisahkan. Seingat saya, waktu itu kandang mereka terlihat sangat luas karena tubuh mereka yang kecil. Sekarang, rasanya kandang itu menyusut dan terasa lebih hangat. Kedua orangutan tersebut memiliki sifat yang berbaring terbalik. Arto senang untuk menaiki pohon, mengikuti Pansy yang sama-sama senang eksplor. Seringkali Arto bermain dengan Aman, Jainul, atau Mabel yang lebih besar. Sebaliknya, Harapi menaiki pohon yang tidak terlalu tinggi. Dia senang mengajak main Felix yang masih sulit untuk jauh dari babysitter atau individual lain yang sedang tidak naik pohon. Dia pun senang mengamati orangutan yang lebih besar saat menyelesaikan enrichment. Menurut saya, anak orangutan dan anak manusia memiliki kesamaan yaitu setiap individunya memiliki pace belajar dan penerimaan yang berbeda-beda. Saya sendiri pun berusaha untuk tidak membanding-bandingkan diri saya dengan teman lain yang lebih bisa atau lebih mampu ketika belajar, karena semuanya ber-progres di jalur masing-masing jika didukung oleh orang-orang yang kita percayai. Mungkin saja hal yang sama berlaku pada anak-anak orangutan.

Jika ditanya siapa orangutan yang paling berkesan selama saya di BORA, rasanya agak sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut. Semuanya memiliki perilaku yang berbeda-beda, semuanya punya hal untuk disukai. Bagaimana Aman selalu semangat untuk sekolah dengan kondisinya, bagaimana Jainul selalu mengincar boots untuk digigit, bagaimana Astuti dengan senangnya memainkan air di dalam tandon saat saya sudah dalam keadaan panik dan tidak tahu cara membuat dia berhenti. Bahkan dari orangutan besar seperti Bagus yang sangat pintar menggunakan ranting sebagai alat, hingga orangutan kecil seperti Pansy yang terkadang tidak dapat teramati dengan jelas karena sangat tingginya dia menaiki pohon dan tidur di sarang buatan sendiri. Semua itu membuat saya selalu semangat untuk ikut kegiatan sekolah hutan. Saat mereka sedang bermain, penanyaan bagaimana hidup tanpa ibu selalu terlintas. Saya tidak bisa membayangkan bila hal yang sama terjadi pada saya. Satu hal yang pasti adalah, ada rasa senang yang akan terasa jika mereka sudah besar dan dapat dilepasliarkan nanti, memakan buah di hutan yang lebih besar dan bertemu hewan lain. Rasa tulus para babysitter, keeper, biologis, dan tenaga medis di pusat rehabilitasi ini bahkan dapat saya rasakan sebagai pendatang di sini. (Azzahra_orangufriends).

PERSAHABATAN ANTAR BAYI ORANGUTAN DI BORA

Suasana kembali ceria di babyhouse BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) sejak Harapi pulih dari sakit pada tangannya karena jatuh dari pohon. Kini ia sudah aktif lagi, bermain bersama kawan-kawannya, seolah tak pernah merasa lemah sebelumnya. Tingkah Harapi yang jenaka selalu mencuri perhatian para keeper lainnya. Ia pernah mengenakan tempurung kelapa di kepalanya seperti mengenakan hel atau topi, lalu berjalan dengan salah satu tangan memeluknya, dan ini mengundang tawa. Ada juga kebiasaannya menepuk-nepuk tanah dengan kedua tangan, seolah-olah sedang membuat irama musik hutan. Momen-momen lucu inilah yang membuat Harapi semakin dicintai oleh babysitter maupun keeper lainnya.

Suatu hari babysitter Anggita Putri Hariani atau yang sering dipanggil Gita harus membawa Harapi pulang lebih dulu dari sekolah hutan. Bukan karena sakit, melainkan karena Gita harus memberikan susu untuk Pansy dan Felix yang menunggu di baby house. Harapi mengikuti dengan tenang, meski orangutan lainnya masih sibuk sekolah hutan. Namun, kepergian Harapi rupanya meninggalkan kesan besan bagi Arto, sahabat karibnya. Babysitter Rara bercerita bahwa Arto tiba-tiba mengandang tangannya dan berjalan menuju jalur pulang. Seolah ia ingin segera menyusul Harapi yang sudah lebih dulu kembali. Rara mencoba membujuk dan membawa Arto kembali ke sekolah hutan, karena waktu belajar belum selesai. Akan tetapi, Arto tampak seperti mencari-cari sosok Harapi yang tak lagi ada di sana. Akhirnya, Arto menangis. Ia menolak bermain dan hanya ingin segera kembali ke babyhouse. Tangisan itu bukan karena lelah atau lapar, melainkan karena ia merasa kehilangan sahabatnya. Harapi yang biasanya selalu ada di sisinya kini pulang lebih dahulu, dan itu cukup membuat Arto sedih.

Bagi para babysitter, kejadian ini menjadi bukti betapa kuatnya ikatan emosional di antara bayi orangutan. Mereka bukan hanya teman bermain, melainkan juga sahabat sejati yang saling menguatkan. Kehadiran Harapi sangat berarti bagi Arto, begitu pula sebaliknya. Di baby house BORA, kisah sederhana ini mengajarkan bahwa persahabatan tak mengenal batas. Bahkan di dunia orangutan kecil, rasa sayang dan kebersamaan menjadi kunci untuk tumbuh sehat, ceria, dan penuh semangat. (GIT)

ORDO HYMENOPTERA SEBAGAI ANCAMAN ORANGUTAN

Serangga dapat menjadi salah satu potensi ancaman bagi orangutan yang seringkali tidak disadari. Dari banyaknya serangga, Hymenoptera (semut, lebah, dan tawon) menjadi ordo yang memiliki jenis serangga dengan sengat terbanyak. Beberapa spesies dalam ordo ini memiliki ovipositor (organ reproduksi betina) yang termodifikasi, yang juga dapat berfungsi sebagai penyengat. Mengingat pentingnya peran pulau pra-pelepasliran orangutan sebagai tempat orangutan berlatih untuk bertahan hidup, tim APE Defender melakukan identifikasi ancaman.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua metode, yaitu active capture dan pemasangan trap/perangkap. Metode active dilakukan dengan cara menjelajahi seluruh bagian pulau sembari menangkap serangga target dengan jaring. Sedangkan metode pemasangan perangkapnya dibuat seperti lubang dengan cairan alkohol, detergen dan air madu sebagai pemikat . Dan Bait traps yaitu perangkap yang dipasangkan di batang dan ranting pohon dengan pancingan berupa wet food kucing, air madu, dan alkohol. Pemasangan kedua perangkap dilakukan secara purposive sampling diktat dari potensi ditemukannya serangga seperti dekat gundukan tanah, lubang pohon dan pohon lapuk. Data-data yang diamati yaitu jenis serangga dari ordo Hymenoptera.

Hasilnya, 13 jenis serangga dari ordo Hymenoptera teridentifikasi. Hymenoptera yang ditemukan didominasi oleh genus Apidae dan vespidae. Kedua genus ini termasuk jais dengan sengat yang dapat membahayakan jika tersengat dalam jumlah besar.

Keberadaan serangga di dalam pulau dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kondisi lingkungan yang ada. Ketika pengambilan data, pohon Klenovia hospita dan Leea sp. Sedang berbunga, terdapat lebah genus Apidae yang beterbangan dis ekitarnya. Selain itu, juga ditemukan sarang tawon di tanah. Family vespidae, crabonidae dan halictidae menyukai tanah yang cenderung berpasir untuk membuat sarang.

Keberadaan ordo Hymenoptera memang dapat menjadi potensi ancaman bagi orangutan. Namun peran ordo ini sebagai polinator alami membantu proses penyerbukan tumbuhan yang ada di dalam pohon, sehingga dapat beregenerasi dan menjadi pakan bagi orangutan. (RRA)

EDUKASI KONSERVASI ORANGUTAN HADIR DI SMAN 5 SAMARINDA

Pada 23 September yang lalu, Tim APE Crusader bersama SKW 2 BKSDA Kalimantan Timur serta Orangufriends Samarinda melaksanakan kegiatan School Visit di SMAN 5 Samarinda. Tujuannya adalah untuk mengedukasi para pelajar mengenai pentingnya konservasi orangutan serta mengampanyekan upaya pelestarian satwa yang semakin terancam punah ini. Sebanyak 40 siswa hadir, ada tips untuk generasi muda mengambil peran menjaga kelestarian alam.
Menariknya, Orangufriends Samarinda yang merupakan relawan orangutan mengajak siswa bermain permainan edukatif. Aktivitas ini membuat pembelajaran terasa menyenangkan dan interaktif. Tawa dan semangat siswa memenuhi ruangan, menandakan pesan konservasi tersampaikan dengan cara yang hangat. Yang mengejutkan, beberapa siswa mengungkapkan ketertarikan mereka untuk terjun ke dunia konservasi. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa edukasi sejak dini dapat menumbuhkan kesadaran, rasa memiliki, serta keinginan untuk ikut berperan dalam menjaga lingkungan.
Melalui kegiatan ini, diharapkan kesadaran siswa SMAN 5 Samarinda akan semakin tumbuh bahwa menjaga orangutan berarti menjaga hutan dan kehidupan itu sendiri. Perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil, dan hari itu, langkah dimulai bersama APE Crusader. (WIB)

JEJAK ORANGUTAN DAN BERANG-BERANG DI MUARA SUNGAI MENYUK

Pada pertengahan September, tim APE Guardian COP melakukan patroli menuju salah satu ladang masyarakat. Ladang itu dilaporkan mengalami interaksi negatif dengan orangutan. Pemilik ladang menceritakan bahwa dua hari sebelumnya terdengar suara patahan ranting di sekitar lokasi, meskipun orangutan tidak terlihat langsung. Dari penelusuran ditemui ranting yang patah, “Sepertinya benar, ini bekas lintasan orangutan”, ujar Igo, ranger APE Guardian. Dedi menambahkan bahwa di tanah juga terlihat jejak yang kuat mengarah ke ladang. Meskipun orangutan tidak terlihat saat patroli, tapi temuan ini menjadi bukti bahwa satwa tersebut sempat melintas di sekitar area ladang.
Setelah melakukan pemeriksaan, tim melanjutkan kepitan dengan mencari pakis di sekitar hutan untuk dijadikan sayur. Suasana patroli hari itu cukup tenang, memberi kesempatan tim memanfaatkan hasil hutan secara sederhana sambil tetap menjaga kewaspadaan.
Keesokan harinya, tim melanjutkan patroli, kali ini menuju pondok milik Pak Nisa. Minggu sebelumnya, ladangnya sempat kedatangan orangutan, sehingga tim kembali melakukan pengecekan ulang. Perjalan ditempuh dengan menyusuri jalan setapak di hutan. Sesampainya di pondok, tim berbagi lokasi penyisiran. Dari pengamatan hari itu, tidak terlihat tanda baru, tidak ada jejak, tidak ada ranting patah, dan tidak ada tanda aktivitas orangutan. Situasi ladang terpantau aman.
Tim pun melanjutkan ke arah hilir Muara Sungai Menyuk. Di sana Dedi menemukan dua sarang orangutan di pepohonan tinggi. Belum bisa dipastikan individu mana yang membuat sarang itu. Tak jauh dari muara, tim berjumpa dengan segerombolan berang-berang. “Jarang-jarang kita bisa menyaksikan momen seperti ini”, ujar Angka Wijaya. Berang-berang Kalimantan yang biasanya dimasukkan dalam genus Lutra ini pun menambah keanekaragaman hayati Ekosistem Busang. (ENG)