RUBY… WAKTUNYA PULANG SEKOLAH!

“Ruby turun yuk…”
“Sudah selesai nih sekolahnya…”
Begitulah teriakan para keeper ketika memanggil Ruby untuk turun ketika waktu sekolah hutan selesai. Seperti biasa, kami tak datang dengan tangan kosong, buah-buan dan susu sudah siap sebagai pancingan.

Aku bersama 4 orang rekan keeper lainnya masih bertahan di sekitar kandang, menunggu dan mencoba berbagai cara agar Ruby turun. Tapi tak semudah itu. Hari semakin sore, sudah pukul 16.30 WITA dan Ruby tetap tidak menunjukkan tanda-tanda mau turun. Dari bawah, kami bisa melihatnya duduk santai di antara dahan, sesekali mengunyah daun atau mengelupas kulit kayu dengan tenang. Tak sedikit pun ia tertarik pada buah-buahan yang kami tawarkan, apalagi susu. Sesekali ia hanya melirik ke arah kami, lalu kembali sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Tapi kami tidak menyerah, kami terus mengikuti Ruby dan terus menyodorkan buah pancingan serta susu berharap Ruby akhirnya tertarik. Segala jenis pancingan dikeluarkan, kelapa, durian, pisang, bahkan susu yang biasanya jadi jurus pamungkas. Biasanya, anak-anak orangutan di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) langsung mau turun begitu melihat botol susu, tapi kali ini Ruby tetap bertahan di atas.

“Ruby… Ruby!”

Panggul kami sekali lagi, dan lagi-lagi Ruby hanya menengok sebentar dan kembali asik dengan aktivitasnya di atas pohon. Seperti sedang menguji kesabaran kami.

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA, waktunya aku sebagai babysitter bertugas memberikan susu sore untuk anak-anak orangutan, termasuk Ruby. Dede, salah satu keeper yang ikut pun mendapat ide, “bikinin aja susunya sekalian, siapa tahu kali ini dia mau”, katanya. Aku segera bergegas ke baby house, membuat susu, lalu kembali ke lokasi Ruby.

Tapi Ruby sudah berpindah lagi, kali ini ke belakang kandang karantina. Aku mengikutinya sendiri, sementara rekan-rekan keeper lainnya menunggu di kejauhan agar Ruby tak curiga.

Jujur, aku mulai pesimis. Ruby terlihat masih santai di atas, menikmati waktunya sendiri. Tapi tepat saat aku mulai berpikir bahwa ia benar-benar tak akan turun, terdengar suara gemerisik dari atas. Aku mendongak dan di sanalh Ruby, meluncur turun dengan lincah.

Ternyata susu tetaplah godaan yang tak bisa ditolak. Aku membiarkannya minum dulu sebelum akhirnya membawanya kembali ke kandang, dimana teman-teman keeper sudah menunggu. Semua terlihat kaget sekaligus lega karena akhirnya Ruby mau turun. (JAN)

FELIX MENGENAL ORANGUTAN LAINNYA

Sejak 13 Maret 2025, Felix resmi keluar dari masa karantina setelah hasil pemeriksaan kesehatannya menunjukkan kondisi yang baik. Ini berarti ia bisa bermain bersama orangutan lain di Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA). Proses perkenalannya dimulai dengan mendekatkannya ke kandang Arto dan Harapi. Sesuai dugaan, kedua sahabat itu langsung menjahili Felix, menarik-narik tubuhnya hingga ia semakin mendekap babysitter.

Beberapa hari kemudian, Felix akhirnya ditempatkan dalam kandang yang sama, keduanya pun terus mengusilinnya dengan menyentuh, memukul pelan, dan berguling-guling seolah bergulat. Felix pun tak tinggal diam, ia menyeringai dan mencoba menggigit mereka. Namun, ini justru semakin memancing Arto dan Harapi untuk terus bermain sampai Felix menangis dan mencari perlindungan pada babysitter. Awalnya, ia hanya disatukan beberapa jam sehari, tetapi pada hari kelima, Arto dan Harapi mulai kehilangan rasa penasarannya, membiarkan Felix lebih bebas. Bahkan, Felix berani merebut makanan mereka dan tak lagi menangis saat babysitter menjauh.

“Ya, kami memang sedang berusaha agar Felix bonding dengan orangutan lainnya. Kami berharap, Felix mengenal dan bisa belajar dari dua orangutan lainnya yang tidak terpaut jauh usia dengannya. Sebaliknya, Arto dan Harapi juga mau bermain dan berkembang bersama dengan Felix juga. Ikatan emosional ketiganya semoga bisa membantu tumbuh kembangnya.”, jelas Ara, babysitter BORA. “Bahkan setiap orangutan juga bonding dengan babysitter maupun animal keeper nya. Sehingga saat ada kejadian di luar kebiasaan, babysitter atau animal keeper itulah yang mendampingi orangutan tersebut”, tambahnya lagi. (ARA)

DARI LEMAH KEMBALI KUAT: PERJUANGAN FELIX SI BAYI ORANGUTAN

Bayi orangutan itu namanya Felix, dia datang ke Pusat Rehabilitasi BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) pada awal Januari lalu. Saat itu kondisi Felix tidak baik, banyak luka i jari dan kepalanya. Tubuhnya kecil dan lemas, ia hanya bisa tertidur dan banyak minum di gendongan babysitter. Bahkan ketika pengambilandarah untuk Medical Check-Up, Felix hanya diam tidak bereaksi saat jarum suntik untuk mengambil darah dimasukan ke lengannya. Setiap hari, dokter hewan dan paramedis mengunjunginya untuk membersihkan luka dan memberi obat. Banyak miligram obat yang ia telan, hingga babysitter dan tim medis perlu bergantian menjaganya sepanjang malam hingga esok pagi.

Sekarang Felix sudah semakin kuat. Suara tangisan yang kencang, minat makan yang akhirnya datang bahkan sekarang hampir semua pakan yang diberikan dimakan habis oleh Felix. Keinginannya untuk bermain dan eksplorasi juga semakin tinggi, beberapa kali Felix terlihat berusaha meraih gagang pintu atau benda-benda yang ada di sekitarnya. Genggaman kuatnya terlepas dari babysitter dan merangkak menjauh sekedar membayar rasa penasaran atau mengambil makanan.

Meski kini lebih kuat, Felix tetaplah bayi yang mencari kehangatan, yang masih lebih suka menempel pada babysitter dan ketika sudah menempel Felix akan sulit sekali dilepas meskipun sudah dipancing menggunakan makanan favoritnya, seperti pisang agar mau naik ke pohon. Ketika akhirnya harus melepaskan genggamannya, ia akan merengek dengan suara khasnya, seolah mengatakan bawa pelukan babysitter masih menjadi tempat ternyamannya. (JAN)

EDUKASI ORANGUTAN DI SEKOLAH BERSAMA APE CRUSADER

Para siswa memasang wajah penasaran atas kedatangan empat orang dengan atribut Centre for Orangutan Protection (COP) di pagi yang cerah. Semakin penasaran lagi ketika guru-guru memanggil mereka untuk berkumpul di lapangan SDN 010 Muara Wahau yang kemudian diarahkan untuk masuk kelas. Saat masuk, siswa mendapati tim APE Crusader sedang sibuk menyalakan proyektor, laptop, serta sound system. Mereka keheranan, lalu hal tersebut dipatahkan dengan sambutan hangat, “Halo semuanya, apa kabar?”. “Baik Kak”, sahut para siswa dengan nada antusias. “Di sini kakak mau cerita nih tentang hewan yang istimewa, kira-kira ada yang tahu gak, hewan apa yang bakal diceritain”, ucap Fedriansyah, kapten APE Crusader, salah satu tim di COP yang punya tanggung jawab menyelamatkan habitat orangutan.

Kunjungan edukasi di SDN 010 Muara Wahau, Kalimantan Timur ini dikemas dengan menarik. Tim sudah memperhitungkan betul, ketika cerita tentang orangutan beralih ke materi serius, para siswa mulai murung dan kurang fokus. Saat inilah, permainan tepuk orangutan diselipkan. “Memang tidak terbayangkan untuk menjadi seorang guru SD. Saya kira bekerja di konservasi ya berhadapan dengan alam saja, nyatanya edukasi apa yang kita kerjakan adalah usaha kita menyelamatkan orangutan dan habitatnya juga”, jelas Fedri.

Memasuki jam pelajaran kedua, biasanya 1 jam pelajaran itu 40 sampai 45 menit, para siswa memasang muka terkejut. Tidak disangka, ternyata ada orangutan yang mengetuk pintu kelas. Dengan riang gembira serta gelak tawa, para siswa menyambut kedatangan Otan yang membawa hadiah di tangannya. Para siswa diajak berbicara dengan Otan dan berfoto bersama di penghujung kegiatan. “Kakak-kakak kapan kembali? Aku ingin melihat si Otan lagi”, tanya salah satu siswa dengan wajah cemberut. “Ayo toss dulu sama kak. Sampai jumpa lagi ya!”, sembari melambaikan tangan ke siswa-siswa dengan perasaan bahagia. (AGU)

MARI BELAJAR DAN MENJELAJAH DI RIHAS RIMBO PANTI

“Pagi ku cerah… matahari bersinar”, lagu sepanjang masa ini pun terngiang-ngiang menyambut kedatangan 35 siswa SDIT Baitul Qur’an Panti di RIHAS (Ruang Informasi Harimau Sumatra). Penjelajahan akan sulit kalau dilakukan banyak orang, karena itu APE Protector (tim Centre for Orangutan Protection yang berada di Sumatra Barat) membaginya menjadi 4 kelompok. Halo Harimau, Badang, Singa, dan Monyet, keempat kelompok ini pun dibekali modul pembelajaran, alat pengamatan, serta kantong sampah untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Petualangan dimulai! Setiap kelompok menjelajahi jalur berbeda, mengamati alam, mencatat temuan, dan bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. Kelompok Singa bahkan meneriakkan yel-yel mereka, “Aummm!”, membuat suasana semakin seru. Di tengah perjalanan mereka menemukan berbagai keunikan alam seperti daun dengan bentuk aneh, serangga kecil yang sibuk bekerja, dan jejak kaki hewan yang misterius. Beberapa anak tertawa saat melihat serangga dari dekat menggunakan lup atau kaca pembesar, sementara yang lain sibuk menulis catatan di lembar kerja mereka.

Setelah petualangan selesai, semua kelompok kembali berkumpul di ruang edukasi. Sesi review dimulai, dan kuis pun diberikan untuk menguji ingatan mereka. Tangan-tangan kecil langsung terangkat, berebut menjawab dengan penuh semangat. Tepuk tangan dan gelak tawa memenuhi ruangan setiap kali ada jawaban yang benar. Hari itu berakhir dengan perasaan bangga dan bahagia. Mereka telah menjelajahi alam sekaligus belajar untuk peduli terhadap lingkungan. Sebelum pulang, seorang anak berbisik kepada temannya, “Seru banget! Besok kita ke sini lagi ya!”. (DIM)

WAKTU SEKOLAH HUTAN DIMAKSIMALKAN ORANGUTAN CINTA MENJELAJAH

Cinta adalah nama orangutan yang ada di Pusat Rehabilitasi BORA. Dia masih sangat kecil, namun memiliki kepintaran dalam usianya yang sekarang masih 3 tahun. Dia sudah bisa membuat sarang, ini sangat berbeda dengan orangutan yang lebih besar darinya di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance). Dia juga sangat aktif dalam beraktivitas di pohon seperti berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon yang lain dan mencari makan.

Cinta memiliki perilaku yang sangat manja ketika bersama dengan perawat satwa, dia juga suka menangis dan membalikkan kandang kecilnya ketika perawat satwa melewati kandangnya tanpa menyapanya. Dia terlihat kesal dan mencari perhatian. Sifat kekanak-katakannya tidak membuatnya bermalas-malasan untuk memanjat atau bermain bahkan di dalam kandang sekali pun. Cinta sering terlihat di hammock hingga tertidur.

Ketika berada di sekolah hutan, dia serta merta langsung memanjat pohon, mencari makan dan bermain meninggalkan perawat satwa nya dan orangutan yang sekandang dengannya yaitu Ochre. Kesempatan ini tidak disia-siakan olehnya untuk bergerak secara bebas dan memenuhi rasa penasarannya. Cinta juga akan mengikuti orangutan lainnya yang berada di atas seperti Eboni yang memang suka menjelajah. Tidak sekedar bermain bersama saja, tetapi lebih meningkatkan kemampuannya. Terlihat Cinta mencoba apa pun yang dilakukan Eboni.

Tubuhnya bisa saja kecil, usianya bisa saja masih sedikit, tapi kemampuan dan keinginannya terus berkembang. Kini Cinta menjadi contoh untuk orangutan seusianya. Semoga Cinta terus meningkatkan kemampuannya, hingga waktunya kembali ke habitatnya nanti. (FREN)

AWAL TAHUN 2025 PENUH HARAPAN UNTUK ORANGUTAN

Pagi itu, suasana Pusat Rehabilitasi BORA begitu berbeda. Ada semacam kegembiraan bercampur haru karena tiga orangutan yang telah menjalani rehabilitasi sekitar 8 tahunan akan segera lulus dari BORA. Bonti, Mary, dan Jojo, ketiganya siap untuk dilepasliarkan. Para keeper dan biologis yang turut mengamati perkembangan mereka dari kejauhan, juga turut senang dengan perkembangan mereka dalam mengasah hal-hal penting dalam bertahan hidup di alam bebas nantinya. Mulai dari mencari pakan alami, pemilihan cabang pohon untuk menjelajah, kemampuan bertahan hidup dengan minimnya campur tangan manusia di pulau pra-pelepasliaran orangutan hingga pembuatan sarang untuk beristirahat menjadi bukti kesiapan ketiganya untuk dilepasliarkan di Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat, Busang, Kutai Timur.

Namun ada satu kisah lain yang membuat pelepasliaran kali ini semakin istimewa. Paluy, orangutan jantan yang berhasil diselamatkan di sekitar pertambangan juga ikut dalam perjalanan ini. Paluy ditemukan dalam kondisi yang menyedihkan, tubuhnya kurus dengan salah satu matanya mengalami kebutaan. Tim medis Centre for Orangutan Protection (COP) bekerja keras memulihkan kondisinya, Paluy yang pernah kehilangan harapan akhirnya siap kembali ke rumahnya di alam.

Perjalanan menuju hutan pelepasliaran tidak mudah. Medan yang menantang, jarak yang jauh, serta perhatian penuh untuk memastikan kenyamanan para orangutan menjadi perioritas utama. Hingga tiba di titik pelepasliaran, semua kelelahan ini pun sirna. Jojo dengan perlahan memanjat pohon, Bonti yang sempat marah di dalam kandang dengan memukul-mukul kandangnya pun dengan gesit langsung menuju liana yang diincarnya, sementara Mary berjalan sesaat di tanah untuk menentukan pohon pertama yang akan dipanjatnya tanpa ragu. Ketika pintu kandang angkut Paluy dibuka, dia masih butuh dua menit kemudian untuk menyadari kebebasannya dan memanjat di ketinggian 15 meter untuk mengamati dan terus bergerak menghilang.

Uniknya, tidak lama setelah mereka menjelajahi rumah barunya, Jojo dan Mary ternyata saling menemukan jalan untuk bertemu satu sama lain. “Mary, kamu lihat itu? Kita sudah bebas menjelajah pepohonan luas ini”, bisik Jojo sambil bergelantungan di cabang pohon. Mary menoleh dan tersenyum penuh percaya diri,”Tentu saja, Jojo! Aku bahkan sudah mencoba memanjat pohon-pohon besar di sana”, jawab Mary dengan mata berbinar. Tim APE Guardian yang melakukan Post Release Monitoring (PRM) tersenyum melihat interaksi keduanya. Jojo dengan rambut indah berponi tampak menyembunyikan wajahnya di balik tubuh Mary. Mary, sang pemberani berdiri tegak dengan tatapan mata penuh percaya diri. Sementara itu, Bonti yang selalu penasaran mencoba meraih sesuatu di dekatnya dengan gerakan cepat, seperti anak kecil yang tak sabar bermain. Hari itu, keempatnya membawa harapan baru bagi kelestarian alam. (DIM)

ARTO INGIN KAMU IKUT BERMAIN

Whoosh whooshhh bruk! Tubuh Arto menyergap babysitter dari ketinggian. Belum selesai mengaduh, ia sudah kembali memanjat dan berayun untuk menjatuhkan kembali tubuhnya pada babysitter. Arto sedang sangat suka bermain-main.

Katanya, setiap anak yang berusia 2-3 tahun, terkenal dengan kenakalan dan keaktifannya dalam eksplorasi bermain. Orang-orang menyebutnya terrible two. Sepertinya, inilah fase yang sedang dialami Arto. Anak orangutan lincah yang tidak kenal takut ini punya segudang gebrakan perilaku yang membuat babysitter nya kewalahan.

Gerakannya yang cepat dan pasti membuat teman mainnya yaitu Harapi, terintimidasi. Arto berlari dan memanjat pohon dengan tergesa-gesa. Otaknya ingin berlari, namun tangan dan kakinya tertatih-tatih. Ia akan memanjat untuk menguji dahan pohon dan berayun kesana-kemari sambil menentukan target penjatuhan diri. Setelah terkunci, ini saatnya untuk suara ‘bruk!’ ‘bruk!’ yang diulang lagi.

“Arto nampak asik bermain sendiri, tapi tiba-tiba dalam waktu cepat sudah menghantam dan kabur lagi. Babysitter Janet menjadi salah satu targetnya”, ujar Nurazizah yang juga menjadi babysitter di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance). Lain halnya pada babysitter Rara yang menggunakan hijab, Arto kerap menarik dan ikut masuk menutupi kepalanya. Beberapa kali babysitter menegur anak aktif satu ini, namun tingkah usil Arto tidak pernah ada habisnya. (RAR)

TIGA ORANGUTAN LIAR PINDAH RUMAH YANG LEBIH AMAN

Rico, orangutan jantan dewasa dengan cheekpad yang tegas bersama induk dan anak orangutan bernama Siti dan Fajri sedang dalam perjalanan Bengalon ke Busang, Kalimantan Timur. Ketiganya akan ditranslokasi ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Tim APE Guardian langsung mempersiapkan kebutuhan pelepasliaran ketiganya. Perahu, logistik, dan koordinasi pun segera dilakukan, beruntung sekali komunikasi dengan camp yang ada di hulu menjadi lancar sejak adanya layanan internet satelit.

Wibawa Rico sebagai jantan dewasa terpancar dari cheekpad lebar dan tubuh kokoh berotot yang langsung terasa ketika tim mengangkat kandangnya. Kandang angkut menjadi lebih berat dari biasanya, usaha ekstra untuk membawanya ke titik pelepasliaran menjadi tantangan tersendiri untuk tim. Prihatin luar biasa dengan kondisi nya yang harus tergusur dari rumahnya. Di didi lain, orangutan Siti menunjukkan sisi keibuannya yang penuh perlindungan. Sejak awal pemindahan, ia tampak gelisah, mengawasi setiap gerakan manusia di sekitarnya dengan penuh kewaspadaan. Begitu terasa terancam, Siti mulai menggoyang-goyangkan kandang dengan keras, berusaha mengusir siapa pun yang mendekat. Lebih khawatir saat berada di perahu. Pemindahan ini memang penuh risiko, dan tim melakukan nya dengan sangat hati-hati.

Setelah tiga jam menyusuri sungai, tim tiba di titik pelepasliaran. Hutan lebat dengan pepohonan menjulang diharapkan cukup nyaman untuk ketiganya tinggal. Rico tidak membuang waktu lagi ketika kandangnya terbuka, dia dengan gesit, melesat keluar dan langsung memanjat pohon tertinggi, memamerkan ketangkasan dan kekuatannya. Dari atas dia mengamati sekeliling, memastikan bahwa tempat ini aman sebelum benar-benar beradaptasi.

Sementara Siti lebih berhati-hati. Ia terlebih dahulu mengendus udara, memastikan tidak ada ancaman, sebelum akhirnya membawa Fajri naik ke pohon besar di dekatnya. Dengan gerakan sigap, ia memilih cabang yang kuat untuk beristirahat, seakan memberi pesan bahwa di sinilah ia akan membesarkan anaknya dengan aman. Dalam hitungan menit ketiganya sudah menghilang di balik rimbanya dedaunan, kembali menjadi bagian dari alam. Hari itu, ketiganya mendapatkan kembali kebebasannya, membawa harapan baru bagi kelangsungan hidup orangutan liar di masa depan. (DIM)

FELIX TERBEBAS DARI SERAMNYA MINUM OBAT

Pada 15 Januari malam, Felix sedikit bingung karena Rara, babysitter yang menjaganya hanya membawa air minum hangat dan termometer. Sedikit lebih malam, Rara hanya memberi susu lalu mengukur suhu tubuh Felix. Malam itu, Felix menunggu barangkali serangan obat harus ia antisipasi. Tapi Rara tak datang lagi, hingga ia tertidur. Begitupun tiga hari kemudiannya, babysitter Janet tidak terlihat melayangkan obat apapun.

Felix datang ke Pusat Rehabilitasi BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) dua minggu yang lalu. Badannya penuh luka, sehingga ia lewati hari dengan demam mencapai 40 derajat Celsius. Saat itu badannya lemas, ia hanya tertidur dan banyak minum di gendongan babysitter. Seluruh sudut tempat rehabilitasi ini sangat asing untuknya dan ia harus beradaptasi sambil merasakan panas tubuhnya yang meningkat.

Setiap hari, dokter hewan dan paramedis mengunjunginya untuk membersihkan luka dan memberi obat. Termometer tembak sering sekali mendarat di permukaan tubuhnya. Setiap hari juga, anusnya dideteksi suhu dan selalu menunjukkan angka yang membuat semua orang khawatir. Banyak miligram obat yang ia telan, hingga babysitter dan tim medis perlu bergantian menjaganya sepanjang malam hingga esok pagi.

Usaha untuk sembuhnya kuat, sekarang tenaganya sudah lebih terisi. Tangisan yang kencang, minat makan yang akhirnya datang, hingga insiden memanjat tiang karena merasa sendirian menjadi indikator Felix semakin membaik. Keinginannya untuk bermain dan eksplorasi juga semakin tinggi. Sesekali, genggaman kuatnya terlepas dari babysitter dan merangkak menjauh sekedar membayar rasa penasaran atau mengambil makanan. Meskipun pengobatannya sudah selesai, ia masih tetap dalam observasi karena suhu tubuh yang belum stabil. Penyembuhan luka di kepala dan tangannya tetap menjadi prioritas, berharap demam karena pengaruh imun tidak akan menghampiri lagi. (RAR)