SUNGAI KELAY BANJIR, PULAU ORANGUTAN WASPADA

Sejak 6 Mei, Sungai Kelay terus naik. Tim APE Defender COP yang bertugas di pos pantau pulau pra rilis orangutan dalam status waspada. Tambatan perahu bolak-balik dicek karena pengalaman buruk yang pernah terjadi, keesokan harinya perahu sudah tak tertambat lagi dan hanyut tak berbekas. Pola naiknya air sungai perlahan namun terus-menerus dan menenggelamkan pulau orangutan. Arus yang deras juga membuat tim sangat mengkhawatirkan kondisi ketiga kandidat orangutan rilis. Tim harus memastikan, orangutan berada di pohon yang aman. 

Patroli sore sebagai waktu akhir di hari itu untuk memastikan orangutan berada pada posisi yang aman. “Sore ini kondisi air semakin naik, setelah patroli, orangutan yang berada di pulau semuanya aman. Posisi semuanya berada di atas pohon”, begitu isi pesan Whatsapp Lio, animal keeper yang bertugas di pos monitoring.

Selang dua hari kemudian, peringatan banjir muncul dari satu kampung ke kampung yang lain sepanjang sungai Kelay. “Pagi hari, kampung di hulu sungai sudah terendam, banjir akan tiba di bagian hilir mungkin di siang hari”, berikut informasi dari gembala Long Sului sebagai peringatan semua penghuni sepanjang aliran sungai. 

Lio pun memastikan kembali keberadaan orangutan pagi itu, “Siap, kondisi orangutan semuanya aman dan posisi orangutan sekarang di atas pohon. Namun orangutan Memo masih saja berada di tempat biasa dan tidak mau berpindah tempat”. Tak lama kemudian, foto-foto kondisi Kampung Merasa yang terendam banjir pun beredar. Tak terkecuali, pos pantau BORA . 

DOKTER HEWAN MASUK KAMPUNG MERASA

Dokter hewan masuk kampung, begitulah tim APE Defender menyempatkan diri untuk mengabdi pada masyarakat sekitar. Dari satu rumah ke pintu rumah lainnya dihampiri tim yang menjalankan satu-satunya pusat rehabilitasi orangutan di Berau, Kalimantan Timur. Edukasi penanganan hewan peliharaan tak luput dari obrolan singkat dengan harapan tak ada lagi zoonosis yang meluas.

Hari pertama, tim menemukan kasus cacingan pada 3 hewan peliharaan, 2 anjing mengalami infeksi ektoparasit sementara yang lainnya diberikan vitamin. Kasus cacingan dan ektoparasit memang kasus yang biasa dijumpai. infeksi yang disebabkan caplak hidup di permukaan kulit hewan kemudian menghisap darah induk semang melalui darah perifer yang berada di bawah kulit. Anjing jadi lebih sering menggaruk bagian terhisap dan menyebabkan infeksi semakin meluas karena luka yang disebabkan garukan.

Hari berikutnya tim medis kembali berkeliling dari satu RT ke RT berikutnya di kampung Merasa, Labanan, Kalimantan Timur. Penanganan kasus scabiosis, demodekosis, pengobatan luka dan pemberian vitamin pada 18 hewan peliharaan. Tim juga mengingatkan pemilik hewan agar membawa kembali satwanya untuk dilakukan pengulangan pengobatan 2 minggu kemudian. Sampai jumpa lagi akhir bulan… (ELI)

ARSITEK ALAM YANG HEBAT, ORANGUTAN

Hewan yang membuat sarang di pohon itu tidak hanya burung. Orangutan juga membuat sarang di atas pohon dan mereka adalah arsitek alam yang hebat. Mereka tidak sembarang menumpuk daun dan ranting untuk membangun tempat tidur yang nyaman. Pertama-tama, mereka akan mencari batang pohon yang cukup kooh sebagai lokasi membuat sarang. Kemudian mereka akan menekuk dan menganyam ranting-ranting yang kuat untuk bagian dasar sarang mereka. Lalu mereka akan membuat lapisan kedua sebagai alas tidur yang lebih empuk. Lapisan tersebut terbuat dari tumpukan daun dan ranting-ranting yang lebih kecil. Hebat ya? Eits, tidak hanya sampai di situ. Mereka bisa lebih kreatif lagi dalam membangun sarang. Terkadang mereka membuat selimut dan bantal dari daun agar tidur lebih nyaman. Ada juga orangutan yang melengkapi sarangnya dengan atap dari daun untuk menghalau hujan atau sinar matahari.

Pada awal bulan April lalu, COP Borneo mengundang FORINA (Forum Orangutan Indonesia) untuk menghitung populasi orangutan melalui sarang. Seluruh Biologist COP termasuk Foresternya mempraktekkan metode tersebut di kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) yang menjadi habitat orangutan sekaligus menjadi kawasan rilis beberapa orangutan rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Jarak dan koordinat pendataan ditentukan melalui perhitungan dan aplikasi agar survei lebih efektif dan hasilnya lebih akurat. Selain belajar melakukan pendataan sarang dengan metode yang disebut line transect, tim juga belajar mendata pohon pakan di sekitar sarang yang ditemui. Kemampuan untuk mendata sarang dan buah pakan ini dibutuhkan untuk memperkirakan kepadatan populasi orangutan di suatu kawasan dan mengukur apakah kawasan tersebut dapat dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan dari pusat rehabilitasi BORA.

Di sekolah hutan BORA, saat orangutan membuat sarang menjadi salah satu aktivitas yang harus dicatat. Kemampuan membuat sarang sangat diperlukan untuk orangutan bertahan hidup di hutan sehingga menjadi salah satu indikator penentu apakah orangutan sudah siap dilepasliarkan. Ada beberapa murid sekolah hutan yang telah membuat sarang seperti Devi, Bagus, Happi, Bonti bahkan Septi. Walaupun ada yang membuat sarang di tanah bukan di atas pohon sebagaimana mestinya. Perkembangan ini sangatlah baik dan menggembirakan. Sama seperti keberhasilan anak manusia melangkah untuk pertama kalinya saat belajar jalan. Seiring waktu dan semakin sering berlatih, orangutan akan semakin pintar. Semoga kemampuat siswa sekolah hutan BORA terus berkembang! (NAD)

AWAS ADA JOJO

“Aaa Ayo lari!”, suara Indah berhasil membangun alarm panikku dan Gavrila yang hari itu membawa orangutan Jojo, Jainul, Bagus, dan Astuti ke sekolah hutan. Aku yang sedang fokus menghindari gigitan orangutan Jainul seketika refleks berlari menjauhi suara Indah tanpa melihat ke belakang. Jainul yang ada dalam gendonganku pun ikut panik dan bingung hingga ia berhenti menggigit dan terdiam. Di belakangku, Gav sempoyongan menggendong Astuti sambil berseru, Tungguuu! Jangan tinggalin aku”, begitulah kehebohan yang ditimbulkan Jojo hari itu saat sesi sekolah hutan. Membawa orangutan Jojo bersekolah hutan memang jadi teror tersendiri. Jojo sudah terkenal usil dan nakal, terutama pada keeper baru atau keeper perempuan. Belum ada dua bulan menjadi keeper, aku sudah kena jambak hingga rambutku lepas segenggam. Jas hujanku juga pernah ditariknya hingga compang-camping saat membersihkan kandang di hari hujan.

Akhirnya setelah berlari, aku, Gav, dan Indah berhasil menjauh dari Jojo. Ketika kutengok ke belakang, Jojo memandangi kami di tanah. Mungkin ia juga heran melihat tingkah manusia yang tiba-tiba berlarian, padahal ia hanya diam saja. Hari itu memang kami sedikit lebih waspada pada Jojo. Karena ia baru saja merebut dan mematahkan pensil dan pulpen yang kami gunakan untuk mencatat perilaku murid sekolah hutan. Butuh waktu yang lama, berbagai trik, serta kesabaran agar kami mendapatkan kembali alat tulis kami. “Lio! Jojonya nih”, aku berteriak memanggil Lio, keeper lama yang bertugas mencatat aktivitas Jojo di sekolah hutan. Jojo hanya takut dan menuruti keeper laki-laki yang berbadan besar. Karena itu setiap sekolah hutan, biasanya keeper tertentu yang dipilih untuk membawa Jojo. Akhirnya setelah Lio datang dan menggandeng Jojo, kami kembali ke kandang dan memasukkan mereka ke dalamnya.

Saat kembali ke lokasi camp untuk beristirahat, kami menceritakan kembali kehebohan Jojo di sekolah hutan tadi. Setelah itu kami saling mengingat-ingat kelakuan nakal Jojo yang pernah ia lakukan. “Ih aku dulu pernah kerudung aku ditarik ama si Jojo. Terus dimain-mainkan ampe robek mah sama dia. Diludahin juga pernah aku mah sama dia”, ujar Indah. Kami tertawa-tawa mendengar kesialannya. “Inget nggak Nad, waktu itu kan kita pernah juga dilemparin tai sama dia pas bersih kandang?”, tanya Gav. Aku mengangguk sembari mengingat masa-masa awal menjadi keeper dan dibuat terkejut dengan kelakuan orangutan Jojo. Ya begitulah kenakalan Jojo. Kalau ada Jojo, selalu ada kejadian mengenaskan yang berubah menjadi lucu ketika diceritakan. Kenakalannya seperti kenakalan anak manusia yang membutuhkan kesabaran dan pengertian dalam menghadapinya. Tetapi meski kami sering dinakali, kami tetap berharap agar Jojo semakin pintar bersekolah hutan dan semakin acuh pada manusia agar cepat lulus. Doakan Jojo ya! (NAD)

BEASISWA UNTUK MAHASISWA UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2023

Untuk kamu yang berstatus mahasiswa aktif S1 semester 2 prodi Kehutanan Fakultas Kehutanan atau prodi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman bisa mengajukan EBOCS (East Borneo Orangutan Caring Scholarship) 2023. “Kalau dua tahun sebelumnya, EBOCS hanya untuk mahasiswa Fakultas Kehutanan, tapi tahun ini mahasiswa FMIPA dipersilahkan mendaftar juga”, jelas Oktaviana dari Centre for Orangutan Protection yang mengelola beasiswa EBOCS dengan dukungan Orang Utan Republik Foundation (OURF). Beasiswa ini diberikan kepada mahasiswa yang peduli dan memiliki komitmen terhadap konservasi orangutan dan habitatnya.

Beberapa kualifikasi seperti kesediaan calon penerima beasiswa untuk mengikuti kegiatan COP yaitu edukasi, patroli, penelitian, pendampingan masyarakat hingga kampanye dengan IPK terakhir minimal 3,00. Kesediaan calon penerima untuk melakukan penelitian dengan subjek Orangutan dan habitatnya.serta memiliki KTP Kalimantan Timur akan menjadi nilai tersendiri dalam seleksi EBOCS.

Persyaratan umum administrasi seperti KTP, Kartu Keluarga, KTM, Surat keterangan aktif sebagai mahasiswa Fahutan atau FMIPA Unmul serta mengisi formulir pendaftaran dan surat pernyataan (silahkan hubungi Erlina Yustika, S. Hut untuk jurusan Kehutanan di 08575447248 atau Dr. Nova Hariani, M. Si di 082119026626 untuk jurusan Biologi) dan khusus seperti membuat tulisan esai minimal 750 kata yang menyakinkan agar calon peserta berhak dan layak mendapatkan beasiswa tersebut. Ditambah 1000 kata dalam bentuk esai tentang “Protect the Orangutan and Beyond”. Pengumpulan berkas persyaratan mulai tanggal 27 April sampai 18 Mei 2023. Seleksi akan dilakukan secara bertahap mulai 19 Mei hingga 5 Juni 2023. Pengumuman penerima beasiswa pada 7 Juni 2023. “Tunggu apa lagi? Segera lengkapi berkas dan bergabunglah menjadi Orangufriends Samarinda”, ajak Okta lagi. (FER)

PEMERIKSAAN INFESTASI DI BORA

Pemeriksaan feses pada orangutan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) secara berkala dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya infestasi parasit pada saluran pencernaan pada orangutan. Pemeriksaan feses ini menggunakan metode natif yaitu metode yang digunakan untuk pemeriksaan kualitatif. Dari hasil pemeriksaan kali ini didapatkan adanya infestasi telur cacing Trichuris sp, telur cacing tipe Strongyloides dan tipe Strongyloid.

Hal ini bisa terjadi karena infeksi cacing yang berasal dari pakan yang kurang bersih, bisa dari air untuk mencuci pakan sehingga dapat terjadinya penularan parasit pencernaan. Infeksi parasit juga bisa terjadi saat orangutan bermain di tanah saat sekolah hutan juga.

Berdasarkan observasi, orangutan yang fesesnya terdapat telur cacing tidak menunjukkan gejala kecacingan karena infeksi parasit pencernaan yang sangat rendah. Selanjutnya akan dilakukan deworming (pemberian obat cacing) pada setiap individu orangutan dan menjaga kebersihan kandang, mencuci buah dan sayur sebelum diberikan kepada orangutan.

Bagaimana dengan perawat satwanya? Tentu saja ikut minum obat cacing secara berkala. (TER)

PAGARI PANTI SELATAN SIAP LINDUNGI HARIMAU

Hari ketiga pelatihan dan pembentukan PAGARI (Patroli Anak Nagari) Panti Selatan, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat diisi praktek simulasi patroli dan simulasi konflik Harimau Sumatra. Tim langsung dibagi dua grup kecil dengan materi yang sama yaitu mengidentifikasi temuan jejak, feses, jerat, dan pertemuan warga yang berprilaku negatif (memasang jebak dan mengambil kayu). Materi terakhir menjadi sangat menarik karena ternyata berkomunikasi memang ada seninya.

Semangat tim PAGARI mengikuti pelatihan di tengah-tengah bulan Ramadhan patut diacungi jempol. Semuanya serius apalagi saat latihan penggunaan aplikasi avenza maps dan pratek pemasangan kamera trap.

Hari terakhir pelatihan ini pun ditutup Wali Nagari Panti Selatan dengan harapan tim PAGARI yang sudah dibekali materi dasar penanganan konflik satwa liar bisa terus didampingi dan terus mendapatkan pembekalan untuk kesiapsiagaan terhadap konflik satwa liar. Konflik bisa terjadi kapan saja dengan kondisi yang tidak pernah kita perkirakan. Tapi pelatihan tiga hari ini akan jadi bekal menuju Nagari Ramah Harimau. (DAN)

PEMBENTUKAN PATROLI ANAK NAGARI PANTI SELATAN

Hari pertama Pelatihan dan Pembentukan PAGARI (Patroli Anak Nagari) untuk wilayah Nagari Panti Selatan, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat dimulai dengan pembukaan acara yang dipimpin oleh Kepala BKSDA Resort Pasaman, Bapak Ade Putra yang juga sebagai pembina PAGARI di Sumatra Barat. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa pembentukan PAGARI di Panti Selatan ini merupakan tim PAGARI keenam di Sumatera Barat dan yang kedua di Kabupaten Pasaman.

Kepala Nagari Panti Selatan, Didi Al Amin menceritakan perjumpaan dengan harimau sumatra di ladang dan membuat resah warga di Nagari Panti Selatan bermula akhir tahun 2022 hingga awal tahun 2023. Centre for Orangutan Protection bersama aparatur Nagari Panti Selatan terus bertemu dan berdiskusi hingga ada solusi yang bisa dikerjakan bersama, yaitu pembentukan PAGARI yang memang merupakan program BKSDA Sumbar. Inilah pelatihan yang berlangsung tiga hari kedepan yang akan kita jalani bersama.

Dua hari diawal adalah teori dan sehari terakhir praktek simulasi konflik dirancang bersama-sama antara BKSDA Sumbar, COP, dan Sintas Indonesia. Materi tentang bagaimana perilaku harimau sumatra, sebaran, dan bagaimana mengetahui jejaknya akan disampaikan oleh SINTAS Indonesia. Sedangkan untuk peraturan dan perundang-undangan, birokrasi dan metode patroli disampaikan oleh tim BKSDA Sumatera Barat. (DAN)

PERUT ORANGUTAN SEPTI KEMBUNG (LAGI)

“Dung… dung… dung…”
Tata menepuk perlahan perut Septi yang pagi itu tidak beranjak sedikit pun dari hammock.
“Kembung lagi nih”, jawab Tata ketika kutanya ada apa dengan Septi. Ini baru kali kedua aku bertemu Septi dan di perjumpaan pertama kami, Septi sungguh berbeda. Ia sangat aktif dan bahkan sempat membuatku shock di hari pertamaku menjadi perawat satwa. Pada hari itu, ketika dokter Elis hendak mengeluarkan Mabel, bayi orangutan yang tinggal satu kandang dengan Septi, justru Septi yang bersemangat keluar kandang.

“Nanti dulu Septi! Astaga ini belom waktunya sekolah hutan”, uyar dokter Elis sambal menahan pintu kandang. Ia langsung berguling-guling di tanah, memanjat pohon durian di depan klinik yang belum terlalu besar hingga hampir roboh, dan menggulingkan tiang permainan untuk anak orangutan yang tentu saja tidak bisa menahan berat tubuh Septi yang besar. Bujukan susu, madu, dan buah tidak berhasil. Ia justru mengejar dan menggigit sepatu dokter Elis dan paramedis Tata, mengajak mereka berdua bermain. Saat itu aku hanya berani berdiam di pojokan dan untungnya Septi sepertinya belum merasa kenal denganku dan tidak mengajakku bermain.

Benar-benar berbeda dengan hari ini, ia terlihat malas dan lemas sekali. Buah-buahan kesukaannya justru dikerubungi lebah-lebah yang berisik dan Septi tidak meliriknya sama sekali. Ia malah menutupi wajahnya dengan selimut. Sulit mengajaknya keluar kandang untuk berjemur. Berkali-kali ia kembali menaiki hammock dan menutup kepalanya dengan selimut seperti enggan terkena matahari.
Ternyata, ii bukan kali pertama Septi mengalami perut kembung. Ini sudah seperti penyakit kambuhan bagi Septi selama bertahun-tahun. Ia memang didiagnosa memiliki pencernaan yang sensitif. Septi pernah menjalani pemeriksaan x-ray oleh tim medis BORA. “Banyak kemungkinan faktornya sih, Nad. Bisa karena perubahan suhu dan kelembaban. Kan lagi sering hujan”, jelas dokter Elis. “Bisa juga karena perubahan pakan. Pencernaannya sangat sensitif”, tambah dokter Yudi.

“Lalu jika penyakit Septi ini sudah bertahun-tahun dan masih sering kambuh, bagaimana ya kalau dia dilepasliarkan di hutan?’, aku bertanya lagi.
“Aku yakin Septi masih bisa rilis sih. Tapi dia harus belajar cari cara supaya tubuhnya tetap hangat di cuaca dingin. Misal dengan membuat sarang yang lebih tebal. Pasti bisa deh”, dok Yudi menjelaskan dengan optimis.

Untuk sementara waktu, Septi diberikan terapi berupa jus buah-buahan yang dimasukkan dalam botol, dibaluri minyak penghangat, dan diajak keluar kandang ketika cuaca cerah. Sayangnya, beberapa hari terakhir ini cuaca di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) hujan sepanjang hari. Untuk menyiasati hal itu, Septi diberikan sinar infra merah yang dapat menghangatkan tubuhnya. Ini jadi pekerjaan yang cukup berat untuk para keeper karena Septi enggan bergerak dan harus dipaksa.
Doakan Septi agar cepat sembuh dan aktif kembali ya! (NAD)

BERUK, SI PENGUASA KAMERA JEBAK

Ketika kamera jebak terpasang di dalam hutan, hewan apakah yang akan selalu terdokumentasi? Beruk! Tak terkecuali, kamera jebak yang dipasang di KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Labanan, Berau, Kalimantan Timur. “Primata jenis ini memang luar biasa sekali, tak jarang foto yang dihasilkan sangat bagus. Padahal kita mengharapkan satwa liar lainnya yang dapat didokumentasikan dengan baik. Seperti kelasi, kucing hutan, atau jenis burung-burung yang langka endemik Kalimantan. Apa boleh buat”, ujar Raffi Akbar saat memindahkan data dari kamera jebak ke laptopnya.

Pemasangan kamera jebak yang diletakkan di lokasi Sekolah Hutan 3 BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) menghasilkan foto yang tidak disangka-sangka. Begitulah sensasi dari kamera jebak. Pemasang harus sabar melihat hasilnya dengan waktu tertentu, seminggu bahkan bisa berbulan-bulan. Kali ini tim APE Defender memasangnya selama 1 minggu.

Burung sempidan-biru kalimantan (Lophura ignita), si unggas dengan jambulnya yang khas ini memiliki status Rentan oleh IUCN. Populasinya mengalami penurunan drastis karena kehilangan habitat fragmentasi akibat kebakaran dan penebangan hutan komersial. Selain dia, tim juga berhasil mengidentifikasi kancil (Tragulus kanchil) dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis). “Kalau dipasang lebih lama apakah akan lebih banyak yang terdokumentasikan?”. (RAF)