SENAPAN ANGIN: MENGANCAM SATWA DAN MANUSIA

Sekali lagi kematian akibat penyalahgunaan senapan angin di daerah Magelang, Jawa Tengah. Pada Senin, 15 Juni 2020, seorang pemburu tewas tertembak temannya sendiri yang saat itu sedang bersama-sama berburu musang. Saat menyebar untuk mencari musang pelaku salah menduga korban yang berada cukup jauh darinya adalah seekor musang. Kemudian ia pun melepaskan tembakan dan melukai temannya hingga akhirnya tak dapat diselamatkan. https://jogja.tribunnews.com/2020/06/16/seorang-warga-magelang-tewas-tertembak-temannya-sendiri-saat-berburu-musang Penggunaan senapan angin ini pun diketahui tidak disertai ijin.

Memang sampai saat ini kasus penyalahgunaan senjata atau senapan angin masih terus terjadi. Seperti contohnya teror penembakan senapan angin di Yogyakarta pada akhir tahun 2019 lalu sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Padahal sudah jelas ada peraturan yang mengatur bahwa penggunaan senapan angin sangatlah dibatasi terutama untuk urusan berburu.

Pengurus Besar (PB) Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin) juga telah mengeluarkan surat edaran nomor 257/Sekjen/PB/III/2018 perihal Penggunaan Senapan Angin. Dalam surat ini dijelaskan bahwa senapan angin hanya boleh digunakan dalam latihan dan pertandingan dan bukan untuk berburu, melukai atau membunuh binatang.

“Namun memang surat edaran ini sepertinya belum cukup mempan untuk menyadarkan masyarakat yang terbiasa menggunakan senapan angin. Selain karena pengawasan yang sulit dilakukan juga karena akses masyarakat terhadap senapan angin masih tergolong mudah. Berbagai jenis senapan angin bahkan masih dijual bebas secara online. Belum lagi senapan rakitan ilegal, juga banyak beredar.”, kata Liany Suwito, juru kampanye Teror Senapan Angin COP dengan prihatin.

“PB Perbakin seharusnya bisa menindak tegas anggotanya yang melanggar dan terus memberikan edukasi penggunaan senapan yang tepat.”, kritik Liany lagi. “Selain itu, pengawasan lebih ketat mengenai ijin jual beli ataupun kepemilikan senjata juga harus dilakukan Kepolisian Republik Indonesia. Jangan hanya Perkap atau Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga jadi pemanis dalam hukum Indonesia”, tambahnya. “Mari kita hentikan jatuhnya korban penyalahgunaan senapan angin baik itu manusia ataupun satwa liar.”. (LIA)

HARIMAU MINANGKU SAYANG, HARIMAU MINANGKU MALANG

Masyarakat Minangkabau (yang mendiami hampir seluruh wilayah di Sumatera Barat), biasa menyebut diri mereka dengan sebutan “Orang Minang” yang masih memegang teguh dan menjalankan hidup sesuai dengan adat istiadat yang jadi warisan leluhur. Terutama dalam hal mengelola dan menjaga sumber daya alam mereka nan kaya. Terjaganya pengetahuan lokal, tak heran bila “Orang Minang” sering mengaku memiliki kawasan hutan yang cukup terjaga dengan segala bentuk kehidupan di dalamnya. Mengaku punya kearifan lokal terkait konservasi tentang bagaimana menjaga hutan dan bagaimana hidup selaras dengan satwa serta bagaimana memperlakukan mereka, khususnya pada harimau. Banyak sekali cerita rakyat terkait harimau yang dimiliki masyarakat Minang di tanah Minangkabau.

Tapi kemudian, terjadilah hal yang mengherankan… harimau muncul, keluar dari habitatnya dan berkonflik dengan manusia. Dan sialnya, harimau selalu ada di pihak yang salah. Padahal harimau itu “indak manga-manga” (nggak ngapa-ngapain). Cuma numpang lewat, sekedar cari makan. Kebetulan “tapirogok” (kepergok) dengan manusia yang sedang melakukan aktifitas berladang, disebutlah harimau telah “menghadang” manusia. Itu yang selalu dipakai masyarakat sebagai alasan. Si “Raja Hutan ditangkap kemudian dibuang ke rimba yang antah berantah karena dianggap meresahkan, mengancam dan menggangu warga.

Sebelum kasus kemunculan harimau di Nagari Gantuang Ciri kabupaten Solok yang akhirnya harus ditangkap ini, pernah ada juga kemunculan harimau di Padang. Tepatnya di sekitar bukit karst yang jadi lokasi tambang Semen Padang. Tapi berhasil dihalau untuk kembali ke habitatnya, dan tidak ada korban dari kedua belah pihak. Sebelumnya lagi, sekitar April 2018 telah terjadi hal serupa. Harimau muncul di pemukiman warga di Nagari Palupuah kabupaten Agam, dan sempat memangsa ternak warga. Setelah melalui beberapa tahapan penanganan oleh BKSDA Sumbar, harimau pun akhirnya ditangkap dan dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) milik Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD). Meski kini harimau yang diberi nama Sopi Rantang itu akhirnya bisa dilepasliarkan ke kawasan Suaka Marga Satwa Rimbang Baling (perbatasan Sumba-Riau), tapi peristiwa penangkapan itu sempat jadi sesalan masyarakat Palupuah. Mereka merasa bersalah. Karena setelah melihat secara langsung harimau yang telah ditangkap, ternyata harimau itu bukan “Penjaga kampung” mereka. Ya, itulah yang dipercaya masyarakat Minang di Sumatera Barat. Bagi mereka, harimau tak sekedar penghuni rimba belantara ereka yang terjaga, tetapi adalah jelmaan leluhur mereka. Setelah dua tahun berlalu, kembali terjadi konflik yang sama di Sumatera Barat. Kali ini terjadi di Nagari Gantuang Ciri kecamatan Kubung, kabupaten Solok. Dimana yang jadi korban konflik, lagi-lagi adalah harimau. Sehingga harimau harus ditangkap dan dievakuasi dari habitatnya.

“Dari konflik yang kembali terjadi ini, ada hal yang tak (mau) dipahami oleh pihak-pihak yang berkonflik. Si harimau sebenarnya mau minta tolong sama manusia karena akibat aktifitas perburuan yang dilakukan manusia melukai anak-anak mereka, induk mereka… membuat mereka terancam. Ini semua terjadi untuk ke sekian kalinya di Minangkabau (Sumatera Barat).”, ujar Novi Rovika, Orangufriends Sumatera Barat dengan kecewa. “Ini menegaskan kalau sepertinya sudah tak ada lagi penghargaan “masyarakat adat Minang” terhadap pengetahuan leluhurnya terkait “Alam Takambang Jadi Guru”.”, tambahnya lagi. Pemerintah nagari yang menjadi representasi dari masyarakat adat Minang mampukah melindungi harimau? atau memang tak mau? (NOVI_Orangufriends)

HALO AMAN… APAKAH KAMU AMAN?

Apakabar orangutan yang baru diselamatkan dari Kutai Timur, Kalimantan Timur? Bayi orangutan jantan yang seharusnya masih bersama induknya ini, tak seharusnya lepas dari pelukan induknya. Bayi yang sedang aktif-aktifnya belajar dari induknya ini tak seharusnya hanya mengenal pisang sebagai makanannya. Dan tak seharusnya pula berteman dengan ayam dan terbatas ruang geraknya  dalam kandang berukuran 1,5 x 1 meter beralaskan tanah.

Aman begitu nama yang diberikan padanya. Terimakasih atas pemberian nama penuh harapan ini dan donasi yang memungkinkan tim APE Defender menjemputnya dan saat ini menjalani masa karantinanya yang mungkin lebih lama dari biasanya karena pandemi COVID-19. 

“Saat ini, Aman akan di karantina. Dia berada di kandang tersendiri yang berada di klinik COP Borneo. Selama masa karantina ini, kami akan mengamati prilaku nya. Hanya satu orang perawat satwa yang bertugas merawat Aman. Ini untuk meminimalisir kontak dengan banyak orang karena kami belum tahu sejarah kesehatannya. Selanjutnya kami akan mengambil sampel darahnya dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Semoga Aman bisa menjalani masa karantina ini dan hasil medisnya baik sehingga bisa melanjutkan rehabilitasi di COP Borneo.”, penjelasan drh. Flora Felisitas.

drh. Flora juga menyampaikan kondisi tidak sempurna pada jari-jari orangutan Aman. Jari-jari yang terpotong  pada kedua tangannya kemungkinan besar akan menghambat perkembangannya. Tapi yang menjadi konsentrasi kami adalah, Aman merasa aman dahulu. 

LOMBA POSTER ORANGUTAN

Tema: Anti Kepemilikan Ilegal Satwa Liar

Kepemilikan satwa liar dilindungi masih menjadi salah satu penyebab utama berkurangnya populasi satwa liar di alam. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa satwa liar memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sedangkan memelihara satwa liar memiliki banyak resiko seperti penularan penyakit atau zoonosis.

Selain itu, banyak yang masih belum menyadari adanya peraturan yang melarang masyarakat untuk memiliki, menyimpan dan memperjualbelikan satwa-satwa liar dilindungi. Maka dari itu perlu adanya sosialisasi dan penyadartahuan lebih lanjut kepada masyarakat untuk berperan aktif melestarikan satwa liar di habitatnya.

Salah satu caranya melalui media publikasi seperti poster. 1000 poster rencananya akan dicetak dan disebar oleh tim COP di berbagai lokasi di Kalimantan Timur. Ini bertujuan untuk mengedukasi dan mendorong masyarakat dalam melindungi satwa-satwa liar yang ada dan melaporkan bila ada kejahatan yang muncul di sekitar mereka. 

Jadi kami sangat menantikan karya kalian… Mari kita semua bekerja sama untuk melindungi satwa-satwa liar di Indonesia. (LIA)

KANDANG BAYI ORANGUTAN TERTIMPA POHON TUMBANG

Pohon dengan diameter lebih setengah meter jatuh menimpa kandang orangutan. Ada sepuluh orangutan yang berada dalam blok kandang sosialisasi. Pohon merusak dua dari empat kandang yang ada. Pagi ini, para perawat satwa yang bertugas sangat terkejut, sesaat mereka meletakkan keranjang buah yang dibawa dan susu yang seharusnya diberikan untuk orangutan-orangutan di blok ini. Berlari ke kandang dan memeriksa kondisi orangutan. Kandang dua telah kosong… tak ada satu orangutan pun di dalamnya. Keempat orangutan kabur.

Subuh sekitar jam 05.00 WITA, Linau, salah seorang perawat satwa mendengar suara pohon tumbang. “Suara pohon tumbang yang sangat keras dan dekat sekali dengan camp.”, begitu ceritanya. Tapi Linau tak menyangka, pohon tumbang itu mengenai kandang orangutan karena tiga bulan yang lalu, telah dilakukan pembersihan cabang pohon yang kemungkinan bisa jatuh dan mengenai bagunan di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. 

Widi Nursanti, manajer COP Borneo segera mengecek kerusakan yang terjadi. “Pohon tumbang ini telah merusak kandang orangutan jantan yang masih kecil. Kandang dua ini berisi orangutan Happi, Owi, Berani dan Annie. Ada lubang, kemungkinan keempatnya keluar lewat situ.”. Widi pun segera menginstruksi pencarian keempat orangutan jantan ini. “Paling gak, mereka baik-baik saja, tidak tertimpa. Semoga tidak terlalu jauh perginya.”, ujarnya lagi.

Tak jauh dari kandang, Berani yang biasanya lebih banyak menghabiskan waktu sekolah hutannya di bawah, berjalan mendekati perawat satwa. Tak jauh dari Berani terlihat Annie dan Owi. Sementara Happi juga tidak memanjat pohon terlalu tinggi seperti yang biasa ia lakukan. “Keempatnya terlihat ketakutan.”, kata Widi dengan sedih.

Widi memegang tangan Berani, mengajaknya masuk ke kandang karantina yang berada tak jauh dari blok kandang sosialisasi. Kandang dua tak mungkin ditempati, harus segera diperbaiki berikut atapnya yang hancur. Keempat orangutan jantan saat ini telah berada di kandang karantina. Seluruh perawat satwa segera menyelesaikan pekerjaan memberi makanan pagi berikut susunya dan membersihkan lantai kandang dari kotoran. Setelah itu, segera membersihkan pohon yang tumbang. Hari ini akan jadi hari yang berat. “Semoga trauma orangutan dapat segera pulih.”.

JOKO THE SMART CHALLENGER

October, 8th 2011 marks the date of Joko’s first meeting with the staff at Yogyakarta Wildlife Rescue Centre (WRC). Joko is one of the Bornean orangutans who was confiscated by the Central Java Nature Conservation Agency from a restaurant in the city of Solo with Ucokwati.

Weighs around 90 kg, making Joko the largest male orangutan among the other 6 orangutans in WRC. And at WRC, Joko is known by the animal keepers and volunteers as a very active and intelligent orangutans.

He is always exited every time he was given the enrichment. He can finish the enrichment easily and faster than the others. For example, when the keeper gave him coconut. With his great strength, he could easily break the coconut. Even once, he had also tried to break his cage lock using the stone that he got from breaking his own cage wall.

That is one form of intelligence owned by orangutans. Same as humans, they are animals that are quick to adapt and fast to learn. They can use resources around them to solve problems. So this time, it’s the animal keeper and volunteers turn to think harder, what kind of enrichment that can challenge Joko’s intelligence and strength? (LIA)

JOKO SI PENANTANG CERDAS

8 Oktober 2011 menjadi tanggal pertemuan pertama Joko dengan para staf di Wildlife Rescue Centre (WRC) Yogyakarta. Joko adalah salah satu orangutan Kalimantan yang disita oleh BKSDA Jawa Tengah dari sebuah restoran di kota Solo bersama Ucokwati.

Memiliki berat badan sekitar 90kg, menjadikan Joko sebagai orangutan jantan terbesar diantara 6 orangutan lainnya yang ada di WRC. Dan di WRC sendiri hingga sekarang Joko dikenal oleh para keeper dan volunteer sebagai orangutan yang sangat aktif dan pintar. 

Ia selalu bersemangat ketika diberikan enrichment dan dengan mudah serta cepat bisa menyelesaikannya. Contohnya saja ketika diberi enrichment kelapa. Dengan kekuatannya yang besar, kelapa dengan mudah bisa ia pecahkan. Bahkan ternyata saking kuat dan pintarnya, ia juga pernah menjebol gembok kandang menggunakan batu yang ia dapatkan dari menjebol dinding kandangnya sendiri.

Itulah salah satu bentuk kecerdasan yang dimiliki orangutan. Hampir sama dengan manusia, mereka adalah satwa yang cukup cepat beradaptasi dan bisa memecahkan masalah menggunakan hal-hal atau benda yang ada di sekitar mereka. Jadi kali ini giliran para keeper dan volunteer nih yang harus berpikir keras, enrichment apa lagi ya yang bisa menantang kecerdasan dan kekuatan Joko? (LIA)

 

SUDAH LIMA HARI BAYI DARI KUTAI TIMUR DI COP BORNEO

Bayi orangutan jantan yang baru diselamatkan dari Kutai Timur, Kalimantan Timur saat ini berada di kandang karantina klinik COP Borneo. Penyelamatan bayi orangutan di tengah pandemi COVID-19 tak lepas dari protokol kesehatan selama pandemi, terutama karena orangutan diselamatkan dari kepemilikan ilegal. 

Jevri adalah perawat satwa yang diberi kepercayaan dokter hewan COP Borneo untuk merawat bayi ini. Hanya Jevri yang diperbolehkan ke kandang yang dikelilingi terpal untuk meminimalisir gangguan. Jevri pun berinisiatif untuk mencari daun-daun dan ranting yang kemudian diberikan pada orangutan tersebut. “Ternyata, bayi orangutan ini cukup lihai menata daun di hammocknya. Sepertinya dia tahu cara membuat sarang.”, ujar Jevri setelah mengamatinya selama lima hari ini. 

Pemberian pakan pada bayi orangutan yang baru datang ini pun sama, yaitu sebanyak dua kali, pagi dan sore hari masing-masing sepersepuluh berat badannya. Saat buah-buahan diberikan di tempat pakannya, bayi ini segera mengambil buah pisang. “Pisang menjadi buah pertama yang selalu diambil dan dimakannya.”, kata Jevri lagi. Uniknya, bayi orangutan ini baru akan makan setelah menata daun-daun di hammocknya. “Dia juga sangat suka memakan kambium dari ranting-ranting yang diberikan.”, tambah Jevri. 

Terimakasih Jevri… titip si kecil ya… semoga dia bisa melalui masa karantina ini dengan baik. (WET)

REST IN PEACE REINHARD BEHREND, THE RAINFOREST RESCUE FOUNDER

Berita duka cita datang dari LSM Jerman yaitu Rainforest Rescue. Pendiri organisasi Rettet den Regenwald e.V (Penyelamatan Hutan Hujan) meninggal dunia pada 5 Juni 2020 https://www.rainforest-rescue.org/news/9742/rest-in-peace-rainforest-rescue-founder-reinhard-behrend tepat di peringatan Hari Lingkungan Sedunia setelah melalui perjuangan panjang melawan kanker. 

Centre for Orangutan Protection mengucapkan turut berduka dan kehilangan pada sosok Reinhard dengan organisasinya yang telah mendukung COP di tahun-tahun pertamanya berdiri. “Semangat Reinhard Behrend akan terus hidup untuk hutan hujan Kalimantan. Semoga keluarga yang ditinggalkan tetap tabah dan semangat. Terimakasih Reinhard.”, kata Daniek Hendarto, direktur operasional COP.

Tim APE Crusader adalah tim yang berada di garis depan untuk penyelamatan satwa liar khususnya orangutan dan habitat merupakan tim yang didukung oleh Rettet den Regenwald e.V.  Kendaraan double cabin pertama tim APE Crusader berwarna hitam dari organisasi ini telah hilir mudik melalui garis khatulistiwa Kalimantan untuk menyelamatkan orangutan dan mendokumentasikan deforestrasi yang terjadi di Kalimantan Tengah dan Barat. Sekalipun mobil itu sudah berganti dengan kru yang berganti juga, tapi semangat untuk terus menyelamatkan orangutan dan habitatnya tidak pernah berubah. Begitulah semangat.

SECERCAH HARAPAN BAGI TRENGGILING

COP sangat mengapresiasi keputusan pemerintah Cina yang akhirnya mengeluarkan sisik trenggiling dari daftar bahan obat-obatan tradisional. Hal Ini merupakan tindak lanjut dari keputusan diangkatnya status perlindungan trenggiling menjadi yang tertinggi di tingkat nasional. Serta membuahkan secercah harapan bagi trenggiling yang selama ini selalu menjadi korban.

Sebelumnya kita mengetahui bahwa trenggiling adalah salah satu spesies satwa liar yang paling sering diperjualbelikan dan diselundupkan. Meski statusnya sudah sejak lama dilindungi dan kritis terancam punah, trenggiling tetap masih menjadi satwa yang digemari untuk dijadikan obat-obatan. Selain karena dipercaya memiliki banyak manfaat juga karena mereka adalah satwa yang relatif mudah untuk ditangkap.

Laporan dari Wildife Justice Commission (Februari 2020) juga menemukan bahwa selama 2016-2019, diestimasikan 206,4 ton sisik trenggiling disita dari 52 kasus penangkapan. Lebih dari 14.000 ekor trenggiling disita di perbatasan Asia. Kemudian sebanyak 27 negara dan daerah terlibat dalam penyeludupan dimana enam diantaranya terhubung dalam 94% dari total hasil penyitaan. 

Di Indonesia sendiri, trenggiling dapat ditemukan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Mereka sering diburu pada pergantian musim hujan ke musim kemarau. Meski sudah diatur dalam UU No. 5 tahun 1990 sebagai satwa dilindungi, perdagangan dan penyeludupan masih terus terjadi. Baik berupa bagian tubuh seperti sisik ataupun dalam keadaan utuh mati ataupun hidup.

“Maka ketika Cina memutuskan untuk mengeluarkan trenggiling dari daftar resmi bahan obat-obatan, Indonesia pun seharusnya juga bisa mengambil langkah yang lebih serius.”, ujar Liany Suwito, juru bicara Centre for Orangutan Protection. “Pandemi COVID-19 telah memberi kesempatan luas untuk satwa liar hidup di alam dan berperan secara alamiah. COP mendukung penuh pemerintah untuk melakukan penegakkan hukum bagi pelanggar Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.”, tegasnya kembali. (LIA)

BAHU-MEMBAHU UNTUK 7 ORANGUTAN WRC

Ada 135 kg buah yang diantar ke Wildlife Rescue Center Yogya siang ini. O iya, itu belum termasuk hasil panen jambu air dari tempat usaha salah satu relawan Orangutan di Yogyakarta (Gib-Gib Calzone) kemarin. “Lumayan ketarik nih otot-otot tangan dan paha. Sudah lama sekali tidak memanjat pohon.”, ujar Nanda sambil tertawa.

Center for Orangutan Protection bersama IFAW membantu WRC Yogya di tengah pandemi COVID-19. Dana Operasional WRC Yogya biasanya diperoleh dari program relawan berbayar. Namun selama pandemi, program ini terhenti. Sementara tujuh orangutan yang ada tetap harus makan.

Tak hanya bantuan pakan orangutan, obat-obatan dan vitamin pun secara berkala diberikan. Tim APE Warrior juga membawa masker 2 kotak, sarung tangan medis 2 kotak dan desinfektan 1 liter. Untuk kamu yang prihatin pada kondisi ini, bisa langsung menghubungi camp APE Warrior yang berada di Gondanglegi, Sleman, Yogya. Atau bisa hubungi info@orangutanprotection.com