STOP PASANG JERAT!

Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat keragaman hayati yang tinggi, berbagai macam flora dan fauna endemik yang khas dapat ditemui. Kekayaan alamnya banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat pedalaman untuk menjadikannya sebagai tumpuan hidup. Namun masih banyak masyarakat yng memanfaatkannya dengan tidak bertanggung jawab, salah satunya perdagangan satwa liar yang mana MABES POLRI mencatat pada pekan ke-27 tahun 2020 tingkat kriminalisasi tertinggi ke-3 adalah penggelapan termasuk penggelapan satwa dilindungi.

Tingginya nilai jual bagian tubuh satwa liar menyebabkan besarnya ancaman terhadap satwa liar. Dampak yang terjadi karena meningkatnya perdagangan satwa liar adalah perburuan. Berbagai cara dilakukan agar mendapat satwa incaran. Salah satunya dengan memasang jerat. Jerat masih menjadi cara lain yang digunakan untuk berburu satwa karena mudah didapat dan dimodifikasi. Jerat lebih berbahaya karena tidak memiliki target spesifik. Satwa apapun bisa menjadi korban. Pada awal bulan September lalu, satu Harimau Sumatera di kabupaten Siak, Riau ditemukan mati dengan kondiri leher terjerat tali kawat baja. Selain hutan, Taman Nasional juga menjadi incaran pemburu. Dalam surat siaran yang dikeluarkan KLHK 12 September 2020, tim Gabungan Ditjen Gakkum adan Balai TN Bukit Tiga Puluh menemukan dan mengamankan 24 jerat yang dipasang pemburu untuk menangkap satwa dilindungi di dalam kawasan TN Bukit Tiga Puluh. Operasi pembersihan jerat ini dilakukan sejak 27 Agustus sampai 7 September 2020.

Memasang jerat termasuk dalam kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar dilindungi melanggar pasal 21 ayat (2) huruf a jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukum pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp 100 juta. #JeratJahat (Netu_Orangufriends)

KERJA SUKARELA UNTUK SATWA LIAR DI JOGJA

Di tengah pandemi COVID-19 yang tak kunjung reda, ada satu sisi pekerjaan yang tidak mungkin dilewatkan begitu saja. Bekerja sukarela untuk satwa liar yang terpaksa hidup di dalam kandang. Angel, relawan orangutan yang secara berkala meluangkan waktunya membantu tim APE Warrior COP, kali ini berkesempatan menjadi perawat satwa di Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja selama dua hari. Tentu saja tidak sendirian, dia bersama Jogi dan Santini.

Pagi ini, kandang-kandang burung elang, nuri dan kakatua akan dibersihkan. Lalu, si predator tingkat tinggi itu pun diberi pakan berupa kadal dan mencit. “Seram loh, lihat betapa cepatnya elang menyambar kadal hidup yang disediakan untuk makanannya.”. Tapi para relawan yang tergabung di Orangufriends ini tanpa ragu mengerjakan satu per satu tugas hari pertama ini. Tak lupa memberikan enrichment untuk orangutan berupa batang pisang.

Setelah makan siang, pekerjaan lainnya pun menanti. Potong-memotong buah membuat enrichment es buah untuk primata kecil seperti owa dan siamang. Tentu saja ketujuh orangutan yang berada di sana juga mendapatkan es buah itu. “Cara buatnya, mudah saja. Setelah berbagai macam buah dipotong dadu, masukkan ke dalam gelas bekas, beri air dan masukkan ke dalam lemari es. Tunggu beberapa saat, dan berikan ke orangutan. Aku aja pengen koq.”, ujar Oktaviani Safitri, salah satu staf COP yang ikut mendampingi para relawan.

Santini, mahasiswa yang kebetulan sedang tidak ada jadwal kuliah berharap, bisa mengikuti kegiatan seperti ini lagi. “Ini pengalaman baru.”, ujarnya. Sementara Jogi melihat sisi lain dari satwa liar, “Prihatin, apalagi orangutan-orangutan dewasa yang terlihat stres dan satwa liar lainnya yang harus hidup di kandang.”. Bagaimana pun, satwa liar sesungguhnya lebih baik hidup di alam. (LIA)

MENGAPA TERJADI KEKERASAN TERHADAP SATWA?

Sejak dahulu hingga kini, tindakan penyiksaan dan kekejaman terhadap satwa masih terus terjadi, baik yang disengaja (Intentional Animal Torture and Cruelty/IATC) maupun yang tidak disengaja. Sasaran tindakannya pun beragam. Mulai dari satwa yang sering ditemukan di pemukiman maupun satwa yang dilindungi. September 2017, Centre for Orangutan Protection menemukan empat tengkorak orangutan yang terpisah, salah satunya di atas pohon.

Bulan lalu, 11 Agustus 2020 BKSDA Jawa Timur dan Perhutani dikejutkan temuan mayat lutung jawa yang berada di kawasan hutan lindung di atas dusun Perinci, kecamatan Dau, kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada awalnya, mayat satwa tersebut ditemukan dalam kondisi hanya tinggal kepala dan kulit badannya. Sehari setelahnya, ketika tim gabungan kembali melakukan investigasi, mayat satwa tersebut sudah tidak serupa lagi, hanya tinggal kedua tangan yang digantung di pohon cemara. Hal tersebut sangat mengejutkan dan menimbulkan tanda tanya besat bagi tim penyidik.

Jika ditinjau dari kasus yang selama ini terjadi, alasan seseorang melakukan tindak kekerasan diantaranya seperti ritual pengorbanan keagamaan, faktor ekonomi, keisengan atau kesenangan semata, pelampiasan emosional dan yang terakhir adakah masalah kejiwaan. Sebagian besar penelitian psikologi dan kriminologi menunjukkan bahwa orang-orang yang tega berbuat sadir seperti itu kemungkinan besar memiliki trauma pada masa lalu seperti pelecehan, kebrutalan dan pengabaian yang dilkaukan oleh orangtua atau orang-orang di sekitarnya yang kemudian dilampiaskan kepada pihak yang tidak berdaya, dalam hal ini adalah satwa. Perilaku tersebut juga data menjadi hasil perilaku meniru (modeling) orang-orang di sekitarnya yang menikmati perasaan berkuasa atas hewan yang mereka sakiti, tanpa turut menderita secara emosional (terkait empati)1) . Pelaku melakukan hal tersebut terhadap satwa karena mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan di satu sisi, masih sering dipandang sebelah mata oleh pihak penegak hukum sehingga dianggap tidak separah kasus kekerasan yang dilakukan terhadap sesama manusia.

IATC merupakan salah satu perilaku dalam tiga sifat teori psikologi yang sering disebut sebagai ’The Dark Triad’. Tiga sifat dalam teori tersebut adalah psikopati (kurang rasa empati), machiavellianisme (fokus pada keuntungan pribadi) dan narsisme (kebanggaan egosentrik). Hasil penelitian psikolog Phillip. S. Kavanagh, et al (2013) yang mengasosiasikan teori The Dark Triad dengan prilaku kekerasan terhadap satwa3) . Dalam penelitiannya, psikopati menjadi sifat yang dikaitkan dengan perilaku sengaja membunuh satwa liar tanpa alasan yang baik dan dengan sengaja melukai atau menyiksanya untuk menyebabkan rasa sakit.

Psikopati memang erat hubungannya dengan empati yang dimiliki seseorang. Empati merupakan satu bagian dari faktor hubungan interpersonal yang berpengaruh pada aspek penalaran moral agar dapat memahami dan merasakan apa yang dirasakan individu lain. Semakin tinggi empati yang dimiliki oleh seseorang, maka akan semakin rendah kecenderungan orang tersebut untuk melakukan kekerasan terhadap individu lain. Untuk itu, pendidikan ‘sikap proanimal’ memang perlu diterapkan sejak dini agar anak-anak dapat belajar untuk peduli terhadap satwa dan turut serta menjaganya. Meningkatkan empati terhadap satwa juga dipercaya akan meningkatkan empati pada manusia lain, sehingga kekerasan terhadap satwa maupun manusia dapat dicegah. (Amandha_Orangufriends)

Sumber:
1) Arkow, P. (2019). The “Dark Side” of the Human-Animal Bond. In &. C. Lori Kogan, Clinician’s Guide to Treating Companion Animal Issues: Adressing Human-Animal Interaction. Nikki Levy.
2) Kavanagh, P. S., Signal, T. D., & Taylor, N. (2013). The Dark Triad and Animal Cruelty: Dark personalities, dark attitudes, and dark behaviors. Personality and Individual Differences, 55(6), 666-670.

BEDU DAN TEGAN DAPAT ENRICHMENT BATANG PISANG

Kamis, 10 September 2020, Zain, Angel, Rakyan dan San yang tergabung di Orangufriends (kelompok relawan orangutan) membantu Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja membuat enrichment untuk beruang madu.

Enrichment kali ini menggunakan batang pohon pisang, buah-buahan dan madu serta selai kacang. Potongan buah diselipkan atau dimasukan ke batang pisang yang sudah dilubangi. Kemudian ditambahkan madu juga selai kacang untuk menambah rasa dan bau ke batang pisang. Lalu lubang ditutup kembali dengan potongan batang pisang.

“Kami sempat kesulitan untuk melubangi batang pisang dan membawa batang pisang ke area kandang beruang yang terletak di area bawah. Namun karena gotong royong semua dapat dierjakan dengan baik.”, ujar Liany Suwito, manajer program konservasi eksitu Centre for Orangutan Protection.

Bedu menyambut enrichment dengan semangat, ia segera menghampiri batang pisang dan membuka lubang dengan cakarnya yang besar. Ia juga menggunakan kekuatan gigitannya untuk memecah batang piang. Sementara Tegan terlihat ragu-ragu dan awas. Mungkin karena melihat kami, muka-mukaasing bagi dirinya. Maka setelah kami sedikit menjauh dari area kandang, Tegan keluar secara perlahan dan memberanikan diri menghampiri batang pisang. Terimakasih Orangufriends Jogja… (LIA)

DUA MINGGU PEMBANGUNAN SUMATRA RESCUE ALLIANCE

Tidak terasa sudah dua minggu berjalannya pembangunan Sumatra Rescue Alliance. Hari ini, pembangunan berjalan lancar meski pagi tadi sempat hujan dan membikin semua dari kami khawatir. Hujan berarti tak bekerja, tak ada batu yang terpasang, tak ada tanah yang digali dan tak ada langsiran material karena debit sungai bertambah.

Hampir seluruh dinding sudah tersusun setinggi tiga meter. Rangka besi untuk atas kamar mandi yang akan digunakan untuk tempat penampungan air juga sudah dirangkai. Besok akan dilanjutkan dengan pengecoran. Sekali lagi penuh harapan, alam berpihak pada kami, semoga pengerjaan berjalan lancar.

Sumatra Rescue Alliance adalah pusat penyelamatan satwa di Sumatera Utara. Konflik satwa dengan masyarakat mendorong pendiri dua organisasi orangutan berkomitmen untuk menyelamatkan orangutan Sumatera dan primata endemik Sumatera. Centre for Orangutan Protection bersama Orangutan Information Center dengan dukungan The Orangutan Project dan restu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia memulai tujuan menciptakan kesempatan hidup kedua bagi orangutan dan primata dilindungi yang telah tercerabut dari habitatnya ini. Semoga ibu pertiwi merestui.

PENDATAAN KURA-KURA BAJUKU DI WRC JOGJA

Kamis, 27 Agustus 2020, Orangufriends Nana, Angel dan Zain bersama mahasiswa magang dari Universitas Teknologi Yogyakarta yaitu Ilham mengunjungi WRC di Kulon Progo, Yogyakarta dalam rangka membantu proses pendataan dan pemindahan kura-kura bajuku. Kura-kura bajuku (Ortilia borneensis) yang saat ini juga berstatus terancam punah (IUCN) ini merupakan satwa translokasi yang sudah berada di WRC sejak tahun 2003.

Selain pendataan, pemisahan dan pemindahan kura-kura dari satu kandang ke kandang lainnya dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Kura-kura dikeluarkan dari kandang, lalu pengukuran plastron atau bagian perut dan karapas atau bagian tempurung dicatat. Selanjutnya pemberian nomor dan penyuntikan vitamin. Sekalian pemeriksaan kesehatan, kura-kura yang mengalami luka atau sakit juga segera diobati. Secara keseluruhan terhitung ada sekitar 40 kura-kura yang didata.

Nana yang merupakan alumni COP School batch 6 dan merupakan mahasiswa kedokteran hewan menyatakan, “Senangnya bisa belajar secara langsung dari dokter hewan di lapangan yang ilmunya sulit didapatkan dari kampus.”. Belajar bisa dimana saja dan kapan saja. Keuntungan menjadi bagian Orangufriends, memang seru! (LIA)

SRA DI LEVEL 3 , TUNGGU KAMI ORANGUTAN SUMATERA

Sumatra Rescue Alliance (SRA) lahir untuk orangutan dan primata di Sumatera. Pembangunan fisik klinik dan kandang sudah mulai terlihat. Dinding klinik sudah diketinggian tiga meter. Hujan yang terus menerus turun di sore hari memaksa tim memutar otak, mencari jalan bagaimana pembangunan dapat berjalan sesuai rencana.

Posisi pembangunan yang berada di seberang sungai Besitang, Sumatera Utara cukup menyulitkan bahan bagunan masuk ke lokasi. Sungai menjadi keruh dengan debit yang tidak bisa dilewati. “Berbahaya kalau kita memaksa “melangsir” saat sungai tinggi. Kita tunggu sampai turun. Material kita tumpuk di titik penyeberangan. Kalau tidak surut juga pada waktunya, terpaksa pakai perahu. Dan biaya bisa menjadi lebih besar. Sekali lagi berharap alam bermurah hati dan mendukung pembangunan SRA ini.”, ujar Nanda Rizki Dianto.

Populasi orangutan Sumatera di alam diperkirakan tidak lebih dari 14.000 individu. Keberadaan orangutan sebagai ‘umbrella spesies’ masih saja terancam punah. Bagaimana dengan spesies lainnya? Kepemilikan ilegal yang sering dijumpai atau dilaporkan tidak dapat ditindak lanjuti karena tidak adanya Pusat Penyelamatan Satwa yang memadai di Sumatera terutama bagian utara. “Kami yang bekerja lebih keras, atau tunggu kami Orangutan Sumatera, semoga alam bermurah hati.”.

SENAPAN ANGIN BUKAN ALAT BERBURU SATWA

Pada tanggal 30 Juli 2020, Badan Intelijen dan Keamanan (Baiktelkam) POLRI mengirimkan surat pada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal penertiban penggunaan senapan angin dan pemasangan pagar listrik ilegal. Surat ini disusun untuk menindaklanjuti surat sebelumnya dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai perihal yang sama.

Dalam surat ini, Baintelkam menekankan dan menegaskan kembali beberapa peraturan terkait penggunaan senapan angin, seperti senapan angin hanya dapat digunakan untuk latihan dan pertandingan olehraga menembak dan bukan untuk berburu/melukai/membunuh binatang. Hal ini merujuk kembali pada Peraturan Kepala Kepilisian RI No. 8 Tahun 2012 mengenai Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Olahraga, bahwa pistol angin dan senapan angin hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran dan target.

Baintelkam juga menuliskan dalam surat ini bahwa bila ada pemilik senapan angin yang terbukti melakukan perburuan hewan yang dilindungi akan dikenakan sanksi hukum berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990. Selain itu Baintelkam juga meminta bantuan Dirjen KSDAE KLHK untuk melakukan kordinasi dengan kepolisian untuk mengamankan dan mendata oknum-oknum yang masih melakukan perburuan terhadap satwa dilindungi.

Menanggapi terbitnya surat ini, Hery Susanto sebagai Action Team COP menyatakan bahwa, “Centre for Orangutan Protection sangat mendukung langkah yang diambil Kepolisian Republik Indonesia untuk segera mnertibkan kepemilikan dan penggunaan senapan angin agar tidak ada lagi satwa-satwa yang menjadi korban. Dan harus ada sanksi yang tegas untuk yang masih melanggar agar ada efek jera.”.

Adanya surat Baintelkam ini memberikan harapan baru bagi para aktivis konservasi lingkungan satwa liar. Bahwa pemerintah masih memahami pentingnya ada peraturan baru atau penegasan terkait hukum penggunaan senapan angin. Hal ini juga sebagai tindak lanjut dari banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan senapan angin terhadap satwa liar dan bahkan satwa-satwa yang dilindungi di Indonesia.

Meski begitu, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk melakukan penyelidikan dan pendataan terhadap para pemburu yang masih menggunakan senapan angin, serta penjual atau pembuat senapan angin ilegal. Tingkat hukuman juga harus disesuaikan agar lebih relevan dan dapat membuat efek jera sehingga kasus-kasus ini tidak terulang kembali. Tak lupa juga sosialisasi, pengawasan atau kontrol harus konsisten dilakukan pada masyarakat atau bahkan di komunitas-komunitas berburu sebagai salah satu tindak pencegahan.

Semoga hal-hal ini bisa segera direalisasikan sehingga tidak ada lagi satwa-satwa liar yang mengalami kepunahan hanya akibat perilaku tidak bertanggung jawab manusia. Dan marilah kita sebagai bagian dari masyarakat juga menjadi kontrol sosial dan mendukung pekerjaan pemerintah dalam menegakkan hukum (LIA)

GUNUNG SINABUNG HARI INI

Gunung Sinabung yang dikenal tidak aktif ini telah mengalami erupsi sejak tahun 2010. Pada Senin, 10 Agustus 2020 pukul 10.16 WIB kembali mengalami erupsi dengan ketinggian kolom abu 5000 meter dengan intensitas tebal condong ke arah timur dan tenggara. Tim APE Warrior dari Centre for Orangutan Protection bersama Orangutan Information Centre melakukan asesmen terhadap erupsi yang sempat membuat cuaca menjadi gelap ini. 

Saat ini, gunung Sinabung masih berada di level III atau Siaga dimana terjadi peningkatan aktivitas vulkanik secara signifikan. Status kewaspadaan ini ditetapkan sejak Mei 2019. Letusan kemungkinan besar terjadi dan area potensi bahaya letusan berada di daerah Kawasan Rawan bencana (KRB) II. Masyarakat dilarang melakukan kegiatan di dalam area KRB II ini. 

Erupsi Sinabung hari ini menyebabkan tiga kecamatan di kabupaten Karo terpapar hujan abu. Ketiga kecamatan itu adalah Naman Teran, Berastagi dan Merdeka. Masyarakat masih beraktivitas seperti biasanya. “Memasuki tahun kesepuluhnya gunung Sinabung bangkit dari tidurnya, masyarakat terlihat tidak panik dalam menghadapi letusannya. Anak-anak terlihat masih bermain. Beberapa warga yang masih kembali ke desa yang telah direlokasi terlihat bergegas meninggalkan desa yang seharusnya sudah tidak berpenghuni ini. Guyuran hujan abu sesaat menghentikan aktivitas masyarakat di ladang. Satwa dan ternak masih terlihat tenang.”, ujar Sari Fitriani, COP dari desa terakhir kaki gunung Sinabung.

COP BERSAMA OIC UNTUK PRIMATA SUMATERA

Kedua orang pendiri organisasi orangutan di Indonesia ini telah lama bekerja bersama. Dua puluh tahun lebih saling mengenal dan berkarya untuk penyelamatan orangutan Indonesia. Jika Centre for Orangutan Protection lebih dikenal sebagai organisasi kampanye perlindungan orangutan dan habitatnya tak jauh berbeda dengan Orangutan Information Center yang telah menyelamatkan orangutan Sumatera di Sumbagut. Di bulan kemerdekaan Republik Indonesia ini, keduanya menandatangani perjanjian kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan Pusat Penyelamatan Orangutan dan Primata Dilindungi Lainnya dalam Upaya Mendukung Rehabilitasi dan Pelepasliaran Primata di Sumatera. Sebuah komitmen besar untuk satwa liar.

“Kami berharap dapat bekerja maksimal untuk satwa liar Sumatera yang unik dan endemik agar kelak tak sekedar dongeng pengantar tidur. Laporan kepemilikan ilegal satwa liar yang dilindungi terutama primata yang selama ini masuk, semoga mendapatkan kesempatan keduanya untuk dapat kembali ke habitatnya. Penyelamatan, Rehabilitasi dan Pelepasliaran bukanlah hal yang mudah, tenaga dan biaya yang terkuras untuk itu sangat besar. Kami berharap kita semua, masyarakat Sumatera dapat menjadi pelindung juga untuk satwa liar tersebut.”, kata Daniek Hendarto, Direktur COP usai menandatangani perjanjian kerjasama di kantor Yayasan Orangutan Sumatera Lestari yang berada di Jl. Bunga Sedap Malam XVIIIc No. 10 Medan.

Sementara Hardi Baktiantoro (pendiri COP) dan Panut Hadisiswoyo (pendiri YOSL) terlihat sama-sama lega setelah melihat regenerasi organisasinya saling membubuhkan tanda tangan untuk Sumatra Rescue Alliance Primate Center. Mohon doa Orangufriends dan para pendukung agar pembangunan sarana dan prasarana dapat berjalan dengan baik dan lancar.