AMAN DAN CHARLOTTE MAKAN BUAH TARAP DI SEKOLAH HUTAN

Awal tahun 2023 ini, banyak jenis pohon yang teramati sedang berbuah di hutan Labanan, tempat dilaksanakannya sekolah hutan bagi para orangutan di pusat rehabilitasi orangutan BORA. Musim berbuah ini menjadi kesempatan yang sangat baik bagi orangutan yang menjadi siswa sekolah hutan. Salah satu buah hutan yang berhasil terdokumentasikan sedang dimakan adalah buah tarap.

Aman dan Charlotte, keduanya teramati sedang memakan buah tarap. Buah tarap (Artocarpus elasticus) merupakan buah tropis yang tumbuh di wilayah Asia Tenggara terutama di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tumbuhan yang berasal dari genus Artocarpus ini merupakan kerabat dekat dari nangka, sukun dan cempedak. Pohon tarap dapat tumbuh hingga ketinggian 30 meter dan memiliki buah yang berbentuk bulat hingga lonjong, berukuran besan dan memiliki kulit yang berduri halus. Daging buah tarap berwarna putih kekuningan dengan tektur yang lembut dan manis. Biji-biji kecil yang terdapat di dalamnya juga dapat dimakan. Buah tarap juga dikenal memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A serta vitamin C.

Siang itu, Aman dan Charlotte sangat menikmati buah tarap yang mereka temukan. Bahkan raut ekspresi Aman terlihat begitu lahap saat memakannya. Setelah buah tarap yang mereka temukan habis, keduanya kembali pergi bermain dan mencari jenis-jenis pakan alami lainnya yang dapat mereka temukan di hutan. (RAF)

SELAMAT DATANG COP ACADEMY BATCH 2

Setelah pelatihan pertama pada tahun 2022, Centre for Orangutan Protection (COP) kembali menggelar pelatihan COP Academy Batch 2, dimana pada tahun ini diharapkan kembali menelurkan generasi yang akan meneruskan tradisi melindungi orangutan dan habitatnya.

Lebih dari 200 pendaftar, tim COP memilih 11 peserta untuk mengikuti COP Academy 2023. Pelatihan ini diadakan pada 11-12 Februari 2023 di Yogyakarta. Program ini memadukan materi kelas dan materi praktik dari para ahli konservasi alam dan satwa. Materi teknis yang diberikan oleh staf senior COP yang bermaksud untuk memperkuat kerja di semua situs COP. Selain itu di pelatihan ini juga diberikan pemahaman tentang membangun kerjasama, dimana hal ini sangat penting bagi siapa pun yang bekerja dengan COP.

Tim COP melatih para peserta dengan teori, praktik dan permainan. Metode ini sangat efektif untuk menilai karakter dan pola pikir mereka secara langsung. Setelah sesi kelas berakhir, setiap siswa akan melewati tahap wawancara terakhir. Satu per satu peserta diberikan waktu untuk mengeksplorasi minat dan keterampilan mereka.

Pengumuman peserta yang lolos sudah diumumkan oleh COP. Dalam waktu dekat ini mereka akan langsung terjun memperkuat tim lapangan COP di garis depan. Tambahan lulusan ini,  COP berharap aktivis baru akan tumbuh dan lulusan COP Academy Batch 2 akan meneruskan perjuangan dalam mendukung konservasi di Indonesia. (SAT)

MENENGOK ASTUTI DI KANDANG KARANTINA BORA

Sejak kedatangannya tanggal 25 Januari 2023 lalu di Klinik dan Karantina New BORA, Astuti orangutan yang ditranslokasi dari Menado, Sulawesi Utara masih berada dalam kandang karantina. Ia masih menjalani masa karantina hingga 14 hari. Selanjutnya, Astuti akan menjalani pemeriksaan kesehatan dengan uji laboratorium oleh tim medis BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance).

Perjumpaan saya dengan Astuti di kandang karantina, ia yang sebelumnya menyibukkan diri di atas tumpukan daun, tiba-tiba terdistraksi dengan kehadiran saya. Astuti nampak mulai mendekati, tetapi ketika hendak dipegang dia sontak mundur. Seperti belum menaruh kepercayaan penuh kata paramedis Tata.

Dokter Theresia menyampaikan jika Astuti saat ini masih proses bounding dan pengenalan dengan petugas medis maupun keeper. Astuti juga sering teramati senang bermain sendiri di dalam kandang. Jika diberikan browse enrichment dari daun dan ranting dia bisa menjadikannya mainan. Tidak jarang dia juga memakan bagian daun yang muda. Selama di kandang, semua jenis pakan yang diberikan dimakan tak tersisa kecuali tomat, dia hanya memakan bagian dalam tomat dan menyia-nyiakan bagian luarnya. (WID)

TIGA BULAN MABEL DI BORA

Mabel, bayi orangutan yang baru genap berusia satu tahun yang bulan November lalu diselamatkan dari kepemilikan ilegal di Tenggarong, Kutai Kartanegara. Setibanya di Klinik dan Karantina New BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance), kondisi fisiknya cukup memilukan. Tubuhnya yang terlampau mungil untuk kisaran usia bayi orangutan satu tahun. Perutnya membesar sesuai dugaan tim rescue BORA, Mabel mengalami malnutrisi. 

Tim Medis BORA fokus melakukan perbaikan gizi pada orangutan Mabel. Mulai pemberian susu dan buah-buahan yang paling Mabel sukai untuk membangkitkan nafsu makan. Mulai adaptasi, kini semua jenis buah dan sayur yang diberikan dilahap habis meski dengan sangat pelan, Jika cuaca terik, Mabel berkesempatan menyantap makanan di dahan pohon kecil. Sambil mencicipi kambium dan serangga kecil di ujung daun.

Siang ini, Mabel ditemani paramedis Tata sambil bergelantungan di pohon dekat Klinik New BORA. “Berapa berat badan Mabel sekarang”, tanya saya ke paramedis Tata. Bobotnya naik setengah kilo dari berat badan awal Mabel di sini”, pungkas Tata. “Perutnya juga sudah tidak berbunyi lagi, seperti sebelumnya jika ditepuk”, tambahnya. Jika bobotnya terus bertambah, maka akan memudahkan tim medis untuk melakukan pengambilan sampel darah untuk uji penyakit dan virus. (WID)

HERCULES MEMANGGIL TIM APE DEFENDER

Berlalu sudah tiga hari setelah mendapatkan laporan orangutan Hercules berkunjung ke pondok salah seorang warga pada tanggal 30 Januari 2023 berlokasi di muara Sungai Menyuk. Kunjungan Hercules ke pondok warga diketahui setelah warga itu membuka pintu pondoknya pada pukul 13.30 WITA. Warga tersebut pun langsung melapor ke Pos Monitoring Busang Hagar. Tim monitoring langsung mengecek dan melaporkan lagi ke tim yang berada di kampung. Setelah mendapat kabar ini, tim langsung berangkat pada sore harinya. 

Pada tanggal 31 Januari, tim berencana melakukan penyelamatan orangutan Hercules tanpa bius namun setelah dicek di lokasi, Hercules tidak ditemukan lagi. Setelah beberapa saat, Hercules datang lagi. Tim APE Guardian akhirnya meminta bantuan tim APE Defender untuk menangani Hercules. 

1 Februari sekitar pukul 08.37 WITA, tim APE Defender yang terdiri satu dokter hewan dan satu perawat satwa bersama tim APE Guardian menuju lokasi konflik. Setelah melakukan pembiusan ke-2 akhirnya Hercules dapat diamankan dan dimasukkan ke kandang angkut pada pukul 13.00 WITA. Hercules pun diamankan di Pos Monitoring karena berdasarkan keterangan tim medis selain takut kelelahan juga waktu dan cuaca tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan kembali. Akhirnya tim sepakat untuk melepasliarkan Hercules kembali pada esok harinya.

Hari ke-2 Februari sekitar pukul 10.00 WITA setelah briefing singkat untuk pelepasliaran kembali orangutan Hercules. Pelepasliaran ini berlokasi di sisi kanan arah Sungai Pura atau lebih tepatnya berseberangan dengan anak Sungai Buloq. Pelepasliaran ini akhirnya selesai dilakukan dengan kondisi Hercules tanpa perlawanan saat pintu kandang angkut dibuka dari jarak jauh. Hercules justru memilih pergi masuk ke arah dalam hutan. TIm pun segera mengambil kandang angkut dan balik ke pos dengan selamat. (RAN)

DEVI, SISWA BARU SEKOLAH HUTAN YANG SUDAH LAYAK NAIK KELAS

Devi dahulunya merupakan korban perdagangan ilegal satwa liar yang berhasil diselamatkan pada tahun 2021. Ia sudah menjalani rehabilitasi di pusat rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) sejak April 2021. Namun Devi baru bisa mengikuti sekolah hutan pertamanya pada 10 Desember 2022. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang selama setahun ke belakang masih agresif dan takut terhadap perawat satwa. Kemungkinan sifat agresif ini disebabkan oleh trauma masa lalunya, saat ia dipisahkan dari induknya oleh pemburu yang kemungkinan besar dilakukan dengan membunuh induknya.

Saat ini sudah dua bulan Devi mengikuti sekolah hutan di BORA. Meski masih baru menjadi siswa sekolah hutan, Devi langsung menjadi siswa paling aktif mencari pakan alami dibandingkan orangutan lain. Dengan mudah ia dapat menemukan pakan alami sepanjang sekolah hutan. Pakan alami yang teramati dimakan oleh Devi di lokasi sekolah hutan antara lain beragam buah-buahan hutan, daun-daunan, kulit kayu, umbut rotan dan umbut pisang. Devi selalu menjadi yang terakhir pulang ketika sekolah hutan karena selalu aktif mencari makan. Devi selalu pulang sekolah hutan dengan keadaan bibir yang sudah menghitam oleh noda getah dari pakan alami yang ia makan. Devi sama sekali tidak pernah meminta makanan kepada perawat satwa.

Selain aktif mencari pakan alami, Devi sudah lebih dari tiga kali teramati membuat sarang di atas pohon. Kualitas sarang yangia buat pun sudah sangat baik, sama seperti sarang buatan orangutan liar dewasa. Pada sekolah hutan terakhir (28/1/2023), Devi sempat tertidur di sarang buatannya setelah ia kenyang memakan pakan alami yang ia temukan. Kami terpaksa menunggu di bawah pohon sampai ia terbangun dari sarangnya. Pada akhirnya Devi mau turun setelah dipancing oleh drh. Theresia dengan sebotol susu. Ia pun turun dengan wajah yang masih mengantuk. “Ih Devi kentut”, kata There saat Devi sudah digenongannya. Sepertinya hari itu ia sudah makan kenyang karena bulan ini hutan Labanan sedang musim berbuah. (RAF)

SANG PETANI YANG TERANCAM KEHILANGAN RUMAHNYA

Siang itu, merdunya suara burung yang saling bersahutan di dalam hutan Labanan terusik oleh deru gergaji mesin yang nyaring terdengar walau dari kejauhan. Suara mesin ini seringkali terdengar dalam sebulan terakhir di dekat kawasan pusat rehabilitasi orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) yang berlokasi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Berau, Kalimantan Timur. Tidak hanya siang hari, sesekali suara gergaji mesin terdengar hingga tengah malam. Berdasarkan hasil pengecekan lokasi yang dilakukan tim APE Defender dan APE Crusader bisa disimpulkan bahwa suara gergaji mesin ini berasal dari aktivitas pembalakan liar yang terjadi di dalam kawasan KHDTK Labanan. Tumpukan balok kayu dan keberadaan kemah terpal menjadi bukti kuat yang kami temukan saat pengecekan lokasi.

Selain menjadi tempat sekolah hutan bagi para orangutan rehabilitan di BORA, KHDTK Labanan merupakan rumah bagi banyak satwa liar. Tidak terkecuali bagi julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus) yang saya temukan saat sedang melaksanakan sekolah hutan (28/1/2023). Julang jambul hitam berasal dari keluarga Bucerotidae yang terdiri dari beragam jenis rangkong, julang, kangkareng dan enggang. Burung-burung dari keluarga Bucerotidae sering dijuluki sebagai ‘petani hutan’ karena kebiasaannya untuk menyebarkan biji hingga tempat yang jauh. Saat ini julang jambul hitam memiliki status konservasi genting (endangered) yang disebabkan oleh perburuan dan hilangnya habitat.

Julang jambul hitam seperti burung-burung Bucerotidae lainnya, sangat bergantung pada keberadaan pohon besar untuk bersarang dan mencari makan. Secara alami, mereka hanya bisa membuat sarang pada lubang yang berada di batang pohon besar. Buah-buahan hutan dan juga serangga yang terdapat di ketinggian pepohonan merupakan makanan mereka. Jika pembalakan liar ini terus terjadi, apakah di masa depan masih akan ada pepohonan bagi para ‘petani hutan’ ini untuk bersarang dan mencari makan? (RAF)

AKU NABIL UNTUK ORANGUTAN INDONESIA

Halo… namaku Ahmad Nabil Faturahman, anggota keluarga COP yang baru. Banyak hal yang kulakukan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) sebagai Biologist dan Perawat Satwa mulai dari pemantauan Biodiversitas (Herpetofauna, Avifauna, Mamalia dan lain-lain) di sekitar area BORA dengan memotret. Aku dan Raffi (Biologist BORA) menemukan beberapa jenis katak pohon Rhacophorus pardalis, Polypedates otilophus dan Rhabdophis subminiatus.

Sebagai Biologist aku senang sekali memperhatikan karakteristik orangutan secara personalnya untuk mengetahui apa kebutuhan dan keinginan dari setiap individu yang aku amati seperti Jojo. Jojo adalah individu orangutan yang sangat iseng dan jahil kepada setiap perawat satwa. Namun aku belum mengerti betul kenapa dia seperti itu. Mungkin itu adalah salah satu bentuk perilaku stereotipik yang ditimbulkan karena hasil dari pemeliharaan ilegal orangutan. Aku belajar bagaimana dapat berinteraksi dengan orangutan, bagaimana semestinya mereka berada dan berlaku di alamnya mulai dari pemberian enrichment sampai beberapa pakan alami yang sengaja kami coba berikan pada individu orangutan itu sendiri. 

Termasuk belajar bagaimana aku harus meng-handling orangutan karena pada awalnya cukup sulit bagiku karena banyaknya sifat dan tipe perilaku yang berbeda satu individu orangutan dengan yang lainnya. Ada yang suka menarik baju, menggigit atau sekedar menampar, hal lucu bagiku seperti ditampar orang (hehehe). 

Namun dari beberapa pengalaman awalku di BORA, aku sangat bangga dan senang bisa bergabung dengan COP (Centre for Orangutan Protection) untuk berperan dalam konservasi Orangutan Indonesia. Karena menurut IUCN Redlist Orangutan merupakan satwa yang memiliki status terancam punah dan terus berkurang seiring berjalannya waktu karena banyaknya pembukaan lahan yang semakin marak belum lagi adanya kebakaran hutan yang masih menghantui orangutan terutama bagi spesies yang berada di Kalimantan. Semoga di kemudian hari akan kembali baik statusnya. 

Ada cerita sedikit dari pengalamanku selama menjadi perawat satwa di BORA, saat aku memasang kamera jebak di kandang orangutan Annie. Setelah selesai memasang di atas kandang, dengan sangat lihainya orangutan Annie menarik baju dan lenganku, kemudian membuka bajuku hanya untuk melihat dan menyentuh perut dan oto pinggang, mungkin yang aku pikirkan di pikirannya orangutan Annie, “Ini seperti temanku namun dia tak memiliki rambut lebat dan hitam seperti punyaku”. (BIL)

KIRIK-KIRIK BIRU ADA DI KAWASAN PELEPASLIARAN ORANGUTAN DI BUSANG

Kirik-kirik biru atau Blue-throated Bee-eater merupakan jenis burung yang cukup sering ditemukan di kawasan pelepasliaran orangutan di Busang, Kalimantan Timur. Satwa ini sering teramati bertengger bersama kelompoknya sembari berburu serangga terbang yang ada. Mereka jarang terbang dan lebih menyukai berburu serangga dengan cara menunggu di tenggeran, terkadang menyambar serangga dari permukaan air atau tanah (Taufiqurrahman dkk. 2022). Pulau pra-pelesliaran Dalwood Wylie adalah yang paling sering dikunjunginya sebagai lokasi berburu pakan alaminya yaitu serangga. Mereka sering dijumpai pada pagi serta siang menjelang sore bertengger di pohon ara di hulu dan hilir pulau. Hilangnya pohon besar sebagai tempat bertengger karena penebangan atau tumbang serta berkurangnya jumlah serangga sebagai pakan alaminya akan berdampak besar terhadap jumlah populasi satwa ini. 

Satwa ini tersebar dari Sumatra, Kalimantan hingga Jawa, namun agak jarang di Jawa bagian barat. Menghuni beragam area terbuka seperti di sekitar aliran sungai, kawasan pesisir, hutan bakau, bukaan di tengah hutan, serta perkebunan, dan pedesaan. Warna biru i tenggorokan merupakan ciri khas burung ini dari spesies kirik-kirik lainnya. Topi dan mantel berwarna coklat serta adanya bulu ekor tengah yang memanjang (tidak dijumpai pada remaja). Menurut Taufiqurahman dkk.  2022 ada spesies lain yang memiliki banyak kemiripan dengan kirik-kirik biru yaitu spesies kirik-kirik senja dan kirik-kirik laut. Kirik-kirik senja memiliki mantel dan topi yang berwarna coklat serta sayap berwarna hujau, namun tidak ada pemanjangan ekor tengah serta tenggorokan tidak berwarna biru, persebarannya juga tidak ada di Kalimantan yang merupakan lokasi yang kami amati. Kirik-kirik laut lebih hijau serta perpanjangan ekor tengah lancip, bukan hitam dengan ujung menebal.

Kirik-kirik biru merupakan salah satu dari beragamnya biodiversitas satwa yang ada di kawasan pelepasliaran orangutan. Pulau Dalwood Wylie dan sekitarnya juga merupakan habitat alami satwa liar yang menunggu untuk disingkap keberadaannya. Melestarikan hutan serta menjaga daerah aliran sungai menjadi tugas penting untuk menusia guna kelangsungan hubungan simbiosis antar makhluk hidup dan alamnya. Upaya kecil APE Guardian tidak akan berdampak apabila tidak adanya bantuan dari khalayak luas, baik masyarakat sekitar maupun orang-orang yang peduli akan kelestarian alam. (BIN)

MAAF PITTA, SAYA MENGANGGU TIDURMU

Keberuntungan tidak selalu ada, tapi kemungkinan terjadi ada. Inilah salah satu kebruntungan saya saat melakukan Herping atau pengamatan Amfibi dan Reptil pada malam hari di lokasi New BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance), Berau, Kalimantan Timur. Tepat di akhir kegiatan dan akan bergegas pulang namun dengan isengnya melihat ke belakang kantor dan keberuntungan itu pun menghampiri saya. Perjumpaan burung Paok Hijau (Pitta sordida) yang merupakan salah satu dari 27 jenis keluarga Pittidae yang ada di Indonesia dalam kondisi sedang tidur. Kehadiran saya saat itu tak sedikitpun mengusiknya karena burung ini aktif di siang hari atau diurnal dan pada malam hari waktunya tidur. 

Sontak saya langsung mencari posisi yang bagus untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal, memanjat menara yang tidak jauh dari burung itu pun saya lakukan. Burung Paok Hijau ini bertengger di ranting kering dengan mata terpejam pada ketinggian cabang 5 meter dari tanah. Usaha tanpa suara berakhir ketika saya menekan shutter dan membuat burung ini membuka matanya karena cahaya lampu kilat kamera yang saya unakan juga. “Maaf ya Paok, saya terpaksa menganggu tidurmu”, bisik Hilman Fauzi, anggota tim APE Crusader yang sedang gabut. Tidak lama kami pun pergi, burung ini tetap di posisi yang sama dan melanjutkan tidurnya.

Paok Hijau (Pitta sordida) ini sangat mudah dikenali karena sesuai dengan namanya memang dominan berwarna hijau pada badannya, kepalanya hitam dan penutup sayap biru dengan bercak sayap putih, memiliki ukuran sedang (18-20 cm), bertubuh gemuk, kaki panjang namun ekor pendek. Kalau bersuara berupa panggilan atau siulan sederhana dan memelas, bunyinya “peuw-peuw” berulang-ulang dengan interval yang pendek. Daerah persebaran burung ini meliputi beberapa negara seperti Bangladesh, Bhutan, Brunei, Kamboja, Cina, India, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Filipina, Singapura, Thailand dan Indonesia. Paok Hijau dijumpai pada hutan-hutan di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan pulau Irian. 

Perilakunya lebih banyak menghabiskan waktunya di lantai hutan bukan berarti dia tidak suka berada di pohon. Melainkan mencari makan pada strata lantai hutan,berlompatan lalu membalikkan dedaunan dan mematuki kayu mati untuk mencari invertebrata yang bisa dimakan. Sifat si Paok yang terestrial tapi terkadang tidur di atas pada ranting-ranting pohon, bisa saja ini menghindari resiko dari predator dan terkadang tidur di tanah dengan barengan sehingga ketika salah satu individu terkena predator, individu lainnya mengeluarkan suara yang sifatnya mengusir atau mencoba melawan predator itu sendiri. Paok Hijau memiliki musim kawin pada bulan Maret, Mei, Juli dan Desember, sarangnya berbentuk kubah dibuat dari berbagai bagian tumbuhan dan dibangun pada tanah di bawah semak belukar 2-5 telur. “O iya, Pemerintah Indonesia sudah memasukkannya sebagai daftar satwa dilindungi dengan P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 dan terdaftar pada IUCN tentang spesies terancam punah dengan kategori LC (least Concern) atau sedikit kekhawatiran”. (HIL)