AMBON THE ORANGUTAN HAS AN EYE INFECTION

A few days ago at BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon was frequently seen rubbing his left eye. Eye discharge was visible on the edge of his eyelid, which may have caused him discomfort. Two days later, his eye turned red, and his eyelid became swollen. Based on these symptoms, Ambon was suspected of having conjunctivitis.

The BORA Medical Team tried to treat Ambon, but he avoided the eye ointment tube as soon as he saw it. The team then switched to a syringe to spray the medication into his eye, but this attempt also failed. The moment the syringe came out of the medical staff’s pocket, Ambon immediately stepped back. Trainers were called for assistance, but this, too, did not succeed.

Help was then requested from Lio, an animal keeper whom Ambon likes. Without any bait, Lio managed to get Ambon down from his “hammock and perch”. Although difficult, Lio was able to spray the medication into Ambon’s eye. The treatment is attempted three times a day, though not always successful. “Older individuals are difficult to treat; they don’t trust anything unfamiliar,” Lio remarked. Rightfully so Ambon’s age exceeds that of most of the staff here. Fortunately, Ambon was willing to take oral medication, which has gradually reduced the inflammation. The medical teams, trainers, and keepers are continuing their efforts to treat Ambon. Let’s wish the best for Ambon and the other orangutans at BORA to remain healthy and happy, even if they must spend Christmas 2024 in enclosures. (LIS)

ORANGUTAN AMBON SAKIT MATA

Beberapa hari lalu di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon terlihat sering mengucek mata kirinya. Terlihat ada kotoran mata yang menempel di ujung kelopak matanya. Hal ini mungkin membuatnya merasa tidak nyaman. Dua hari berselang, matanya kemerahan dan kelopak matanya bengkak. Dari gejalanya, Ambon diduga mengalami konjunctivititis.

Tim Medis BORA mencoba mengobati Ambon, namun Ambon segera menghindar ketika melihat tube salep mata. Proses pengobatan diganti dengan spuit dimana obatnya dimasukkan lalu akan dicoba spray ke matanya. Namun percobaan ini juga gagal. Baru saja spuit dikeluarkan dari kantong baju medis, Ambon segera mundur. Medis pun meminta bantuan trainer, namun hal ini juga tidak berhasil.

Bantuan pun diminta ke animal keeper Lio, salah satu keeper yang disukai Ambon. Yang tanpa membawa pancingan apapun dapat membuat Ambon turun dari singgasananya “hammock dan tenggeran”. Walaupun sulit, Lio sempat berhasil menyemprotkan obat ke matanya. Dalam sehari diusahakan 3x pengobatan namun tidak selalu berhasil. Kata Lio, “Orangtua memang sulit diobati, tak mudah percaya dengan sesuatu yang asing”. Ya, bagaimana tidak disebut orangtua, umurnya saja melebihi kami staf yang ada di sini.

Untunglah ada obat oral yang mau dimakannya, sehingga walaupun perlahan, radangnya mulai membaik. Hingga saat ini medis dibantu trainer dan keeper masih mengupayakan pengobatan Ambon. Doakan yang terbaik untuk Ambon dan orangutan yang lainnya di BORA, tetap sehat dan bahagia walau di kandang untuk Natal 2024 ini. (LIS)

IBU KEPALA BBKSDA SUMUT BERKUNJUNG KE PEMBANGUNAN LOKASI SEKOLAH HUTAN SIRANGGAS

Di tengah rimbunnya bentangan hutan Sumatra Utara, harapan baru bagi pelestarian Orangutan Sumatra mulai tumbuh. Setelah melalui proses panjang lebih dari setahun, BBKSDA Sumatra Utara bersama Centre for Orangutan Protection atau Pusat Perlindungan Orangutan dan Masyarakat Dusun Lae Meang, Desa Mahala, Kabupaten Pakpak Bharat, resmi memulai pembangunan area Sekolah Hutan di Suaka Margasatwa Siranggas.

Perjalanan menuju pembangunan ini tidaklah mudah. Di mulai dengan survei lokasi untuk menentukan area yang paling ideal, tim kemudian bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk membersihkan lahan. Jalan setapak di sepanjang saluran irigasi dibuka, pintu masuk ke lokasi dipersiapkan, dan area disesuaikan untuk kebutuhan kawasan soft-release orangutan, semuanya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Harmoni antara kebutuhan konservasi dan keberlanjutan alam menjadi fokus utama dalam setiap langkahnya.

Pada 13 Desember 2024, Kepala BBKSDA (Balai Besar Sumber Daya Alam) Sumut, Ibu Novita, bersama Suaka Margasatwa Siranggas dan perwakilan Marga Solin yang memiliki tanah ulayat di kawasan ini, melakukan kunjungan khusus untuk meninjau langsung kemajuan program ini. Kehadiran mereka menjadi momen penting yang menegaskan komitmen bersama dalam pelestarian orangutan. Kunjungan ini tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga memperlihatkan peran penting kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat adat dalam menjalankan program konservasi.

Sekolah Hutan ini dirancang sebagai tempat yang mendukung program konservasi orangutan sumatra dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai bagian penting dari upaya ini. Dukungan masyarakat tidak hanya memastikan keberhasilan proyek, tetapi juga memperkuat rasa kepemilikan terhadap konservasi satwa dan ekosistem hutan mereka. Langkah ini membawa harapan baru bagi masa depan orangutan dan keanekaragaman hayati Sumatra Utara. Kolaborasi ini mewujudkan mimpi melestarikan salah satu primata paling langka di dunia ini semakin mendekati kenyataan. (DIM)

BIBIT BUAH HARAPAN UNTUK GENERASI ORANGUTAN

Kebakaran hutan pada tahun 2000-an menghanguskan ribuan pohon di Hutan Lindung Batu Mesangat, termasuk pohon-pohon pakan bagi orangutan. Belum pulih dari bencana itu, perubahan iklim dengan angin kencang terus merobohkan sisa pohon-pohon yang ada. Kehilangan ini menjadi perhatian serius bagi tim APE Guardian untuk segera bertindak.

Sebagai langkah awal, tim bersama ranger lokal memulai penanaman kembali empat jenis pohon pakan yaitu durian, nangka, rambutan, dan langsat. Setiap minggu, selain patroli menjaga kawasan, mereka juga rutin menanam bibit-bibit baru di area Hutan Lindung Batu Mesangat yang menjadi habitat pelepasliaran orangutan.

“Cuaca ekstrem mungkin tidak bisa kita kendalikan, tapi harapan baru tetap bisa kita tumbuhkan. Penanaman bibit buah ini menjadi simbol harapan kami untuk masa depan orangutan agar mereka bisa berkembang biak dan hidup berkecukupan di habitat alami mereka. Setiap kali melihat orangutan atau satwa lain menikmati buah dari pohon yang tumbuh, semangat kami untuk terus menanam semakin besar”, ujar Fhajrul Karim, tim APE Guardian COP.

Bagi masyarakat yang peduli pada satwa, mungkin ada rasa puas dan bahagia melihat hewan peliharaan menikmati makanannya. Perasaan ini serupa dengan yang kami rasakan, hanya saja orangutan dan satwa liar lainnya tidak boleh diberi makanan langsung oleh manusia. Kenapa? Karena itu bisa membuat mereka bergantung pada manusia yang pada akhirnya menghilangkan sifat alami mereka.

Cara terbaik untuk tetap merasakan kebahagiaan melihat orangutan menikmati buahnya adalah dengan menanam pohon. Mulai sekarang, ayo tanamlah bibit buah! Bayangkan nanti, saat pohon itu tumbuh besar dan kita bisa melihat orangutan memetik dan memakan buahnya langsung dari dahan, sebuah kebahagiaan sederhana yang bermakna besar. (JUN)

BERSATU UNTUK SATWA DI ANIMAL WELFARE INDONESIA CONFERENCE 2024

Pada 6 dan 7 Desember 2024, Centre for Orangutan Protection (COP) menghadiri Animal Welfare Indonesia (AWI) Conference di Jakarta. Selama dua hari, acara ini dipenuhi dengan diskusi menarik seputar hak dan kesejahteraan hewan di Indonesia. Di hari pertama, tim mengikuti kelas animal law and policy yang membahas isu seperti lemahnya payung hukum untuk kasus kekejaman terhadap hewan dan perdagangan daging ilegal. Di hari kedua, topik semakin luas, mulai dari kesejahteraan hewan domestik hingga tatangan dalam kepemilikan satwa liar secara ilegal, isu yang cukup rumit terutama bagi teman-teman NGO konservasi.

Salah satu sesi yang berkesan adalah kelas primata yang menjelaskan mengenaik ‘5 Domains of Animal Welfare’, sebuah kerangka kerja yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan perawatan satwa di pusat rehabilitasi. Diskusi ini terasa sangat relevan dengan pekerjaan para animal keeper dan tim medis yang berada di pusat rehabilitasi dan klinik orangutan COP. Sesi ini menjadi sangat penting terutama ketika membahas mengenai kebutuhan nutrisi, lingkungan, kesehatan, perilaku, dan mental hewan yang juga harus terpenuhi.

Sepanjang acara, banyak pemaparan yang berkaitan dengan isu kesejahteraan hewan di Indonesia yang masih membutuhkan banyak perhatian. Namun, dengan audiens yang hadir dalam AWI Conference ini dan bertemu dengan mereka yang memiliki visi serupa serta mendengarkan pengalaman mereka, sungguh sangat membuka wawasan baru. Edukasi menjadi pendekatan yang terus ditekankan oleh para pembicara, sama seperti misi raising awareness yang selama ini juga dilakukan oleh COP.

Sesi yang dibawakan oleh drh. RD. Wiwiek Bagja menjadi salah satu yang paling membekas. Dalam diskusi itu beliau melontarkan pertanyaan tajam, “Why should we give them compensation when they should be sanctioned?” merujuk pada pelaku kekejaman terhadap hewan yang sering lolos dengan sanksi minimal, atau bahkan tanpa hukuman. Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan kita belum selesai. Mari terus bergerak bersama, memperjuangkan hak dan kesejahteraan satwa demi masa depan yang lebih baik bagi mereka. (DIM)

JEJAK HUTAN DI TENGAH KOTA MEDAN PADA ABELII FEST BATCH 3

“Ma, ada orangutan di mall!”, seru seorang anak kecil sambil menarik tangan ibunya di depan sebuah ruang pameran di lantai 2 Manhattan Times Square, Medan. Mall yang biasanya penuh hiruk-pikuk belanja kini terasa berbeda. Pada 14-17 November 2024, Abelli Fest Batch 3 membawa suasana hutan dan habitat orangutan ke tengah kota. Jejeran foto hasil dokumentasi Sumatran Rescue Alliance (SRA), diorama sarang orangutan, hingga peralatan enrichment tersusun rapi, menghadirkan pengalaman seolah berada di tengah hutan. Bahkan, tanda-tanda keberadaan orangutan Tapanuli yang ditemukan tim APE Patriot ikut dipamerkan, membuat pengunjung merasa seperti seorang penjelajah.

Hari pertama dimulai dengan penuh semangat. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alama Sumatera Utara, Novita Kusuma Wardhani S.Hut., M.AP., M.Env., memotong pita pembukaan dengan senyum antusias. Setelah itu, para tamu dan pengunjung diajak berkeliling pameran, didampingi relawan orangutan (Orangufriends) yang menjelaskan setiap detail dengan penuh dedikasi. Di sore hari, talkshow tentang Konservasi Orangutan Sumatra mengisi ruang pameran. Para panelis membagikan cerita dari lapangan, menyentuh hati pengunjung.

Pada hari kedua, suasana semakin meriah dengan kompetisi ‘Abelii Quiz’ yang diikuti tiga sekolah. SMA Negeri 13 Medan keluar sebagai juara, disambut sorak-sorai pendukungnya. Sementara itu, PMI dan Yayasan HOPE membuka stand donor darah, mengundang pengunjung untuk berkontribusi lebih jauh. Antusiasme pengunjung terus meningkat, membawa energi yang terasa sampai ke sudut-sudut ruang pameran. Hari itu, lebih dari 100 orang datang, meninggalkan ruang dengan penuh kesan.

Hari ketiga dikhususkan untuk anak-anak. Siswa TK berpartisipasi dalam lomba mewarnai, menghasilkan gambar-gambar orangutan penuh warna. Setelah itu, mereka mendengarkan dongeng tentang orangutan yang disampaikan Orangufriends, mata mereka berbinar penuh imajinasi. Pada malam harinya, pengunjung memadati ruang pameran hingga relawan harus bekerja ekstra untuk melayani semua pertanyaan. Pameran malam itu hidup dengan tawa dan rasa ingin tahu yang tulus.

Hari terakhir menjadi puncak inspirasi dengan tema literasi. Workshop kepenulisan yang dipandu Abdul Halim dan Titan Sadewo mendorong peserta untuk mencurahkan pikiran mereka dalam tulisan. DI sore hari, suasana tenang menyelimuti pameran saat komunitas Medan Book Party mengadakan ‘silent reading’ yang menciptakan suasana penuh refleksi di tengah riuhnya mall. Sebagai penutup, seorang kika asal Aceh, Hafiz Ikram, membawakan lelucon segar yang mengundang tawa riuh. (BUK)

PAKAI TWIBBON ORANGUFRIENDS RAYAKAN INTERNATIONAL VOLUNTEER DAY

Setiap tahun pada 5 Desember, Hari Relawan Sedunia dirayakan untuk mengapresiasi jutaan individu yang telah berkontribusi dalam berbagai aksi sukarela. Di Indonesia, Orangufriends menjadi salah satu contoh inspiratif. Ada lebih 430 anggota Orangufriends di seluruh Indonesia hingga mancanegara yang aktif dalam melindungi orangutan dan habitatnya. Dengan semangat sukarela, mereka menjalankan misi konservasi melalui edukasi, kampanye, dan aksi langsung bersama COP.

Dari School Visit hingga konser amal seperti Sound for Orangutan, Orangufriends menjadi ujung tombak kampanye COP untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi. Mereka juga terlibat dalam acara edukasi seperti Abelii Fest di Sumatra Utara, Moriospere di Kalimantan Timur, dan kegiatan perlindungan serta penyelamatan satwa. Melalui aksi nyata ini, Orangufriends tidak hanya melindungi alam tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk ikut menjaga bumi. Pada Hari Relawan Sedunia ini, yuk kita simak perjalanan salah satu Orangufriends yang baru saja bergabung.

Mejadi Orangufriends bukan sekedar tentang memberi, tetapi juga tumbuh dan belajar. Setiap sukarelawan memiliki cerita unik, seperti Aulia, mahasiswi Sastra Arab yang secara tidak sengaja bergabung setahun lalu. Berawal dari iseng mendaftar sebagai sukarelawan di Abelii Fest Batch 2, ia kini menjadi salah satu relawan yang paling aktif di COP dan kerap membantu tim APE Sentinel di Medan. “Aku cuma cari kegiatan relawan waktu itu. Gak nyangka banget ternyata ini jadi keputusan yang mengubah hidupku”, ujarnya.

Setelah bergabung, Aulia mengikuti berbagai kegiatan, mulai dari School Visit hingga kampanye besar seperti “Banan Not Bullet”. Puncaknya adalah ketika ia bergabung dalam COP School Batch 14 di Yogyakarta, dimana Aulia belajar banyak tentang konservasi dan bertemu teman-teman dari seluruh Indonesia. “Pengalaman di COP School bikin aku sadar betapa pentingnya orangutan bagi ekosistem kita”, katanya.

Kini Aulia aktif menyebarkan kesadaran melalui School dan Campus Visit, bahkan terlibat dalam Abelii Fest Batch 3. Melihat bagaimana anak-anak dan mahasiswa mulai memahami pentingnya melindungi orangutanmemberinya semangat baru. “Kalau dipikir-pikir, ini langkah random terbaik yang pernah aku ambil”, katanya dengan senyum bangga. Di Hari Relawan Sedunia ini, Aulia berharap lebih banyak orang tergerak untuk menjadi bagian dari perubahan. “Bersama, kita bisa selamatkan bumi”, tambahnya penuh keyakinan.

Yuk, mari kita merayakan Hari Relawan Sedunia 2024 bersama Orangufriends dengan menggunakan dan mengunggah twibbon khusus ini! https://www.twibbonize.com/internationalvolunteerday2024#google_vignette
(DIM)

KEJAR-KEJARAN DENGAN ORANGUTAN

Forest school sebutan lain untuk sekolah hutan merupakan salah satu bagian kegiatan dari rehabilitasi orangutan. Orangutan melatih insting liarnya di hutan agar terbiasa dengan lingkungan hutan sebelum dilepasliarkan tentu saja untuk dapat hidup seperti alaminya. Saya Cana, mengikuti kegiatan sekolah hutan saat masih menjadi trainee untuk belajar menjadi biologist di COP dengan mendata berbagai jenis tumbuhan yang dimakan oleh orangutan saat sekolah hutan.

Pengalaman menggendong orangutan yang bernama Jainul menuju lokasi sekolah hutan adalah hal yang sangat menyenangkan. Jainul sangat tenang dan fokus dengan makanannya. Namun saat diajak untuk naik ke atas pohon, Jainul serta orangutan lainnya yaitu Charlotte, sangat penasaran dengan orang baru seperti saya. Mereka berusaha mendekati untuk mengajak bermain. Namun mereka mengajak bermain sambil mencoba menggigit bagian tubuh manapun yang dekat dengan mereka. Saya mencoba mengindar dan bersembunyi karena tidak mau digigit. Tapi keduanya terus mengejar hingga saya terpojok. Orangutan Aman pun ikut penasaran dan bergabung. Hal itu terus berulang hingga kami bermain kejar-kejaran dengan orangutan-orangutan ini. “Mereka terlihat senang, sementara saya? Senang walaupun terengah-engah dan kelelahan”.

Belum lagi orangutan Bagus yang mememiliki rasa penasaran yang sama. Bagus mendekati saya yang sedang mencari sampel dedaunan. Bagus pun turun ke tanah dan mulai mengejar saya. Saya menghindar, Bagus pun berpura-pura pergi menuju pohon di belakang, yang benar-benar terlihat seperti hanya melewati saya karena dia berjalan lurus. Hal ini terus berulang sampai kita mengitari pohon atau animal keeper lainnya untuk kejar-kejaran hingga salah satu mengalah atau lelah. Namun kejar-kejaran merupakan pengalaman yang berkesan dan menyenangkan. Karena orangutan hanya bermaksud memuaskan rasa penasaran saja dan ingin mengajak bermain (dengan mencoba menggigit kaki maupun tangan saya). Suatu perkenalan yang berbeda dari biasanya. (CAN)

OPEN CALL FOR BROADCASTERS

Beberapa bulan ini, Centre for Orangutan Protection (COP) semakin aktif berkolaborasi dengan stasiun radio lokal sebagai platform untuk berbagi cerita dan pengalaman mengenai konservasi orangutan. Tim COP sering terdengar di gelombang radio dari RRI Yogyakarta hingga KISS FM Medan untuk menyebarkan virus pelestarian orangutan. Dalam setiap siaran, staf COP dan Orangufriends (relawan orangutan) berbagi cerita menarik, baik itu tentang biologi orangutan, aksi-aksi konservasi yang sedang berjalan, atau program lain yang juga fokus pada pelestarian satwa liar seperti tim APE Protector yang bekerja untuk perlindungan Harimau Sumatra di Sumatera. Siaran ini menjadi media yang sangat efektif untuk mendekatkan pesan konservasi kepada masyarakat luas.

Siaran radio juga menjadi sarana informasi kegiatan Orangufriends seperti acara musik Sound for Orangutan di Yogyakarta, Abelii Fest di Medan, Moriosphere di Samarinda, dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang lainnya. Partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam mendukung kerja konservasi bukanlah hal yang ekslusif tetapi menjadi kewajiban kita semua.

Melihat antusiasme yang tinggi dari pendengar, COP berharap agar kegiatan penyiaran ini bisa berlangsung secara rutin setiap bulannya. “Kami mengajak Orangufriends yang memiliki minat dalam dunia penyiaran dan ingin ikut menyuarakan kegiatan konservasi orangutan untuk bergabung. Ini adalah kesempatan untuk berbagi pengetahuan, meningkatkan kesadaran, dan menginspirasi lebih banyak orang untuk terlibat dalam upaya pelestarian orangutan. Orangufriends yang tertarik bisa langsung menghubungi staf COP di daerah masing-masing untuk bergabung dan menyuarakan perubahan positif melalui gelombang radio”, jelas Demetria Alika Putri, staf komunikasi COP di Yogya. (DIM)

PERTEMUAN DENGAN SI PEJANTAN KECIL

Berulang kali tim APE Guardian melakukan patroli di sekitaran lokasi translokasi Kola sampai dengan sungai payau dengan harapan dapat menjumpai salah satu orangutan yang telah dilepasliarkan, namun tim belum menemukan tanda jejak orangutan sedikit pun. Akhirnya laporan ranger yang sekelebatan menjumpai orangutan di sekitar muara sungai Wei membuat tim bersemangat lagi. 7 sarang, bekas makan/barking berupa sepahan kulit kayu, dan bekas urinasi menjadi bukti kehadiran orangutan.

Ketujuh sarang yang ditemukan berlokasi saling berdekatan, bahkan dalam satu pohon terdapat dua sarang. Sarang yang ditemukan kebanyakan bertipe 2 namun juga ditemukan sarang tipe 1 yang terlihat masih baru dibuat. Bekar urinasi juga ditemukan masih keadaan basah dan berbau sangat pekat. Tim pun melanjutkan patroli menyusuri sungai, sekitar 800 meter jejak orangutan pun ditemukan di pinggiran sungai. Tak hanya itu, beberapa jejak rusa dan tulang yang belum teridentifikasi pun itu menjadi temuan Sabtu sore itu.

Keesokan sorenya, si pejantan muda menunjukkan dirinya di pohon Baran yang terletak di seberang pos monitoring. Orangutan tersebut memiliki perawakan yang kecil, seperti baru disapih dari induknya. Tim menduga orangutan tersebut adalah Sigit, anak dari Marni, orangutan yang ditranslokasi pada tahun 2022. Pejantan kecil ini juga berkali-kali melakukan vokalisasi yang ditujukan untuk mengusir tim yang mengamati dari bawah sambil mengayun-ayunkan ranting. Matahari semakin jatuh di ufuk barat, orangutan muda ini pun membuat sarang dan tertidur. (ARA)

HUJAN METEOR MENGHANTUI MASYARAKAT LEWOTOBI LAKI-LAKI

Bagi masyarakat urban di perkotaan, fenomena seperti hujan meteor mungkin hanya terjadi dalam film. namun lain halnya dengan warga Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggintang, Flores Timur. Hal ini tergambar dari pernyataan warga terkait lubang-lubang besar yang ditemukan di desa mereka. Salah satu lubang besar dengan diameter 15 meter berada di dekat jalan penghubung desa dan terbentuk akibat erupsi Gunung Lewotobi yang terjadi pada 4 November 2024. Uniknya, peristiwa tersebut tidak meninggalkan batu atau serpihan apa pun.

Sebuah rumah yang kami lewati membuat kami terhenti untuk memandanginya. “Itu adalah rumah yang dihantam meteor saat erupsi kemaren, dengan korban enam orang meninggal dunia”, ujar Aziz, Koordinator Lapangan Dinas Peternakan Flores Timur. Rumah tersebut kini hanya menyisakan sebuah kandang yang berisi empat ekor babi peliharaan yang kelaparan. Babi-babi itu menghabiskan pakan berupa dedak jagung yang kami berikan dengan dicampur air.

Setelah mendapat persetujuan dari salah satu keluarga korban, evakuasi empat ekor babi pun dilakukanbersama Dinas Peternakan. Namun, saat tiba di lokasi, kandang hanya berisi dua ekor babi, sementara pagar kandang terlihat telah roboh. Meskipun gemuruh Gunung Lewotobi terdengar sangat keras, proses evakuasi tetap berjalan cepat. Kedua babi yang tersisa dibawa ke shelter yang telah dibangun di dekat Posko Puskewan Konga, Kecamatan Titehena, Flores Timur. Di sana, perawatan dilakukan dengan baik oleh Dinas Peternakan hingga akhirnya kedua babi tersebut diambil oleh keluarga korban. (DIT)