BAYI ORANGUTAN DARI KUTAI TIMUR BERHASIL DISELAMATKAN

Syukurlah, proses penyelamatan orangutan jantan berusia 1-2 tahun di jalan poros Kongbeng-Wahau, Kalimantan Timur berjalan dengan lancar. Orangutan yang telah dipelihara selama lima bulan ini hidup bersama ayam di sebuah kandang kayu. Terimakasih Tim BKSDA SKW I Berau yang dengan sigap merespon laporan kepemilikan ilegal satwa liar di tengah pandemi COVID-19.

3 Juni pagi, tim APE Defender bersama BKSDA SKW I Berau berangkat ke desa Miau Baru, Kalimantan Timur. Bayi orangutan ini tidak terlihat agresif, usaha Inoy mendekatinya dengan buah-buahan berjalan sesuai rencana. Sekilas ada rasa prihatin saat menatap kedua matanya, ada kepedihan yang tak terkatakan. Pemeriksaan fisik secara cepat dilakukan dokter hewan Flora Felisitas. “Jari-jari orangutan ini tidak sempurna. Sepertinya ujung jarinya terpotong oleh benda tajam, berdasarkan luka yang sudah tertutup dengan baik.”, ujar drh. Flora dengan sedih.

Tim segera kembali ke Pusat Rehabilitasi COP Borneo yang berada di KHDTK Labanan. Para perawat satwa sudah menunggu dan segera menurunkan kandang angkut yang telah berisi orangutan malang ini. Malam menjadi muram, entah apa yang telah terjadi dengan orangutan ini. Jari tengah dan jari manis tangan kanannya dan jari telunjuk tengah manis dan kelingking tangan kirinya tak sempurna jumlah ruasnya. 

Orangutan ini akan menjalani masa karantina. Untuk kamu yang ingin membantu biaya perawatan dan pemeriksaan kesehatannya bisa melalui https://kitabisa.com/campaign/orangindo4orangutan

Terimakasih untuk para donatur yang telah mengirimkan masker dan sarung tangan medis yang mendadak hilang di pasaran dan berharga tinggi selama pandemi ini, sehingga kami tetap bisa berkegiatan dengan normal.

BERANI SI TANGAN PANJANG

Berani adalah orangutan yang cukup disegani oleh teman se-kandangnya. Tak ada yang berani merebut makanan dari tangan Berani. “Kini, Berani kami juluki si tangan panjang.”, kata Widi Nursanti sambil gemas. Bagaimana tidak, ia sering mencuri buah milik Septi di keranjang buah Septi. Kandang Berani yang berisi anak-anak orangutan jantan tepat bersebelahan dengan kandang orangutan Septi.

Manuver menggoyangkan lengan demi sampai di keranjang buah Septi sangat lincah. Bermodalkan tangannya yang panjang dan kekeran mata yang tepat. Ia semakin suka mengulanginya sebab Septi tak menghiraukannya, kadang juga karena Septi hanya diam saja karena perut kembungnya membuatnya tak nyaman.

Hanya sesekali saja Septi menangkis lengannya yang hendak mengambil nanas milik Septi. Maklum, Septi begitu menyukai buah nanas. Berani biasanya tidak akan menyerah sebelum mendapat setidaknya 1 buah dari keranjang Septi. Berani paling sering mendapatkan jeruk. (WID)

APE DEFENDER BERSIAP SELAMATKAN BAYI ORANGUTAN

Senja ini tim APE Defender mendapat telepon, “Ada orangutan kecil yang dipelihara warga dan kita harus menyelamatkannya.”, ujar kepala BKSDA  SKW I Berau, Kalimantan Timur. Tentu saja tidak mudah menyelamatkan orangutan di tengah pandemi COVID-19 ini. Banyak protokol kesehatan yang harus diperhatikan mulai dari kesehatan pribadi, tim dan orangutan.

Malam ini juga kordinasi berjalan cukup lancar, “Untung saja internet di camp COP Borneo sudah menyala dan berfungsi. Terimakasih The Orangutan Project, tanpa koneksi internet, mungkin informasi baru akan sampai keesokan harinya.”, ujar Widi, manajer Pusat Rehabilitasi COP Borneo.

Malam hari setelah mempersiapkan kandang di klinik berikut hammock untuk orangutan yang akan diselamatkan, dokter hewan Flora mengecek kembali tas rescue orangutan untuk memastikan tidak ada alat medis maupun obat-obatan yang tertinggal. Para perawat satwa pun mengangkat kandang angkut ke mobil APE Defender agar besok pagi bisa langsung berangkat. “Selamat malam… doa kan kami baik-baik saja dan semua berjalan dengan lancar besok.”, ujar drh. Flora Felisitas yang sudah tiga bulan ini berada di camp aja sebagai upaya mencegah penyebaran virus Corona. 

 

HUJAN SERING TURUN DI COP BORNEO

Belakangan ini, sering turun hujan. Malam, sore bahkan pagi hari. Tak tentu. Hujan di sekitar camp pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, dan kandang orangutan kian nampak sejuk. Tunas-tunas mulai tumbuh. Sedihnya, jika pagi turun hujan, suara owa-owa tidak terdengar. Padahal itu yang menjadi alarm kami setiap pagi, mungkin juga alarm bagi orangutan.

Ketika malam hari, udara terasa dingin… sepintas kami di dalam camp teringat para orangutan di kandang. Kita semua pasti merasakan udara dingin setelah turun hujan. Kami masih bisa berselimut, sedangkan orangutan?

Sejak saat itu, setiap sore kami memberikan orangutan daun-daun untuk di pasang di dalam hammock agar terasa lebih hangat. Para bayi harus diberi contoh bagaimana daun-daunan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sarang. Tapi untuk orangutan dewasa, mereka pandai menata dan menjadikannya sarang walau ala kadarnya. Paling tidak bisa menjadi alas tidur.

“Senang sekali ketika mereka menerima daun dan ranting-ranting yang telah kita sediakan. Sesaat mereka sibuk menyusun… berhenti, kemudian mulai sibuk menumpuk-numpuk dan mencoba apakah cukup nyaman, lalu membongkarnya lagi, begitu seterusnya.”, Widi Nursanti, manajer Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. Orangutan liar biasanya akan terus membuat sarang saat siang hari maupun menjelang sore. Itu untuk dia sesaat tidur siang dan saat tidur malam. Meski keesokan pagi harinya, perawat satwa yang bertugas membersihkan kandang sedikit lebih repot dengan bekas daun dan ranting yang terjatuh. (WID)

 

BANYAK KORBAN GIGITAN OWI

Owi, orangutan bayi jantan yang mukanya cukup imut. Tapi apakah iya kalian masih menyebutnya lucu… imut… setelah merasakan gigitannya yang sungguh menyakitkan?

Ia cukup populer di kalangan perawat satwa dan relawan karena jejak rekam memakan korban gigitan maut di betis. Ia juga memiliki riwayat sebagai orangutan yang enggan digendong oleh siapa pun. Owi berangkat ke sekolah hutan dengan berjalan sendiri, tanpa digendong.

Semua sudah hapal, jika ia sudah bosan berayun di tali maka akan sepanjang hari selama di sekolah hutan, ia akan mulai menjaili siapapun, termasuk perawat satwa. Ia paling senang menganggu perawat satwa atau relawan perempuan. Ia akan memasang wajah imutnya dan jika kita lengah maka betis kita akan jadi sasaran empuk Owi mendaratkan gigi-giginya. O iya… Owi itu orangutan jantan, masih anak-anak dan nakal-nakalnya.

“Ku bilang apa, Owi ini ,memang suka pura-pura. Tiba-tiba menggigit.”, seru Linau, perawat satwa yang cukup ditakuti orangutan tapi juga pernah merasakan gigitan Owi. Gigitannya sangat kuat, jika tergigit oleh Owi bisa terluka lalu membiru. Kalau sudah keterlaluan begini, Linau cukup mengeluarkan suaranya. “Untungnya Owi takut dengan ku, cukup suara lantang dan menunjukkan tubuhku yang dominan lebih besar dibanding perawat satwa lainnya, maka ia akan segera berbalik arah dan pura-pura naik ke atas pohon.”, tambah Linau. (NAU)

UJI KEULETAN: MEMBUAT ENRICHMENT GRANAT BUAH

COP Borneo adalah pusat rehabilitasi orangutan yang berada di KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur. Di sekitar camp COP Borneo banyak ditemukan tali akar rotan, apalagi di jalan menuju kandang. Ide membuat enrichment granat buah akhirnya tercetus. Cara mengambil tali akar cukup menyenangkan. Kami harus mengayunkan tubuh sambil memegang tali akar kuat-kuat. Seperti Tarzan… berayun… Brraakkk!!! Itu bunyi ketika kami terjatuh bersama tali akar rotan yang berhasil putus. 

Keuletan diuji. Untuk membuat satu buah granat buah yang dibalut dengan tali akar kurang lebih membutuhkan waktu 30-45 menit. Semua perawat satwa berlomba-lomba untuk membuat bentuk granat yang unik dan kokoh. Dengan satu tujuan, agar orangutan sukar membuka granat buah tersebut. “Sengaja kami masukkan buah yang disukai orangutan dengan tambahan daun agar membuatnya padat dan sedikit tersembunyi.”, ujar Jevri dengan yakin.

Semua orangutan mendapatkan jatah satu-satu. Orangutan bayi mendapat jatah yang kecil. Sebaliknya, Ambon sebagai orangutan paling tua mendapat granat buah yang besar. Lalu berapa waktu yang orangutan butuhkan untuk mendapatkan buah yang tersembunyi di granat buah? (JEV_WID)

MENJADI PETUGAS DESINFEKSI DADAKAN

Di Pusat Rehabilitasi COP Borneo saat ini sedang digiatkan penyemprotan disinfektan di area camp. Kegiatan ini sangat jarang dikerjakan sebelumnya. Biasanya kandang-kandang orangutan saja yang didesinfeksi seminggu sekali, setiap hari Jumat. Kini, selama dua kali dalam seminggu kami wajib melakukan desinfeksi area camp. 

Mengapa kami melakukan kegiatan seperti ini? Karena kita sedang dilanda keadaan yang sangat genting. Kita tengah dihadapkan dengan virus corona yang penularannya sangat cepat.

Maka sejak 28 Maret yang lalu, kami berjaga-jaga untuk mencegah penyebaran Covid-19. Semua area camp tak terkecuali parkiran, gudang pakan, dapur dan kamar mandi tidak boleh dilewatkan untuk disemprot. Kami bergantian bertugas menyemprot.

Bahkan kawan kami yang bertugas khusus memasok logistik dan pakan bagi orangutan juga kami semprot ketika baru tiba mengirim logistik. Dialah orang luar satu-satunya yang sering masuk ke area camp. Sehingga harus dipastikan dia juga terbebas dari virus ini. Agar kami yang menjaga orangutan di dalam kandang bisa memastikan keamanan orangutan-orangutannya.

Harapan kami, semoga penyebaran Covid-19 lekas terputus dan berlalu. Sehingga kami bisa melanjutkan pekerjaan kami dengan semangat dan tidak merasa terganggu. kami rindu membawa siswa sekolah hutan ke hutan lagi. Ayo semua patuhi anjuran di rumah aja dari pemerintah. (SIM)

HERCULES MAKIN AGRESIF DI KANDANG KARANTINA

Terhitung dua minggu sudah Nigel dan Hercules menghuni kandang karantina paska dilakukan penarikan mereka dari pulau pra-pelepasliaran. Keberadaan Nigel dan Hercules di kandang karantina selalu kami pantau. 

Sebelum mencuci kandang dan memberi pakan para keeper menyempatkan diri untuk duduk berdiam melakukan pengamatan perilaku Nigel dan Hercules. Hasil pengamatan ini menjadi bahan perbandingan mereka selama berada di COP Borneo.

Hercules sejak dulu terkenal dengan sifatnya yang agresif. Saat berada di kandang karantina, Hercules juga masih sering menunjukkan sikap agresifnya. Beberapa kali ketika keeper menyiram kandang dan air dari selang mendarat di bagian tubuhnya, ia langsung menghentakkan tubuhnya dan mengeluarkan bunyi panggilan panjang atau ‘Long Call’ bak orangutan liar. Ia tidak suka disiram air, rupanya.

Cules, sapaan akrab yang kami sematkan. Dia juga memiliki kebiasaan meludah ketika keeper mendekat memberikan buah. Ini merupakan kebiasaan baru Cules yang kami temukan. Dia selalu melirik dengan tajam bagi siapapun yang berada di dekatnya.

Ia tergolong orangutan yang suka pilih-pilih buah yang lezat untuk dilumat. Keeper seing mendapati banyak sisa pakan yang masih utuh. Tetapi ia selalu merespon pemberian enrichment dengan antusias. (JON)

HAPPI KALAH SAAT DI KANDANG

Happi bergabung dengan tiga orangutan jantan lainnya di kandang sosialisasi. Berani, Owi dan Annie, ketiganya dengan tubuh yang lebih besar dari Happi berada satu kandang. Happi cukup pandai dan aktif ketika di sekolah hutan. Ia akan banyak menghabiskan waktunya di atas pohon. Tapi ketika berada di kandang justru tak seaktif ketika sedang bersekolah hutan.

Happi banyak mengalah di kandangnya. Karena ia harus berhadapan dengan ketiganya. Happi lebih banyak menunggu makanan dari perawat satwa. Perawat satwa akan memanggil namanya dan memberikan jatah makanannya. Rebut merebut, pasti kalah. Dia akan dikeroyok oleh ketiganya. Dia memilih di titik aman dengan makan sesuai jatahnya. Tidak ada kata merebut.

Ketika feeding (pemberian makanan) berlangsung, Happi akan turun dari hammock dan langsung duduk untuk menunggu perawat memberinya buah. Jika jatah buahnya sudah dia dapatkan, dia akan langsung bergegas membawa makanannya dan berlindung ke hammock untuk menjauh dari teman-temannya. Dia terlihat sangat takut akan berebutan makanan dengan teman-temannya. Dan teman-temannya itu cukup malas untuk menyusul ke atas hammock. Ketiganya lebih senang makan di depan animal keeper dan merajuk meminta buah lagi… dan lagi. (SIM)

COVID-19 PAKSA TAMBAH FASILITAS KEBERSIHAN COP BORNEO

COVID-19 yang sekarang menjadi masalah kesehatan internasional, juga menjadi perhatian di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. Penambahan fasilitas kebersihan menjadi poin penting untuk mencegah penyebaran virus corona di COP Borneo yang terletak di KHDTK Labanan, kecamatan Kelay, Kalimantan Timur.

Terhitung sejak pertengahan Maret 2020, peningkatan standar kebersihan diikuti dengan penambahan lokasi pencucian tangan di area pusat rehabilitasi. Lokasi pencucian tangan di area pusat rehabilitasi ditambah menjadi 7 titik yang sebelumnya hanya 3 titik. Kini di area parkiran juga disediakan fasilitas pencucian tangan, juga di camp, dapur, gudang pakan dan 3 titik di blok kandang.

Seperti diketahui bahwa pencegahan terbaik untuk Covid-19 adalah dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Di mulai dengan mencuci tangan secara rutin. Hal ini akan terus digalakkan di COP Borneo agar para penjaga satwa dan orangutan terhindar dari penularan virus corona. (FLO)