BEDU DAN TEGAN DAPAT ENRICHMENT BATANG PISANG

Kamis, 10 September 2020, Zain, Angel, Rakyan dan San yang tergabung di Orangufriends (kelompok relawan orangutan) membantu Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja membuat enrichment untuk beruang madu.

Enrichment kali ini menggunakan batang pohon pisang, buah-buahan dan madu serta selai kacang. Potongan buah diselipkan atau dimasukan ke batang pisang yang sudah dilubangi. Kemudian ditambahkan madu juga selai kacang untuk menambah rasa dan bau ke batang pisang. Lalu lubang ditutup kembali dengan potongan batang pisang.

“Kami sempat kesulitan untuk melubangi batang pisang dan membawa batang pisang ke area kandang beruang yang terletak di area bawah. Namun karena gotong royong semua dapat dierjakan dengan baik.”, ujar Liany Suwito, manajer program konservasi eksitu Centre for Orangutan Protection.

Bedu menyambut enrichment dengan semangat, ia segera menghampiri batang pisang dan membuka lubang dengan cakarnya yang besar. Ia juga menggunakan kekuatan gigitannya untuk memecah batang piang. Sementara Tegan terlihat ragu-ragu dan awas. Mungkin karena melihat kami, muka-mukaasing bagi dirinya. Maka setelah kami sedikit menjauh dari area kandang, Tegan keluar secara perlahan dan memberanikan diri menghampiri batang pisang. Terimakasih Orangufriends Jogja… (LIA)

DUA MINGGU PEMBANGUNAN SUMATRA RESCUE ALLIANCE

Tidak terasa sudah dua minggu berjalannya pembangunan Sumatra Rescue Alliance. Hari ini, pembangunan berjalan lancar meski pagi tadi sempat hujan dan membikin semua dari kami khawatir. Hujan berarti tak bekerja, tak ada batu yang terpasang, tak ada tanah yang digali dan tak ada langsiran material karena debit sungai bertambah.

Hampir seluruh dinding sudah tersusun setinggi tiga meter. Rangka besi untuk atas kamar mandi yang akan digunakan untuk tempat penampungan air juga sudah dirangkai. Besok akan dilanjutkan dengan pengecoran. Sekali lagi penuh harapan, alam berpihak pada kami, semoga pengerjaan berjalan lancar.

Sumatra Rescue Alliance adalah pusat penyelamatan satwa di Sumatera Utara. Konflik satwa dengan masyarakat mendorong pendiri dua organisasi orangutan berkomitmen untuk menyelamatkan orangutan Sumatera dan primata endemik Sumatera. Centre for Orangutan Protection bersama Orangutan Information Center dengan dukungan The Orangutan Project dan restu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia memulai tujuan menciptakan kesempatan hidup kedua bagi orangutan dan primata dilindungi yang telah tercerabut dari habitatnya ini. Semoga ibu pertiwi merestui.

PENDATAAN KURA-KURA BAJUKU DI WRC JOGJA

Kamis, 27 Agustus 2020, Orangufriends Nana, Angel dan Zain bersama mahasiswa magang dari Universitas Teknologi Yogyakarta yaitu Ilham mengunjungi WRC di Kulon Progo, Yogyakarta dalam rangka membantu proses pendataan dan pemindahan kura-kura bajuku. Kura-kura bajuku (Ortilia borneensis) yang saat ini juga berstatus terancam punah (IUCN) ini merupakan satwa translokasi yang sudah berada di WRC sejak tahun 2003.

Selain pendataan, pemisahan dan pemindahan kura-kura dari satu kandang ke kandang lainnya dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Kura-kura dikeluarkan dari kandang, lalu pengukuran plastron atau bagian perut dan karapas atau bagian tempurung dicatat. Selanjutnya pemberian nomor dan penyuntikan vitamin. Sekalian pemeriksaan kesehatan, kura-kura yang mengalami luka atau sakit juga segera diobati. Secara keseluruhan terhitung ada sekitar 40 kura-kura yang didata.

Nana yang merupakan alumni COP School batch 6 dan merupakan mahasiswa kedokteran hewan menyatakan, “Senangnya bisa belajar secara langsung dari dokter hewan di lapangan yang ilmunya sulit didapatkan dari kampus.”. Belajar bisa dimana saja dan kapan saja. Keuntungan menjadi bagian Orangufriends, memang seru! (LIA)

SRA DI LEVEL 3 , TUNGGU KAMI ORANGUTAN SUMATERA

Sumatra Rescue Alliance (SRA) lahir untuk orangutan dan primata di Sumatera. Pembangunan fisik klinik dan kandang sudah mulai terlihat. Dinding klinik sudah diketinggian tiga meter. Hujan yang terus menerus turun di sore hari memaksa tim memutar otak, mencari jalan bagaimana pembangunan dapat berjalan sesuai rencana.

Posisi pembangunan yang berada di seberang sungai Besitang, Sumatera Utara cukup menyulitkan bahan bagunan masuk ke lokasi. Sungai menjadi keruh dengan debit yang tidak bisa dilewati. “Berbahaya kalau kita memaksa “melangsir” saat sungai tinggi. Kita tunggu sampai turun. Material kita tumpuk di titik penyeberangan. Kalau tidak surut juga pada waktunya, terpaksa pakai perahu. Dan biaya bisa menjadi lebih besar. Sekali lagi berharap alam bermurah hati dan mendukung pembangunan SRA ini.”, ujar Nanda Rizki Dianto.

Populasi orangutan Sumatera di alam diperkirakan tidak lebih dari 14.000 individu. Keberadaan orangutan sebagai ‘umbrella spesies’ masih saja terancam punah. Bagaimana dengan spesies lainnya? Kepemilikan ilegal yang sering dijumpai atau dilaporkan tidak dapat ditindak lanjuti karena tidak adanya Pusat Penyelamatan Satwa yang memadai di Sumatera terutama bagian utara. “Kami yang bekerja lebih keras, atau tunggu kami Orangutan Sumatera, semoga alam bermurah hati.”.

SENAPAN ANGIN BUKAN ALAT BERBURU SATWA

Pada tanggal 30 Juli 2020, Badan Intelijen dan Keamanan (Baiktelkam) POLRI mengirimkan surat pada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal penertiban penggunaan senapan angin dan pemasangan pagar listrik ilegal. Surat ini disusun untuk menindaklanjuti surat sebelumnya dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai perihal yang sama.

Dalam surat ini, Baintelkam menekankan dan menegaskan kembali beberapa peraturan terkait penggunaan senapan angin, seperti senapan angin hanya dapat digunakan untuk latihan dan pertandingan olehraga menembak dan bukan untuk berburu/melukai/membunuh binatang. Hal ini merujuk kembali pada Peraturan Kepala Kepilisian RI No. 8 Tahun 2012 mengenai Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Olahraga, bahwa pistol angin dan senapan angin hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran dan target.

Baintelkam juga menuliskan dalam surat ini bahwa bila ada pemilik senapan angin yang terbukti melakukan perburuan hewan yang dilindungi akan dikenakan sanksi hukum berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990. Selain itu Baintelkam juga meminta bantuan Dirjen KSDAE KLHK untuk melakukan kordinasi dengan kepolisian untuk mengamankan dan mendata oknum-oknum yang masih melakukan perburuan terhadap satwa dilindungi.

Menanggapi terbitnya surat ini, Hery Susanto sebagai Action Team COP menyatakan bahwa, “Centre for Orangutan Protection sangat mendukung langkah yang diambil Kepolisian Republik Indonesia untuk segera mnertibkan kepemilikan dan penggunaan senapan angin agar tidak ada lagi satwa-satwa yang menjadi korban. Dan harus ada sanksi yang tegas untuk yang masih melanggar agar ada efek jera.”.

Adanya surat Baintelkam ini memberikan harapan baru bagi para aktivis konservasi lingkungan satwa liar. Bahwa pemerintah masih memahami pentingnya ada peraturan baru atau penegasan terkait hukum penggunaan senapan angin. Hal ini juga sebagai tindak lanjut dari banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan senapan angin terhadap satwa liar dan bahkan satwa-satwa yang dilindungi di Indonesia.

Meski begitu, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk melakukan penyelidikan dan pendataan terhadap para pemburu yang masih menggunakan senapan angin, serta penjual atau pembuat senapan angin ilegal. Tingkat hukuman juga harus disesuaikan agar lebih relevan dan dapat membuat efek jera sehingga kasus-kasus ini tidak terulang kembali. Tak lupa juga sosialisasi, pengawasan atau kontrol harus konsisten dilakukan pada masyarakat atau bahkan di komunitas-komunitas berburu sebagai salah satu tindak pencegahan.

Semoga hal-hal ini bisa segera direalisasikan sehingga tidak ada lagi satwa-satwa liar yang mengalami kepunahan hanya akibat perilaku tidak bertanggung jawab manusia. Dan marilah kita sebagai bagian dari masyarakat juga menjadi kontrol sosial dan mendukung pekerjaan pemerintah dalam menegakkan hukum (LIA)

GUNUNG SINABUNG HARI INI

Gunung Sinabung yang dikenal tidak aktif ini telah mengalami erupsi sejak tahun 2010. Pada Senin, 10 Agustus 2020 pukul 10.16 WIB kembali mengalami erupsi dengan ketinggian kolom abu 5000 meter dengan intensitas tebal condong ke arah timur dan tenggara. Tim APE Warrior dari Centre for Orangutan Protection bersama Orangutan Information Centre melakukan asesmen terhadap erupsi yang sempat membuat cuaca menjadi gelap ini. 

Saat ini, gunung Sinabung masih berada di level III atau Siaga dimana terjadi peningkatan aktivitas vulkanik secara signifikan. Status kewaspadaan ini ditetapkan sejak Mei 2019. Letusan kemungkinan besar terjadi dan area potensi bahaya letusan berada di daerah Kawasan Rawan bencana (KRB) II. Masyarakat dilarang melakukan kegiatan di dalam area KRB II ini. 

Erupsi Sinabung hari ini menyebabkan tiga kecamatan di kabupaten Karo terpapar hujan abu. Ketiga kecamatan itu adalah Naman Teran, Berastagi dan Merdeka. Masyarakat masih beraktivitas seperti biasanya. “Memasuki tahun kesepuluhnya gunung Sinabung bangkit dari tidurnya, masyarakat terlihat tidak panik dalam menghadapi letusannya. Anak-anak terlihat masih bermain. Beberapa warga yang masih kembali ke desa yang telah direlokasi terlihat bergegas meninggalkan desa yang seharusnya sudah tidak berpenghuni ini. Guyuran hujan abu sesaat menghentikan aktivitas masyarakat di ladang. Satwa dan ternak masih terlihat tenang.”, ujar Sari Fitriani, COP dari desa terakhir kaki gunung Sinabung.

COP BERSAMA OIC UNTUK PRIMATA SUMATERA

Kedua orang pendiri organisasi orangutan di Indonesia ini telah lama bekerja bersama. Dua puluh tahun lebih saling mengenal dan berkarya untuk penyelamatan orangutan Indonesia. Jika Centre for Orangutan Protection lebih dikenal sebagai organisasi kampanye perlindungan orangutan dan habitatnya tak jauh berbeda dengan Orangutan Information Center yang telah menyelamatkan orangutan Sumatera di Sumbagut. Di bulan kemerdekaan Republik Indonesia ini, keduanya menandatangani perjanjian kerjasama Pembangunan dan Pengelolaan Pusat Penyelamatan Orangutan dan Primata Dilindungi Lainnya dalam Upaya Mendukung Rehabilitasi dan Pelepasliaran Primata di Sumatera. Sebuah komitmen besar untuk satwa liar.

“Kami berharap dapat bekerja maksimal untuk satwa liar Sumatera yang unik dan endemik agar kelak tak sekedar dongeng pengantar tidur. Laporan kepemilikan ilegal satwa liar yang dilindungi terutama primata yang selama ini masuk, semoga mendapatkan kesempatan keduanya untuk dapat kembali ke habitatnya. Penyelamatan, Rehabilitasi dan Pelepasliaran bukanlah hal yang mudah, tenaga dan biaya yang terkuras untuk itu sangat besar. Kami berharap kita semua, masyarakat Sumatera dapat menjadi pelindung juga untuk satwa liar tersebut.”, kata Daniek Hendarto, Direktur COP usai menandatangani perjanjian kerjasama di kantor Yayasan Orangutan Sumatera Lestari yang berada di Jl. Bunga Sedap Malam XVIIIc No. 10 Medan.

Sementara Hardi Baktiantoro (pendiri COP) dan Panut Hadisiswoyo (pendiri YOSL) terlihat sama-sama lega setelah melihat regenerasi organisasinya saling membubuhkan tanda tangan untuk Sumatra Rescue Alliance Primate Center. Mohon doa Orangufriends dan para pendukung agar pembangunan sarana dan prasarana dapat berjalan dengan baik dan lancar. 

MENGENDUS PERBURUAN DAN PENYELUDUPAN SATWA LIAR DI INDONESIA

Kamis, 30 Juli 2020, Mongabay mengadakan Workshop Daring dengan tema “Mengendus Perburuan Satwa Liar di Lampung”. Mongabay Indonesia bersama dengan journalist Learning Forum yang dipandu Dwi Nugroho Adhiasto yang merupakan seorang Regional Wildlife Trade Specialist, Wildlife Crime Unit ini menjelaskan berbagai hal terkait perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia. Mulai dari pelaku kejahatan, modus operandi dan apa yang bisa dan dapat kita lakukan.

Dwi memaparkan bahwa masyarakat dan aparat penegak hukum dapat melakukan usaha preventif dan represif. Mulai dari memperkuat pengamanan di habitat satwa seperti melakukan patroli sampai intimidasi menggunakan teknologi seperti CCTV hingga penanda-penanda pengamanan. Kemudian juga memperketat kontrol dan pemeriksaan di jalur atau pintu keluar masuk peredaran satwa dengan mencatat identitas masyarakat yang melewati jalur tersebut.

Selain itu, Dwi menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh tebang pilih dan kapasitas penyidik untuk kejahatan online harus ditingkatkan. Penggunaan multi regulasi atau UU dapat diberlakukan untuk menindak pelaku kejahatan seperti menggunakan UU Kanrantina, UU Bea Cukai, UU Kementrian Kelautan dan Perikanan, UU Tindak Pidana Pencucian Uang dan lain-lain untuk memberikan hukuman berlapis bagi pelaku kejahatan.

Upaya preemtif seperti sosialisasi maupun penyadartahuan untuk masyarakat yang terlibat dalam perburuan ataupun perdagangan juga diperlukan. Masyarakat lokal sering tidak memahami apa saja kegiatan yang termasuk melanggar hukum. Semoga kejahatan terhadap satwa liar, terutama yang dilindungi di Indonesia dapat berkurang dan diberantas.

“Ayo Orangufriends… kamu ambil peran yang mana? Email kami info@orangutanprotection.com Bersama kita bisa!”, ajak Liany Suwito, juru kampanye non Habitat Centre for Orangutan Protection.

(LIA)

TUJUH BURUNG KEPAKKAN SAYAPNYA DI TN BALURAN

Selesai sudah pelepasliaran satwa liar jenis aves ke Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Ketujuh burung kembali ke alam, walau dengan usaha yang tidak mudah dan murah. “Perjalanan tim APE Warrior dari Yogyakarta ke TN Baluran saja sudah memakan waktu sembilan jam. Itu belum persiapan sebelum keberangkatan. Setibanya di TN Baluran juga tidak serta merta dilepaskan, tetapi juga harus melalui habituasi, baru kemudian bisa dilepaskan. Sudah selesai? Belum, masih ada monitoring, apakah satwa mampu bertahan hidup di habitat barunya atau tidak.”, sedikit penjelasan dari Hery Susanto, Centre for Orangutan Protection.

Tiga individu elang dan empat individu merak akhirnya mengepakkan sayapnya di alam pada 15 Juli 2020 ini. Pintu kandang habituasi dibuka oleh Kepala Balai Taman Nasional Baluran bersama kepala BKSDA Yogyakarta. Keempat relawan orangutan (Orangufriends) yang ikut menghela nafas lega. “Senang sekali, akhirnya mereka dapat bebas.”, ujar Netu yang merupakan alumni COP School 10 dari Jakarta.

“Cuti lima hari untuk ikut pelepasliaran lebih bermakna.”, kata Angga lagi. Sementara Rebi yang saat ini sedang WFH (Work From Home) tanpa aktivitas menjadikan kegiatan relawan kali ini lepas dari karantina di kost-kostan yang telah berlangsung selama empat bulan. Pelepasliaran satwa liar di tengah pandemi COVID-19 memiliki arti tersendiri untuk para relawan. Merasakan karantina selama pandemi berlangsung menjadikan kita dapat merasakan bagaimana satwa liar hidup di dalam sangkar. Seindah apapun sangkar itu, akan lebih baik berada di habitat alaminya.

APE WARRIOR PELEPASLIARAN KE TN BALURAN

Minggu, 12 Juli 2020, lima satwa yang terdiri dari satu ekor elang ular bido, satu ekor elang perut putih, satu ekor elang brontok fase gelap dan dua ekor merak hijau telah diperiksa dan siap untuk dibawa menuju Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Sebelumnya ketiga elang juga melalui proses banding dan wing marker oleh tim dari Yogyakarta untuk mempermudah monitoring nantinya.

Kemudian tim yang terdiri dari BKSDA Yogyakarta, Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta dan juga APE Warrior COP menjemput juga satu ekor merak hijau lainnya di Wanagama Paksi, Gunung Kidul untuk ikut dilepasliarkan. Perjalanan kurang lebih sembilan jam dilakukan dengan beberapa kali perhentian untuk mengecek kondisi keenam satwa. Perjalanan cukup lancar hingga hari Senin, 13 Juli 2020 pukul 05.00 WIB kami tiba di Taman Nasional Baluran. Terbitnya matahari pagi menyambut kedatangan tim dan keenam satwa dengan hawa Baluran yang cukup sejuk.

Keenam satwa tiba dengan selamat dan menunggu untuk dipindahkan ke kandang habituasi. “Sayangnya memang kandang belum sempurna dan uji coba harus dilakukan untuk memastikan kandang aman bagi para satwa. Maka pada siang hari setelah semua diperiksa, satwa-satwa pun akhirnya dipindahkan ke kandang habituasi.”, ujar Liany D. Suwito, juru bicara COP.

“Awalnya para satwa terihat kebingungannya, namun setelah beberapa lama kami pantau akhirnya mereka mulai terbiasa. Ketika diberi pakan, elang laut perut putih makan dengan cukup lahap, namun sedikit berbeda dengan elang brontok dan elang ular bido yang masih terlihat cukup stres.”, tambah Liany lagi.

Hari Selasa ini, APE Warrior akhirnya berangkat ke Banyuwangi untuk mencari mencit dan ikan lele untuk tambahan pakan elang. Semoga hari ini mereka semua sudah mau makan agar besok, semuanya bisa dilepasliarkan dengan lancar dan bisa menyesuaikan diri di habitat barunya. (LIA)