MENENGOK CARA AMAN MEMAKAN BATANG PISANG

Orangutan Aman sangat suka bermain. Tiap kali waktu feeding, ia tiada henti bergerak memainkan daun-daunnya lalu menatanya membuat sarang seadanya. “Agar tidak bosan, kucarikan batang pisang yang tumbuh liar di sekitar camp COP Borneo.”, cerita Amir, perawat satwa di Pusat Rehabilitasi Orangutan satu-satunya yang didirikan putra-putri Indonesia.

Siapa sangka dengan jumlah jarinya yang tidak lengkap ia bisa sangat cepat membuka batang pisang untuk dicari umbutnya, bagian tengah batang pisang. Ia cukup lihai mengandalkan mulut dan gigi-giginya. Hanya dengan sedikit bantuan saja, ia akhirnya bisa menemukan umbut di tengah batang piang. “Bagus Aman.”, pujiku.

Dalam benakku, terlindat perasaan iba dengan Aman. Ia juga sering kali terlihat sulit mengambil potongan buah karena jarinya yang tidak bisa mencengkeram makanan. Sehingga sering buah yang diberikan orangutan Aman terjatuh. “Semangat Aman!”, sambil menatapnya lekat-lekat penuh harapan. (AMIR)

MENGENDUS PERBURUAN DAN PENYELUDUPAN SATWA LIAR DI INDONESIA

Kamis, 30 Juli 2020, Mongabay mengadakan Workshop Daring dengan tema “Mengendus Perburuan Satwa Liar di Lampung”. Mongabay Indonesia bersama dengan journalist Learning Forum yang dipandu Dwi Nugroho Adhiasto yang merupakan seorang Regional Wildlife Trade Specialist, Wildlife Crime Unit ini menjelaskan berbagai hal terkait perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia. Mulai dari pelaku kejahatan, modus operandi dan apa yang bisa dan dapat kita lakukan.

Dwi memaparkan bahwa masyarakat dan aparat penegak hukum dapat melakukan usaha preventif dan represif. Mulai dari memperkuat pengamanan di habitat satwa seperti melakukan patroli sampai intimidasi menggunakan teknologi seperti CCTV hingga penanda-penanda pengamanan. Kemudian juga memperketat kontrol dan pemeriksaan di jalur atau pintu keluar masuk peredaran satwa dengan mencatat identitas masyarakat yang melewati jalur tersebut.

Selain itu, Dwi menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh tebang pilih dan kapasitas penyidik untuk kejahatan online harus ditingkatkan. Penggunaan multi regulasi atau UU dapat diberlakukan untuk menindak pelaku kejahatan seperti menggunakan UU Kanrantina, UU Bea Cukai, UU Kementrian Kelautan dan Perikanan, UU Tindak Pidana Pencucian Uang dan lain-lain untuk memberikan hukuman berlapis bagi pelaku kejahatan.

Upaya preemtif seperti sosialisasi maupun penyadartahuan untuk masyarakat yang terlibat dalam perburuan ataupun perdagangan juga diperlukan. Masyarakat lokal sering tidak memahami apa saja kegiatan yang termasuk melanggar hukum. Semoga kejahatan terhadap satwa liar, terutama yang dilindungi di Indonesia dapat berkurang dan diberantas.

“Ayo Orangufriends… kamu ambil peran yang mana? Email kami info@orangutanprotection.com Bersama kita bisa!”, ajak Liany Suwito, juru kampanye non Habitat Centre for Orangutan Protection.

(LIA)

KOLA SUKA PILIH-PILIH MAKANAN

Sejak awal kedatangannya di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo hingga sekarang, Kola masih beradaptasi soal makanan. Yang perawat ketahui, selama ini ia paling suka pisang dan baru pepaya. Belakangan ini juga mulai menyukai nanas. Oh… ada lagi, buah naga juga mulai disukainya.

Mulanya tiap pagi nafsu makannya kurang baik, selalu menyisakan makanan. Tapi ada kalanya ia terlihat makan dengan lahapnya di pagi hari meskipun tetap menyisakan buah yang tidak digemarinya.

Beberapa kali sudah diberikan varian makanan seperti jagung, singkong, terong, tomat, jeruk tapi ketika ditunjukkan isi kerangjang buah… pasti ia akan langsung mengambil pisang. Maka tak heran banyak tupai yang suka mendatangi kandang Kola karena banyak buah yang disisakan olehnya. “Kola… Kola… kamu koq pilih-pilih sih. Kita kan bingung!”. (WID)

INGIN LARI DARI RAPID TEST

Perawat satwa kembali panas dingin. Mau melarikan diri… tapi tak bisa. Kali ini bukan pemeriksaan berkala rutin yang biasanya mereka lakukan untuk pemeriksaan kesehatan. “Kalau itu sudah biasa. Kita tinggal duduk dan diambil darah. Tarik nafas, hembuskan perlahan, tekan dengan kapas bagian yang telah selesai… dan pulang.”, ujar Linau, perawat satwa di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. Hasilnya, gak perlu kawatir, herpes, hepatitis, HIV AIDS maupun TBC biasanya negatif karena kami mengetahui bagaimana harus menjaga diri dari penyakit menular tersebut. Apa bedanya pemeriksaan sekarang?

“Kami hanya bisa berdiam di rumah atau tetap di camp COP Borneo. Bahkan di awal pandemi, COP Borneo lockdown. Tak seorang pun bisa masuk dan tak seorang pun bisa keluar dari camp. Pemeriksaan kali ini untuk mengetahui apakah kami reaktif atau tidak pada antibodi anti SARS-CoV-2. Rapid test lah.”, kata Simson. “Kalau reaktif, berarti kami langsung diisolasi… mengerikan!”. Jev pun mengambil urutan paling akhir untuk diperiksa. Tapi ternyata hanya membuatnya semakin grogi. “Pasrah sajalah.”, katanya. 

“Syukurlah kami semua di Pusat Rehabilitasi Orangutan non reaktif, termasuk Inoy yang berada di Berau dengan tugas logistik mulai dari kebutuhan pakan orangutan hingga pribadi.”, kata Widi Nursanti, manajer COP Borneo. Tim APE Warrior yang berada di Yogyakarta dan tim APE Crusader yang berada di Kalimantan maupun Jakarta juga menunjukkan hasil non reaktif. “Gunakan masker, rajin cuci tangan dan jaga jarak. Semoga pandemi cepat berlalu.”. 

OWI MAKAN BUAH HUTAN DAN MABUK

Hari ini cuaca terik. Semua perawat satwa berpencar di hutan untuk mencari ranting dan daun muda untuk diberikan ke orangutan sebagai enrichment. Enrichment daun itu tergolong enrichment yang sering diberikan ke orangutan. Pertama, mudah dicari dan mampu membuat orangutan sibuk di kandang dan bisa mendorong kemampuan membuat sarang. Enrichment sendiri memiliki pengertian memperkaya, ya memperkaya aktivitas orangutan di dalam kandang.

Ada yang spontan membuat sarang, ada juga yang hanya dimain-mainkan daunnya. Namun di kandang Owi dkk, Owi malah terlihat seperti makan sesuatu. Dari ekspresinya mengunyah, sepertinya ia memakan sesuatu yang enak.

Setelah diamati lebih dekat, ternyata Owi sedang memakan buah hutan. Ia mendapatkannya dari ranting pohon yang di dekat kandangnya. “Bagus Owi… kamu bisa melirik adanya buah hutan walau di dalam kandang.”, gumam Steven, perawat satwa yang bertugas di kandang orangutan jantan. Buahnya mirip dengan kopi, pun dalamnya, mirip.

Nampaknya setelah Owi mengunyah buah hutan itu, geliatnya menjadi aneh. Raut mukanya seperti mengantuk berat, matanya sayu, badannya oleng bak geliat orang mabuk dan dari bibirnya mengeluarkan air liur terus menerus. Sampai Owi tidak bisa menutup mulutnya.

Lalu kami menyadari, apa karena Owi makan buah hutan tadi ya? Ketika diperiksa kembali waktu feeding (pemberian makan) sore, dia sudah pulih. (STV)

RENCANA FOOD ESTATE DAN ANCAMAN TERHADAP ORANGUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) telah mengeluarkan peringatan soal krisis pangan akan melanda dunia karena pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan berbagai upaya untuk menghadapi peringatan krisis pangan dengan upaya mencetak sawah baru di Kalimantan Tengah.

Kamis, 9 Juli 2020 yang lalu. Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke lokasi pengembangan Food Estate tersebut, tepatnya di desa Bentuk Jaya, kecamatan Dadahup, kabupaten Kapuas serta di desa Belanti Siam, kecamatan Pandih Batu, kabupaten Pulang Pisau. Presiden Jokowi juga menunjuk Prabowo Subianto selaku Menteri Pertahanan sebagai penanggung jawab program Food Estate.

Rencana pengembangan Food Estate ini berada di kawasan Eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) yang juga merupakan program lumbung pangan di era Presiden Soeharto. Tahap awal tahun 2020 ini, rencana pengembangan akan dilakukan di dua belas kecamatan yang tersebar di kabupaten Kapuas serta kabupaten Pulang Pisau dengan total lahan seluas 20.000 hektar. Berdasarkan peta kawasan Eks-PLG lokasi pengembangan ini masuk dalam blok A, blok B dan blok D.

Sebagian wilayah blok A dan blok B berdasarkan peta distribusi orangutan liar merupakan habitat sub spesies orangutan Kalimantan. Kedua blok tersebut berbatasan langsung dengan blok E yang merupakan wilayah konservasi orangutan BOS Mawas. “Centre for Orangutan Protection berharap rencana pengembangan Food Estate memaksimalkan lahan yang telah ada/ eksis persawahan tanpa membuka lahan baru yang dapat mengancam hilangnya habitat orangutan Kalimantan.”, kata Sari Fitriani, manajer non habitat COP.

“Tentu saja pengawasan dari semua pihak terkait keberlanjutan program Food Estate ini sangat diperlukan mengingat program lumbung pagan sebelumnya gagal. Pertimbangan dampak sosial dan ekologinya jangan sampai menjadi korban nilai ekonomis yang ternyata tidak berkelanjutan.”. Sari pun mengingatkan, “Kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan Tengah telah menjadi langganan yang tidak bisa ditolerir lagi. Ekspansi prekebunan kelapa sawit yang menjadi dalang tersembunyi sudah sewajarnya berani bertanggung jawab.”. (RIF)

COP BORNEO DI KHDTK LABANAN UNTUK LIMA TAHUN KEDEPAN

Centre for Orangutan Protection (COP) pada hari ini, bertempat di Kantor Sekretariat Badan Litbang dan Inovasi di Bogor melakukan tanda tangan untuk Perjanjian Kerjasama dengan Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi KLHK tentang penyediaan areal KHDTK Labanan di Berau untuk lokasi Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Orangutan. Perjanjian kedua belah pihak ini dihadiri dan ditandatangani oleh DR. Ir. Sylvana Ratina, M.Si selaku Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi sekaligus pelaksana tugas Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa.

Dalam kesempatannya ibu Sylvana mengharapkan kerjasama ini dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan isi kerjasama. “Ini adalah wujud nyata dari Badan Litbang dan Inovasi mendukung upaya konservasi orangutan dan kerjasama ini merupakan lanjutan dari perjanjian kerjasama lima tahun sebelumnya, semoga lima tahun kedepannya upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh mitra kami COP bisa lebih baik lagi.”.

Ketua COP, Daniek Hendarto sangat senang dengan ditandatangani kerjasama lanjutan lima tahun kedepan (2020-2025) setelah kerjasama lima tahun sebelumnya telah terlaksana dan berjalan.

Tanda tangan Perjanjian Kerjasama ini juga disaksikan oleh Kepala Bagian Program dan Kerjasama DR. Kristianto, Kasubag Kerjasama Yudi Fatwa Hudaya dan perwakilan B2P2EHD bapak Eded Suryadi. (DAN)

 

MASUK MASA NEW NORMAL, ORANGUTAN DI KALIMANTAN TENGAH TETAP TERANCAM

Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak hal pada kehidupan manusia. Hal ini mengharuskan manusia untuk beradaptasi dengan kebiasaan dan tatanan hidup yang baru yaitu New Normal. New Normal menuntut manusia untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru agar dapat tetap berlanjut, mulai dari kebiasaan menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker hingga pembatasan transportasi. Namun bagaimana dengan perubahan kehidupan orangutan di habitatnya di masa New Normal?

Pada 11 Juli 2020, BKSDA Kalimantan Tengah bersama OFI melakukan penyelamatan dan translokasi satu individu orangutan liar di suatu perkebunan kelapa sawit di kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Pada video yang diunggah di media sosial BKSDA Kalteng, terlihat tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA dan Orangutan Rescue Unit OFI melakukan penyelamatan satu individu orangutan jantan berumur kurang lebih 8 tahun dengan mengenakan pakaian APD lengkap.

Sebelumnya, BKSDA Kalimantan Tengah pernah menangani kasus penyiksaan orangutan di suatu perkebunan kelapa sawit di kabupaten Seruyan pada tanggal 30 November 2019. BKSDA Kalteng bersama OF-UK melakukan penyelamatan orangutan dengan kondisi penuh luka dan empat peluru senapan angin yang bersarang ditubuhnya. Selain itu, pada awal tahun 2020, BKSDA Kalteng juga melakukan penyelamatan dan translokasi dua individu orangutan jantan di dua lokasi berbeda di kabupaten Kotawaringin Barat.

Ancaman terhadap orangutan terus terjadi, meskipun terjadi pandemi ataupun adanya tatanan baru. “Pandemi menjadikan kita mengevaluasi kondisi saat ini. Sementara, tatanan baru seharusnya mendorong kelestarian lingkungan yang lebih baik dengan melindungi habitat orangutan dari segala ancaman.”, kata Sari Fitriani, manajer Perlindungan Habitat Orangutan COP. (SAR)

LIMA BELAS HARI INI, SEPTI TIDAK KEMBUNG

Ada satu gadis manis yang selalu membuat penggemarnya khawatir. Dia yang selalu terlihat kalem dengan gaya tatanan rambutnya yang khas, poni yang disisir ke belakang. Yup… dia adalah Septi. Septi yang telah dua kali menjadi kakak maupun ibu asuh dari bayi-bayi orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo.

Septi selalu mempunyai masalah perut kembung. Perutnya sering terlihat membesar dan keras. Sewaktu ada bayi Alouise, Septi tidak terlalu sering kembung. Mungkin karena bayi Alouise selalu memeluknya sehingga Septi merasa lebih hangat dan ada yang menekan-nekan perutnya secara alami. 

Untuk mengurangi kembungnya, tim medis juga sudah menghindari makanan yang mungkin bisa memicu perut kembung. Bahkan langsung menghapus jenis buah yang langsung membuat Septi keesokan harinya kembung. Tapi ternyata Septi masih juga kembung. 

Bahkan, salah seorang pengemarnya telah mengirimkan pengobatan khusus dan tentu saja doa dan harapan untuk kesembuhannya. Semua yang mengenal orangutan Septi berharap kesembuhannya. Dan selama lima belas hari ini, Septi tidak kembung. Sungguh menggembirakan, melihatnya bergerak aktif, walau memang Septi bergerak dengan lamban, baik itu menuju makanannya, menyusun daun maupun ranting atau naik ke atas hammocknya. 

“Ayo Septi… kamu bisa. Banyak penggemarmu yang mengharapkan kabar baik darimu. Kemungkinan untuk dilepasliarkan?”. Setiap orangutan adalah pribadi yang unik. Perkembangan satu orangutan dengan yang lainnya berbeda. Mimpi melihatnya di atas pohon adalah mimpi terbaik. Jalan itu masih panjang, tapi tak pernah ada yang mustahil. Terimakasih untuk kamu yang sangat peduli pada Septi.

PENGAMBILAN DARAH ORANGUTAN AMAN

Semangat… semangat… pagi-pagi hujan sudah turun di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. Dingin… tapi hari ini, jadwal untuk pemeriksaan kesehatan orangutan Aman. Aman adalah orangutan yang baru diselamatkan dari rumah warga di Kutai, Kalimantan Timur. Sejak 3 Juni yang lalu, dia menghuni kandang karantina di klinik COP Borneo, Berau, Kalimantan Timur.

Sebulan lebih, tim medis yang dipimpin drh. Flora Felisitas mengamati perilaku Aman. Bahkan uji coba di playground juga sudah dilalui. Hasilnya… “sungguh malang nasibmu Aman. Tentu tidak mudah hidup yang kamu lalui hingga harus berada dalam perawatan kami di COP Borneo. Kehilangan induk dan jari-jari di tangan kanan maupun kirimu.”, gumam Flora sembari memperhatikan jari-jari Aman. “Bagaimana kami merekam sidik jari-jarimu.”. Syukurlah Aman masih sangat menyukai daun maupun ranting untuk disusunnya menyerupai sarang. Aman juga terlihat sangat menyukai susu. “Ya, Aman lebih menantikan datangnya segelas susu jatahnya dari pada buah-buahan.”, jelas Flora lagi.

Orangutan Aman menjalani pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan dan pencatatan tampilan fisik. “Sampel darah Aman juga akan segera dibawa ke laboratorium untuk identifikasi apakah ada penyakit yang diidapnya atau tidak. Kami juga memasang microchip sebagai identitas.”, tambah Flora lagi. 

Seminggu ke depan, hasil laboratorium orangutan Aman akan keluar. Semoga hasilnya baik agar Aman dapat bergabung dengan orangutan lainnya. “Pengabungan orangutan yang seumuran dan sejenis biasanya membawa pengaruh yang positif. Mereka terlihat saling memperhatikan dan belajar. Ini akan sangat berguna selama menjalani rehabilitasi di COP Borneo. Tetapi juga bisa membawa pengaruh yang buruk seperti menjadi tidak terlalu liar dan meminta perlindungan pada perawat satwanya.”. Orangutan adalah satwa liar yang memiliki DNA hampir sama dengan manusia. Namun, orangutan adalah satwa liar yang memiliki peran penting dalam ekosistem hutan hujan Kalimantan. Jangan pelihara orangutan, biarkan dia di hutan.