PERTAMA KALI NAIK KETINTING

Kalimantan dikenal dengan sungai yang luas dan perahu sebagai transportasinya. Pernah dengan Sungai Kapuas? Ya… itu sungai paling panjang yang ada di Indonesia yang diketahui panjangnya sampai 1.143 kilometer dan ada di Kalimantan. Karena dimana-mana sungai, maka transportasi yang seringkali digunakan masyarakat adalah perahu yang disebut ‘ketinting’. Ketinting adalah perahu kayu dengan  ukuran kurang lebih panjangnya 11 meter dan lebar 60 sentimeter dengan mesin motor yang dipasang di buntut perahu, juga poros panjang dengan kipas yang bentuk dan fungsinya mirip seperti ekor dan sirip ikan untuk menggerakkan perahu. Ketinting ini dikemudikan seorang motoris yang terlatih untuk mengatur gas dari mesin motor dan menaik-turunkan serta mengarahkan poros panjang dari perahu. Satu perahu bisa dinaiki oleh 5-6 orang bersama dengan motoris dan disesuaikan dengan bawaan yang diangkut di atas perahu. Untuk keamanan, perlu dikira-kira banyaknya barang yang akan dibawa dengan pertimbangan jumlah penumpang.

“Hari itu, 12 Maret 2023 saya pertama kali naik perahu ketinting dengan tujuan ke Pos Monitoring Pulau Busang Hagar alias pergi mudik untuk ikut kegiatan pelatihan rescue orangutan sebagai bagian dari tim APE Guardian COP”, cerita Amin Indra Wahyuni, biologist Centre for Orangutan Protection. Mudik memiliki arti pergi ke hulu, sementara ke mudik disebut dengan hilir. Ketinting APE Guardian dengan motoris Tamen Lukas menyusuri Sungai Atan, Sungai Kelinjau, Sungai Penyit dan Sungai Menyuk. “Perjalanan menyusuri keempat sungai ini memakan waktu tiga jam. Sepanjang itu pula, saya disuguhi pemandangan yang baru pertama kali saya lihat. Burung air yang terbang ke sana kemari meminta difoto, mulai dari Kuntul perak. Trinil pantai, dan yang mengejutkan saya juga bertemu Kangkareng dalam perjalan pertama kali naik ketinting!”, tambah Amin penuh semangat. 

Vegetasi yang dilewati juga begitu variatif, kadang masih hutan dengan tumbuhannya dan kadang juga melewati ladang dengan tanamannya dan pondok-pondok milik orang yang berladang di tempat itu. “Orang-orang di sini memang berladang berpindah, saat merasa lahan sudah tidak produktif mereka berpindah tempat untuk membuat ladang baru”, jelas Galih Norma Ramadhan, kapten APE Guardian. Lantas bagaimana dengan ladang yang ditinggal, tanya saya. “Ladang ya ditinggal begitu saja. Nanti akan tumbuh ilalang, tumbuhan liar lain, pohon. Mereka tidak pakai pupuk”. Sangat masuk akal, saya pernah belajar bahwa tanah yang baru dibuka itu memanglah subur, bahkan ada cara alami mengembalikan lapisan atas tanah yang rusak yaitu membiarkan ilalang tumbuh di atasnya.

Air sungai membentuk gelombang setelah dibelah perahu yang kami naiki. Mesin motor memang sebegitu kuatnya melawan arus sungai. Kadang-kadang saya merasa tenang, kadang juga merasa takut karena jujur saja saya tidak bisa berenang, oleh karena itu saya kenakan pelampung untuk keamanan. Sampai setengah perjalanan, kami menabrak sebuah kayu yang tidak tampak wujudnya dari permukaan air. Saya reflek memegang kayu yang ada di lambung perahu sambil menyebut nama Tuhan. Penumpang lain tampak santai saja, terutama motorisnya yang masih necis memakai kacamata hitam dan memandang jauh melihat sungai di depan yang seperti jalan raya tanpa rabu-rabu. Saya saja sepertinya yang merasa jantungan.

Perjalanan berlanjut. Saya melihat pemandangan baru. Jika diperhatikan, pinggiran sungai yang bertabrakan dengan dinding tebing membentuk sebuah pola bergaris-garis, seperti seakan-akan sungai ini dibangun dengan semen. Batuannya terbentuk berpola mungkin karena arus sungai setiap hari dan saya terkagum memikirkan berapa lama pola itu bisa muncul di atas batu yang dilawan air. Ketika perjalanan hampir selesai, sekitar 15-20 menit lagi, perahu kami menyenggol kayu betulan yang terlihat di atas permukaan air. Motoris sudah mengambil arah dari kanan dan agak ke pinggir untuk menghindari kayu itu tapi sayangnya tetap tertabrak. Perahu terguncang, berbelok ke kiri hampir memutar, motoris kami sudah tidak lagi di perahu, saya tiak sempat lihat apakah terpelanting atau terlompat menghindari poros panjang. Tau-tau sudah di air dan kacamata hitam kerennya sudah terlepas. Kami yang di atas perahu cukup panik, apalagi saya. Galih reflek bangun dan mencoba memegangi poros, mematikan gas. Randy berusaha memegangi kayu yang ada di depan mata supaya perahu bertahan dan tidak ikut bergerak bersama arus sungai. Saya ber-dzikir sambil ikut mencari kayu yang bisa digapai juga. Ulang Njau setelah sadar keadaan perahu, lari ke belakang untuk mengambil alih kemudi. Perahu kembali digerakkan ke pinggir dan kami selamat. Setelah perahu dapat dikendalikan, semua menghela napas, juga tertawa tipis-tipis, kecuali saya. Saya masih gemetaran dengan kejadian pertama kali naik ketinting ini. Perjalanan kami berlanjut sampai ke hulu, bertemu tim APE Guardian yang lain dengan jamuan olahan ikan segar. (MIN)

SCHOOL VISIT BATTLE: INTERNATIONAL PRE SCHOOL AND SDN 006 BUSANG

Tim APE Guardian berencana untuk kunjungan ke SDN 006 Busang di desa paling hulu, Desa Mekarbaru sekaligus menyampaikan kegiatan pelepasliaran orangutan ke kantor desa tersebut. Perjalanan panjang melewati perkebunan sawit, hutan tanaman industri, hingga melewati perkebunan kelapa sawit kurang lebih 90 menit pun dilalui. Tentu saja jalan yang dilalui tak selalu rata, kadang bergelombang, berkerikil, berdebu, dan yang paling melelahkan adalah yang becek dengan tanah liat yang lengket hingga saya sebagai penumpang kendaraan roda dua harus turun dan berjalan kaki.

Bertemu Pak Yusman, wali kelas 4, satu-satunya guru yang belum pulang dan bersedia diskusi mengenai tujuan APE Guardian COP melaksanakan sosialisasi tentang orangutan dan habitatnya sebagai bagian dari kegiatan belajar. Dari sini, tim melanjutkan diskusi di rumah Pak Idin, salah satu wali kelas yang dituakan di sekolah itu. Dan berakhir di desa Long Nyelong dimana Kepala Sekolah SDN 006 Busang tinggal untuk mendapatkan izin.

Tibalah hari “Mengenal Satwa Liar Dilindungi di Indonesia khususnya Orangutan” bersama tim APE Guardian. Anak-anak tampak malu namun bersemangat. Ada siswa yang berani menjawab pertanyaan, berani maju untuk menunjukkan di mana sarang orangutan, juga semangat saat menjawab yel-yel ‘Semangat pagi, Orangutan!’.

“Antusiasme siswa-siswi SDN 006 Busang, Kaltim tidak kalah ramainya dengan respon murid-murid di International School Sophos Indonesia yang berada di Bintaro, Tanggerang Selatan tahun 2022, school visit yang dilakukan Orangufriends Jakarta. Perbedaan menonjol terlihat dari ketersediaan fasilitas jalan menuju ke sekolahan, listrik, pengetahuan yang mudah diakses melalui internet, sikap malu-malu siswa dan juga keterbatasan tenaga pengajar”, cerita Amin Wahyuni yang juga mengikuti kedua lokasi school visit Centre for Orangutan Protection (COP). Kondisi ini menjadi motivasi tersendiri bagi tim, untuk mendukung kegiatan Merdeka Belajar yang cukup kompleks dimana tak hanya menuntut penguasaan materi namun penyampaian yang meliputi komunikasi, sikap, percaya diri, dan pengalaman baru. “Segala usaha konservasi satwa liar dan usaha mencerdaskan anak bangsa untuk masa depan yang lebih, memang tidak selalu mudah. Tapi itu bisa dilakukan”, tambahnya lagi. (MIN)

TIGA ORANGUTAN KEMBALI KE RUMAH BARUNYA DI BUSANG

Rabu, 24 Mei 2023 menjadi hari kembalinya orangutan Jasmine, Syair, dan orangutan eks-rehabilitasi Memo ke Hutan Lindung Batu Mesangat kecamatan Busang, Kalimantan Timur. Orangutan tiba di Desa Longlees pada petang hari, Selasa (23/5) bersama tim APE Crusader, APE Defender, KPH Kelinjau, dan BKSDA Kaltim. Kondisi orangutan dan tim sehat wal’afiat setelah menempuh perjalanan panjang selama sepuluh jam dari klinik dan karantina BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Besok pagi tim akan melanjutkan jalur air, malam ini waktunya tidur.

“Tiga jam perjalanan naik ketinting ke Pos Pantau Busang Hagar terasa mengharukan bagi saya pribadi. Ini adalah kali pertama saya terlibat dalam proses pelepasliaran orangutan, ada rasa bangga, lelah, dan khawatir dengan orangutan yang akan dilepaskan”, cerita Amin Indra Wahyuni, anggota tim APE Guardian COP. Jalur darat selanjutnya menuju titik pelepasliaran cukup licin dan berlumpur karena hujan, tim pemikul kandang berulang kali berganti posisi dan personil. Tanpa membawa beban saja jalan terseok-seok apalagi membawa kandang berisi orangutan.

Satu jam lebih perjalanan penuh keringat hingga sampai Hutan Lindung. Tepat di depan akar liana, posisi pintu kandang diletakkan untuk mempermudah orangutan langsung memanjat saat pintu kandang angkut dibuka. Benar saja, orangutan Jasmin dan Syair pun langsung memegang liana dan memakan buah-buahan yang sengaja diletakkan di situ. Sementara orangutan bernama Memo yang dilepaskan tak jauh dari  induk dan anak tersebut, tanpa ba-bi-bu langsung naik ke atas pohon. Rilis selesai, selanjutnya tim APE Guardian melanjutkan Post Release Monitoring (PRM) orangutan.

PRM dilakukan selama tiga bulan ke depan dan akan dipantau terus kondisi orangutan yang meliputi kesehatan, kemampuan mencari makan, dan lokasi pergerakannya. Orangutan Jasmine dan Syair terlihat lebih dahulu dapat beradaptasi dibandingkan Memo, karena Jasmine dan Syair memang orangutan liar yang dipindahkan (tanslokasi). Perlu waktu yang tidak singkat untuk dapat mengantarkan orangutan kembali ke hutan. Usaha luar biasa dilakukan dan banyak pengorbanan mulai dari tenaga, biaya, waktu dan lain-lain. Semoga Jamine, Syair, dan Memo utamanya dapat lekas beradaptasi, tumbuh, dan berkembang di rumah yang seharusnya. (MIN)

PERJUMPAAN TAK TERENCANA DENGAN ORANGUTAN NIGEL

Memasuki waktu 3 jam perjalanan air menuju kawasan pelepasliaran orangutan di Busang, Kalimantan Timur, Tim Centre for Orangutan (COP) dikejutkan gerakan besar di atas pohon yang menjorok ke sungai. Tak lama kemudian terlihat orangutan jantan dengen wajah yang sangat mudah dikenali. Dia adalah Nigel.

Tim APE Guardian COP mengenalinya dengan keberadaannya yang sudah seminggu ini di daerah tersebut. “Perjumpaan ini adalah pengulangan di bulan Maret 2023 yang lalu. Nigel terlihat sedang makan buah ficus spp. Tubuhnya terlihat lebih proporsional. Laporan konflik dengan manusia pun tidak sesering ketika dia baru saja dilepasliarkan pada bulan Juni 2022 yang lalu”, jelas Galih Norma Ramadhan, kapten APE Guardian COP yang bertanggung jawab penuh pada konflik orangutan eks-rehabilitasi COP yang telah hadir dan membaur di Long less selama dua tahun terakhir ini.

Seperti yang diceritakan sebelumnya, orangutan Nigel sempat memporak-porandakan pondok orang yang mencari emas. “Untungnya tidak ada korban. Lama tak pernah bertemu langsung dengan Nigel baru kali ini berkesempatan berjumpa. Senang sekali dan takjub”, ujar Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection dalam perjalanannya melepasliarkan orangutan ke-8 dalam kurun waktu dua tahun ini di Hutan Lindung Batu Mesangat, Kaltim. “Terimakasih Nigel, kamu baik-baik saja”, gumamnya lagi.

MEMO DIBIUS SESUAI RENCANA

Seperti biasanya, Memo sedang berada di pohon yang selalu dia naiki. Tim APE Defender COP kembali menggunakan kaos bukan warna oranye untuk mengelabuinya. Tapi seolah-olah orangutan di pulau mengetahui kondisi bahwa akan ada yang ditembak bius dan meninggalkan pulau untuk selamanya.

Orangutan yang pernah berstatus ‘unrelease’ ini akhirnya menyelesaikan ujian akhirnya di pulau. Memo adalah satu-satunya orangutan yang paling menjaga jarak dengan manusia bahkan dengan orangutan yang lainnya. Statusnya yang pernah menderita hepatitis ini membuat tim selalu berhati-hati dan meminimalisir kontak dengannya. Hasilnya, luar biasa, Memo tak suka kehadiran manusia di dekatnya.

Selama di pulau, biologist Indah mencatat kemajuan berarti dari Memo. Dia tercatat membuat sarang walau tidak terlalu besar namun bisa membuatnya beristirahat di pohon. Memo yang tidak pernah ikut sekolah hutan ini pun tercatat mampu memanjat, menjelajah dan menjaga jarak dengan kedua orangutan lainnya yang berada di satu pulau dengannya yaitu Kola dan Michelle. Memo berhasil bertahan hidup dengan memakan pucuk daun, kambium batang pohon, dan memakan buah-buahan hutan seperti ficus sp yang terdapat di dalam pulau. Selama 3 bulan ini juga berhasil bertahan hidup dari terjangan banjir sungai Kelay yang menenggelamkan daratan pulau dan konsisten di atas pohon. 

Minggu 21 Mei, tibalah waktunya tim membawanya. Pembiusan berjalan dengan cepat dan seperti perkiraan, Memo mencoba bertahan di atas pohon. Tim mempersiapkan jaring dan menyambutnya seiring sedasi yang mulai bereaksi pada tubuhnya. Kesadaran mulai berkurang dan Memo pun jatuh ke jaring. Dengan cepat, tim medis mengukur, mengecek kondisi fisik dan memastikan tanda pengenalnya yang terletak di sekitar pundaknya. Kali ini, mengupayakan penimbangan berat badannya, “46 kg jika dikurangi jaring, sekitar 39 kg beratnya. Agak turun”.

Selanjutnya Memo akan menunggu dua orangutan lainnya yang ikut dilepasliarkan di Hutan Lindung Batu Mesangat, kecamatan Busang, kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Keduanya alah induk dan anak yang kondisinya mulai membaik dari mal nutrisi. Jasmin dan Syair begitulah keduanya dinamai. Semoga perjalanan keesokan harinya berjalan dengan lancar. 

APE SENTINEL MENUJU ABELII FEST BATCH 2

Selangkah demi selangkah kegiatan memperingati hari orangutan (World Orangutan Day yang diperingati pada 19 Agustus setiap tahunnya) dilalui. Tim APE Sentinel COP yang berada di kota Medan, Sumatra Utara telah menyusun serangkaian acara yang tentu saja berbeda, bahasa kerennya out of the box lah. Tapi bukan COP kalau tidak begitu. Konservasi orangutan tidak melulu berbicara jurnal atau pun di seminar saja. Konservasi orangutan milik masyarakat luas. Mari berperan untuk melindungi orangutan.

APE Sentinel bersama Kinocolony dan Kurator Personal (Jedi) kembali membahas teknis open call artist, guide open call dan timeline open call seniman. “Kolaborasi Abelii Fest Batch 2 tidak hanya sebatas dengan Kinocolony dan Kurator Personal saja. Kali ini akan melibatkan Sei Design dan bertempat di Pos Bloc Medan, tempat dimana kreatifitas anak muda Medan berkumpul”, jelas Netu Domayni dari APE Sentinel COP.

APE Sentinel adalah tim Centre for Orangutan Protection yang telah bekerja menetap tiga tahun di Medan. Tim ini fokus pada perlindungan orangutan sumatra (Pongo abelii)  dan orangutan tapanuli (Pongo tapalunesis). Ini menjadikan COP, satu-satunya organisasi di luar pemerintahan yang bekerja untuk ketiga spesies orangutan yang ada di Indonesia. Ketiga jenis orangutan yang ada memiliki karakter yang berbeda, satu dengan yang lainnya. Ketiganya adalah satwa liar yang dilindungi dan masuk kategori kritis terancam punah menurut IUCN Redlist. “Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat dengan latar belakang yang beraneka ragam untuk berperan aktif membantu perlindungan orangutan. Konservasi adalah tanggung jawab kita bersama, bukan hanya ilmuan atau sebatas pekerja konservasi”, tegas Netu lagi. (BAL)

TIGA HARI YANG MENDEBARKAN, MICHELLE DITEMUKAN

Begitulah tiga hari ini kami yang jauh dari pulau pra pelepasliaran orangutan BORA gelisah tanpa akhir. Badan bisa saja di depan meja makan, namun pikiran dan hati ada bersama tim APE Defender yang sedang mencari orangutan Michelle. Michelle adalah orangutan kandidat pelepasliaran orangutan yang telah mendiami pulau orangutan selama tiga bulan ini sebagai ujian akhir, apakah dia berhasil bertahan hidup di alam dan bisa meningkatkan kemampuan alaminya di pulau tersebut.

Sebulan terakhir ini, air sungai Kelay naik luar biasa namun kembali normal. Saat banjir, kondisi orangutan di pulau sering membuat tim khawatir, Arus yang deras dan tingginya air tentu saja membuat daratan pulau tenggelam. Jika orangutan tidak berada di atas pohon atau lengah dan berada di daratan kecil atau sering disebut juga gersik maka dapat dipastikan tidak akan dapat bertahan hidup, terbawa arus.

Dua hari sudah tim mencari keberadaan Michelle dan belum menghasilkan apapun. COP pun menurunkan tambahan orang, perahu, dan tim APE Crusader untuk membantu pencarian orangutan. Sembari menyusuri sungai menuju pulau, tim memasang mata baik-baik di setiap cerukan dan kemungkinan hanyut atau tersangkut di sepanjang sungai. Ini adalah hari ketiga, yang merupakan golden time untuk kasus kecelakaan di sungai.

Siangnya tim kembali menyisir pulau orangutan di tengah hujan. Bahkan banjir sudah hampir menghanyutkan gapura pos pantau, itu berarti BORA telah kehilangan 3 meter tanahnya dari bibir sungai sejak pos monitoring ini didirikan. Tim terus fokus mencari dan memeriksa setiap sudut pulau yang mungkin menjadi tempat berlindung orangutan Michelle.

Tanpa putus asa, tim terus melakukan pencarian hingga 17.00 WITA, disaat matahari mulai jatuh, Michelle ditemukan di gersik belakang pulau. Michelle terlihat pucat dengan hidung yang mengering, mata kotor namun tidak ditemukan luka di tubuhnya. Melihat kondisi seperti ini, sepertinya Michelle kelaparan karena tidak makan selama tiga hari.

Terimakasih tim yang tidak putus harapan dalam pencarian Michelle di waktu hilang yang penting ini. Harunya kami yang mendengar kabar ditemukannya Michelle dalam kondisi baik, tak putus mengucapkan syukur. Michelle, seharusnya kamu lebih peka lagi dengan kondisi alam jika mau dilepasliarkan kembali ke habitat mu!

KAGET DIBERI RAYAP, HAPPI LARI KE POJOK KANDANG

“Hari ini enrichmentnya sarang rayap aja”, usul bang Amir, salah seorang animal keeper saat briefing pagi hari itu. Macam-macam enrichment makanan biasa diberikan untuk menghibur orangutan di luar jadwal makan pagi dan sore. Selain memakan daun dan buah hutan, orangutan juga terkadang memakan serangga seperti rayap, semut bahkan juga ulat. Aku sendiri pernah melihat Mabel, bayi orangutan yang sedang karantina memakan ulat-ulat kecil dengan lahap. “Biasa kita tuh cari di hutan. Tapi aku lihat di jalan dekat klinik ada”, jawab bang Amir ketika kutanyakan bagaimana cara mendapatkan sarang rayap.

Setelah berganti wearpack dan mengambil cangkul, aku, bang Amir, Syarif, Bima, dan Gavrila yang hari itu bertugas menjadi animal keeper segera berangkat ke lokasi sarang rayap yang dimaksud bang Amir. Saat sampai dan ditunjukkan, aku sempat tak percaya bahwa itu adalah sarang rayap. Yang kulihat dihadapanku hanyalah gundukan tanah liat setinggi sekitar 1,5 m. Bima dan bang Amir memberi aba-aba agar kami mundur. Kemudian mereka mulai mengacangkul gundukan tanah liat itu. Lapisan tanahnya cukup tebal dan butuh berkali-kali cangkulan hingga sarang rayap di dalamnya tampak. “Waaah berarti ini gede banget ya sarangnya?”, aku dan Gav terkagum melihat sarang rayap yang terlihat seperti bangunan yang sangat kompleks. Lalu kami memasukkan potongan-potongan sarang rayap ke keranjang.

Setelah sekitar 40 menit, keranjang sudah penuh dengan sarang rayap dan kami pun menuju kandang orangutan untuk membagikannya. Lucu sekali memperhatikan respon mereka yang bermacam-macam. Jainul terlihat penasaran dan pelan-pelan memperhatikan sarang rayap di tangannya. Ketika ada rayap yang keluar, dia tidak memakannya. Justru sarangnya yang ia masukkan ke mulutnya. Yang lain terlihat memakan sang rayap. Ada juga yang membuangnya bahkan terlihat tidak tertarik sama sekali.

Namun yang reaksinya membuat kami tertawa terpingkal-pingkal adalah reaksi orangutan Happi. Ketika kami meletakkan potongan-potongan sarang di tempat makannya, ia mendekat tanpa ragu da langsung memegang satu potong sarang. Ia begitu penasaran dan memperhatikan lekat-lekat sarang itu. Tiba-tiba, ia menjatuhkan sarang dalam genggamannya dan lari pontang-panting ke pojok kandang seperti manusia yang terkejut. Sepertinya ia terkejut ketika ada rayap yang muncul dari lubang-lubang sarang dan berpindah ke tangannya. Setelah puas tertawa, kami mencoba kembali memanggil-manggil Happi, berusaha memberitahunya bahwa rayap dan sarangnya tidak berbahaya. Untungnya Happi masih mau mendekat. Mungkin rasa penasarannya belum terpuaskan. Ia kembali memandangi dan memegang sarang rayap itu. Kemudian ia memain-mainkannya dan mulai memakannya. Kami ikut senang melihat Happi seperti terhibur dengan enrichment yang kami bawa. Jerih payah kami tidak sia-sia.

Sesungguhnya, sarang rayap bukanlah enrichment yang baru untuk Happi. Namun Happi selalu mengekpresikannya dalam bentuk yang berbeda-beda. Orangutan kecil memang selalu lucu karena itu juga banyak orang berpikiran untuk memeliharanya. Tapi orangutan bukanlah satwa peliharaan, rumahnya ya di hutan. Happi pun saat ini sedang menjalani karantina untuk masuk pulau pra-pelepasliaran. Tujuh tahun di BORA, saatnya kembali ke habitatnya. (NAD)

APE GUARDIAN MEMPERSIAPKAN KEDATANGAN 3 ORANGUTAN YANG AKAN DILEPASLIARKAN

Pelepasliaran orangutan kembali ke habitatnya merupakan tujuan akhir dari program rehabilitasi. Dalam kegiatan pelepasliaran perlu dilakukan persiapan yang baik, salah satunya adalah penentuan titik lokasi pelepasliaran. Kawasan Hutan Lindung Batu Mesangat telah menjadi lokasi pelepasliaran orangutan oleh Centre for Orangutan Protection sejak tahun 2022. Ada lima individu orangutan yang telah dilepasliarkan. Tiga orangutan jantan dewasa dan dua individu betina. 

Pertengahan tahun 2023 ini, BKSDA Kaltim bersama COP akan kembali pelepasliaran dan translokasi orangutan. Tim APE Guardian COP pun mulai mempersiapkan jalur yang akan dilalui. Survei jalur menuju lokasi pelepasliaran menghasilkan skenario-skenario berikut resiko terburuk yang mungkin terjadi. Pencarian titik ini mempertimbangkan keamanan lokasi dari aktivitas manusia di sekitar kawasan, evaluasi dari kegiatan pelepasliaran sebelumnya dan mitigasi konflik. Akses pada pelaksanaan kegiatan rilis nantinya juga tak kalah bobot dari penentuan titik. 

Sayangnya, survei harus mengalah pada kondisi cuaca yang kurang bagus. Hampir setiap malam hujan, pagi hari mendung serta gerimis. Matahari baru muncul sekitar pukul 10.00 atau 11.00 WITA. Hal ini membuat pekerjaan membuat jalur rilis tertunda dan sulit. Tapi tidak cukup menyurutkan semangat tim yang terbakar untuk menyambut kedatangan tiga orangutan yang akan dilepasliarkan. 

Terima kasih atas dukungan yang diberikan pada COP. Semangat di dunia maya pun mampu menguatkan tim yang berada di pedalaman Kalimantan dan tanpa sinyal telepon apalagi internet. Semoga semesta mendukung niat baik ini hingga waktu pelepasliaran tiba. (MIN)