September 2020

PERAWAT SATWA TERBAIK DI BORA SEPTEMBER 2020

Akhir bulan September 2020 ada kejutan untuk para perawat satwa di Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA). Sebuah pusat rehabilitasi orangutan yang berada di KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Labanan, Berau, Kalimantan Timur ini memberikan penghargaan untuk perawat satwa terbaiknya.

Pria ini dapat menjalin komunikasi yang baik dengan rekan kerjanya. Tak hanya sesama perawat satwa, tetapi dengan para tim medis. Tanpa ragu dia akan bertanya dan belajar tentang sesuatu yang menurutnya cukup membingungkan. Tapi inisatifnya yang cukup tinggi dengan didukung disiplin, pria berusia 23 tahun ini berhasil menjadi perawat terbaik di BORA.

“Hari ini bukan jadwalnya memotong buah, tapi waktu luangnya digunakannya untuk membantu rekan-rekannya mempersiapkan makanan orangutan. Dia juga yang selalu mengingatkan kami, waktunya membuat enrichment orangutan. Selama pandemi COVID-19 desinfeksi tak hanya untuk kandang orangutan, dia juga yang selalu mengingatkan dan segera berkeliling. Dia adalah Simson, perawat satwa yang telah berada di BORA selama 2,5 tahun.”, ujar Widi Nursanti, manajer BORA.

Selamat ya Simson, seorang putra daerah dari desa Merasak yang terus belajar tanpa ragu. Keterbukaan Simson saat menerima kritikan dan nasihat membuatnya menjadi Simson yang berbeda dari dua tahun yang lalu. Orangutan membutuhkan Simson-Simson yang lain. Simson yang terus berkembang.

ORANGUTAN BUKAN MAINAN, ORANGUTAN DI HUTAN AJA

Kurang lebih 97% DNA orangutan memang sama dengan manusia, namun bukan berarti mereka memiliki kebiasaan yang sama dengan manusia. Beredar beberapa hari belakangan, sebuah video singkat yang entah darimana asal-usulnya tiba-tiba banyak dibagikan di media sosial oleh beberapa akun. Dalam video ini nampak beberapa orang sedang berada di dalam sebuah mobil sambil merekam orangutan yang terlihat sedang minum dari minuman kaleng sambil memegang buah pisang. Lalu terdengar tawa orang-orang yang menonton setiap kali melihat orangutan tersebut minum dari kaleng minuman.

Orangutan hingga sekarang masih sering dijadikan sebagai obyek, padahal statusnya kritis terancam punah menurut IUCN. Orangutan juga termasuk dalam satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.106 tahun 2018. Lalu, menurut UU No. 5 tahun 1990, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup ataupun mati.

Selain itu, pengecualian dari larangan tersebut, hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan dan atau upaya penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan. “Sayangnya dalam video yang dimaksud, orangutan hanya menjadi sebuah obyek hiburan bagi orang-orang tersebut. Padahal orangutan di alam atau habitatnya sangat jauh lebih besar daripada sekedar menjadi hiburan.”, kata Liany Dianita Suwito, manajer program konservasi eks-situ Centre for Orangutan Protection. Orangutan adalah salah satu spesies payung yang memiliki peranan sangat penting dalam menyebar biji-bijian dan menjaga regenerasi hutan. Dan banyak spesies lainnya yang hidup bergantung pada peranan orangutan di alam.

Kecerdasan orangutan membuat mereka mudah untuk belajar dan bahkan meniru perilaku manusia (Russon&Galdikas, 2014). Dan ketika orangutan dipelihara oleh manusia maka tentu perilaku alaminya pun terpengaruh. Di sinilahsebab mengapa orangutan tidak seharusnya menjadi hewan peliharaan. Ketika kecerdasan hewan ini disalahgunakan dan dieksploitasi maka tenta tak hanya berakibat buruk bagi orangutan tersebut secara fisik dan mental, tetapi juga menurunkan kemungkinannya untuk dilepasliarkan kembali ke alam. (LIA)

MARAKNYA JUAL-BELI MACACA DI PLATFORM ONLINE SHOP

Macaca atau yang disebut dengan monyet ekor panjang (MEP) ramai diburu untuk diperjualbelikan oleh masyarakat luas. Setidaknya di setiap pasar burung atau pasar hewan di kota besar maupun kecil terdapat pedagang yang menjual macaca. Di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), bahkan terdapat pedagang yang menjual 8-11 ekor macaca pada kiosnya. Padahal, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) memiliki batas atas jumlah maksimal per tahunnya dalam memanfaatkan macaca, yaitu sebanyak 20.000 ekor. Jumlah tersebut sudah termasuk kuota untuk diekspor ke beberapa negara, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat (Aditya, 2019).

Di sisi lain, saat ini macaca menjadi salah satu primadona masyarakat untuk dipelihara. Tren memelihara macaca ini juga semakin meningkat dengan adanya influencer-influencer di media sosial yang memamerkan berbagai satwa liar peliharaannya. Seperti Irfan Hakim dan Lukman Hakim yang memamerkan macaca albinonya. Pemahaman yang diterima masyarakat dari influencer menjadi bias, terutama keurgensian dalam memelihara macaca. Mereka yang mengidolakan para influencer tersebut tentunya memilih mengikuti jejak memelihara satwa liar. Sayangnya, tidak semua orang memiliki pengetahuan dan juga biaya yang cukup untuk memeliharanya.

Dampak dari pameran influencer atas kepemilikan satwa liarnya, permintaan masyarakat terhadap macaca sebagai hewan peliharaan naik secara signifikan. Dalam kondisi pandemi COVID-19, platform jual-beli online menjadi alternatif penjualan yang digemari. Penelusuran Orangufriends platform seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee, FJBKaskus, Jualo.com dan Carousell banyak memperdagangkan bayi macaca. Bayi macaca dengan usia 1-3 bulan dijual mulai dari harga Rp 80.000,- hingga Rp 1.200.000,00 per ekornya.

Apa yang bisa kita lakukan? Jika kamu peduli, laporkan toko online tersebut pada platform nya. Satwa liar, di hutan aja. Biarkan macaca menjalankan perannya di habitatnya. Bukan dalam pelukanmu! (Rakyan_Orangufriends)

BAGUS SARAPAN DI PLAYGROUND

Pagi ini, Bagus menghabiskan makanannya di playground. Sengaja keranjang makanan ditaruh di atas agar ia berusaha meraih hingga memanjat ke atas playground. Lagi-lagi ia berdiam diri sembari makan di ban yang mungkin menurutnya bak hammock di dalam kandangnya. Tempat ternyaman Bagus ketika di dalam kandang.

Bagus sangat menyukai hammock yang terpasang di kandang karantinanya. Hammock itu adalah tempat yang ditujunya pertama kali ketika dia masuk kandang karantina di Pusat Rehabilitasi Orangutan yang berada di KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur.

Walaupun dia sangat menyukai hammocknya, ketika waktu makan tiba, Bagus lebih suka berada di bawah sambil makan. “Mungkin karena kami tidak memberi makannya di atas.”, pikir Simson, perawat satwa yang memberinya makan selama seminggu ini.

“Bagus… ayo main! Kita tidak bisa terlalu lama di playground.”. (WID)

STOP PASANG JERAT!

Indonesia merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat keragaman hayati yang tinggi, berbagai macam flora dan fauna endemik yang khas dapat ditemui. Kekayaan alamnya banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat pedalaman untuk menjadikannya sebagai tumpuan hidup. Namun masih banyak masyarakat yng memanfaatkannya dengan tidak bertanggung jawab, salah satunya perdagangan satwa liar yang mana MABES POLRI mencatat pada pekan ke-27 tahun 2020 tingkat kriminalisasi tertinggi ke-3 adalah penggelapan termasuk penggelapan satwa dilindungi.

Tingginya nilai jual bagian tubuh satwa liar menyebabkan besarnya ancaman terhadap satwa liar. Dampak yang terjadi karena meningkatnya perdagangan satwa liar adalah perburuan. Berbagai cara dilakukan agar mendapat satwa incaran. Salah satunya dengan memasang jerat. Jerat masih menjadi cara lain yang digunakan untuk berburu satwa karena mudah didapat dan dimodifikasi. Jerat lebih berbahaya karena tidak memiliki target spesifik. Satwa apapun bisa menjadi korban. Pada awal bulan September lalu, satu Harimau Sumatera di kabupaten Siak, Riau ditemukan mati dengan kondiri leher terjerat tali kawat baja. Selain hutan, Taman Nasional juga menjadi incaran pemburu. Dalam surat siaran yang dikeluarkan KLHK 12 September 2020, tim Gabungan Ditjen Gakkum adan Balai TN Bukit Tiga Puluh menemukan dan mengamankan 24 jerat yang dipasang pemburu untuk menangkap satwa dilindungi di dalam kawasan TN Bukit Tiga Puluh. Operasi pembersihan jerat ini dilakukan sejak 27 Agustus sampai 7 September 2020.

Memasang jerat termasuk dalam kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar dilindungi melanggar pasal 21 ayat (2) huruf a jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukum pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp 100 juta. #JeratJahat (Netu_Orangufriends)

BAGUS MEMULAI KARANTINA DI BORA

Bagus, namanya. Dua pekan sudah menghuni kandang karantina klinik baru. Ia selalu tampak kesepian. Setiap kali perawat satwa membersihkan kandang, ia mencoba untuk meraih tangan perawat satwa. Juga ketika perawat satwa meninggalkan kandang Bagus, ia akan menangis untuk mendapatkan perhatian perawat satwa yang meninggalkan kandangnya. Berharap kembali.

Bagus adalah orangutan baru diselamatkan dari pemeliharaan ilegal pada minggu pertama September 2020. Orangutan ini seharusnya sudah masuk Borneo Orangutan Rehabilitation Rescue Alliance (BORA) sejak Februari 2020. Namun saat tim APE Defender tiba di lokasi, pemeliharanya membawa lari Bagus.

“Bagus terlihat sangat tergantung dengan manusia. Dia berharap kita selalu ada di dekatnya. Semoga hasil medis dari laboratorium di Berau bisa segera keluar, dan usai menjalani karantina bisa segera bergabung dengan orangutan lainnya agar tidak terlalu merasa sendiri.”, ujar Widi Nursanti, manajer Pusat Rehabilitasi Orangutan dengan prihatin.

Orangutan merupakan kera besar yang hidup semi soliter, maksudnya tidak selamanya dia berkelompok dengan dengan orangutan lainnya. Orangutan bahkan lebih sering ditemui sendiri di habitatnya. Namun, orangutan betina akan selalu bersama anaknya hingga usia anak mencapai 6-8 tahun. “Orangutan Bagus saat ini berusia 3-4 tahun, ini diketahui dari pemeriksaan jumlah giginya. Anak orangutan yang seharusnya masih bersama induknya seperti perangko yang menempel pada amplop.”, jelas dr. Gilang.

Jika kamu melihat anak orangutan berada di tangan manusia secara ilegal, tolong segera hubungi kami di email info@orangutanprotection.com atau bisa kirim pesan lewat media sosial kami. Rehabilitasi bukanlah hal yang mudah dan sebentar. Proses ini memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. “Jangan pelihara satwa liar! Biarkan satwa liar di habitatnya dan menjalankan fungsinya di sana.”, tegas Widi lagi.

SELAMATKAN POHON DURIAN DARI AMAN

Jadi, di depan klinik pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yang berada di KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur terdapat arena bermain buatan. Playground tersebut dibangun Angel tim dari perempuan-perempuan Australia yang selalu donasi untuk orangutan pada tahun 2016. Di playground ini, orangutan-orangutan kecil yang belum bisa bergabung di sekolah hutan, berlatih.

Kali ini, playground digunakan orangutan Aman. Orangutan yang baru saja diselamatkan dari rumah warga di Kutai, Kalimantan Timur pada Juni 2020 yang lalu. Playground yang terbuat dari balok-balok kayu dan tali-tali dengan kombinasi tong plastik maupun ban mobil bekas ini ternyata tak cukup memuaskan latihan Aman. Aman meraih pohon durian yang berada tepat di samping playground. Idenya dulu menanam pohon durian di situ, agar playground tak terlalu panas.

Ups… apa daya, Aman selalu tertarik dengan pohon durian itu. Pohon durian yang masih kecil itu berulang kali dipanjatnya. Dan berulang kali pula dia terjatuh. “Pohon durian itu belum cukup menahan berat badan Aman.”, ujar drh. Ray sambil tersenyum. Kami berharap wabah corona segera berakhir agar sekolah hutan bisa berjalan seperti biasa dan pastinya untuk melihat aksi Aman di hari pertamanya menjadi siswa sekolah hutan. Dan pohon durian pun dapat terselamatkan. (RAY)

KERJA SUKARELA UNTUK SATWA LIAR DI JOGJA

Di tengah pandemi COVID-19 yang tak kunjung reda, ada satu sisi pekerjaan yang tidak mungkin dilewatkan begitu saja. Bekerja sukarela untuk satwa liar yang terpaksa hidup di dalam kandang. Angel, relawan orangutan yang secara berkala meluangkan waktunya membantu tim APE Warrior COP, kali ini berkesempatan menjadi perawat satwa di Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja selama dua hari. Tentu saja tidak sendirian, dia bersama Jogi dan Santini.

Pagi ini, kandang-kandang burung elang, nuri dan kakatua akan dibersihkan. Lalu, si predator tingkat tinggi itu pun diberi pakan berupa kadal dan mencit. “Seram loh, lihat betapa cepatnya elang menyambar kadal hidup yang disediakan untuk makanannya.”. Tapi para relawan yang tergabung di Orangufriends ini tanpa ragu mengerjakan satu per satu tugas hari pertama ini. Tak lupa memberikan enrichment untuk orangutan berupa batang pisang.

Setelah makan siang, pekerjaan lainnya pun menanti. Potong-memotong buah membuat enrichment es buah untuk primata kecil seperti owa dan siamang. Tentu saja ketujuh orangutan yang berada di sana juga mendapatkan es buah itu. “Cara buatnya, mudah saja. Setelah berbagai macam buah dipotong dadu, masukkan ke dalam gelas bekas, beri air dan masukkan ke dalam lemari es. Tunggu beberapa saat, dan berikan ke orangutan. Aku aja pengen koq.”, ujar Oktaviani Safitri, salah satu staf COP yang ikut mendampingi para relawan.

Santini, mahasiswa yang kebetulan sedang tidak ada jadwal kuliah berharap, bisa mengikuti kegiatan seperti ini lagi. “Ini pengalaman baru.”, ujarnya. Sementara Jogi melihat sisi lain dari satwa liar, “Prihatin, apalagi orangutan-orangutan dewasa yang terlihat stres dan satwa liar lainnya yang harus hidup di kandang.”. Bagaimana pun, satwa liar sesungguhnya lebih baik hidup di alam. (LIA)

BAGUS LANGSUNG NAIK KE HAMMOCK

Bagus… Bagus… Bagus. Begitulah akhirnya kami menamai orangutan yang baru datang di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. Bagus, seiring dengan doa yang kami panjatkan agar dia mendapatkan kehidupannya dengan bagus. “Lihat saja, Bagus tanpa rasa takut langsung menuju ke hammock yang cukup tinggi.”, ujar Linau, perawat satwa COP Borneo. Betul… Bagus sama sekali tidak ragu menuju tempat tinggi.

APE Defender menyelamatkan orangutan Bagus dengan penuh kesabaran. Tujuh bulan yang lalu, Bagus gagal diselamatkan karena dibawa lari pemeliharanya. Si pemelihara ilegal ini, khawatir, Bagus tidak mendapatkan perawatan yang cukup baik. Rasa sayangnya pada orangutan menjadi belenggu tersendiri buat Bagus. Syukurlah, tim APE Defender tidak putus asa. Tim ini terus melakukan pendekatan hingga akhirnya berhasil menyakinkan bahwa, zoonosis bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Pandemi COVID-19 adalah salah satu bagaimana zoonosis terjadi.

Kandang karantina Bagus adalah kandang yang istimewa. Kandang ini adalah sumbangan dadakan dari Orangufriends yang tersebar di seluruh dunia. Orangufriends adalah kelompok relawan orangutan yang mendukung Centre for Orangutan Protection. Donasi melalui paypal dan kitabisa.com dengan cepat mewujudkan kandang karantina untuk Bagus. Semoga, tes kesehatan Bagus bisa segera dapat diketahui. Agar Bagus bisa segera bergabung dengan orangutan kecil lainnya. Pandemi COVID-19, akan kah segera berakhir? Tentu saja ini harapan kita semua… untuk Bagus bisa segera masuk kelas sekolah hutan.

Terimakasih Orangufriends… kini Bagus punya kesempatan kedua untuk kembali ke alam. (GIL)

BULAN KETIGA BIBIT POHON DARI JATAN

Apa kabar bibit-bibit pohon yang telah tiba di tempat persemaian COP Borneo? Hingga saat ini bibit-bibit pohon kapur, durian dan meranti tumbuh dengan baik. Tinggi setiap bibit memang tidak ada yang sama. Bibit pohon durian yang terlihat semakin menjulang, tingginya mencapai 87 cm. Sedangkan bibit meranti dan pohon kapur sekitar 20-30 cm.

“Jika turun hujan, kami tidak perlu menyirami bibit-bibit. Sebagai gantinya kami pun harus semakin sering membersihkan rumput yang tumbuh lebih cepat.”, ujar Linau, kordinator perawat satwa ini. Di saat sekolah hutan ditiadakan karena pandemi corona virus, para perawat satwa menyibukkan diri dengan merawat bibit-bibit pohon yang berada di dekat parkir pusat rehabilitasi orangutan di KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur.

Tentu saja, tugas utama membersihkan kandang, memberi makan orangutan dan enrichment harus diselesaikan terlebih dahulu. Pandemi membuat rehabilitasi orangutan berjalan dengan lambat. “Kami saja rindu untuk ke sekolah hutan, memperhatikan tingkah orangutan yang tidak pernah ada habisnya. Apalagi orangutan itu? Mereka pasti sangat rindu memanjat pohon yang mereka sukai, atau mencari cemilan atau makanan hutan yang bisa mereka jumpai di sekolah hutan.”, kata Simson lagi. (NAU)