ORANGUTAN DI SD NEGERI 1 PETIR

School Visit kali ini di SD Negeri 1 Petir, Jl. Kalianja No. 1 desa Petir, Kalibagor, Banyumas. Berkolaborasi dengan Agung dan beberapa anggota Himpunan Mahasiswa Bio-Explorer Fakultas Biologi UNSOED yaitu Ganjar, Irda dan Iim, orangufriends Vanny berbagi pengetahuan orangutan di kelas IV dan kelas II SD.

Keriuhan tak bisa dielakkan lagi, saat kostum orangutan memasuki ruangan. Semakin sulit dikendalikan saat Vanny mulai memberi pertanyaan dan reward stiker. Berbeda sekali dengan kunjungan mereka ke TK Pertiwi di kota yang sama dan hari yang sama, 12 Juni 2017 yang lalu. “School Visit selanjutnya dengan murid kelas II dan IV berarti kita harus punya taktik tertentu nih.”, ujar Vanny geleng-geleng kewalahan menghadapi murid-murid yang begitu antusias.

Tak heran, Agung yang mengenakan kostum orangutan sangat senang sekali. Dia menjadi pusat perhatian. “Senang… senang sekali. Aku mau ikutan lagi kalau orangufriends Banyumas bikin kegiatan lagi.”, ujar Agung dengan baju basah karena keringat.

“Bagaimana kalau dilanjutkan dengan school visit ke sekolah lain dan kelas yang lain juga?”, saran kepala sekolah SD Negeri 1 Petir, ibu Purwanti saat school visit berakhir. “Lewat school visit, murid-murid jadi lebih tahu tentang hewan yang dilindungi, kenapa dan bagaimana perlindungan satwa tersebut, terutama orangutan yang ternyata satwa endemik Indonesia.”, lanjut ibu Purwanti.

Ini dia kegiatan orangufriends Banyumas. Walau sedikit dan bekerja sama dengan teman-teman yang lain, ini adalah usaha kami untuk konservasi Indonesia. Kalau kamu? (Vanny_Orangufriends)

YOUR SECOND CHANCE, OWA ERIK

This male owa had been a pet for 10 years. He is called Erik. When he was younger, he was kept inside the house. As time goes by, Erik grew bigger and show his true nature. Erik was chained on his waist, in a yard of Mentaya Baru villager, Ketapang, East Kotawaringin, Central Kalimantan. These past 3 years, they made a cage for Erik. A wooden cage, 2x 1.5 m in the backyard of Pak Djianto. They feed Erik with fruits like banana, jambu, and other seasonal fruits. As stated by Pak Djianto, he got Erik from illegal trade when Erik was baby. It was not easy to evacuat Erik. Pak Djianto loved him so much. Through persuasive approach, Pak Muriansya (commander of BKSDA Sampit) finally able to convinced Pak Dijanto. Erik’s story is very common on wildlife trade. When they were little, they were cute. However, when they grew bigger, people got rid of them because of their neture. “To end the illegal trade, do not buy and keep wild animals as pet” stated Faruq Zafran, APE Crusader Captain. Erik was handed to BKSDA SKW II Pangkalan Bun. After completing medical examnation by OF-UK, Eric was delivered to Camp JL in SM Lamandau. (Zahra_Orangufriends)

KESEMPATAN KEDUA MU, OWA ERIK
Owa berjenis kelamin jantan ini sudah dipelihara selama 10 tahun. Dia diberi nama Erik. Saat Erik ini masih kecil, dia dipelihara di dalam rumah. Seiring waktu, Erik tumbuh menjadi besar dan menunjukkan sifat liarnya. Erik pun dirantai pada bagian pinggangnya di halaman rumah warga Mentaya baru Ketapang, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Tiga tahun terakhir ini, Erik dibuatkan kandang kayu berukuran 2 x 1,5m di halaman belakang rumah pak Djianto. Setiap harinya, Erik diberi buah-buahan seperti pisang moli, jambu air dan jenis buah-buahan lainnya sesuai musimnya. Menurut pak Djianto, Erik didapatnya dari perdagangan ilegal pada saat kecil.

Tak mudah mengevakuasi Erik. Pak Djianto begitu menyayanginya. Dengan pendekatan persuasif, Pak Muriansyah (komandan pos BKSDA Sampit) akhirnya berhasil menyakinkan pas Djianto.

Kisah Erik, seperti satwa liar lainnya. Saat kecil adalah bayi mungil yang lucu. Saat memasuki remaja dan dewasa, dia disingkirkan karena keliarannya. “Jangan beli dan pelihara satwa liar untuk memutus mata rantai perdagangan.”, tegas Faruq Zafran, kapten APE Crusader COP.

Erik diserahkan ke BKSDA SKW II Pangkalan Bun. Setelah pengecekkan kesehatan oleh OF-UK, Erik pun diantar ke Camp JL yang berada di SM Lamandau. (PETz)

OKI PINDAH KE KANDANG KARANTINA

COP Borneo bersiap untuk melepasliarkan kembali orangutannya. Tahap demi tahap dilalui dengan kerja keras seluruh tim COP Borneo. Juni 2017, satu orangutan dipindahkan dari pulau pra-pelepasliaran ke kandang karantina. Pemindahan ini bertujuan untuk mengevaluasi kembali kesehatan orangutan secara menyeluruh sebelum dirilis.

Rencana hari ini, ada dua orangutan yang akan dipindahkan. Kedua kandidat orangutan yang akan dilepasliarkan tahun ini adalah Nigel dan Oki. Tapi kondisi air sungai yang naik, ditambah orangutan Hercules yang saat itu sangat mengganggu tim, akhirnya tim medis memutuskan hanya satu individu orangutan yang ditarik terlebih dahulu dari pulau, yaitu Oki. Jadwal untuk memindahkan Nigel akan diatur kembali.

Bantu kami menyelesaikan proses rehabilitasi orangutan di COP Borneo dengan memberikan bantuan lewat http://www.orangutan.id/what-you-can-do/
Bersama… kita pasti bisa! (WET)

APE DEFENDER MASUK DESA

“Ada dua pasien dilaporkan sakit. Kasus penyakitnya gatal sepertinya penyakit kulit.”, begitu laporan sampai ke pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yang bersebelahan dengan desa Merasa, Kalimantan Timur. Kebetulan sekali, dokter hewan di COP Borneo punya program sosial untuk hewan peliharaan dan ternak secara berkala untuk desa terdekat. Pertengahan Juni 2017, sesuai jadwal kosong, drh. Rian Winardi lengkap dengan peralatan dan obat-obatan mendatangi desa yang berjarak 15 km dari pusat rehabilitasi tersebut. 

Usai pemeriksaan, Rian melanjutkannya dengan tindakan injeksi dan pemberian salep. Ternyata kunjungan ke desa ini tak hanya karena ada laporan hewan yang sakit, tetapi merupakan kegiatan terjadwal tim medis satu kali dalam seminggu pada setiap hari Sabtu. Setiap pasien juga memiliki kartu periksa untuk kontrol kesehatan minggu berikutnya. 

“Pantas saja anjing-anjing langsung berkumpul saat drh. Rian menghampiri mereka. Ternyata pemberian makanan tambahan dan vitamin juga membuat merek bertambah nyaman.”, ujar Daniek Hendarto. (NIK)

KANDANG KARANTINA SIAP DIGUNAKAN

Akhirnya kandang karantina untuk kedua orangutan yang akan dilepasliarkan kembali selesai dibangun. Penambahan instalasi air untuk membersihkan kandang karantina dan kebutuhan air untuk orangutan juga sudah selesai dikerjakan.

Kondisi curah hujan yang cukup tinggi akhir-akhir ini membuat kondisi depan kandang karantina menjadi licin dan terjal. Tim memasang titian sederhana dan tangga dari kayu-kayu yang ada agar bisa digunakan untuk berpijak saat animal keeper membersihkan kandang ataupun saat dokter hewan mengontrol kondisi orangutan.

Sekat pembatas juga dicek kembali. Karena orangutan Nigel adalah orangutan jantan alpha yang sewaktu-waktu bisa menarik orangutan Oki. Untuk menghindari kecelakaan seperti itu, tim memastikan kondisi kandang.

Setelah cek, ricek dan triple cek. Kandang karantina siap menerima kedua orangutan kandidat “Year for Freedom”. Ikuti terus perjalanan rilis orangutan Nigel dan Oki. Berikan dukunganmu melalui http://www.orangutan.id/what-you-can-do/

MIMPI ANAK PUNK UNTUK ORANGUTAN

Dia adalah Inoy, staf COP Borneo. Inoy bukanlah orang baru di COP karena sejak 2010, dia adalah salah satu relawan awal yang ikut membesarkan APE Warrior di Yogyakarta. Edukasi, penanganan bencana, kampanye hingga penyelamatan orangutan yang dipelihara secara ilegal pernah dikerjakannya secara sukarela di APE Warrior. Inoy juga seorang musisi beraliran punk yang tergabung di band Miskin Porno. Komunitas punk telah membesarkan seorang Inoy dan mengenalkannya pada dunia perlindungan satwa liar.

Sejak Januari 2017, Inoy memulai karirnya menjadi animal keeper di pusat rehabilitasi orangutan yang dikelola Centre for Orangutan Protection di Kalimantan Timur. Enam bulan ini, membersihkan kandang, memberi makan dan sekolah hutan menjadi awal masa belajar bekerja di COP Borneo.

“Awal kecintaan saya untuk orangutan adalah ketika menjadi relawan COP. Saya bertemu teman-teman yang punya dedikasi tinggi untuk satwa liar.”, ujar Inoy. Kecintaan dia terhadap dunia perlindungan satwa merambah ke dunia musik yang dia cintai. Membuat lagu tentang lingkungan dan satwa liar serta kampanye perlindungan satwa liar, dia lakukan bersama bandnya saat tampil di panggung. Saat ini, dia meninggalkan segala kesenangannya, menuju hal yang lebih membahagiakan dirinya, terjun langsung menyelamatkan satwa liar.

Pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo berada jauh dari keramaian. Sinyal telekomunikasi di dapat setelah bergeser sekitar 5 km. Update status di facebook dan media sosial lainnya sangat sulit. “Saya menikmati proses ini untuk belajar dan berguru termasuk dari masyarakat lokal di sekitar pusat rehabilitasi COP Borneo. Saya punya mimpi sederhana untuk membantu orangutan-orangutan di sini. Kelak, orangutan-orangutan di sini bisa pulang kembali ke hutan dengan kemampuan saya yang terbatas ini. Tapi saya optimis mimpi ini akan berjalan jika ada kerja keras dari saya dan tim di sini tentunya.”, semangat Inoy.

Kalau kamu? (NIK)

THE GREEDY BONTI

There is one baby orangutan at the COP Borneo orangutan rehabilitation center who eats the most and likes to take other orangutan food. He is Bonti. This information is not only according to orangutan nurses but also from veterinarians and COP Borneo manager who study orangutan behavior at the COP Borneo.

All fruits prepared by the animal keeper are always eaten until finished by Bonti. Additional food was soon consumed by him. “Bonti will soon finish the milk and … rob the rest of the milk belonging to the others”, said drh. Rian Winardi. “Even Pingpong, who is older than Bonti, also had to give up his milk to the greedy Bonti” added Rian.

Could it be that Bonti became the dominant orangutan later? “It’s too early to conclude that,” said Reza. “This is still an orangutan baby delinquency stage. Physical and behavioral development will continue to be monitored. This will be a note to move to a higher level.”

COP Borneo is an orangutan rehabilitation center established and run by the best Indonesian. Give your best support for the orangutan conservation and their habitat through Center for Orangutan Protection. (IND)

BONTI SI RAKUS
Ada satu bayi orangutan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yang paling banyak makan dan suka merebut makanan orangutan lainnya. Dia adalah Bonti. Informasi ini tak hanya menurut para perawat orangutan, tapi dari dokter hewan dan manajer COP Borneo yang mempelajari tingkah laku orangutan di COP Borneo.

Semua buah yang dipersiapkan animal keeper selalu dimakan sampai habis oleh Bonti. Makanan tambahan pun segera habis olehnya. “Bonti akan segera menghabiskan susunya dan… merampok jatah susu milik yang lainnya.”, ujar drh. Rian Winardi. “Bahkan Pingpong yang berumur lebih tua darinya, juga dirampas susu jatahnya.”, tambah Rian.

Mungkinkah Bonti menjadi orangutan dominan nantinya? “Masih terlalu dini menyimpulkan itu.”, ujar Reza. Ini masih tahap kenakalan bayi orangutan. Perkembangan fisik dan tingkah laku akan terus dipantau. Ini akan menjadi catatan untuk pindah ketingkat yang lebih tinggi lagi.

COP Borneo adalah pusat rehabilitasi orangutan yang didirikan dan dijalankan oleh putra putri terbaik Indonesia. Berikan dukungan terbaikmu untuk kelestarian orangutan dan habitatnya lewat Centre for Orangutan Protection.

SCHOOL VISIT KE TK PERTIWI BANYUMAS

Monday morning, Orangufreinds Banyumas, suported by Agung and several Bio-Explorer Student Council member from Faculty of Biology UNSOED: Ganjar, Iim, and Irda, conducted school visit to Pertiwi Kindergarten, Banyumas. The school visit activity’s objective was to introduce wildlife to kids, to stimulate their interest on Indonesian wilflide, especially Orangutan. Through the wildlife, this will also stimualte their nationalism from early age. “The school visit was a very good chance to educate kids from young age, so they will protect the willdlife when they grow older, especially protecting the orangutans,” stated the Headmaster of the Pertiwi Kindergaten Ani Angoyowati. Vanny, Orangufriends Banyumas, excitedly presented the education material. Started from orangutan’s habitat, their food, and their figure. The kids were excited when the orangutan costume, Pongo, entered the room. The students were played, sang, drew and took pictures with Pongo. Agung, the man beneath Pongo costume, was very excited eventhough the costume was very hot and tiring. “it was so much fun being Pongo and play with them,” stated Agung after the school visit ended. (Zahra_Orangufriends)

Senin pagi, Orangufriends Banyumas dibantu Agung dan beberapa anggota Himpunan Mahasiswa Bio-Explorer Fakultas Biologi UNSOED yaitu Ganjar, Iim dan Irda melakukan school visit ke Taman Kanak-kanak Pertiwi, desa Peter, Kalibagor, Banyumas.

Kegiatan school visit mengenalkan satwa liar pada anak-anak sejak kecil diharapkan bisa semakin menarik mereka untuk lebih peduli pada satwa liar khususnya orangutan. Kebanggaan pada satwa asli atau endemik Indonesia ini mungkin bisa meningkatkan cinta tanah air anak-anak sejak usia dini.

“School visit merupakan pembelajaran yang sangat bagus untuk usia dini, agar nantinya bisa menjaga orangutan untuk kelestarian satwa liar.”, ujar kepala sekolah TK Pertiwi, ibu Ani Angoyowati.

Vanny, orangufriends banyumas dengan semangat berbagi materi tentang orangutan. Dimulai dari habitat orangutan, makanan hingga bentuk orangutan dan kemunculan kostum orangutan semakin menarik perhatian anak-anak.

Bersama si Pongo, siswa-siswi diajak bermain, bernyanyi, menggambar dan foto bersama. Agung yang berperan sebagai Pongo pun menjadi senang walau kepanasan dan lelah mengikuti kelincahan anak-anak TK ini. “Senang sekali bisa jadi Pongo… bermain bersama mereka.”, ujar Agung usai school visit berakhir. (Vanny_Orangufriends)

CERITA YANG TERSISA DARI ART FOR ORANGUTAN (2)

Semangat… semangat… panitia Art For Orangutan 2016 mulai memasang karya. Dengan bermodal petunjuk dari seniman yang mengirim karya tersebut, beberapa karya berhasil dipasang. Namun tak jarang, karya dikirim tanpa petunjuk, sampai akhirnya, panitia menghubungi kembali seniman untuk menanyakannya.

Di sinilah, awal cerita lucu itu mampir. Saat pameran berlangsung, seniman yang mengirimkan karya pada berdatangan dari Jakarta, Ciamis, Bali dan Yogyakarta melihat karya mereka dipajang. Ada satu orang yang lama sekali berada di depan sebuah lukisan. Orangufriends (kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection) yang saat itu bertugas menghampirinya. Cerita punya cerita, ternyata itu adalah karyanya. Dan karyanya dipasang terbalik. Glodak!!! Spontan orangufriends meminta maaf atas kesalahan pemasangan. Namun karena pameran sedang berlangsung dan banyaknya pengunjung, kesalahan pemasangan tidak dapat langsung diperbaiki. Panitia pun berjanji untuk memperbaiki seusai acara hari kedua pameran. Malam itu, panitia belajar tentang sebuah karya abstrak. Mungkin AFO berikutnya, seniman wajib mengirimkan posisi karya saat dipasang.

Beberapa panitia tidur di ruang pameran. Pagi ini kebetulan Ramadhani, direktur operasional COP yang bertugas. Sembari olahraga dengan menyapu ruangan, Dhani begitu sapaan sehari-harinya melihat seorang bapak-bapak yang masuk ke ruangan pameran. Mungkin sekitar 50-60 tahun, kakek mungkin tepatnya. Siapakah kakek ini?

Owh, ternyata dia jauh-jauh dari Jawa Barat ke Yogya untuk melihat pameran ini. Tepatnya melihat karya nya berada di pameran Art For Orangutan 2. Ini adalah keikutsertaannya yang kedua kalinya. Karya seni memang menabrak ruang usia. Peduli pada orangutan Indonesia? Ngak cuman seniman muda donk… Usai berkeliling, si kakek pun pamit pulang, mengejar bis siang ke Ciamis.

Siang itu, muncul ibu-ibu paruh baya di ruangan pameran. Dari logat bicaranya, sepertinya orang Jakarta. Wah… pameran Art For Orangutan memang punya magnet tersendiri. Tapi kenapa si cucu yang menemaninya terlihat bingung? O… o… ternyata… si ibu dulunya kuliah di ISI Yogyakarta. Ruang pameran yang digunakan AFO adalah ruang kuliahnya dulu. Si ibu pun bernostalgia. Sementara ruang kuliah Seni Rupa sendiri sudah lama pindah ke gedung yang berbeda.

Sore ini terlihat lebih semarak. Serombongan perempuan cantik masuk ke ruangan pameran. Apa yang menarik? Ternyata karya mereka terpajang di sisi dinding pameran AFO. Ada satu temannya yang terlihat dibully. Ha… ha… ha… dia menghargai karyanya dengan harga yang menurut temannya mahal sekali.

Diiringi musik sayup-sayup, masuk satu keluarga ke dalam ruang pameran. Perempuan dengan rambut panjang menunjuk satu karya pada bapaknya. Owh, karya yang halus sekali. Mereka sekeluarga, datang dari Jakarta untuk melihat karya putrinya dipamerkan.

Art For Orangutan adalah pameran yang muncul dari ekspresi kepedulian seniman pada lingkungannya terutama orangutan. Ancaman orangutan dituangkan pada sebuah karya seni tanpa batas. Seperti karya multi dimensi senapan angin yang dikirimkan. Tak sebatas usia dewasa saja, namun kunjungan anak SD pun menjadi paham setelah melihat hasil karya lintas usia, budaya dan agama dari Art For Orangutan. (bersambung).

POPI, ORANGUTAN PALING KECIL DI COP BORNEO

Popi namanya. Dia adalah orangutan paling muda di COP Borneo. Popi masih tinggal di klinik dan kandang karantina pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, terpisah dengan bayi orangutan lainnya. Pemisahan ini agar Popi mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Wety dan drh. Rian Winardi adalah orang yang selalu mengontrol kondisi Popi setiap saat. Kontrol pakan, kebersihan kandang, susu dan kebutuhan lainnya dikerjakan secara intensif oleh mereka berdua.

Sesekali, Popi dibawa ke sekolah hutan dan belajar bersama Owi, Bonti dan Happi di program sekolah hutan. Prestasi terbaik Popi ada pada tanggal 10 Juni 2017. Dimana Popi memanjat pohon sampai pada ketinggian 25-30 meter. Popi memanjat pohon dengan memanfaatkan akar dan ranting kecil yang menempel di pohon.

Popi juga sempat terpantau meminum air hujan yang terjebak di lubang pohon dan sesekali mengambil daun untuk dimakan. “Sebelumnya Popi kalau sekolah hutan, memanjat pohon namun tidak terlalu tinggi. Kalau memanjat pun, dia tidak berani turun, hingga para animal keeeper terpaksa memanjat pohon tersebut dan menggendongnya turun. Hari ini, Popi luar biasa. Dia memanjat pohon yang tinggi dan turun sendiri, tanpa bantuan siapa pun.”, ujar Wety Rupiana, baby sister Popi dengan haru. (NIK)