Uncategorized

CHAIN OFF OF GIBBON, WHEN WE CARE

Elin Alvita is a member of Orangufriends Banjarbaru who is also an alumni of COP School Batch #5. Seeing the three long-tailed monkeys, two monkeys, a bornean gibbon and the Tongtong stork which lived in a low welfare at Van Der Pijl Park Banjarbabaru, Elin took the initiative to make improvements. It was not easy, but the Orangufriends and she got a huge support and were finally able to help the animals to get a better life.

Getting license from the Department of Sanitary and Landscaping Banjarbaru, Elin made a huge effort to raise fund by selling bornean gibbon t-shirt and organizing music concerts Fund for Park on September 26, 2015. In this fund-raising, Elin got both moral and material support from various communities and bands that toned up this event. The communities that have helped Elin were Morning Art Media Creative, WALHI South Kalimantan, Mapala Piranha, and Butze Tako. Meanwhile, the bands that have enliven the Fund for Park were Soul Cry, Sunday High Club, Hello Kitty Berkumis, Jokes of Superboys, Dreamtree Reggae, Seven Ways To Sunday and Buddy Guy Project. Aside from the community and the band, Elin also got financial support from Rumah Makan Semua Senang, Oasis Adventurous Stuff, and the donors who have bought the bornean gibbon t-shirts. From the donations and activities, Rp 8,923,800.00 where collected to be used in repairing the animal enclosure at Park Van der Pijl Banjarbaru.

The enclosure repairing was done in in October and December. The intentions were to remove the chain on animals’ stomachs and to better the animals’ life. In addition to fixing the cage, information boards about animals were also added to enrich the visitor information about the animals. This effort really helped the animals in the Van Der Pijl park to get its’ welfare. This couldn’t be done without the support of various parties mentioned above. Therefore, Elin and Orangufriends Banjarbaru would like to thank them all. (KIA)

RANTAI PUN LEPAS DARI OWA, SAAT KITA PEDULI

Elin Alvita adalah anggota Orangufriends Banjarbaru yang juga merupakan alumni COP School Batch #5. Berangkat dari keprihatinannya melihat rendahnya kesejahteraan tiga monyet ekor panjang, dua beruk, satu Owa Kalimantan dan satu bangau Tongtong di Taman Van Der Pijl Banjarbabaru, Elin berinisiatif melakukan perbaikan. Hal ini tidak mudah dilakukan. Akan tetapi berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya Elin bersama Orangufriends Banjarbaru yang lain berhasil membantu satwa-satwa tersebut untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.

Setelah selesai mengurus perijinan ke Dinas Kebersihan dan Pertamanan Banjarbaru, Elin melakukan penggalangan dana dengan menjual kaos bergambar Owa Kalimantan dan menyelenggarakan konser music Fund for Park pada tanggal 26 September 2015. Dalam penggalangan dana ini, Elin banyak mendapatkan dukungan baik moral maupun material dari berbagai komunitas dan band-band yang mengisi acara ini. Komunitas bekerja suka rela membantu Elin adalah Morning Art Media Creative, Walhi Kalsel, Mapala Piranha, dan Butze Tako. Sementara itu, band yang memeriahkan acara Fund for Park di antaranya Soul Cry, Sunday High Club, Hello Kitty Berkumis, Jokes of Superboys, Dreamtree Reggae, Seven  Ways To Sunday dan Buddy Guy Project. Selain dari komunitas dan band, Elin juga mendapatkan bantuan material dari Rumah Makan Semua Senang, Oasis Adventurous Stuff, dan donator-donatur yang membeli kaos Owa. Dari donasi dan kegiatan tersebut, terkumpul dana sebesar Rp 8.923.800,00 yang kemudian digunakan untuk memperbaiki kandang satwa di Taman Van der Pijl Banjarbaru.

Perbaikan kandang dilakukan dalam dua bulan, yaitu pada bulan Oktober dan Desember dengan target satwa yang dirantai di perut bisa dilepaskan dan satwa bisa lebih nyaman di dalam kandang. Selain memperbaiki kandang, papan informasi mengenai satwa juga ditambahkan untuk memperkaya informasi pengunjung mengenai satwa-satwa yang ada di Taman Van Der Pijl. Berkat inisiatif Elin tersebut, satwa-satwa di Taman Van Der Pijl dapat hidup lebih sejahtera. Keberhasilan Elin dalam menggerakkan Orangufriends Banjarbaru untuk memperbaiki kesejahteraan satwa-satwa tersebut tentunya tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, Elin dan Orangufriends Banjarbaru mengucapkan terima kasih kepada semua pihak ikut peduli tersebut. (KIA)

PROSECUTORS PLAY A KEY ROLE IN WILDLIFE CONSERVATION

Why do criminals receive light sentences?  Because prosecutors demand light sentences. Since the 5th Laws in 1990 were enforced, not one person who has committed crimes against wild life has received more than a 2 year jail term. In general, they only serve 8 months in jail, however there are those that receive only 3 months probation. This means that the criminal is never actually incarcerated, but merely monitored for 3 months. If they are found to sell again in that 3 month period, then officials can put them into jail. This is the reason why crimes against wildlife continue to occur in Indonesia. Those who have been incarcerated, return to sell again and even to challenge BKSDA through social networking

Because of this experience, the COP started to focus on the Attorney General.  On the 7th of September 2015 the COP delivered a formal letter to the Attorney Generals office.  The COP requested that the Attorney General oversee legal proceedings in the case of the trading of 3 infant orangutans in Aceh. This was aimed to demand the maximum penalty so that the heaviest sentence would be given and the work of the police and BKSDA would not be in vain. So that the community support would not be in vain. So that the criminal would truly be punished and wildlife would no longer be threatened.

Come on prosecutors, play your part in the conservation of wildlife in Indonesia.

 

JAKSA MAINKAN PERAN KUNCI DALAM KONSERVASI SATWA LIAR

Mengapa penjahat dihukum ringan? Karena Jaksa menuntutnya ringan. Sejak Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 diberlakukan, tidak ada satupun pelaku kejahatan terhadap satwa liar dihukum penjara lebih dari 2 tahun. Umumnya hanya diganjar 8 bulan penjara, bahkan ada yang dihukum 3 bulan masa percobaan. Artinya, si penjahat tidak pernah benar – benar dipenjara. Dia hanya diawasi selama 3 bulan. Kalau dia ketahuan jualan lagi dalam 3 bulan tersebut, maka petugas bisa langsung menjebloskannya. Inilah sebabnya kenapa kejahatan terhadap satwa liar semakin menjadi – jadi di Indonesia. Yang sudah pernah dihukum penjara, langsung jualan lagi dan bahkan menantang BKSDA di jejaring sosial.

Berangkat dari pengalaman tersebut, COP mulai memfokuskan diri ke Kejaksaan. Pada tanggal 7 September 2015 COP melayangkan surat resmi ke Kejaksaan Agung. COP meminta agar Kejaksaan Agung mengawasi proses hukum kasus perdagangan 3 bayi orangutan di Aceh. Ini bertujuan agar tuntutan hukum bisa maksimal. Agar hukuman yang dijatuhkan bisa seberat – beratnya. Agar kerja polisi dan BKSDA tidak sia – sia. Agar dukungan masyarakat tidak sia – sia. Agar para penjahat benar – benar kapok, sehingga satwa liar tidak lagi terancam.

Ayo para Jaksa, mainkan peran anda dalam konservasi satwa liar Indonesia.

APE WARRIOR DEPARTS TO SUMATRA TO SUPPORT OPERATION NOCTURNO

After succeeding to catch a trader in Aceh and rescue 3 infant orangutans on the first of August 2015, the COP continues to fight against wildlife trade in Sumatra. Today, the APE warrior team departed to Sumatra with teams from Animals Indonesia. They will travel to south Sumatra, Bengkulu and west Sumatra. They will build the basic facilities of the Sumatra Wildlife Rescue Centre in Palembang and evacuate several species of wildlife so that they have a second opportunity for a better life.

Palembang is a point of contact for the wildlife trade in Indonesia, in the western part along with Pontianak and Medan.  The focus of the teams work is nocturnal wildlife, especially pangolins and lemurs. Because of this, #sumatramission this year has been labelled #operationnocturno .

Follow the latest developments on the website and through social media. Don’t forget to contribute. The success of this operation depends on the support of all of you.

 

APE WARRIOR DIBERANGKATKAN KE SUMATERA GUNA MENDUKUNG OPERASI NOCTURNO

Setelah berhasil membekuk seorang pedagang di Aceh dan menyelamatkan 3 bayi orangutan pada tanggal 1 Agustus 2015, COP terus bergerak memerangi perdagangan satwa liar di Sumatra. Pada hari ini, tim APE Warrior diberangkatkan ke Sumatra bersama dengan tim Animals Indonesia. Mereka akan menjelajahi Sumatra Selatan, Bengkulu dan Sumatra Barat. Mereka akan membangun fasilitas dasar Pusat Penyelamatan Satwa Liar Sumatra / Sumatra Wildlife Rescue Centre di Palembang dan mengevakuasi beberapa jenis satwa liar agar mereka memiliki kesempatan ke dua dalam hidupnya untuk hidup yang lebih baik.

Palembang adalah titik hubung perdagangan satwa liar di Indonesia bagian barat bersama dengan Pontianak dan Medan. Fokus kerja tim saat ini adalah satwa liar malam atau nokturnal, terutama trenggiling dan kukang. Karenanya, #sumatramission tahun ini dilabeli dengan #operationnocturno .
Ikuti terus perkembangan terbaru di website dan jejaring sosial. Jangan lupa untuk menyumbang. Kesuksesan operasi ini bergantung pada dukungan anda semua.

COP LAUNCH SUMATRA MISSION #3

image001

Today, the Centre for Orangutan Protection dispatched 2 members of the APE Warrior team to Sumatra. The aim of this journey is gather public support in the fight against poaching and wild life trade along with helping zoo officials to achieve ex situ conservation goals which are mandated by The Ministry of Forestry especially in regards to the welfare of wildlife and education of society.

APE Warrior, Daniek Hendarto, who lead this Sumatran mission provided and the following statement:

“This is our 3rd routine mission. The first was undertaken at the start of 2013. In the first mission, we helped 4 zoos with handling 6 orangutans and several other species of primates. We also will campaign to close zoos which cannot be improved and relocate the animals to other zoos. In our second mission, we focussed on Aceh, helping local authorities relocate orang-utans and a diverse variety of other animals which were illegally kept’.

“This mission is quite unique because we are partnering with other organisations such as Animals Indonesia. This mission is titled Operation Nocturno. The aim is to fight crime against nocturnal animals especially lemurs and pangolins. The second APE Warrior team will depart in on the second of August.”

“The team will also visit schools and community groups to galvanise support in the fight against poaching and wild life trade. A large proportion of animals in Sumatran zoos are donated from the community. This means they are victims of poaching, trade and the illegal pet industry. There needs to be joint efforts to end this cycle.

The Sumatran mission will last for 30 days and will go to south Sumatra, Riau and North Sumatra. The Centre for Orangutan Protection thanks the Orangutan Information Centre for its support.

 

Centre for Orangutan Protection pada hari memberangkatkan 2 anggota tim APE Warrior ke Sumatra. Misi dari perjalanan ini adalah menggalang dukungan publik untuk memerangi perburuan dan perdagangan satwa liar serta membantu para pengelola kebun binatang untuk mencapai tujuan – tujuan lembaga konservasi ex situ yang diamanatkan oleh Kementerian Kehutanan, terutama dalam hal kesejahteraan satwa liar dan pendidikan masyarakat.

Daniek Hendarto, kapten APE Warrior yang memimpin Misi Sumatra ini memberikan pernyataan sebagai berikut:

“ Ini adalah misi rutin kami yang ke 3. Yang pertama dijalankan di awal tahun 2013. Dalam misi pertama tersebut kami membantu 4 kebun binatang dengan jumlah total orangutan yang  ditangani adalah 6 orangutan dan beberapa jenis primata lainnya. Kami juga akan mengkampanyekan penutupan kebun – kebun binatang yang secara teknis tidak mungkin diperbaiki. Satwanya harus dievakuasi ke kebun binatang lain. Dalam misi kami yang ke 2, kami memfokuskan diri di Aceh, membantu otoritas setempat mengevakuasi orangutan dan beragam jenis liar lainnya yang dipelihara illegal.”

“Misi kali sangat unik karena kami bermitra dengan organisasi lain, yakni Animals Indonesia. Misi ini bertajuk Operation Nocturno. Bertujuan memerangi kejahatan terhadap satwa liar nokturnal terutama kukang dan trenggiling. Tim ke 2 APE Warrior akan diberangkatkan pada minggu ke 2 Agustus.”

“ Tim juga akan berkunjung ke sekolah – sekolah dan kelompok swadaya masyarakat untuk menggalang dukungan pada perang melawan perburuan dan perdagangan satwa liar. Sebagian besar koleksi kebun binatang yang ada di Sumatra adalah sumbangan masyarakat, artinya mereka adalah korban dari perburuan, perdagangan dan pemeliharaan illegal. Harus ada upaya bersama untuk menghentikan siklus ini. “

Misi Sumatra akan berlangsung selama 30 hari, menyinggahi Sumatra Selatan, Riau dan Sumatra Utara. Centre for Orangutan Protection mengucapkan terima kasih atas dukungan Orangutan Information Centre.

SURABAYA ZOO STOP ANIMAL SHOW

Centre for Orangutan Protection applaud the decision of the Surabaya Zoo for no longer use orangutans for entertainment show. Thanks to the Orangufriends Network and our allies such as Animals Indonesia, OIC and JAAN for campaigning against this cruelty. #orangutanbukanmainan. Please follow this link for more detailed information.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/07/18/nrodmx-kebun-binatang-surabaya-hapus-pertunjukan-orangutan

COP’S CAMPUS IS INAUGURATED

A new COP office complex in Yogya has recently been officially opened by Hardi Baktiantoro, Principal of the COP. The complex stands on 1200 square meters of land and it is planned to be used as the base for the APE Warrior team environmental education. At the moment, one building has been constructed, a wooden house in the Javanese style which is commonly referred to as Limasan. Uniquely the materials used in the construction of the house were almost entirely scrap material. Once inaugurated, this complex will be used for the COP school education program “animal activism”. The first building will be used as a classroom and the land around it will become grounds for camping.

Marked by the eruption of Mount Merapi, the COP with APE Warrior, have been formally located in Yogya since 2010,. The previous team, which was based in Jakarta and named The Mobile Education Unit, was then sent to Yogya and changed its name to APE Warrior and grew to spread fear amongst illegal wildlife traders. Since 2012, the COP has aligned itself with The Ministry of Forests and the Indonesian police to undertake 11 raids in which 146 protected wild animals have been rescued. At least 14 people have been interrogated and 8 amongst them have been imprisoned.  There is no doubt that the COP is one of the most effective groups in fighting the illegal wildlife trade in Indonesia.  Wildlife trading causes unnecessary suffering for the animals involved. This team are also effective in campaigning and raising public support.

 

KAMPUS COP DIRESMIKAN

Kompleks baru perkantoran COP di Yogya baru saja diresmikan penggunaannya oleh Hardi Baktiantoro, Principal COP. Kompleks yang berdiri di atas lahan seluas 1200 meter persegi tersebut rencananya akan digunakan sebagai pangkalan tim APE Warrior dan wahana pendidikan lingkungan hidup. Saat ini baru 1 bangunan yang sudah berdiri, sebuah rumah kayu dengan arsitektur Jawa yang biasa disebut degan Limasan. Uniknya, material yang digunakannya, hampir seluruhnya menggunakan bahan bekas. Begitu diresmikan, kompleks ini langsung digunakan untuk program pendidikan “animal activism” COP School. Bangunan utama digunakan sebagai ruang kelas dan tanah disekitarnya dijadikan lahan perkemahan.

COP dengan tim APE Warrior- nya hadir secara resmi di Yogya pada tahun 2010, ditandai dengan meletusnya Gunung Merapi. Tim yang sebelumnya bernama Mobile Education Unit, yang berpangkalan di Jakarta itu segera dikirim ke Yogya dan diganti namanya. APE Warrior tumbuh menjadi hantu bagi para pelaku perdagangan illegal satwa liar. Sejak tahun 2012, COP bersekutu dengan Kementerian Kehutanan dan Kepolisian Indonesia telah melaksanakan 11 kali operasi penggerebekan. 146 satwa liar langka yang yang dilindungi berhasil diselamatkan. Setidaknya 14 orang diinterigasi dan 8 diantaranya telah dipenjara. Tidak diragukan lagi COP adalah salah satu kelompok paling efektif dalam memerangi perdagangan satwa liar di Indonesia. Perdagangan menyebabkan penderitaan yang tak perlu pada satwa liar. Tim ini juga menjalankan perannya dengan baik sebagai lengan kampanye dan penggalangan dukungan publik.

COP SCHOOL BATCH #5 BERLANGSUNG

35 anak muda dari berbagai daerah di Indonesia telah tiba di kawasan Kampus COP di Yogya. Mereka telah lolos seleksi, mengalahkan 85 orang lainnya yang melamar program COP School Batch #5. Program pendidikan ini berlangsung selama 5 hari di Yogya dan 6 bulan penugasan di daerah masing – masing.

COP School diampu oleh para praktisi konservasi seperti Panut Hadisiswoyo (OIC), Jamartin Sihite (BOSF) dan Hardi Baktiantoro (COP). Pada Batch #5 tahun ini, International Fund for Animal Welfare menerjunkan 2 orang staffnya, Jennifer Gardner dan May Felix untuk menjadi pelatih.

Para siswa dan alumni COP School adalah energi segar untuk upaya perlindungan satwa liar di Indonesia. Selepas dari program ini, mereka membantu COP dan berbagai proyek konservasi di Indonesia. COP School telah diikuti oleh 170 anak muda. Selain dari Indonesia, beberapa siswa berasal dari Australia, Korea dan Malaysia.

Yippee, fruit season is coming

Our decision to move all orangutans from our temporary shelter to new centre on April 2015 was right. The fruit season is coming now in Labanan forest, so the orangutans can adapt better to new environment. They may  try various wild fruit while forest school or we can buy it from locals for those who still have to sit the cages like Ambon and Debbie.

 

Keputusan kita untuk memindahkan orangutan dari penampungan sementara ke pusat rehab baru pada bulan April 2015 adalah tepat. Musim buah sedang datang dengan demikian orangutan bisa beradaptasi dengan lebih di lingkungan baru. Mereka boleh mencoba beragam jenis buah liar selama sekolah hutan atau kami membelinya dari masyarakat setempat untuk diberikan pada orangutan yang masih harus duduk di kandang seperti Ambon dan Debbie.

HEALING TRAUMA

Most of rescued orangutans are suffering from mental problem. They badly traumatised by the bad treatment from owners or being chased by hunters and dogs. We need to develop their trust to human. We have to threat them nicely, from the button of our heart. Thanks to the baby sitter and technician who treat them like their own children.

This is Novi. We rescued him 3 months ago. Apparently, he is recovered already. He climb the trees, making the nest in canopy and harvesting fruit. Thank you for supporting our work to help Novi and many orphaned orangutans. Lets make second chance for him to be free orangutan in the wild.

Sebagian besar dari orangutan yang kami selamatkan menderita gangguan mental. Mereka sangat trauma karena diperlakukan buruk oleh pemilikinya, atau dikejar pemburu dan anjing- anjingnya. Kita perlu membangun rasa percayanya ke manusia. Kita harus memperlakukan mereka dengan manis, dari dasar hati. Terima kasih kepada para perawat bayi orangutan dan teknisi yang telah memperlakukan mereka seperti anak – anak mereka sendiri.

Ini adalah Novi. Kami menyelamatkannya kira – kira 3 bulan lalu. Nampaknya dia sudah pulih. Dia memanjat pohon, membuat sarang di puncak dan memanen buah – buahan liar. Terima kasih telah mendukung kerja kami untuk menolong Novi dan banyak lagi orangutan yatim piatu. mari membuat kesempatan kedua baginya untuk menjadi orangutan bebas di alam liar.

FROM TOILET TO FOREST

A month ago, we rescued Unyil from a toilet. He has been living there for years, maybe about 5 years. He is now in our forest school. As an urban orangutan, he do not know how to climb a tree, even how eat banana. When he put him on a small tree, he just huge it and started to cry. We even have to make a plat form to put him in the canopy so he can sit and watch how his friends playing, nesting and find food. Yes, he have to learn hard to be a real orangutan.

Orangutan rehabilitation is a long process. It changes many orang-utan’s life. Please help him back to wild.

 

Sebulan yang lalu, kami menyelematkan Unyil dari sebuah toilet. Dia telah tinggal di sana selama beberapa tahun, mungkin sekitar 5 tahunan. Kini dia berada di sekolah hutan kami. Sebagai orangutan “kota”, dia tidka tahu bagaimana memanjat pohon, bahkan bagaimana memakan pisang saja tidak bisa. Ketika kami meletakkannya di pohon kecil, dia hanya memeluk pohon itu dan mulai menangis. Kami bahkan harus membuatkannya semacam panggung agar dia bisa duduk di kanopi dan memperhatikan teman – temannya bermain, bersarang dan menemukan makanan. Ya, kami dia harus belajar keras menjadi orangutan liar.

Rehabilitasi orangutan adalah proses yang panjang. Ia mengubah hidup orangutan, Bantulah kami mengembalikannya ke alam bebas.