Uncategorized

BAYI OWA BUKTI PERDAGANGAN DIBAWA KE PPS LAMPUNG

“Jangan jualan satwa liar!”, tegas Hery Susanto, kapten APE Warrior. Ini adalah operasi kedua di tahun 2017 ini. Kalau di awal Januari 4 bayi lutung jawa yang berhasil diselamatkan, 26 Februari 2017 kemaren, tim Gakkum Seksi II Sumbagsel dibantu Polda lampung, Animals Indonesia dan COP berhasil menyelamatkan bayi owa jantan, dari tangan pedagang Avit di Jl. Kyai Maja, Bandar lampung.

Avit tidak bekerja sendirian. Perdagangan satwa liar, adalah jaringan yang semakin hari semakin lihai. Media Sosial pun menjadi wadah yang banyak diminati penjual untuk menawarkan dagangannya. Jaringan Avit saat ini sudah menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) dengan membawa barang bukti lainnya.

Pelaku akan dikenai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku diancam dengan hukuman penjara maksimum 5 tahun atau denda 100 juta rupiah. Lemahnya penegakan hukum telah menyebabkan perdagangan satwa liar langka terus terjadi.

Bayi Owa jantan yang berusia 3 bulan ini saat ini sudah dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa Lampung. Sungguh menyedihkan, ternyata ada bayi owa lainnya yang juga berhasil diselamatkan polantas Lampung dari operasi rutin mereka. Owa saat ini berstatus genting, dikarenakan hilangnya habitat dan perburuan untuk dijadikan satwa peliharaan.

MENJADI KETUA KELAS COP SCHOOL BATCH 6

Sekitar pertengahan bulan April 2016, muncul di beranda akun facebook tentang pendaftaran COP School Batch 6. Dilihat dari tagline tersebut saya berspekulasi bahwa mungkin calon siswa pada batch tersebut merupakan generasi ke-enam dari sekolah yang diselenggarakan oleh COP, yang berarti basis siswanya telah tersebar luas dan beberapa diantaranya mungkin sudah bergabung di NGO sejenis yang fokus pada alam dan habitatnya.

Setelah menyelesaikan prosedur pendaftaran, beberapa hari kemudian saya di hubungi oleh admin COP School Batch 6 yang kemudian aku kenal sebagai Kepala Sekolah. Siswa yang lolos seleksi berkas diberi beberapa tugas yang berhubungan dengan satwa liar dan habitatnya, seperti melakukan investigasi di beberapa tempat, dan mencari tahu berbagai istilah dalam dunia konservasi.

COP School Batch 6 sendiri dilaksanakan selama 5 hari dan dalam rangkaiannya terdapat materi yang diberikan di dalam dan di luar kelas. Di hari pertama siswa diwajibkan berkumpul di camp COP di Yogyakarta untuk melakukan registrasi ulang, setelah itu peserta mendirikan tenda sebagai tempat tinggal sementara yang disesuaikan dengan kelompok masing-masing.

Pada hari yang sama, di malam harinya siswa dibacakan beberapa peraturan, termasuk apa-apa yang diperbolehkan untuk dilakukan dan apa-apa yang tidak. Di malam itu juga dengan tanpa disangka karena sebelumnya tidak ada hidayah atau anugerah apapun saya dipilih menjadi Ketua Kelas COP School Batch 6. Tepatnya bukan dipilih, karena tidak ada proses demokrasi, melainkan lebih seperti konspirasi terstruktur yang dilakukan oleh siswa lainya sebab ketika Kepala Sekolah menawarkan untuk siapa saja yang mau menjadi Ketua Kelas, sebagian banyak siswa dengan tanpa rasa bersalah menunjuk saya. Nah saran saya buat kalian yang ikut COP School 7 nanti hari pertama jangan banyak bicara, becanda dan teriak-teriak nanti dipilih jadi Ketua Kelas. Hahahaha..

Menjadi Ketua kelas di COP School Batch 6, berarti secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap kedisplinan dan bertanggung jawab terhadap siswa yang lain, hal ini yang terhitung sedikit sulit, karena kalian mesti berinteraksi pada sebagian siswa dari latar belakang bahasa, budaya, dan kebiasaan yang berbeda. Namun saya bangga jadi Ketua Kelas Batch 6 karena katanya baru Batch 6 yang ada sistem Ketua Kelasnya. Ketua Kelas pertama di COP School.

Sebagai informasi, bahwa siswa COP School Batch 6 berasal dari berbagai daerah seperti Makasar, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Bandung, Bogor, Jakarta, Malang, Surabaya , Palembang, Semarang, Yogyakarta dan ada dari Negara lain.

Menjadi Ketua Kelas, kalian juga mesti bangun pagi untuk membangunkan siswa yang lain (yang ini sulit, karena saya pun tidak terbiasa untuk bangun pagi), memastikan semua siswa ada ketika materi berlangsung (meski ada saja satu atau dua siswa yang masih tidur di tenda). Serta mengakomodir siswa jika suatu ketika dibutuhkan oleh pemateri. Berteriak memanggil siswa lain adalah rutinitas tiap hari karena siswa lain selalu sibuk dengan ngobrolnya, yaa harap maklum karena baru bertemu teman baru.

Namun dengan semua hal tersebut, menjadi sebuah kebahagiaan bisa menjadi bagian dari COP School Batch 6 ini karena selain mendapatkan keluarga baru yang semakin beragam, setiap siswa juga mendapatkan materi dan ilmu yang benar-benar bermanfaat, khusus bagi yang ingin terjun pada bidang konservasi.
Yogyakarta, 6 Februari 2017
Zainuri Ahmad (Ketua Kelas COP School Batch 6)

COP CONDEMNED ORANGUTAN SLAUGHTER OCCURRED WITHIN CONCESSION ZONE OF GENTING BERHAD

Centre for Orangutan Protection condemned the slaughter of orangutan that allegedly occurred within concession zone of PT. Susantri Permai, subsidiary company of Genting Berhad, located at Kapuas, Central Kalimantan. Based on information collected by COP on the ground, this tragedy occurred at January 27th 2017. Orangutan shot, slaughtered and mutilated.

Reflected to similar occurrence at Makin Group, East Kalimantan at 2011, police department should take immediate law reinforcement action. Based on Indonesia Law No.5/1990 about Conservation of Biodiversity and Ecosystem, the perpetrators are subject to be arrested for 5 years and 100 million rupiah penalty.

This tragedy should not happened if the members of Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) members fully comply with its own principal and criteria.

Hardi Baktiantoro, Principal of COP, release the statement,

“This slaughter indicates that there are failure, upstream through downstream, comprehensively. From permit issuance to evaluation. It also indicates that concession provided was within orangutan habitat. Reports of evaluation submitted by RSPO most probably failed to represent the reality on the ground. It makes RSPO’s credibility questionable. RSPO must revoke the membership of Genting Berhard, the Malaysian company, immediately.”

Information of the company can be access through link below:
http://www.bloomberg.com/research/s…

For information and interview, please contact:
Hardi Baktiantoro
08121154911
hardi@orangutan.id

For ground visit, please contact:
Ramadhani
Communication Manager
0813 49271904
dhani@orangutan.id

COP MENGUTUK PEMBUNUHAN ORANGUTAN YANG TERJADI DI KAWASAN KONSESI GENTING BERHAD

Centre for Orangutan Protection mengutuk pembunuhan orangutan yang diduga terjadi di dalam kawasan konsesi PT. Susantri Permai anak perusahaan Genting Berhad di Kapuas, Kalimantan Tengah. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh COP dari lapangan, kejadian ini terjadi pada tanggal 27 Januari 2017. Orangutan ditembak di antara Blok F11 – F12 dengan senapan angin dan setelah tewas dibawa ke Camp Tapak. Di camp tersebut, orangutan disembelih dan dipotong – potong.

Berkaca pada kejadian serupa di Makin Group, Kalimantan Timur pada tahun 2011, polisi hendaknya segera bertindak menegakkan hukum. Orangutan adalah salah satu spesies yang paling dilindungi di Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya, pelaku bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda 100 juta.

Pembunuhan ini tidak perlu terjadi jika anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) ini menjalankan prinsip dan kriterianya.

Hardi Baktiantoro, Principal COP memberikan pernyataan sebagai berikut:

“Pembunuhan ini menunjukkan bahwa telah terjadi kesalahan dari hulu ke hilir dalam segala hal, mulai dari perijinan hingga penilaian. Ini menunjukkan bahwa konsesi yang diberikan berada dalam habitat orangutan. Laporan – laporan penilaian yang disampaikan ke RSPO diduga kuat tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Ini menjadikan kredibilitas RSPO diragukan. RSPO harus segera menendang Genting Berhard, perusahaan asal Malaysia ini dari keanggotaan.”

Informasi mengenai perusahaan ini bisa dilihat di:
http://www.bloomberg.com/research/stocks/private/snapshot.asp?privcapId=58833630

Untuk informasi dan wawancara:
Hardi Baktiantoro
08121154911
hardi@orangutan.id

Untuk koordinasi kunjungan ke lapangan, hubungi:
Ramadhani
Communication Manager
0813 49271904
dhani@orangutan.id

HARAPANKU ADA DI POPI

Sore itu saya sampai camp langsung bergegas mengepaki barang-barang medis untuk melakukan penyelamatan orangutan. Saya masih baru dan masih belajar mengenai orangutan. Dalam hati saya, mampukah saya melakukan ini? Setelah menyiapkan barang-barang dan mendengarkan arahan dari drh. Ade saya dan 2 orang lainnya berangkat. Saat itu kami belum tahu informasi yang jelas mengenai kondisi orangutan. Daerah yang kami tuju adalah Sangkulirang. Perjalanan yang cukup jauh membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Jalan berliku, dari yang awalnya mulus hingga berlubang. Setelah berjam-jam akhirnya kami mencapai lokasi yang dituju.

Sesampainya dilokasi kami langsung menuju rumah pemilik orangutan, dan ternyata orangutan tersebut masih sangat kecil. Dia masih kecil, badannya lemah, bahkan giginya belum tumbuh. Bayi orangutan sekecil ini seharusnya ada dipelukkan induknya, merasakan kehangatan dan kasih sayang induknya. Hal ini semakin membuka mata saya tentang begitu kejamnya manusia terhadap orangutan. Saat diperiksa bayi itu bahkan tidak mampu melawan, suara nafasnya pun terdengar ngorok. Setelah diperiksa, kami langsung kembali menuju ke camp. Selama diperjalanan saya selalu khawatir akan keadaan bayi yang terlalu lemah, dan setiap minum susu selalu tersedak. Kami menyebutnya dengan Popi.

Sejak ada Popi, rutinitas kami bertambah. Kami siap sedia di klinik selama 24 jam, untuk memberikan susu, mengganti diaper, dan memastikan keadaan Popi baik-baik saja. Setiap malam kami bergantian bangun untuk memberi susu. Setiap hari kami memberikan tambahan vitamin dan obat agar keadaannya membaik. Awalnya kami tidak berharap banyak dengan kondisi Popi saat itu. Namun setelah 3 minggu berjalan, keadaannya membaik. Popi yang dulu lemah, sekarang semakin kuat, bahkan mampu menggenggam jari saya dengan kuat.

Awal November menjadi hari yang membahagiakan karena si Popi kecil sekarang sudah tumbuh giginya. Gigi yang tumbuh berjumlah 4, semakin hari semakin kuat dia menggigit. Ahh… lucunya bayi ini. Pantas saja seekor bayi orangutan bisa dijual dengan harga yang mahal. Kadang saya dan mbak Weti berpikir, apakah bayi ini akan bertahan jika hanya diberi susu ketika dia membutuhkan tanpa diberi perhatian dan kasih sayang? Dulu harapan kami tidak banyak, tapi Popi membuat saya belajar bahwa harapan itu selalu ada, sekecil apapun itu. Popi kini semakin besar dan tumbuh sehat. (LIZ)

ONE MONTH LEFT FOR HAPPI TO ENTER THE FOREST SCHOOL

One month left for Happi to be able to join her foru seniors that play in forest school. This afternoon Happi came back to her enclosure to take a nap..

Happi is one of the orangutan rescued back in August 29th 2016. She’s not more than 1 year old. She is very young. Orangutan babies resembles very much to human babies, very dependent to their mothers. It’s so tragic, Happi lost her mom and ends up in COP Borneo’s clinic, East Borneo. Where did her mother go?

Since the beginning of September, Centre for Orangutan Protection started a campaign ‘Terror of Air Riffles’ through petition on https://www.change.org/p/kapolri-hapuskan-perburuan-dengan-senapan-angin-terorsenapanangin-divhumaspolri

How easy it is to purchase an air-riffle and how common it is used to injure or even kill wild life especially orangutan was the background of the campaign.

SEBULAN LAGI HAPPI MASUK SEKOLAH HUTAN

Masih sebulan lagi, Happi baru bisa bergabung dengan keempat seniornya yang bermain di sekolah hutan. Siang ini Happi kembali ke kandang untuk tidur siang…
Happi adalah orangutan yang diselamatkan pada 29 Agustus 2016 yang lalu. Usianya tidak lebih satu tahun. Masih sangat kecil sekali. Bayi orangutan sangat mirip dengan bayi manusia, sangat tergantung sekali dengan ibunya. Sungguh tragis, Happi harus kehilangan ibunya dan berakhir di kandang klinik COP Borneo, Kalimantan Timur. Kemana ibunya?

Sejak awal September Centre for Orangutan Protection memulai kampanye Senapan Angin adalah teror satwa liar lewat petisi https://www.change.org/p/kapolri-hapuskan-perburuan-dengan-senapan-angin-terorsenapanangin-divhumaspolri
Keprihatinan begitu mudahnya senapan angin diperoleh dan dipergunakan untuk melukai bahkan membunuh satwa liar khususnya orangutan merupakan landasan kampanye #antisenapanangin di tahun 2014. Jika kamu tidak menginginkan, orangutan menjadi yatim dan terpaksa masuk ke pusat rehabilitasi, segera tanda tangani petisi tersebut. Save or Delete, You Decide!

SIGN IN PETITION TEROR OF AIR RIFLE

Untuk mendapatkan bayi orangutan, pemburu harus membunuh ibunya. Bayi yang berhasil direbut dari ibunya seringkali tewas juga karena ikut tertembak. Bayi yang tidak kena tembak akhirnya mati karena perawatan yang buruk dan salah. Bayi orangutan kurang lebih sama dengan bayi manusia yang butuh perhatian penuh. Sebagian lagi mati karena transportasi yang buruk. Dalam banyak kasus, bayi ini dimasukkan dalam karung untuk menyembunyikannya dari polisi. Bayangkan, andai ada bayi yang dimasukkan dalam karung, bagaimana perasaanmu?
Lalu para pemburu, yang terdaftar dalam klub menyatakan,”Itu bukan kami. Kami memang pembunuh, tapi punya aturan dan bertanggung.”
Pertanyaannya: berapakah pemburu yang terdaftar dan memiliki ilmu yang memadai sebagai pemburu bertanggung jawab, dan berapa banyak yang tidak?
Senapan dan peluru memang buta. Tidak kenal siapa yang menembak dan ditembak. Tidak peduli anggota klub atau bukan, tidak peduli babi atau macan. Daripada jatuh lebih banyak korban sia – sia, hapuskan saja senapan angin sebagai senjata buru. Kandangkan semua senapan angin di arena latihan sesuai Peraturan Kapolri.
Sampaikan ke Kapolri melalui petisi ini. Ayo jangan diam saja. Dunia ini rusak bukan karena ulah orang jahat, tetapi karena orang – orang baik mendiamkan kejahatan itu. Ayo bertindak.
https://www.change.org/p/kepala-kepolisian-republik-indonesia-hapuskan-perburuan-dengan-senapan-angin?recruiter=9870059&utm_source=petitions_show_components_action_panel_wrapper&utm_medium=copylink

ART FOR ORANGUTAN KIDS JAKARTA

Orangufriends Jakarta seperti tidak mau kalah dengan orangufriends lainnya. Kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection, yang biasanya merupakan alumni siswa COP School dengan pembekalan sebelumnya membuat acara yang bisa mendukung dan membantu kegiatan COP. Mereka tahu, betapa sedikitnya staf yang bekerja. Mereka menggali kemampuan setiap orangufriends yang ada. Mereka semua ingin berbuat.

Jadilah event untuk anak-anak ini. Event yang akan diadakan pada tanggal 20 Agustus sekalian memperingati hari Orangutan Internasional. Yuk yang punya anak, keponakan atau tetangga ikut kegiatannya. Ada Danilla juga loh. Lomba mewarnai dan menggambar, mendongeng atau bahasa kerennya story telling, disemarakkan tarian tradisional, pameran lukisan dan foto.
Jangan lupa ya, itu hari Sabtu di Taman Kodok Menteng, Jakarta. Mulai dari jam 8.30 WIB… sampai ketemu.

FOREST WAR BEGINS

The first days of our trips were tragic. We arrived at Muara Wahau, witnessed how orangutans were displaced by the opening of palm oil plantations.

We found 9 orangutans, 2 of them are infants, trapped in a fragmented forests. We also found a lot of uprooted young palm trees, eaten by the orangutans. It’s only a matter of time until they die of starvation or killed on the sly.

Ironically, they all have scientific and legal documents which confirmed that there was nothing wrong with their plantations. Ironically, they all have a nature conservation programs with governments, universities and NGOs. This further reinforces our determination to embarrass them all in order to stop all this organized crime.

Forest war has begun. APE Crusader has returned. Stay updated of our latest news, share and disseminate. Don’t forget to leave a comment to get them insulted.

 

PERANG HUTAN DIMULAI

Hari – hari pertama perjalanan kami sangat menyedihkan. Kami tiba di Muara Wahau, menyaksikan bagaimana orangutan tergusur oleh pembukaan perkebunan kelapa sawit.

Kami menemukan 9 orangutan, 2 diantaranya bayi, terjebak dalam hutan – hutan yang terfrgamentasi. Kami menemukan banyak sekali pohon sawit muda yang tercabut, dimakan tunasnya oleh orangutan. Ini hanya soal waktu bagaimana mereka mati kelaparan atau dibunuh diam – diam.

Ironisnya, mereka semua memiliki dokumen ilmiah dan dokumen legal yang mengkonfirmasikan bahwa tidak ada yang salah dengan perkebunan mereka. Ironisnya, mereka semua memiliki program konservasi alam bersama dengan pemerintah, universitas dan LSM. Ini semakin menguatkan tekad kami untuk mempermalukan mereka semua guna menghentikan semua kejahatan yang terorganisir ini.

Perang hutan telah dimulai. APE Crusader telah kembali. Pantau terus berita terbaru dari kami, bagikan dan sebarluaskan. Jangan lupa membuat komentar agar telinga mereka semakin panas.