BUKIT LAWANG ORANGUTAN FESTIVAL 2022

COP Sumatra berkolaborasi dengan Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) dalam kegiatan Orangutan Festival yang diadakan pada tanggal 19 Agustus 2022 di Rock Island, Bukit Lawang, Sumatra Utara.

Rangkaian kegiatan yang dimulai pukul 14.30 WIB diawali dengan diskusi mengenai orangutan dari Panut Hadisiswoyo, pameran pahatan kayu orangutan dari warga lokal di Bukit Lawang dan terakhir lomba mewarnai. Sepanjang hari itu pula pameran foto dari STFJ yang difasilitasi oleh Canon mengajak kita mengerti tentang orangutan dan lingkungannya.

Bukan APE Sentinel kalau hanya memfasilitasi lomba mewarnai tanpa edukasi kepada anak-anak yang mengikuti lomba. Setelah anak-anak selesai mengikuti lomba, tim termuda COP ini pun beraksi dengan menggunakan kostum dan boneka tangan, sedikit cerita tentang orangutan yang harus kehilangan rumahnya. “Semoga mimpi kami, pada generasi penerus untuk melidungi orangutan dan yang lainnya dapat menjadi mimpi mereka juga. Jangan berhenti bermimpi… dan jangan ragu untuk berbagi”, begitu kata Netu Domayni, COP Academy batch 1 yang sedang magang di kantor COP Sumatra.

Waktu yang diberikan untuk mewarnai gambar selama 45 menit ini menyisakan kesan untuk peringatan Hari Orangutan Sedunia. Ada peserta yang mewarnai orangutan dengan warna hitam, ada yang mewarnainya dengan warna terang bahkan ada yang mewarnainya dengan warna biru. Selebhnya mewarnai orangutan dengan warna aslinya yaitu warna orange dan cokelat. “Setiap anak bebas mengartikan setiap warna yang menyisakan tanya. Semoga semua anak bahagia. Seperti kami yang cukup senang bisa mengambil peran di Bukit Lawang untuk Orangutan Day 2022”, tutup Netu lagi. Mari bersiap untuk esok hari di kegiatan bersama lagi untuk Orangutan Indonesia. (MEY)

ORANGUTAN BERSEPEDA DALAM PERINGATAN HARI ORANGUTAN SEDUNIA DI MEDAN

Bulan Agustus merupakan bulan spesial dimana para konservasionis merayakan Hari Orangutan Sedunia yang jatuh pada tanggal 19 Agustus di setiap tahunnya. Tim Centre for Orangutan Protection yang bekerja di pulau Sumatra yaitu APE Sentinel ikut ambil peran meramaikan peringatan Orangutan Day 2022 ini. Bersama Orangufriends (kelompok relawan orangutan) mengendarai sepeda di sekitaran kota Medan terutama di titik-titik keramaian kota dengan menggunakan kostum orangutan. Start dari kantor COP Sumatra dan berakhir di Merdeka Walk dimana kegiatan Car Free Day berlangsung.

Kehadiran orangutan di pusat kota Medan ini benar-benar mengejutkan masyarakat yang sedang menikmati Minggu pagi. Otan pun jadi pusat perhatian dan banyak yang meminta untuk foto bersama. “Sesaat capek dan panasnya mengayuh sepeda dengan menggunakan kostum orangutan jadi hilang. Senang banget dengan sambutan orang-orang”, ujar Otan dengan semangat. Orangufriends lainnya tentu saja sudah berada di lokasi finish dengan atribut photobooth yang bertemakan #OrangutanDay2022

Otan pun tak ragu berkeliling dan menyapa masyarakat sembari membagikan informasi kondisi terakhir Orangutan Indonesia. Tak lupa berjalan ala model di zebra cross layaknya Citayam Fashion Week sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini. 

Gimana… perlukah APE Sentinel dan Orangufriends Medan secara berkala hadir di pusat keramaian Medan? Sumatra Utara memang luar biasa, dua spesies orangutan berada di wilayahnya, Orangutan Sumatra dan Orangutan Tapanuli. “Umpan balik masyarakat menentukan kehadiran kami selanjutnya dengan ide kreatif dari Orangufriends. Siapa bilang anak medan tidak peduli”, kata Reza Kurniawan, manajer COP Sumatra. (REZ)

SEMANGAT JOHOR ISLAMIC GREEN SCHOOL MEDAN UNTUK ORANGUTAN

“Jaraknya sih dekat saja dengan kantor COP Sumatra. Hanya 1,5 km. Kali ini School Visit di Johor Islamic Green School Medan dibantu Mahdiyah, Afin dan Febri. Serunya seperti apa ya?”, cerita Meylanda, tim APE Sentinel COP. 

Tepat pukul 11.00 WIB, tim APE Sentinel bersama Orangufriends Medan sudah berada di depan 23 siswa yang duduk di kelas 1 hingga 4 SD. “Melalui cerita Otan yang dipelihara pak petani, kami memulai pengenalan orangutan secara umum. Sesekali anak-anak menyela tak sabar dengan kelanjutan cerita”. 

Pada sesi kuis, hampir semua siswa dapat menjawab pertanyaan yang kami berikan. Mulai dari berapa berat orangutan, makanan orangutan bahkan persebaran orangutan. Beberapa siswa ada yang mengajukan pertanyaan mengenai jumlah populasi orangutan saat ini, rata-rata rentang umur orangutan dan seberapa tinggi orangutan dapat memanjat pohon. Pertanyaan yang justru tidak kami duga ditanyakan oleh para siswa di sini.

Semua siswa berebut untuk menjawab kuis yang kami berikan, bahkan salah satu siswa bernama Salman mengeluh karena tidak menapatkan giliran menjawab, “Ah… kapan giliran aku, sudah angkat tangan loh”, ujarnya yang justru membuat kami semakin senang dalam school visit kali ini. 

Meskipun Johor Islamic Green School Medan ini jumlah siswanya tergolong tidak terlalu ramai, tapi semangat mereka mengalahkan semangat kami bahkan sampai akhir sesi pun mereka tetap semangat. School visit ditutup dengan ice breaking senam pocki, sebuah senam yang baru kami pakai selama school visit dan orangutan eksperimen untuk melakukan tos (hi-5) atau peluk terhadap boneka orangutan yang kami bawa. (MEY) 

APE SENTINEL BERSAMA ANAK-ANAK DI KELAS BERMAIN

Untuk kedua kalinya tim termuda COP mengajak anak-anak di sekitar kantor bermain dan mengenal lebih lanjut primata di Sumatra khususnya orangutan. Kehadiran peserta yang tak sebanyak sebelumnya tak mengurangi semangat dan keterlibatan mereka. Orangufriends cilik ini pun menjadi punya kesempatan lebih banyak untuk berinteraksi dengan tim APE Sentinel.

Dua orang COP Academy yang melanjutkan magang di COP Sumatra membawa warna baru pertemuan kali ini. DIta yang sebelumnya aktif di Indonesia Mengajar dan Netu yang telah berulang kali aktif di kegiatan school visit COP sebelumnya dengan luwesnya menyapa anak-anak. 

Ciri-ciri primata dengan cara menunjukkan gambar-gambar yang sudah disiapkan membuat anak-anak antusias menebak gambar. Usai materi diberikan, tim melanjutkan ke pengujian sejauh mana anak-anak ini memahaminya melalui permainan. Kelompok yang dibagi menjadi sibuk mencari pasangannya, seketika kelas menjadi begitu riuh.

“Seru… ramai dan waktu pun seperti berlari”. Kelas bermain akan rutin dilaksanakan, semoga kelas bermain menjadi wadah konservasi baru konservasi di Medan, Sumatra Utara. Peduli juga perlu diarahkan. Horas! (APE Sentinel)

SDN 015 SONTANG, RAMAH HARIMAU!

Ada tim APE Guardian di Sontang-Cubadak. APE Guardian bersama Orangufriends Padang mengunjungi Sekolah Dasar 015 Sontang. Pandemi COVID-19 katanya memberi dampak semangat dan minat belajar anak berkurang. Besar harapan pihak sekolah terhadap kegiatan edukasi ini, ke depan nya tim akan menggunakan metode variatif lainnya. 

Senin pagi, tim telah bersiap untuk “school visit”. “Ada dua grup, yang pertama kelas 1,2 dan 3. Dan grup ke-2 tentunya untuk anak-anak yang duduk di kelas 4, 5, 6. Awalnya, kita perkenalan dulu”, ujar Novi Rovika, relawan COP yang tidak pernah absen di Sumatra Barat.

Pengenalan aneka ragam satwa liar menjadi materi pembuka. Memasuki materi satwa liar dilindungi, anak-anak semakin antusias. Selanjutnya, anak-anak diajak untuk memahami pentingnya menjaga hutan dan lingkungannya. Yang paling seru, tentu saja saat permainan. “Gak cuman anak-anak yang senang, kita bahkan guru-guru yang memperhatikan kami dari jauh juga ikut senang”, ujar Iqbal Rivai, kapten APE Guardian. 

APE Guardian dengan dukungan International Tiger Project sejak bulan Februari 2022 bekerja di Nagari Sontang-Cubadak, Sumatra Barat. Nagari Ramah Harimau, begitulah harapannya. Hidup berdampingan dengan satwa liar. (BAL)

150 KG SISIK TRENGGILING DIAMANKAN DARI PEDAGANG DI SIBOLGA

Polda Sumut melakukan operasi kepemilikan bagian tubuh satwa liar dilindungi di Kecamatan Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Dari tangan 2 pelaku, Polisi menyita 150 kg sisik trenggiling.

Jumat (25 Februari) tersangka AS (42 tahun), warga Desa Tarutung Bolak memiliki dan menyimpan bagian tubuh  trenggiling dan berencana menjualnya. Sementara EPK (42 tahun) warga Desa Rumah Brastagi membantu mencari pembeli serta menawarkan sisik tersebut kepada orang lain dengan harga Rp 2.500.000,00 per kg. Berdasarkan pengakuan tersangka, kurang lebih 600 trenggiling dibunuh untuk mencapai bobot 150 kg sisik kering. Total transaksi yang berhasil digagalkan sebesar Rp 375.000.000,00. 

Perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi melanggar UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosisitemnya, pasal 40 ayat 2 Jo 21 ayat 2 huruf d, dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00. Sesuai dengan Permen LHK nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018, trenggiling merupakan satwa liar yang dilindungi undang-undang dan tidak boleh diperdagangkan. 

“Centre for Orangutan Protection optimis, hukuman kasus 150 kg sisik trenggiling ini akan mencapai putusan maksimal. Total transaksi saja lebih dari denda maksimal yang ada dalam Undang-Undang. Bahkan kerugian ekologis yang ditimbulkan jauh lebih besar. Peran 600 ekor trenggiling di alam tidak dapat digantikan hanya dalam masa 5 tahun. COP berharap penyidik jeli melihat akibat dari perbuatan kedua tersangka”, tegas Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection.

COP BEKERJA DEMI NAGARI RAMAH HARIMAU

Sosialisasi terbatas di tengah kasus Omicron yang sedang tinggi dilaksanakan tim APE Guardian di Nagari Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur, Pasaman. COP dengan progam barunya untuk perlindungan harimau sumatra mendukung penuh Balai KSDA Sumatra Barat untuk mewujudkan dan mensukseskan Nagari Ramah Harimau. Kelak, Nagari Sontang akan menjadi cikal bakal Nagari percontohan yang mampu menciptakan suasana kehidupan yang harmonis antara masyarakat di suatu nagari dengan satwa liar yang berada di lingkungan nagari. 

Dihadiri perwakilan Camat Padang Gelugur, perangkat Nagari Sontang Cubadak, tokoh adat, kepala kampung, Kerapatan Adat Nagari (KAN), Badan Musyawarah Nagari (BAMUS) dan masyarakat diharapkan menambah tingkat kepedulian masyarakat dalam menjaga hutan dan satwa liar yang berada di lingkungan mereka. BKSDA Sumbar menyampaikan skema terjadinya konflik satwa dan manusia dihadapan 30 peserta sosialisasi tersebut. Kedepannya, akan membentuk tim PAGARI (Patroli Anak Nagari) sehingga tercipta patriot yang mampu menjaga alam dan lingkungannya. 

“Manusia dan satwa liar memiliki peranan penting dalam menjaga alam dan kondisi sosial suatu tempat. Hubungan mutualisme harus saling dibangun demi mencapai keharmonisan dalam berkehidupan”, tutup M. Iqbal Rivai, kapten APE Guardian. Kehadiran COP di Pasaman dibantu para relawan COP di Sumatra Barat yang memang sudah aktif sejak lima tahun belakangan ini. Terimakasih International Tiger Project atas dukungannya, #HarimauAdalahMinang

ORANGUFRIENDS SCHOOL VISIT DI SDN 14 TANAH TINGGI PADANG

Rindunya Orangufriends beraktivitas seperti sebelum pandemi akhirnya berakhir. Orangufriends Padang mengunjungi SDN 14 Jati Tanah Tinggi kota Padang pada 15 Januari 2022. “Setelah dua tahun tak pernah School Visit, kesempatan untuk berbagi dengan adik-adik kecil ini jadi pengobat rindu. Bahkan sempat grogi karena sudah lama tak berbicara di depan umum, walaupun di depan anak-anak”, ujar Novi Rovika, Orangufriends Padang.

Sampah sudah menjadi masalah di sekitar kita. Orangufriends Padang kali ini mengajak anak-anak SDN 14 untuk mengenal pengelolaan sampah hingga bagaimana memanfaatkannya agar menjadi benda-benda dengan nilai ekonomis. Perubahan iklim saat ini terasa makin ekstrim dan tak banyak yang menyadarinya sekalipun menjadi bagian dari pelajaran anak-anak SD ini.

Centre for Orangutan Protection banyak terbantu dengan kehadiran Orangufriends yaitu kelompok relawan orangutan yang tersebar di berbagai tempat. Orangufriends biasanya beraktivitas sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka. Tak jarang mereka juga membuat acara penggalangan dana untuk pusat rehabilitasi orangutan yang dikelolah COP di Berau, Kalimantan Timur. “Semoga edukasi ke sekolah-sekolah tidak terputus lagi, tetap patuhi protokol kesehatan ya dan tetap beraktivitas untuk lingkungan kita”, pesan Novi lagi. (MEY)

BUKU SAKU HARIMAU DAN PAMERAN FOTO DI PADANG

Centre for Orangutan Protection mendukung acara peluncuran buku saku berjudul Hiduik Badakekan Jo Inyiak Balang. Sebuah buku konflik harimau dengan manusia dengan pesan mendalam bahwa permasalahan tersebut adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya masyarakat yang tinggal di sekitar habitatnya.

Balai KSDA Sumatra Barat pada 13 Januari 2022 yang lalu merangkul semua elemen masyarakat yang peduli pada konservasi harimau dalam acara Talkshow, Pameran Foto dan Launching Buku Mitigasi Konflik Manusia di Hotel Grand Zurri Padang. Ini adalah salah satu gerakan awal kegiatan Nagari Ramah Harimau. Acara yang dihadiri Dirjen KSDAE dan Wakil Gubernur Sumbar ini semakin memperkuat bahwa konservasi harimau menjadi perhatian dan kerja bersama kita semua.

COP protect the orangutan and beyond. Begitulah akhirnya Centre for Orangutan Protection secara terbuka tidak hanya mengerjakan konservasi orangutan tetapi sekitar orangutan pun juga menjadi fokus kerja COP. Selama lima belas tahun COP bekerja di konservasi orangutan, ternyata sulit sekali untuk memalingkan wajah dari spesies lainnya. Mulai dari perdagangan, penyelamatan bahkan pelepasliaran, selain orangutan pun pada kenyataannya dibantu COP. “Bangga menjadi bagian kecil COP. Saya, Novi Rovika, relawan orangutan atau Orangufriends Padang senang sekali bisa berkegiatan bersama”, ujar Novi yang merupakan ibu dari tiga anak yang masih meluangkan waktu untuk konservasi Indonesia. (MEY)

BELALAI ANAK GAJAH PUTUS KARENA JERAT

Saat gajah mati meninggalkan gading. Apa jadinya jika yang mati adalah anak gajah betina yang masih berusia satu tahun. Belalainya putus terkena jerat jahat pemburu. Centre for Orangutan Protection mengecam pelaku pemasang jerat yang menyebabkan anak gajah itu terluka hingga berujung kematian.

Nanda Rizki, kapten APE Guardian COP mengatakan, “Kasus kematian satwa dilindungi yang terakhir terjadi di Aceh akibat terkena jerat adalah kejahatan yang kejam. Satwa mamalia tersebut dievakuasi dalam kondisi kritis dari Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya. Ia akhirnya meregang nyawa saat dalam perawatan setelah belalainya putus terkena jerat. Hasil nekropsi tim medis diketahui, terjadi infeksi sekunder akibat luka terbuka berlangsung lama karena jerat. Selain itu, pencernaannya terganggu karena asupan makanan tidak optimal”.

Tim APE Guardian mencatat, sejak 2014 samapai 2021 ada tujuh anak gajah mati dalam masa perawatan atau pemeliharaan di Aceh dan satu mati dalam kubangan. Konflik, baik perebutan lahan dan perburuan tidak hanya membuat gajah dewasa menjadi korban, tetapi juga anak-anaknya.

Maret 2021, Kepala Balai Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatra menyebutkan populasi gajah tinggal 693 ekor sejak 2019. Berdasarkan catatan tim, pada 2007 populasinya masih 2.400 ekor, lalu menyusut jadi 1.300 ekor pada 2014. Dengan data terbaru yang tinggal 693 ekor, menandakan populasi gajah sumatra turun hampir 50 persen dalam rentang 7 tahun. Dan sejauh ini tidak ada satu pun anak gajah sumatra hasil evakuasi di Aceh yang berhasil dirawat hingga tumbuh dewasa. Semuanya berakhir kematian.

Ada kecenderungan jika anak gajah yang ditemukan dalam kondisi ditinggal induknya pertumbuhannya tidak sepesat gajah-gajah yang hidup bersama induknya. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang fokus mengungkap secara detil mengapa pertumbuhan gajah tanpa indukan jadi lebih lambat tumbuh. Nanda menduga salah satu faktornya yaitu kekurangan air susu dari induknya. Anak gajah biasanya menyusu hingga usia empat tahun.

Selain itu pada kasus-kasus lain, gajah yang kondisi belalainya terpotong karena jerat juga diduga mempengaruhi proses memamah biak. Satwa herbivora ini tak mampu makan dengan cepat seperti gajah dengan belalai normal. Terkadang, hewan ini juga menggunakan kakinya saat mengambil makanan atau menekuk kakinya lebih dahulu. Untuk benda-benda kecil diambil dengan menyedotnya melalui belalai.

Jerat, racun dan kabel yang dialirin listrik tegangan tinggi masih menjadi masalah utama matinya satwa liar dilindungi di Aceh. Konflik-konflik satwa liar dengan masyarakat banyak dimanfaatkan pemburu untuk melakukan kejahatannya. Masalah ini harus ditindaklanjuti krena populasi satwa dilindungi di Aceh semakin berkurang akibat konflik maupun diburu.

Nanda mengajak masyarakat bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar seperti gajah dan lainnya. Caranya, tidak merusak hutan dan memasang jerat di kawasan hutan karena mengancam kelestarian satwa dilindungi. Nanda menambahkan, untuk masalah ini juga ada dasar hukumnya. Dalam Peraturan Daerah Aceh Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar, dimana pada pasal 31 dan 32 telah mengatur larangan jerat, racun dan kegiatan lain yang membunuh atau melukai satwa liar dilindungi. (SAT)