INDUK ORANGUTAN DENGAN LUKA DI KEPALA SAMBIL MENGGENDONG BAYI BERUSIA 1 BULAN

Tim APE Crusader COP bersama WRU BKSDA SKW II Tenggarong dan CAN Borneo sejak pagi masih menyusuri jalan Poros Bengalon-Wahau, Kaltim. Namun hingga siang, tim masih belum menjumpai adanya tanda-tanda kemunculan Orangutan Sumbing yang viral pada tanggal 8 Maret yang lalu. 

Tapi tim kembali berjumpa dengan tiga individu orangutan liar lainnya. Ketiga orangutan ini berbeda dengan orangutan liar yang ditemui tim sehari sebelumnya. Satu orangutan induk dan dua anak orangutan dengan prilaku yang cenderung acuh. “Kami menjumpai orangutan tersebut di semak-semak. Sempat menghindar lalu muncul di pohon dan memakan daun-daunan. Bayi orangutan yang sedang memeluk induknya ini diperkirakan masih berusia 1 bulan. Sementara kepala induk terlihat ada bekas luka. Keberadaan mereka tidak lebih 50 meter dari jalan poros”, jelas Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader dengan prihatin.

Centre for Orangutan Protection menghimbau para pengguna Jalan Poros Bengalon-Wahau, Kalimantan Timur untuk mengurangi kecepatan saat melintas di jalan ini. Posisi orangutan yang tiba-tiba saja menyeberang bisa saja menyebabkan kecelakaan yang merugikan pengguna jalan dan juga orangutan tersebut. “Tentu saja kita tidak menginginkan kecelakaan terjadi. Itu sebabnya, COP menghimbau untuk berhati-hati dalam berkendara. Jika berjumpa dengan orangutan, mohon untuk tidak memberi makanan”, tegas Arif lagi.

Malam ini, tim ingin sekali tidur dengan nyenyak. Namun apa daya, wajah-wajah orangutan yang sangat memprihatinkan tersebut membayangi tim. Hari ini, tim pun menaikkan drone untuk melihat kondisi hutan secara keseluruhan. Konflik tambang batubara semakin tak terhindari. Apa yang harus kita lakukan?

GUSI BERUANG MADU FICO INFEKSI KARENA TARING YANG DIPOTONG

Gigi taringnya pernah dipotong. Gigi tersebut sekarang pecah dan gusinya radang. Fico, beruang madu  (Helarctos malayanus) yang dievakuasi dari Waterpark Sumerkar (WPS) Sumenep terlihat selalu menggaruk moncongnya. Dia tampak tak nyaman dengan mulutnya. Infeksi sudah menjalar, semua berawal dari gigi taring yang dipotong. 

Jumat pagi, tim medis Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja dan Gembiraloka Zoo melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh pada satwa yang baru saja dievakuasi dari pulau Madura. Pemeriksaan ini akan menjadi dasar keduanya diterbangkan kembali ke habitatnya yaitu pulau Kalimantan. Pemeriksaan yang memakan waktu 3 jam ini meninggalkan kesedihan yang luar biasa. Penderitaan Fico tergambar dari hasil pemeriksaan fisiknya.

Menurut informasi, Fico sudah di WPS sejak 2017. Ada dua beruang madu saat itu dan ditempakan dalam satu kandang. Keduanya sering berkelahi. Tidak diketahui keberadaan beruang madu yang satunya. Sejak bulan Desember 2021, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memutuskan untuk menarik seluruh satwa dilindungi yang berada di Waterpark Sumerkar ini. Untuk satwa Orangutan dan Beruang Madu akan menjadi tanggung jawab BKSDA Kaltim. Centre for Orangutan Protection sebagai mitra siap membantu dari proses evakuasi hingga rehabilitasi orangutan. Sementara beruang madu rencananya akan masuk ke BOSF. 

Evakuasi, pemeriksaan kesehatan, biaya kargo dan rehabilitasi hingga pelepasliaran adalah tahapan-tahapan yang berbiaya tinggi sebuah konservasi. “COP menghimbau siapapun untuk lebih bijak dalam memutuskan satwa peliharaannya sekalipun itu rencana menjadi Lembaga Konservasi. Agar tidak ada Fico lagi yang harus menderita karena untuk memudahkan pemeliharaan maka dilakukanlah pemotongan gigi taring. Ini sangat memprihatinkan”, tegas Satria Wardhana, kapten APE Warrior COP yang memimpin evakuasi kedua satwa dilindungi Indonesia. Hingga saat ini, tim medis belum memutuskan akan melakukan tindakan apa. Rencananya, gigi taring beruang Fico akan dicabut.

TIGA ORANGUTAN LIAR DI PERDAU TERLIHAT ACUH

04.35 WITA tim APE Crusader telah tiba di Simpang Perdau. Video orangutan di tengah jalan yang diberi buah para pengguna jalan Bengalon – Wahau, Kalimantan Timur pada tanggal 8 Maret lalu menjadi perhatian pecinta orangutan. “Senang sekali, tim rescue BKSDA Kaltim sedang meluncur ke lokasi juga. Semoga saja kita semua beruntung bisa memberikan kesempatan kedua untuknya hidup di hutan. Kemungkinan memang harus ditranslokasi mengingat hutan di sekitar sini sudah beralih fungsi”, ujar Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader COP.

Tim menjumpai bekas pakan berupa kupasan kulit pohon. Orangutan liar biasanya memang bertahan hidup dengan memakan dedaunan dan kulit pohon ketika musim buah hutan berakhir. “Tapi kalau melihat kondisi hutan atau tepatnya vegetasi yang tersisa, pastinya sulit untuk orangutan bertahan. Orangutan pasti akan keluar dari hutan dan mencari pakan”.

Tim juga menemukan beberapa sarang lama dan 3 sarang baru. Pada pukul 10.21 WITA dua individu orangutan berada di semak belukar. Dua individu ini adalah anak dan induknya. Induknya terlihat sangat waspada, karena memang insting induk yang melindungi anaknya secara alamiah muncul.

Yang mengejutkan lagi, tim juga bertemu dengan 1 orangutan remaja. Tepat pukul 15.30 WITA dimana biasanya orangutan liar mulai mencari tempat untuk tidur malamnya. Orangutan ini dengan acuhnya menyeberang jalan lalu naik ke atas pohon. 

“Apakah tiga orangutan ini juga bingung dengan kondisi rumahnya yang sedang beralih fungsi untuk tambang batubara? Keesokan harinya, tim akan kembali mencari keberadaan Orangutan Sumbing yang cukup mengkawatirkan ini. Tim mulai menyusun prioritas jika harus mememindahkan orangutan-orangutan tersebut. Benarkah tambang menjadi ancaman bagi orangutan?”, tutup Arif.

APE CRUSADER MELUNCUR UNTUK SELAMATKAN ORANGUTAN SUMBING

Kembali muncul video orangutan berada di tengah jalan. Kali ini, orangutan terlihat sangat menyedihkan, bingung dan seperti meminta pertolongan. Beberapa orang pengguna jalan Poros Bengalon – Wahau memberanikan diri untuk barhenti dan memberi makanan. Beberapa timun tampak di sekitar orangutan jantan itu. Terlihat jelas, mulutnya yang sudah tidak sempurna.

Video itu pun menjadi viral di dunia maya. Orangutan mengunyah buah yang diberikan dan terlihat kesulitan. Orang-orang semakin kasihan. Mereka berusaha memberikan minum di botol kemasan sekali pakai. Orangutan itu pun minum, seolah-olah tak pernah bertemu air minum. “Kondisi yang sangat memprihatinkan. tim APE Crusader COP akan berangkat malam ini juga. Semoga Orangutan tersebut baik-baik saja. Dilema memang, kami menghimbau untuk tidak memberi makanan pada orangutan tersebut. Namun kondisinya sangat memprihatinkan. Tapi ini juga tidak baik buatnya. Ini seperti mengajarkan orangutan untuk terus menjadi pengemis. Selain itu juga kekawatiran makanan yang diberikan pada orangutan tidak sesuai. Dan yang paling mengkawatirkan, ada serangan dari orangutan ke manusia. Bagaimana pun orangutan adalah satwa liar”, kata Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader COP. 

Tak lama kemudian muncul lagi video orangutan tersebut diberi buah naga. “Orangutan adalah pemakan segalanya, namun lebih banyak buah-buahan, daun-daunan, bunga, kulit pohon, madu bahkan serangga yang banyak tersedia di hutan. Alih fungsi hutan menjadikan hutan tersebut miskin. Itulah yang menyebabkan orangutan bahkan satwa liar lainnya mulai keluar dari hutan. Orangutan yang kembali viral ini, adalah orangutan yang pernah kami jumpai juga. Melihat ciri-ciri bagian mulutnya yang keroak, kami bisa langsung mengenalinya. Dalam video tersebut terdapat orang yang memberi es krim padanya. Mohon, untuk tidak memberi makanan pada orangutan. Ini akan semakin mempersulit kerja konservasi selanjutnya”, tambah Arif lagi.

Diperkirakan, tim APE Crusader akan tiba di lokasi sebelum matahari terbit. “Kami mengejar matahari terbit. Mengingat kebiasaan orangutan liar, akan bangun pagi dan meninggalkan sarang tidurnya di pagi hari. Pergerakan orangutan akan memudahkan tim mencari keberadaan Orangutan Sumbing ini. Doakan kami ya”.

MENJEMPUT ORANGUTAN DI SUMENEP (3)

Setiap satu jam sekali, tim berhenti di rest area. Mengecek kondisi satwa adalah SOP (Standar Operasional Prosedur) Centre for Orangutan Protection saat membawa satwa. Tim pun memanfaatkan waktu tersebut untuk istirahat sejenak atau sekedar ke toilet. “Sepertinya makanan yang ada di dalam kandang angkut telah habis. Panasnya matahari juga dikawatirkan membuat satwa dehidrasi. Tim membeli madu dan memberikan keduanya dengan bantuan ranting. Sepertinya kita harus melewati waktu sarapan kita”, kata Satria Wardhana, kapten APE Warrior. Tatapan orangutan Jodet adalah hiburan satu-satunya. Semangat untuk sampai tujuan.

Gerimis menyambut tim APE Warrior di WRC Jogja. Usai tarik nafas dan mengumpulkan nyawa (istilah bagi yang baru saja bangun tidur), tim bersiap untuk memindahkan orangutan dan beruang madu yang berada di kandang angkut ke kandang karantina. Seminggu ke depan, keduanya akan menjalani masa karantina. Selama masa ini, orangutan maupun beruang akan diamati perilaku dan pola makannya. Selanjutnya pemeriksaan kesehatan umum dan beberapa kebutuhan lainnya sebagai persyaratan penerbangan. 

Untungnya, relawan orangutan (Orangufriends) Yogya sudah siap membantu. Tenaga yang tersisa berganti dengan tenaga relawan yang baru. Kandang angkut kosong saja memiliki berat 25-35 kg. Belum ketambahan beratnya beruang madu Fico sekitar 60 kg. Alhasil setiap 50 meter menuju kandang karantina, Orangufriends dan perawat satwa WRC berhenti untuk mengumpulkan kekuatan. Gerimis semakin membuat licin jalan juga, tapi semuanya terbalas ketika pintu kandang angkut dibuka.

Beruang madu butuh waktu sesaat untuk keluar dari kandang angkut. Tetesan hujan deras membuatnya langsung aktif. Beruang mulai mengeksplor kandang barunya. Menjulurkan lidahnya seolah-olah mengapai tetesan air hujan. Tak jauh berbeda dengan orangutan Jodet. Jodet langsung keluar dari kandang dan… langsung memanjat jeruji kandang. Bergelantungan di hammock, berkeliling dan memandang orang-orang yang berada di sekitarnya. Jodet juga mencoba ban mobil bekas yang menjadi enrichment kandang. Dengan mulut terbuka, dia memainkan, mengangkat ban dan menggulingkan ban tersebut. 

Rehabilitasi Jodet bukanlah hal yang mudah. Tapi Centre for Orangutan Protection tetap optimis. Kesempatan kedua untuk bisa liar dan kembali ke habitatnya adalah yang terbaik untuk satwa liar yang tak beruntung. Jalan itu masih panjang, minggu depan masih harus MCU (Medical Check Up) dan menunggu hasilnya sekitar dua minggu setelahnya. Jika bagus, Orangutan Jodet akan melalui perjalanan udara yang panjang lagi. Yogyakarta ke Jakarta dan lanjut ke Tarakan. Dari Tarakan akan melalui jalur laut dan dilanjut jalur darat sekitar 2 jam. Masuk kandang karantina di Bornean Orangutan Rescue Alliance yang baru. Jika lolos tahapan itu, tiga bulan kemudian baru Jodet bisa mengikuti sekolah hutan. 

MENJEMPUT ORANGUTAN DI SUMENEP (2)

Sejak tahun 2013, orangutan jantan ini telah dipelihara di WPS Sumenep. Sementara beruang madu yang ikut dievakuasi tim APE Warrior terlah menghuni waterpark yang ada di Sumenep, pulau Madura ini sejak tahun 2017. Keduanya rencananya akan diterbangkan kembali ke tempat asalnya, yaitu Kalimantan Timur. Orangutan akan masuk ke pusat rehabilitasi BORA sementara beruang madu akan ke BOSF.

Berat badan beruang madu yang luar biasa berat sempat membuat tim kewalahan. Belum lagi saat dimasukkan ke dalam kandang transport. Proses yang akan dijalani beruang madu tersebut pastinya sulit. Nyaris 90% pelepasliaran beruang jantan yang dipelihara manusia akan berakhir pada kematian. Sekali lagi, jangan pelihara beruang madu! Apapun itu alasannya. Lucu saat kecil, semakin besar hanya ada teror. 

Selanjutnya tim APE Warrior COP dan BKSDA Kaltim SKW 1 Berau menuju Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja. Sebuah Pusat Penyelamatan Satwa yang dikelola orang-orang berdedikasi tinggi untuk satwa liar. Perawat satwa di sini sudah belasan tahun mengabdi. Sayang, Oktober 2022 nanti akan berakhir. Kembali tim mengendarai mobil pick up berisi dua kandang dan didamping tiga mobil lainnya bersama para relawan orangutan yang tergabung di Orangufriends. Menerjang gelapnya malam dan sunyinya jalanan pulau Madura dari sisi utara. Tim beristirahat sejenak di Bangkalan. Relawan lainnya menjamu tim dengan makanan dan minuman hangat. Perjalanan masih panjang.

Orangutan dan beruang sudah dalam kondisi yang lebih tenang. Tidak seperti baru dimasukkan ke dalam kandang. Keduanya sepertinya tidak sedang ingin tidur. Tim mencoba memberikan sebotol air, mungkin bisa melepas sedikit dahaga. Kantuk mulai menyerang, pergantian pengemudi tak terhindari lagi. Tim melalui jembatan Suramadu, indahnya konstruksi menghibur yang terjaga, untuk yang lelah tentu saja sudah nyenyak dalam tidurnya. Tim mampir ke BBKSDA JawaTimur. Mohon ijin dan melanjutkan perjalanan lewat tol ke Yogyakarta. 

MENJEMPUT ORANGUTAN DI SUMENEP (1)

Jadwal telah disusun. Seminggu sebelumnya informasi mengejutkan datang dari keberadaan orangutan ilegal di pulau Madura, Jawa Timur. Orangutan remaja ini berada di dalam sebuah gua buatan. Nyaris tak tersentuh cahaya matahari, berlantai tanah tanpa ornamen dan tanpa tempat bergelantungan untuknya. Bahkan setetes airpun tak terlihat. Rambutnya penuh dengan tanah kering.

Jodet… begitulah perawat satwa memanggilnya. Jodet terlihat jinak. Kata perawatnya, Jodet dipelihara sejak kecil sekali, usianya mungkin baru satu tahun. Minumnya di botol susu. Persis kayak bayi itu. 

Tim APE Warrior bersama BKSDA Kaltim SKW 1 Berau  pada tanggal 1 Maret dini hari menjemput orangutan tersebut. Tak disangka, banjir sebelum Sampang membuat perjalanan tim terhambat. Yogyakarta-Sumenep ditempuh dalam waktu 15 jam. “Perjalanan yang melelahkan”, ujar Zain, relawan COP yang ikut membantu evakuasi. 

Di tengah gelapnya malam dan matinya listrik di Waterpark Sumerkat (WSP) Sumenep, tim mempersiapkan evakuasi. Tim medis yang dipimpin dokter hewan Tom dari WRC Jogja dibantu Tetri mahasiswa kedokteran hewan UNAIR yang sedang koas mempersiapkan bius untuk orangutan. Proses bius berjalan dengan cepat, pemeriksaan kesehatan dasar pun dilakukan. Orangutan jantan remaja ini terlalu kurus untuk usianya. 

POSYANDU ORANGUTAN, BERANI KEMBALI MEMBUAT ULAH

Sabtu, 21 November 2021, Posyandu Orangutan kembali dilaksanakan khusus orangutan muda peserta sekolah hutan. Posyandu ini bertujuan untuk memantau perkembangan dan pertumbuhan orangutan muda di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Pengambilan data yang dimaksud adalah penimbangan berat badan, pengukuran panjang dan lingkar tiap anggota tubuh tertentu serta penghitungan jumlah gigi.

Pelaksanaan Posyandu hari itu langsung diawali dengan ulah nakal para orangutan jantan. Owi, Berani dan Happi dengan semangat berhamburan keluar kandang mengambil makanan di keranjang dan berusaha berjalan menuju lokasi sekolah hutan. Owi dan Happi bisa segera tertangani untuk dimasukkan kembali ke kandang. Namun orangutan Berani tidak bisa tertangkap karena terus naik pohon dan cenderung agresif ketika berusaha ditangkap dengan dipegang kakinya oleh perawat satwa.

Berani kembali membuat ulah setelah dua minggu yang lalu juga sempat tidak mau pulang hingga hari gelap ketika sekolah hutan. Ukuran tubuh yang sudah semakin besar serta perilaku yang sudah cenderung agresif mulai menyulitkan perawat satwa untuk membawa Berani keluar kandang. Karena sulit untuk dipanggil turun, Berani sementara dibiarkan beraktivitas di hutan sambil terus dipantau selama Posyandu Orangutan berlangsung. Pelaksanaan Posyandu Orangutan lainnya berjalan lancar, sambil diselingi dengan pemantauan orangutan Berani yang berpindah-pindah pohon.

Menjelang tengah hari, kurang lebih satu jam setelah Posyandu selesai, Berani baru bisa dibawa kembali ke kandang dengan cara dipancing menggunakan buah dan susu serta ditangkap paksa menggunakan jaring karena sulit ditangani untuk digiring pulang ke kandang. Sepertinya Berani sudah tidak sabar untuk segera hidup bebas di hutan. (RRA)

KOLA KEMBALI KE SEKOLAH HUTAN (2)

Kola adalah orangutan dengan kepribadian tak seperti orangutan lainnya. Kola terlihat selalu penasaran dengan orangutan lainnya yang berada di samping kandangnya bahkan di seberang kandangnya. Dia memilih mengamati aktivitas orangutan-orangutan lainnya dari atas hammocknya. Kola juga jarang sekali membuat suara sebagai salah satu komunikasi antar orangutan.

Ternyata bukan kandang yang membuatnya memilih tidak berinteraksi dengan orangutan lainnya. Saat sekolah hutan diperbolehkan kembali dilaksanakan, setelah wabah Corona agak mereda, Kola pun memilih untuk sendirian. Kola memilih menjauh dari lokasi sekolah hutan dimana terdapat orangutan-orangutan lainnya yang juga bermain di sekolah hutan.

“Setiba di sekolah hutan, Kola berulang kali bergerak menjauh dari sekolah hutan. Dia tidak mau bergabung dengan orangutan lainnya. Memaksanya kembali seperti sia-sia. Akhirnya dia memanjat pohon yang tinggi. Kita sih was-was, mengingat dia pernah tidak berani turun karena memanjat pohon tinggi. Lumayan lama dia di atas, sembari mengamati orangutan lainnya. Kemudian dia turun dan berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon yang lain. Lega”, ujar Pambudi.

Kola pun menghampiri perawat satwa. Sepertinya dia sudah lelah berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon lain hingga keluar lokasi sekolah hutan. “Saya pun menuntunnya ke lokasi sekolah hutan. Kali ini tanpa perlawanan. Namun Kola tak mau memanjat pohon ataupun bergabung bersama orangutan lainnya. Dia memilih berada di samping saya hingga waktu sekolah hutan berakhir. Syukurlah, saya tak perlu bermalam di sekolah hutan bersama Kola”, ucap Pambudi.

Para perawat satwa selalu merasa kawatir saat orangutan yang menjadi tanggung jawabnya menjadi orangutan yang pintar. Karena ketika orangutan tidak kembali ke kandang saat sekolah hutan usai, itu berarti perawat satwa harus menemani orangutan di lokasi yang sama, yaitu di sekolah hutan. Tapi juga menjadi sebuah kebanggaan, saat orangutan yang menjadi tanggung jawabnya pintar dan berhak pindah ke pulau pra-rilis, yaitu kelas lanjutan dimana campur tangan manusia menjadi sangat berkurang sekali dalam kehidupannya.

“Cukup, paling gak, saya bisa tidur tenang malam ini”. (PAM)

LANTAI DAN DINDING KANDANG KLINIK BORA BARU TELAH TERPASANG

Pagi yang cerah bisa saja tiba-tiba berubah menjadi hujan deras seperti air di ember yang dituang. Begitulah cuaca ekstrim di Berau, Kalimantan Timur. Cuaca ini pulalah yang menghambat pembangunan kandang karantina orangutan yang baru di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Lokasi ini berbeda dengan pusat rehabilitasi dimana sekolah hutan BORA berada.

Batang-batang besi yang telah dipotong dilas satu per satu. Bagian bawah dan belakang kandang berhasil diselesaikan. “Kalau hujan, ya tidak mungkin dilanjut mengelas. Sangat tidak memungkinkan”, kata Daniek Hendarto, direktur COP yang kebetulan berada di Berau dan langsung mengawasi pengerjaan hari itu.

Sementara di sisi lain dari lokasi BORA, pondasi klinik dan gudang buah sudah memasuki masa persiapan. Pondasi sudah ditandai dan digali. “Semoga saja semua berjalan dengan lancar dan tidak terlalu meleset dari waktu yang ditentukan. Karena sebenarnya pembangunan klinik dan karantina BORA ini sudah mundur setengah tahun. Kami berharap bisa mengejar waktu agar beberapa orangutan yang membutuhkan perawatan intensif dapat segera menjalani evaluasi dan penanganan medis yang tepat”, harapan Daniek lagi.

Orangutan yang dimaksud Daniek adalah orangutan Septi yang selalu mengalami perut kembung, bahkan setelah melalui beberapa terapi seperti tidak diberi makanan yang memungkinkan perutnya membesar bahkan penghentian pemberian susu untuk Septi, hanya efektif sesaat saja. Atau orangutan Pingpong yang selalu terlihat seperti memamah biak dengan gigi-giginya yang mengindikasi ke arah diabetes diharapakan dapat dievaluasi di klinik BORA nantinya. Terimakasih The Orangutan Project yang bersedia mewujudkan kebutuhan orangutan di BORA. Semoga kehadiran klinik dan kandang karantina BORA dapat membantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menyelamatkan orangutan Kalimantan.