PEMERIKSAAN INFESTASI DI BORA

Pemeriksaan feses pada orangutan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) secara berkala dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya infestasi parasit pada saluran pencernaan pada orangutan. Pemeriksaan feses ini menggunakan metode natif yaitu metode yang digunakan untuk pemeriksaan kualitatif. Dari hasil pemeriksaan kali ini didapatkan adanya infestasi telur cacing Trichuris sp, telur cacing tipe Strongyloides dan tipe Strongyloid.

Hal ini bisa terjadi karena infeksi cacing yang berasal dari pakan yang kurang bersih, bisa dari air untuk mencuci pakan sehingga dapat terjadinya penularan parasit pencernaan. Infeksi parasit juga bisa terjadi saat orangutan bermain di tanah saat sekolah hutan juga.

Berdasarkan observasi, orangutan yang fesesnya terdapat telur cacing tidak menunjukkan gejala kecacingan karena infeksi parasit pencernaan yang sangat rendah. Selanjutnya akan dilakukan deworming (pemberian obat cacing) pada setiap individu orangutan dan menjaga kebersihan kandang, mencuci buah dan sayur sebelum diberikan kepada orangutan.

Bagaimana dengan perawat satwanya? Tentu saja ikut minum obat cacing secara berkala. (TER)

BERUK, SI PENGUASA KAMERA JEBAK

Ketika kamera jebak terpasang di dalam hutan, hewan apakah yang akan selalu terdokumentasi? Beruk! Tak terkecuali, kamera jebak yang dipasang di KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Labanan, Berau, Kalimantan Timur. “Primata jenis ini memang luar biasa sekali, tak jarang foto yang dihasilkan sangat bagus. Padahal kita mengharapkan satwa liar lainnya yang dapat didokumentasikan dengan baik. Seperti kelasi, kucing hutan, atau jenis burung-burung yang langka endemik Kalimantan. Apa boleh buat”, ujar Raffi Akbar saat memindahkan data dari kamera jebak ke laptopnya.

Pemasangan kamera jebak yang diletakkan di lokasi Sekolah Hutan 3 BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) menghasilkan foto yang tidak disangka-sangka. Begitulah sensasi dari kamera jebak. Pemasang harus sabar melihat hasilnya dengan waktu tertentu, seminggu bahkan bisa berbulan-bulan. Kali ini tim APE Defender memasangnya selama 1 minggu.

Burung sempidan-biru kalimantan (Lophura ignita), si unggas dengan jambulnya yang khas ini memiliki status Rentan oleh IUCN. Populasinya mengalami penurunan drastis karena kehilangan habitat fragmentasi akibat kebakaran dan penebangan hutan komersial. Selain dia, tim juga berhasil mengidentifikasi kancil (Tragulus kanchil) dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis). “Kalau dipasang lebih lama apakah akan lebih banyak yang terdokumentasikan?”. (RAF)

SIAPAKAH AKU?

Halo semuanya! Masih ingat aku? Mungkin agak sulit buat ingat aku ini siapa, karena sekarang aku sudah berbeda dengan beberapa bulan lalu ketika pertama kali dibawa ke sini. Waktu itu tubuhku masih kurus, kecil, dan perutku buncit seperti buah semangka. Aku lemah sekali, bahkan untuk mengangkat kepala saja sungguh lemas. Rasanya ingin tiduuuurr saja sepanjang hari.

Kalau kamu bertanya-tanya asalku darimana, aku tidak begitu ingat masa-masa sebelum tinggal di sini. Aku hanya ingat kalau aku tinggal bersama makhluk-makhluk yang mirip dengan ku. Hanya saja, rambut mereka tidak panjang dan menutupi badan sepertiku. Mungkin mereka tidak suka rambut-rambut di tubuhku juga karena mereka mencukurnya hingga habis. Aku tidak terlalu ingat tentang mereka dan apa yang mereka lakukan terhadapku. Tapi yang kuingat dengan jelas, saat itu aku rasanya sangat takut dan ingin menangis terus setiap saat.

Selain tinggal dengan makhluk-makhluk itu, ada yang lain yang kuingat. Tapi yang ini lebih jelas lagi ingatannya. Aku dipeluk oleh makhluk berambut yang sama persis sepertiku! Tapi badannya lebih besar dan tangannya sangat kuat! Ia membawaku berayun dari satu pohon ke pohon lain dengan sangat cepat. Aku sukaaaa sekali dengan ingatanku yang ini. Rasanya ingin kembali merakan wajahku diterpa angin, terhalang daun-daun rimbun, atau tersirami cahaya matahari. Rasanya hangat dan menyenangkan.
Sejak tinggal di sini, aku bertemu lagi makhluk-makhluk yang mirip denganku. Tai mereka tidak mencukur rambutku. Sepertinya mereka suka rambutku yang sudah tumbuh sedikit-sedikit. Lalu mereka juga suka memberiku buah-buhan yang belum pernah kucoba sebelumnya. AKu sangat suka sekali buah bundar merah berambut. Manis! Karena makan banyak, sepertinya tubuhku sudah lebih kuat. Aku suka sekali memanjat-manjat di dalam kotak besi tempatku tidur. Perutku juga sudah tidak seperti semangka loh.

Ya walaupun kadang aku masih menangis karena kesal kalau mereka tidak memberikau buah yang kumau atau meninggalkanku sendirian, di sini aku lebih senang! Aku paling menunggu waktu mereka menggendongku dan meletakkanku di pohon-pohon. AKu jadi ingat kembali rasa hangat dan menyenangkannya ketika wajahku diterpa angin, terhalang daun-daun rimbun, atau tersirami cahaya matahari. Bahagianya bisa berayun-ayun!

Kanan… kiri… kanan… hap! Sampai di pohon dengan buah-buah bundar kecil, aku akan langsung memakannya tanpa ragu. Enak sekali! Waaahh rasanya aku ingin berada di atas pohon ini terus! Tapi sayangnya, kadang aku lelah. Jadi aku turun ketika makhluk-makhluk yang mirip denganku itu melambaikan buah sambil memanggilku “Mabel! Mabel!”. Lalu mereka akan menggendongku kembali ke tempat tidurku sambil sesekali masih menyebut-nyebut namaku. Iya, namaku adalah Mabel. Sudah ingatkan? (NAD)

TUBERCULOSIS (TB) IS DEADLY FOR ORANGUTANS

Hello! Today is World Tuberculosis (TB) Day. The World Tuberculosis Day is held annually on March 24 to raise awareness on the effect of the infectious disease TB on humans around the world. In 2016, TB was the second leading cause of death in Indonesia. But did you know that TB isn’t only deadly to humans, but also to primates, including Orangutans?
Tuberculosis disease is caused by the bacteria called Mycobacterium tuberculosis which is an airborne bacteria that spreads through air. Orangutans can be infected by the bacteria if they are around humans infected with TB. The situation can occur when there’s a conflict between humans and orangutans. It can also occur when an orangutan is held illegally in captivity and kept as a pet that’s frequently in touch with humans. To diagnose whether an Orangutan is infected with TB, the vet in BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) will conduct a series of medical check ups to each Orangutan under rehabilitation. Then what happens if an Orangutan is diagnosed with TB?
Humans and Orangutans share approximately 97% of their DNA. Therefore dr. Elis, the vet in BORA explained that when an orangutan is infected with TB, it will experience similar symptoms as humans such as chronic cough (sometimes with blood), shortness of breath, fever, fatigue, and loss of weight. Infected Orangutans should be strictly quarantined and given medication for 6 months as well as vitamins. The animal keeper who takes care of the infected orangutan should wear medical protective equipment such as a medical mask and hazmat suit. They won’t be allowed to take care of other orangutans and should limit human interaction. If we’re not careful in handling the situation, Orangutans could either die or spread the disease back to humans.
Fortunately, since we run the BORA rehabilitation center, we found no infected Orangutan with TB. To prevent the case of TB in Orangutan, the medical team, animal keeper, and everyone that should interact with orangutan are obliged to take a series of medical check ups. They are also obliged to use medical protection equipment when they take care of Orangutans daily. They use protective suits, masks, and gloves. They should take a bath before and after they take care of Orangutans. The strict procedure was created not only to protect the orangutan from TB and other infection from humans, but also the other way around; to prevent the case of animal to human disease transmission such as the COVID-19.
At last, to prevent humans and animals from infecting each other with diseases like TB, we should reduce the interaction between the two. Orangutans should live freely in their habitat without human interventions. Therefore, don’t keep Orangutans at home as pets, hunt them in the forest, or send them somewhere far away from their habitat! Let’s protect them (and ourselves) from deadly diseases!

TUBERCULOSIS (TBC) MEMATIKAN BAGI ORANGUTAN
Halo! Tahukah kamu, hari ini, tanggal 24 Maret adalah hari Tuberculosis (TBC) sedunia lho! Hari TBC sedunia adalah momen yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran akan dampak dari penyakit menular TBC pada manusia di seluruh dunia. Pada tahun 2016, TBC menjadi penyakit yang menyebabkan kematian terbesar kedua di Indonesia. Sebenarnya, TBC tidak hanya mematikan bagi manusia. Tapi juga bagi primata, termasuk Orangutan. Kok bisa ya?
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebar melalui udara. Orangutan bisa terjangkit TBC apabila mereka berada di sekitar manusia yang terdiagnosa TBC, misalnya ketika terjadi konflik atau ketika mereka dijadikan hewan peliharaan yang berinteraksi terus menerus dengan manusia. Untuk mengetahui apakah Orangutan terkena TBC, dokter hewan di Pusat Rehabilitasi Orangutan BORA akan melakukan rangkaian tes kesehatan pada setiap Orangutan yang akan direhabilitasi. Lalu apa yang terjadi jika Orangutan positif terinfeksi TBC?
97% DNA manusia mirip dengan orangutan. Sehingga beberapa gejala dan efek yang dirasakan pada tubuh Orangutan apabila terinfeksi TBC mirip dengan yang dialami manusia. Menurut dokter Elis, salah satu dokter hewan di Pusat Rehabilitasi BORA, orangutan mengalami gejala terbatuk-batuk berkepanjangan hingga berdarah, sesak napas, demam, lemas, dan turun berat badan. Mereka yang terjangkit harus dikarantina secara ketat dengan kandang yang jauh dari kandang orangutan lain, lalu diobati dengan terapi obat selama kurang lebih 6 bulan disertai pemberian vitamin. Perawat satwa yang mengurusi orangutan terinfeksi harus mengenakan alat perlindungan diri lengkap seperti hazmat dan masker. Mereka juga tidak diperkenankan untuk mengurusi orangutan lainnya serta harus mengurangi interaksi dengan manusia. Apabila tidak hati-hati dalam penanganannya, Orangutan bisa mati atau menyebarkan kembali penyakit TBC ke manusia.
Syukurlah, selama pusat rehabilitasi BORA dijalankan, belum pernah ada kasus orangutan yang terjangkit TBC. Untuk mencegah penularan penyakit seperti TBC pada orangutan, semua tim medis, perawat satwa, dan siapa pun yang berkepentingan untuk interaksi dengan orangutan wajib melakukan serangkaian medical check up. Selain itu, perawat satwa dan tim medis yang harus berinteraksi dengan orangutan sehari-hari, secara ketat menggunakan alat-alat perlindungan diri.
Mereka mengenakan pakaian khusus, memakai masker dan sarung tangan medis. Lalu mereka diharuskan mandi dan berganti pakaian sebelum dan setelah berinteraksi dengan orangutan. Tidak hanya untuk melindungi orangutan dari penyakit manusia seperti TBC, langkah-langkah tersebut juga dilakukan untuk menghindari penyebaran penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis) seperti pandemi global COVID-19.
Agar manusia dan satwa (termasuk Orangutan) tidak saling menularkan penyakit mematikan seperti TBC, tentu diperlukan upaya-upaya untuk mengurangi potensi interaksi antara keduanya. Orangutan harus dibiarkan liar dan bebas di habitatnya tanpa gangguan dari manusia. Jadi, kamu jangan memelihara Orangutan di rumah, memburunya di hutan, apalagi mengirimkannya ke tempat yang jauh dari asalnya ya! Yuk lindungi diri dan Orangutan dari penyakit mematikan!(NAD)

AMAN PASTI BISA

Aman, orangutan remaja jantan yang ada di pusat rehabilitasi BORA dengan kondisi fisik yang sangat menyedihkan. Dia memiliki kondisi cacat pada jari-jari di kedua tangannya yang diduga akibat ulah kejam manusia dan kondisi ini sangat mempengaruhi keseharian Aman sebagai oragutan yang sedang tumbuh dan berkembang. Akibat dari kecacatan yang dialaminya, Aman terlihat memiliki pergerakan yang jauh lebih lamban dibandingkan dengan orangutan remaja lainnya. Aman cukup kesulitan untuk berpindah saat diatas pohon. Meski demikian, Aman tetap tumbuh sebagai orangutan jantan yang tangguh dan cukup menggemaskan.

Pertumbuhan orangutan Aman terbilang baik selama berada di pusat rehabilitasi BORA, kekurangan yang Aman miliki tidak menghentikan kehidupan alam liarnya. Aman terhitung sebagai orangutan yang cukup aktif saat sekolah hutan, meski seringkali mengalami kesulitan ia tetap mampu memanjat pohon yang cukup tinggi dengan baik. Begitupun dengan sosialnya, Aman masih cukup aktif bersosialisasi dengan orangutan lain saat sekolah hutan, meski terkadang ia seringkali tertinggal oleh orangutan lain karena pergerakannya yang cukup lamban.

Aman seringkali bertingkah manja saat di dalam kandang, tetapi menjadi cukup agresif saat sedang sekolah hutan, terkadang Aman akan mengejar para perawat satwa dan mencoba untuk menggigit kaki para perawat satwa. Meski demikian, hal tersebut bukan menjadi menakutkan namun justru membuat Aman semakin menggemaskan.

Sampai saat ini, kami masih harus terus mengusahakan agar orangutan Aman dapat tumbuh besar dengan baik selama di pusat rehabilitasi BORA, hal ini terus kami lakukan untuk mencegah kepunahan satwa asli Indonesia yang saat ini sudah cukup langka ditemukan di habitat aslinya. Kami juga mengharapkan agar Aman dapat dilepasliarkan suatu saat nanti agar ia dapat melanjutkan rantai populasi untuk spesiesnya.

BRINGING HOME JOY FROM TK ANNISA BERAU, EAST BORNEO

A teacher from TK Annisa Berau visited us in the COP Borneo office in Tasuk village, just a few miles away from the kindergarten. She came to the office hoping that her children could see Orangutans. However, the Orangutans in the BORA rehabilitation center are under medical evaluation therefore human visit is very restricted. So, in return, on February 26 we visited the school with a giant stuffed Orangutan called Morio.

“Knock knock… An Orangutan is here!” 

The students were overjoyed to welcome Morio! They were so thrilled as they listened to the stories about wildlife Morio told. They answered every question about wildlife with huge enthusiasm. We were so overwhelmed by their energy in the class and we couldn’t stop laughing at their innocence! The joy and the fun energy was contagious and we brought it home. On our way back from the school visit, we greeted everyone we met on the way.

“School visits, teaching students, I am not new to the thing. But to face these younger students, we need a lot more energy!” Mia, a volunteer and an alumni of COP School batch 12 shared her experience. 

As she and the team evaluated the school visit, they learned that even though the children are able to distinguish domestic animals, many of them couldn’t mention the wildlife of East Kalimantan. This has become a concern. Now, after the school visit, the children know that ducks can provide many benefits if taken care of well, and Rangkong should stay in the forest and be the “forest farmers”.

“I wish that we can always keep the joyful energy the children gave us and the children can always keep the awareness of wildlife protection that we gave them in return. Long live good deeds!” Mia said passionately. (MIA_COPSchool)

TERTULAR KECERIAAN SAAT SCHOOL VISIT DI TK ANNISA BERAU

Jumat lalu, ada orangutan mendatangi TK Annisa Berau. Ini adalah kunjungan balasan dari seorang guru TK Annisa di kantor COP Borneo yang berada di kampung Tasuk tak jauh dari tempatnya bekerja. Awalnya, si Ibu Guru berharap anak-anak muridnya bisa melihat orangutan secara langsung, namun keinginan tersebut belum bisa terwujud karena pusat rehabilitasi BORA sangat membatasi interaksi manusia dan orangutan sebab kondisi orangutan yang dalam evaluasi medis. 

Bersama Morio kami pun berbagi cerita pada anak-anak TK. “Sebenarnya ini bukanlah hal yang baru untukku mengajar anak-anak, namun untuk kelompok usia yang lebih kecil ini ternyata kita harus punya enegi yang jauh lebih besar”, ujar Mia, relawan COP yang merupakan alumni COP School Batch 12. Anak-anak antusias mendengar dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai satwa liar. Saking antusiasnya, energi kelas menjadi begitu tinggi dan membuat kami sedikit kewalahan. Kami pun hanyut tertawa melihat tingkah lugu mereka. Energi kecerian anak-anak ini menular ke kami yang datang. Sepulangnya kami dari school visit, kami dengan riang menyapa orang-orang yang berpapasan dengan kami.

Evaluasi kunjungan ke sekolah pun memberikan catatan tersendiri. Anak-anak mengetahui semua hewan domestik namun tidak tahu sata liar yang khas dari Kalimantan Timur. Hal ini menjadi perhatian karena pengetahuan adalah kekuatan. Kini anak-anak TK Annisa tahu bahwa bebek memiliki banyak manfaat jika dipelihara dengan baik dan Rangkong harus tetap tinggal di hutan sebagai petani hutan. “Aku berharap, energi keriangan anak-anak terus menular ke kami dan energi kesadaran pentingnya menjaga satwa liar di alam bisa menular juga ke anak-anak. Panjang umur upaya-upaya baik!”, tambah Mia penuh semangat. (MIA_COPSchool)

AMAN DAN CHARLOTTE MAKAN BUAH TARAP DI SEKOLAH HUTAN

Awal tahun 2023 ini, banyak jenis pohon yang teramati sedang berbuah di hutan Labanan, tempat dilaksanakannya sekolah hutan bagi para orangutan di pusat rehabilitasi orangutan BORA. Musim berbuah ini menjadi kesempatan yang sangat baik bagi orangutan yang menjadi siswa sekolah hutan. Salah satu buah hutan yang berhasil terdokumentasikan sedang dimakan adalah buah tarap.

Aman dan Charlotte, keduanya teramati sedang memakan buah tarap. Buah tarap (Artocarpus elasticus) merupakan buah tropis yang tumbuh di wilayah Asia Tenggara terutama di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tumbuhan yang berasal dari genus Artocarpus ini merupakan kerabat dekat dari nangka, sukun dan cempedak. Pohon tarap dapat tumbuh hingga ketinggian 30 meter dan memiliki buah yang berbentuk bulat hingga lonjong, berukuran besan dan memiliki kulit yang berduri halus. Daging buah tarap berwarna putih kekuningan dengan tektur yang lembut dan manis. Biji-biji kecil yang terdapat di dalamnya juga dapat dimakan. Buah tarap juga dikenal memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A serta vitamin C.

Siang itu, Aman dan Charlotte sangat menikmati buah tarap yang mereka temukan. Bahkan raut ekspresi Aman terlihat begitu lahap saat memakannya. Setelah buah tarap yang mereka temukan habis, keduanya kembali pergi bermain dan mencari jenis-jenis pakan alami lainnya yang dapat mereka temukan di hutan. (RAF)

MENENGOK ASTUTI DI KANDANG KARANTINA BORA

Sejak kedatangannya tanggal 25 Januari 2023 lalu di Klinik dan Karantina New BORA, Astuti orangutan yang ditranslokasi dari Menado, Sulawesi Utara masih berada dalam kandang karantina. Ia masih menjalani masa karantina hingga 14 hari. Selanjutnya, Astuti akan menjalani pemeriksaan kesehatan dengan uji laboratorium oleh tim medis BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance).

Perjumpaan saya dengan Astuti di kandang karantina, ia yang sebelumnya menyibukkan diri di atas tumpukan daun, tiba-tiba terdistraksi dengan kehadiran saya. Astuti nampak mulai mendekati, tetapi ketika hendak dipegang dia sontak mundur. Seperti belum menaruh kepercayaan penuh kata paramedis Tata.

Dokter Theresia menyampaikan jika Astuti saat ini masih proses bounding dan pengenalan dengan petugas medis maupun keeper. Astuti juga sering teramati senang bermain sendiri di dalam kandang. Jika diberikan browse enrichment dari daun dan ranting dia bisa menjadikannya mainan. Tidak jarang dia juga memakan bagian daun yang muda. Selama di kandang, semua jenis pakan yang diberikan dimakan tak tersisa kecuali tomat, dia hanya memakan bagian dalam tomat dan menyia-nyiakan bagian luarnya. (WID)

TIGA BULAN MABEL DI BORA

Mabel, bayi orangutan yang baru genap berusia satu tahun yang bulan November lalu diselamatkan dari kepemilikan ilegal di Tenggarong, Kutai Kartanegara. Setibanya di Klinik dan Karantina New BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance), kondisi fisiknya cukup memilukan. Tubuhnya yang terlampau mungil untuk kisaran usia bayi orangutan satu tahun. Perutnya membesar sesuai dugaan tim rescue BORA, Mabel mengalami malnutrisi. 

Tim Medis BORA fokus melakukan perbaikan gizi pada orangutan Mabel. Mulai pemberian susu dan buah-buahan yang paling Mabel sukai untuk membangkitkan nafsu makan. Mulai adaptasi, kini semua jenis buah dan sayur yang diberikan dilahap habis meski dengan sangat pelan, Jika cuaca terik, Mabel berkesempatan menyantap makanan di dahan pohon kecil. Sambil mencicipi kambium dan serangga kecil di ujung daun.

Siang ini, Mabel ditemani paramedis Tata sambil bergelantungan di pohon dekat Klinik New BORA. “Berapa berat badan Mabel sekarang”, tanya saya ke paramedis Tata. Bobotnya naik setengah kilo dari berat badan awal Mabel di sini”, pungkas Tata. “Perutnya juga sudah tidak berbunyi lagi, seperti sebelumnya jika ditepuk”, tambahnya. Jika bobotnya terus bertambah, maka akan memudahkan tim medis untuk melakukan pengambilan sampel darah untuk uji penyakit dan virus. (WID)

HERCULES MEMANGGIL TIM APE DEFENDER

Berlalu sudah tiga hari setelah mendapatkan laporan orangutan Hercules berkunjung ke pondok salah seorang warga pada tanggal 30 Januari 2023 berlokasi di muara Sungai Menyuk. Kunjungan Hercules ke pondok warga diketahui setelah warga itu membuka pintu pondoknya pada pukul 13.30 WITA. Warga tersebut pun langsung melapor ke Pos Monitoring Busang Hagar. Tim monitoring langsung mengecek dan melaporkan lagi ke tim yang berada di kampung. Setelah mendapat kabar ini, tim langsung berangkat pada sore harinya. 

Pada tanggal 31 Januari, tim berencana melakukan penyelamatan orangutan Hercules tanpa bius namun setelah dicek di lokasi, Hercules tidak ditemukan lagi. Setelah beberapa saat, Hercules datang lagi. Tim APE Guardian akhirnya meminta bantuan tim APE Defender untuk menangani Hercules. 

1 Februari sekitar pukul 08.37 WITA, tim APE Defender yang terdiri satu dokter hewan dan satu perawat satwa bersama tim APE Guardian menuju lokasi konflik. Setelah melakukan pembiusan ke-2 akhirnya Hercules dapat diamankan dan dimasukkan ke kandang angkut pada pukul 13.00 WITA. Hercules pun diamankan di Pos Monitoring karena berdasarkan keterangan tim medis selain takut kelelahan juga waktu dan cuaca tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan kembali. Akhirnya tim sepakat untuk melepasliarkan Hercules kembali pada esok harinya.

Hari ke-2 Februari sekitar pukul 10.00 WITA setelah briefing singkat untuk pelepasliaran kembali orangutan Hercules. Pelepasliaran ini berlokasi di sisi kanan arah Sungai Pura atau lebih tepatnya berseberangan dengan anak Sungai Buloq. Pelepasliaran ini akhirnya selesai dilakukan dengan kondisi Hercules tanpa perlawanan saat pintu kandang angkut dibuka dari jarak jauh. Hercules justru memilih pergi masuk ke arah dalam hutan. TIm pun segera mengambil kandang angkut dan balik ke pos dengan selamat. (RAN)