AMAN PASTI BISA

Aman, orangutan remaja jantan yang ada di pusat rehabilitasi BORA dengan kondisi fisik yang sangat menyedihkan. Dia memiliki kondisi cacat pada jari-jari di kedua tangannya yang diduga akibat ulah kejam manusia dan kondisi ini sangat mempengaruhi keseharian Aman sebagai oragutan yang sedang tumbuh dan berkembang. Akibat dari kecacatan yang dialaminya, Aman terlihat memiliki pergerakan yang jauh lebih lamban dibandingkan dengan orangutan remaja lainnya. Aman cukup kesulitan untuk berpindah saat diatas pohon. Meski demikian, Aman tetap tumbuh sebagai orangutan jantan yang tangguh dan cukup menggemaskan.

Pertumbuhan orangutan Aman terbilang baik selama berada di pusat rehabilitasi BORA, kekurangan yang Aman miliki tidak menghentikan kehidupan alam liarnya. Aman terhitung sebagai orangutan yang cukup aktif saat sekolah hutan, meski seringkali mengalami kesulitan ia tetap mampu memanjat pohon yang cukup tinggi dengan baik. Begitupun dengan sosialnya, Aman masih cukup aktif bersosialisasi dengan orangutan lain saat sekolah hutan, meski terkadang ia seringkali tertinggal oleh orangutan lain karena pergerakannya yang cukup lamban.

Aman seringkali bertingkah manja saat di dalam kandang, tetapi menjadi cukup agresif saat sedang sekolah hutan, terkadang Aman akan mengejar para perawat satwa dan mencoba untuk menggigit kaki para perawat satwa. Meski demikian, hal tersebut bukan menjadi menakutkan namun justru membuat Aman semakin menggemaskan.

Sampai saat ini, kami masih harus terus mengusahakan agar orangutan Aman dapat tumbuh besar dengan baik selama di pusat rehabilitasi BORA, hal ini terus kami lakukan untuk mencegah kepunahan satwa asli Indonesia yang saat ini sudah cukup langka ditemukan di habitat aslinya. Kami juga mengharapkan agar Aman dapat dilepasliarkan suatu saat nanti agar ia dapat melanjutkan rantai populasi untuk spesiesnya.

HAPPY WORLD WILDLIFE DAY, AYO LINDUNGI SATWA LIAR

Tahukah kamu? World Wildlife Day atau Hari Satwa Liar Sedunia yang diperingati setiap tanggal 3 Maret adalah pengingat bagi kita agar terus memaknai pentingnya menjaga kehidupan alam liar, terutama satwa dan flora yang dilindungi seperti orangutan. Tahun ini #WildlifeDay menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi di dunia perlindungan alam liar, hal yang sudah menjadi nilai yang dimaknai COP (Centre for Orangutan Protection) dalam menjalankan misi untuk melindungi orangutan dan yang lainnya. COP telah bekerja bersama dengan berbagai organisasi, pemerintah dan perorangan untuk bersama-sama menyelamatkan satwa liar.

Masih ingat orangutan Astuti yang menjadi korban perdagangan satwa liar antar negara? Upaya penyelamatan dan peminahan Astuti dari Menado, Sulawesi Utara hingga tiba di pusat rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) di Berau, Kalimantan Timur merupakan kerja bersama lintas instansi pemerintah, swasta dan COP.Tanpa kerjasama ini, Astuti mungkin saja tidak punya kesempatan untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya, hutan Kalimantan.

Sementara itu, tim patroli COP yang berada di Sumatra Barat melibatkan warga Nagari Sontang-Cubadak untuk membentuk tim PAGARI (Patroli Nagari) sebagai usaha mitigasi konflik harimau dan manusia di Sumatra Barat. Keterlibatan masyarakat lokal yang berbatasan langsung dengan hutan lindung Sontang-Cubadak ini menjadi model untuk pembentukan tim PAGARI di nagari yang lain.

Di dalam COP sendiri, semangat kerjasama juga menjadi nilai penting. BORA  tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan tim APE Crusader yang menyelamatkan habitat orangutan dan menyelamatkan orangutan konflik. Pusat rehab akan penuh jika tim APE Guardian tidak mengusahakan kawasan pelepasliaran yang layak untuk orangutan. Sementara tanpa dukungan APE Warrior, akan sulit sekali mencari dukungan publik untuk mempercepat proses perlindungan satwa liar. Mari bersama melindungi satwa liar. (NAD)

BRINGING HOME JOY FROM TK ANNISA BERAU, EAST BORNEO

A teacher from TK Annisa Berau visited us in the COP Borneo office in Tasuk village, just a few miles away from the kindergarten. She came to the office hoping that her children could see Orangutans. However, the Orangutans in the BORA rehabilitation center are under medical evaluation therefore human visit is very restricted. So, in return, on February 26 we visited the school with a giant stuffed Orangutan called Morio.

“Knock knock… An Orangutan is here!” 

The students were overjoyed to welcome Morio! They were so thrilled as they listened to the stories about wildlife Morio told. They answered every question about wildlife with huge enthusiasm. We were so overwhelmed by their energy in the class and we couldn’t stop laughing at their innocence! The joy and the fun energy was contagious and we brought it home. On our way back from the school visit, we greeted everyone we met on the way.

“School visits, teaching students, I am not new to the thing. But to face these younger students, we need a lot more energy!” Mia, a volunteer and an alumni of COP School batch 12 shared her experience. 

As she and the team evaluated the school visit, they learned that even though the children are able to distinguish domestic animals, many of them couldn’t mention the wildlife of East Kalimantan. This has become a concern. Now, after the school visit, the children know that ducks can provide many benefits if taken care of well, and Rangkong should stay in the forest and be the “forest farmers”.

“I wish that we can always keep the joyful energy the children gave us and the children can always keep the awareness of wildlife protection that we gave them in return. Long live good deeds!” Mia said passionately. (MIA_COPSchool)

TERTULAR KECERIAAN SAAT SCHOOL VISIT DI TK ANNISA BERAU

Jumat lalu, ada orangutan mendatangi TK Annisa Berau. Ini adalah kunjungan balasan dari seorang guru TK Annisa di kantor COP Borneo yang berada di kampung Tasuk tak jauh dari tempatnya bekerja. Awalnya, si Ibu Guru berharap anak-anak muridnya bisa melihat orangutan secara langsung, namun keinginan tersebut belum bisa terwujud karena pusat rehabilitasi BORA sangat membatasi interaksi manusia dan orangutan sebab kondisi orangutan yang dalam evaluasi medis. 

Bersama Morio kami pun berbagi cerita pada anak-anak TK. “Sebenarnya ini bukanlah hal yang baru untukku mengajar anak-anak, namun untuk kelompok usia yang lebih kecil ini ternyata kita harus punya enegi yang jauh lebih besar”, ujar Mia, relawan COP yang merupakan alumni COP School Batch 12. Anak-anak antusias mendengar dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai satwa liar. Saking antusiasnya, energi kelas menjadi begitu tinggi dan membuat kami sedikit kewalahan. Kami pun hanyut tertawa melihat tingkah lugu mereka. Energi kecerian anak-anak ini menular ke kami yang datang. Sepulangnya kami dari school visit, kami dengan riang menyapa orang-orang yang berpapasan dengan kami.

Evaluasi kunjungan ke sekolah pun memberikan catatan tersendiri. Anak-anak mengetahui semua hewan domestik namun tidak tahu sata liar yang khas dari Kalimantan Timur. Hal ini menjadi perhatian karena pengetahuan adalah kekuatan. Kini anak-anak TK Annisa tahu bahwa bebek memiliki banyak manfaat jika dipelihara dengan baik dan Rangkong harus tetap tinggal di hutan sebagai petani hutan. “Aku berharap, energi keriangan anak-anak terus menular ke kami dan energi kesadaran pentingnya menjaga satwa liar di alam bisa menular juga ke anak-anak. Panjang umur upaya-upaya baik!”, tambah Mia penuh semangat. (MIA_COPSchool)

CHARLOTTE TAK INGIN DITINGGAL DI SEKOLAH HUTAN

Setelah membersihkan kandang, perawat satwa pun membukakan pintu kandang orangutan Charlotte agar dia bisa mengikuti sekolah hutan. Sesampai di sekolah hutan, Charlotte langsung bermain di tanah sambil melihat sekeliling untuk mengetahui apa saja yang bisa dimaininnya. Pandangannya berhenti pada orangutan lainnya yang masih di tanah juga. Charlotte pun mulai mendekati dan mengganggu orangutan itu.

“Dia itu memang sangat santai. Setelah bermain di bawah, Charlotte akan naik ke atas pohon, mencari buah-buahan hutan, tapi kalau tidak ketemu, dia akan cari apa saja yang mungkin bisa dia makan. Pucuk yang muda atau kulit kayu pun dicobanya. Setelah selesai makan di satu tempat dia akan pindah ke pohon yang lain dan mulai makan lagi. Puas mencoba makanan alaminya, dia akan turun ke tanah, bermain sama perawat satwa. Charlotte itu paling suka melihat perawat satwanya, dia pasti akan mengajak bermain perawat satwa yang mencatatnya”, kata Amir, perawat satwa yang bertanggung jawab mengawasi Charlotte.

“Charlotte ini juga paling suka main di akar, lalu diayun-ayunin. Terus turun dan menghampiri perawat satwa yang lainnya, setelah mengamati beberapa saat, dia pergi lagi. Tidak lama lagi, dia akan datang lagi dan duduk di samping perawat satwa. Dia balas mengamati kita”, tambah Amir lagi. “Bosan mungkin dia, terus kayak tadi lagi, pergi dan kembali lagi”. “Entah apa yang membuatnya bolak-balik menghampiri perawat satwa karena setelah aktivitas berulang itu, dia akan memanjat pohon lagi, makan dan menjelajah. Kalau sudah mulai menjelajah, Charlotte sering menghilang, tidak diketahui keberadaannya. Biasanya menjelang masa berakhirnya sekolah hutan hari itu”.

Sekolah hutan bisa berakhir lebih cepat karena hujan deras disertai petir. Tapi kalau menjadi lebih lama biasanya karena orangutan-orangutan masih asik menjelajah atau tak mau turun dan mengabaikan palnggilan pulang. Lama… Charlotte baru menyadari dia ditungguin untuk turun. Amir akan bilang,” Lotte kalau gak turun, tinggal nih”. Habis itu Charlotte nangis, mungkin karena takut ditinggal. Dia pun dengan sendirinya turun dan lari ke perawat satwa lalu memegang tangan perawat satwa. Bahkan dia berjalan lebih duluan sambil memegang tangan perawatnya. Ada-ada aja. (MIR)

WHEN FOREST SCHOOL FEELS LIKE HOME, ORANGUTANS BACK TO THE CAGE CAN BE TOUGH

The sun was shining bright that morning, a sign of a good day to begin the Jungle School session in BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). In Jungle school, rehabilitated Orangutans are let to revive their instinct and recall how to survive in the rainforest. As usual, after the first meal, the keepers carried Orangutans on their back or took them by hand and led them to the Forest School. Some Orangutans walked on their own following the keepers from behind.

Bonti, an 8 years old female Orangutan is the most difficult orangutan to call when forest school session is over. Sometimes she still wants to play around or explore the forest and swing from one branch to another. Other times she seems busy tasting some fruits she found, or just sits silently as she watches other Orangutans get back to their cage. Sure enough, that day, when school was over, Bonti didn’t want to come down. Some keepers kept calling her and followed her but instead of coming down and getting herself picked up, she went around in the cage area. She jumped from one canopy to another, causing other Orangutans to get wild in their cage. She even ignored Raffi, the Biologist at Bora. But when the keepers lured her with a bottle of her favorite milk, she finally came down and let the keepers pick her up and carried her back to the cage. 

The next day, it’s Devi’s day. Devi is an Orangutan who likes to stay and play on the treetop. Sometimes it’s difficult to spot her in forest school. That day, she couldn’t stop swinging joyfully from one tree to another. Devi prefers to be alone than be with other Orangutans, let alone humans. Just when the time’s over, we saw Devi on a fruitful tree. When Devi enjoys fruits, she forgets the whole world. We knew very well that it’s gonna be tough to get her back to the cage. It was such a busy evening! When Devi was finally full, she broke some leafy branches and piled them up carefully. Yup, she was building a comfy nest. We were stunned. It was an amazing moment. We stopped calling her and let her do her business. “Let her focus and finish the nest,” said There, the vet at Bora. It didn’t take long for Devi to finish her solid and comfy nest. We were so proud of Devi. Raffi said that it wasn’t Devi’s first time building a nest. Finally she came down and finished a bottle full of milk that the medical team gave her.

It’s a sunny Sunday. It was Bonti and Mary’s turn to go to Forest School. The keepers braced themselves as they read Bonti and Mary’s name on the list when they did morning briefing. They had to be prepared as both Orangutans were among those who often refused to get back to the cage. As expected, during the Forest School, Bonti and Mary roamed deeper into the forest, and got further and further from the cage area. Suddenly gray clouds were hanging in the sky. Sunny day’s over as rain poured down. Bonti and Mary took shelter on a big tree, hugging each other while we were soaked on the ground. We were joking around, hoping our laughter could warm our body. We followed Bonti and Mary wherever they went. At last the rain’s over. Bonti and Mary continued their journey. It had been two hours yet none of them got down. While luring them with everything we could and we had, we also prayed that they would come down soon. Finally Mary came down to get a bottle of milk and her favorite fruit the keeper lured her with. It didn’t work for Bonti. Bonti kept going back to forest school. We followed her while hoping that we didn’t have to stay overnight in forest school. Though it’s frustrating, we were also glad. It means that she feels at home in the forest. How can we not be glad when she’s getting closer to returning to where she belongs? Either got exhausted, lured by bottled milk, or pitied us the keeper, Bonti finally came down. 

“Thank God we don’t have to stay overnight here!” (TER)

 

TIGA HARI MERAYU ORANGUTAN

Pagi yang cerah adalah awal yang baik untuk memulai sekolah hutan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Sekolah untuk orangutan yang sedang menjalani rehabilitasi dimana mereka akan mengasah kembali insting alaminya dan bertahan hidup di hutan. Setelah makan pagi, sesuai jadwal orangutan pun dibawa ke lokasi sekolah hutan, ada yang digendong, dituntun bahkan berjalan sendiri mengikuti jalur yang ada.

Bonti, orangutan betina berumur 8 tahun ini adalah orangutan yang paling sulit dipanggil pulang saat sekolah hutan berakhir, entah karena masih ingin bermain, menjelajah hutan, berpindah dari satu dahan ke dahan yang lain, menikmati buah hutan yang ditemukannya atau kesibukan lainya yang kadang hanya memperhatikan orangutan lainnya yang sudah mulai menuju kandang lagi. Benar saja, ketika waktu itu tiba, Bonti pun tidak mau turun walaupun dipanggil berulang kali. Beberapa perawat satwa  berusaha memanggil dan mengikutinya, namun Bonti tetap tidak mau turun dan menuju ke area kandang dengan berpindah dari satu kanopi ke kanopi yang lain sampai akhirnya dia mengelilingi kandang hingga membuat orangutan yang berada di dalam kandang ricuh. Panggilan Raffi, Biologis BORA yang pendiam ini pun tak dihiraukannya. Sampai akhirnya, botol berisi susu kesukaannya menjadi magnet yang membawanya kembali ke kandang.

Keesokan harinya, orangutan Devi adalah orangutan yang paling suka bermain di ketinggian, kadang hampir tidak kelihatan. Kali ini Devi berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain sepanjang lokasi sekolah hutan. Devi lebih suka sendiri daripada bermain dengan orangutan lain apalagi manusia. Waktu sekolah hutan pun usai dan Devi menemukan pohon yang sedang berbuah lebat. Kami semua tau, dia tak akan turun jika sudah menikmati buah hutan. Siang itu menjadi siang yang paling sibuk, kenyang dan dia pun mulai mematahkan ranting yang berdaun lebat. Ya… Devi menyusun ranting-ranting itu. Bersarang. Kami pun terdiam, momen luar biasa, kami tak ingin menggagunya dengan memanggilnya, “biar fokus menyelesaikan pembuatan sarangnya”, ujar drh. There. Tidak membutuhkan waktu lama, sarang yang terlihat kokoh pun jadi, kami yang menyaksikan pun bangga. Menurut Raffi, Devi memang sudah beberapa kali terlihat membuat sarang.Selesai makan dan membuat sarang, Devi pun akhirnya turun dan meminum habis susu yang dibawa tim medis.

Minggu pagi yang cerah giliran kelompok yang di dalamnya ada orangutan Bonti dan Mary. Jika briefing pagi ada dua nama orangutan ini maka perawat satwa harus menyiapkan tenaga lebih untuk menunggu dan mengikuti keduanya yang tidak mau pulang. Benar saja, waktu semua orangutan sudah kembali ke kandang, keduanya malah menjelajah menjauh dari lokasi sekolah hutan. Cuaca cerah sekejab berubah mendung dan hujan deras pun turun. Bonti dan Mary berada di pohon yang besar dan lebat saling berpelukan dan berlindung dari hujan. Sedangkan kami yang berjaga menjadi basah kuyup dan bercanda satu sama lain mengusir dingin sambil menjaga dan mengikuti kedua orangutan ini kemanapun mereka pergi. Hujan cukup lama pun akhirnya reda. Bonti memimpin Mary melanjutkan penjelajahan mereka. Dua jam berlalu namun tak satupun mau turun. Doa dan usaha membawa mereka kembali ke kandang terucap. Untung saja Mary tergiur dengan botol susu dan buah yang dipegang perawat satwa. Tapi tak berlaku pada Bonti. Bonti kembali ke lokasi sekolah hutan. Kami pun mengikutinya dan berdiam diri sembari berharap semoga tak harus menginap di sekolah hutan. Walau harapan itu sebenarnya kebahagian kami melihat Bonti semakin dekat dengan hutan yang merupakan rumah sesungguhnya. Entah karena capek atau tergoda susu yang kami bawa. Atau lebih tepatnya kasihan pada kami, Bonti pun akhirnya turun. “Hampir saja kita bermalam di sekolah hutan”. (TER)

ASTO STILL WANTS TO BE IN FOREST SCHOOL BUT SHE’S HUNGRY

I still remember how irritated Iwas that day. It was a lovely day at the beginning when I started my routine in SRA (Sumatran Rescue Alliance) at 8 A.M. As usual, I started with breakfast, then prepared the food, cleaned up the cage, and started Forest School time for Orangutan Asto and Asih.

I could hear the sound of the steel cage being shaken and I could see Asto and Asih peeking out from behind the tall bars, ready to get out of the cage. They seemed restless and couldn’t wait to get out and start the Forest School time. I saw them waiting right in front of the door when I opened the main gate. Then I unlocked the key to their cage and slid the doo cage. Asto even helped me slide the door! Then they climbed up straight to my back in such a rush! I carried them t the Forest School are. When we arrived, Asto and Asih didn’t wait to climb up the tree top. They looked so happy as I observed their social behavior when they played around fallen trees. It was their doings on the previous days. During forest school time, sometimes they came to me just to bite me. Other times they just observed whatever we’re doing, or roamed around jumping from one leafy tree to another just next to the Forest School are.

That evening, they both looked exhausted and hungry. The day got hotter and hotter. Asto and Asih looked so messy as they played on the ground. I thought maybe it’s time to put them in the cage. So I lured them with fruits and called them to get on my shoulders. I had put the fruit basket in their cage earlier but suddenly Asto took the fruit and claimed up so fast to the cage roof and hopped to the tree! He ate the fruit on that treetop, showing me that she still wants to be in the Forest School but she was hungry! I chuckled. Really, taking care of two rehabilitated orangutans who are getting smarter and stronger every day is no easy task! (BIL)

 

ASTO MASIH INGIN SEKOLAH HUTAN TAPI LAPAR

Hari itu merupakan hari yang menjengkelkan bagiku. Ketika pagi yang cerah dan penuh semangat, ku mulai tepat pukul 08.00 WIB. Seperti biasa kami memulai aktivitas di SRA (Sumatran Rescue Alliance) dengan sarapan, menyiapkan pakan, membersihkan kandang dan kemudian sekolah hutan untuk orangutan bernama Asto dan Asih.

Dari kejauhan terdengar suara gemuruh kandang besi yang digoyangkan dan terlihat Asto dan Asih yang sedang mengintip di balik pagar yang tinggi dengan wajah berharap untuk keluar kandang. Keduanya terlihat sudah tidak sabar untuk sekolah hutan. Ku buka pintu utama untuk masuk ke dalam area kandang orangutan dan melihat keduanya telah berada di depan pintu kandangnya untuk bersiap keluar. Kubuka kunci dan menggeser pintu kandangnya, dengan sigap Asto membantu menggeser pintu lalu keduanya meraih punggungku untuk digendong ke area sekolah hutan. Sesampainya di area sekolah hutan, Asto dan Asih dengan segera menaiki pohon. Keduanya terlihat gembira sembari melakukan sosial behavior di pepohonan yang sudah banyak tumbang karena ulah mereka sebelumnya. Sesekali keduanya menghampiriku untuk sekedar menggigit, memperhatikan dan lari ke area pepohonan yang lebih rimbun di sebelah sekolah hutan.

Kala itu Asto dan Asih terlihat kelelahan dan lapar. Hari semakin siang dan terik. Keduanya sudah tidak karuan bermain di area tanah. Mungkin saatnya membawa mereka kembali ke kandang, pikir ku. Dengan pancingan buah aku membujuk Asto dan Asih naik ke pundakku. Keranjang buah pakan Asto dan Asih telah kuletakkan di dalam kandang sebelumnya. Asih pun masuk ke dalam kandang namun dengan lincahnya Asto meraih buah dan naik ke atas kandang luar dan naik ke atas atap kandang lalu menaiki pohon yang berada di area kandang. Asto memakan buah di pohon tersebut sebagai isyarat belum puas sekolah hutan namun kelaparan. Sungguh, ternyata tak mudah mengurus dua orangutan rehabilitasi yang semakin hari semakin pintar dan kuat. (BIL)

AMAN DAN CHARLOTTE MAKAN BUAH TARAP DI SEKOLAH HUTAN

Awal tahun 2023 ini, banyak jenis pohon yang teramati sedang berbuah di hutan Labanan, tempat dilaksanakannya sekolah hutan bagi para orangutan di pusat rehabilitasi orangutan BORA. Musim berbuah ini menjadi kesempatan yang sangat baik bagi orangutan yang menjadi siswa sekolah hutan. Salah satu buah hutan yang berhasil terdokumentasikan sedang dimakan adalah buah tarap.

Aman dan Charlotte, keduanya teramati sedang memakan buah tarap. Buah tarap (Artocarpus elasticus) merupakan buah tropis yang tumbuh di wilayah Asia Tenggara terutama di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tumbuhan yang berasal dari genus Artocarpus ini merupakan kerabat dekat dari nangka, sukun dan cempedak. Pohon tarap dapat tumbuh hingga ketinggian 30 meter dan memiliki buah yang berbentuk bulat hingga lonjong, berukuran besan dan memiliki kulit yang berduri halus. Daging buah tarap berwarna putih kekuningan dengan tektur yang lembut dan manis. Biji-biji kecil yang terdapat di dalamnya juga dapat dimakan. Buah tarap juga dikenal memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A serta vitamin C.

Siang itu, Aman dan Charlotte sangat menikmati buah tarap yang mereka temukan. Bahkan raut ekspresi Aman terlihat begitu lahap saat memakannya. Setelah buah tarap yang mereka temukan habis, keduanya kembali pergi bermain dan mencari jenis-jenis pakan alami lainnya yang dapat mereka temukan di hutan. (RAF)

SELAMAT DATANG COP ACADEMY BATCH 2

Setelah pelatihan pertama pada tahun 2022, Centre for Orangutan Protection (COP) kembali menggelar pelatihan COP Academy Batch 2, dimana pada tahun ini diharapkan kembali menelurkan generasi yang akan meneruskan tradisi melindungi orangutan dan habitatnya.

Lebih dari 200 pendaftar, tim COP memilih 11 peserta untuk mengikuti COP Academy 2023. Pelatihan ini diadakan pada 11-12 Februari 2023 di Yogyakarta. Program ini memadukan materi kelas dan materi praktik dari para ahli konservasi alam dan satwa. Materi teknis yang diberikan oleh staf senior COP yang bermaksud untuk memperkuat kerja di semua situs COP. Selain itu di pelatihan ini juga diberikan pemahaman tentang membangun kerjasama, dimana hal ini sangat penting bagi siapa pun yang bekerja dengan COP.

Tim COP melatih para peserta dengan teori, praktik dan permainan. Metode ini sangat efektif untuk menilai karakter dan pola pikir mereka secara langsung. Setelah sesi kelas berakhir, setiap siswa akan melewati tahap wawancara terakhir. Satu per satu peserta diberikan waktu untuk mengeksplorasi minat dan keterampilan mereka.

Pengumuman peserta yang lolos sudah diumumkan oleh COP. Dalam waktu dekat ini mereka akan langsung terjun memperkuat tim lapangan COP di garis depan. Tambahan lulusan ini,  COP berharap aktivis baru akan tumbuh dan lulusan COP Academy Batch 2 akan meneruskan perjuangan dalam mendukung konservasi di Indonesia. (SAT)

MENENGOK ASTUTI DI KANDANG KARANTINA BORA

Sejak kedatangannya tanggal 25 Januari 2023 lalu di Klinik dan Karantina New BORA, Astuti orangutan yang ditranslokasi dari Menado, Sulawesi Utara masih berada dalam kandang karantina. Ia masih menjalani masa karantina hingga 14 hari. Selanjutnya, Astuti akan menjalani pemeriksaan kesehatan dengan uji laboratorium oleh tim medis BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance).

Perjumpaan saya dengan Astuti di kandang karantina, ia yang sebelumnya menyibukkan diri di atas tumpukan daun, tiba-tiba terdistraksi dengan kehadiran saya. Astuti nampak mulai mendekati, tetapi ketika hendak dipegang dia sontak mundur. Seperti belum menaruh kepercayaan penuh kata paramedis Tata.

Dokter Theresia menyampaikan jika Astuti saat ini masih proses bounding dan pengenalan dengan petugas medis maupun keeper. Astuti juga sering teramati senang bermain sendiri di dalam kandang. Jika diberikan browse enrichment dari daun dan ranting dia bisa menjadikannya mainan. Tidak jarang dia juga memakan bagian daun yang muda. Selama di kandang, semua jenis pakan yang diberikan dimakan tak tersisa kecuali tomat, dia hanya memakan bagian dalam tomat dan menyia-nyiakan bagian luarnya. (WID)

TIGA BULAN MABEL DI BORA

Mabel, bayi orangutan yang baru genap berusia satu tahun yang bulan November lalu diselamatkan dari kepemilikan ilegal di Tenggarong, Kutai Kartanegara. Setibanya di Klinik dan Karantina New BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance), kondisi fisiknya cukup memilukan. Tubuhnya yang terlampau mungil untuk kisaran usia bayi orangutan satu tahun. Perutnya membesar sesuai dugaan tim rescue BORA, Mabel mengalami malnutrisi. 

Tim Medis BORA fokus melakukan perbaikan gizi pada orangutan Mabel. Mulai pemberian susu dan buah-buahan yang paling Mabel sukai untuk membangkitkan nafsu makan. Mulai adaptasi, kini semua jenis buah dan sayur yang diberikan dilahap habis meski dengan sangat pelan, Jika cuaca terik, Mabel berkesempatan menyantap makanan di dahan pohon kecil. Sambil mencicipi kambium dan serangga kecil di ujung daun.

Siang ini, Mabel ditemani paramedis Tata sambil bergelantungan di pohon dekat Klinik New BORA. “Berapa berat badan Mabel sekarang”, tanya saya ke paramedis Tata. Bobotnya naik setengah kilo dari berat badan awal Mabel di sini”, pungkas Tata. “Perutnya juga sudah tidak berbunyi lagi, seperti sebelumnya jika ditepuk”, tambahnya. Jika bobotnya terus bertambah, maka akan memudahkan tim medis untuk melakukan pengambilan sampel darah untuk uji penyakit dan virus. (WID)