JOJO SPENDING TIME IN PLAYGROUND

Entering the third month of the cessation of forest school classes at the Borneo COP orangutan rehabilitation center. Jojo was quite amused by reactivating the Borneo COP playground. This playground is a park built by Orangutan Angle’s volunteers from Australia. Jojo is an orangutan who is quite active in the forest school classes. He always hopes to undergo forest school classes every day. If not, he will cry as hard as he can.

Termination of forest school classes due to forest clearing around Borneo COP threatens the existence of small orangutans. The orangutans look scared when they hear the sound of a chainsaw followed by the sound of falling trees.

Jojo adjusted his cruising power. “He must be quite satisfied with used tires containing leaves and twigs. It’s sad … hopefully the safety of the Labanan Research Forest can be immediately maintained, so that the orangutans can return to the forest school class. “, Hope Jhonny is the coordinator of Borneo COP animal care. (EBO)

JOJO MENGHABISKAN WAKTU DI TAMAN BERMAIN

Memasuki bulan ketiga berhentinya kelas sekolah hutan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Jojo cukup terhibur dengan diaktifkannya kembali taman bermain COP Borneo. Taman bermain ini adalah taman yang dibangun para Orangutan Angle’s yang merupakan relawan dari Australia. Jojo adalah orangutan yang cukup aktif di kelas sekolah hutan. Dia selalu berharap untuk menjalani kelas sekolah hutan setiap hari. Kalau tidak, dia akan menangis sekuat-kuatnya.

Penghentian kelas sekolah hutan karena perambahan hutan di sekitar COP Borneo mengancam keberadaan orangutan-orangutan kecil. Orangutan-orangutan terlihat takut saat mendengar suara gergaji mesin yang diikuti suara rubuhnya pohon. 

Jojo menyesuaikan daya jelajahnya. “Dia harus cukup puas dengan ban bekas berisi daun-daun dan ranting. Sedih sih… semoga keamanan Hutan Penelitian Labanan ini dapat segera terjaga, agar orangutan bisa kembali ke kelas sekolah hutan.”, harapan Jhonny kordinator perawat satwa COP Borneo. 

VIOLENCE TOWARDS ORANGUTAN: AUDIT SURABAYA ZOO!

Allegations of violence towards orangutans that occurred at the Surabaya Zoo were devastating for days. Orangutans which are primates with 97% DNA similarity to humans are treated very cruelly.

Orangutans are very intelligent and sensitive animals. Orangutans can choose which ones are good and which are bad for themselves, in terms of food, trees to make nests even determine their roaming area. What happened behind the beating? What causes orangutan keepers to use rough methods to make orangutans follow their orders? 

If we look at the history of zoos in Indonesia, this is not the first time and not only for orangutans. Besides doing violence to animals, zoos in Indonesia do not care about the welfare of the animals either. There are so many cases of very dirty animal cages with very miserable animal conditions.

For the Surabaya Zoo, we cannot forget that this zoo has a bad history of animal care. Some cases have occurred in this zoo, from a giraffe that died with 20 kg of plastic in its body to an African lion that found dead in hanging position. The video on alleged orangutan abuse a few days ago made it clear that the zoo was slow to make improvements.

“COP urged the government to conduct an audit and assistance to the zoo which has become the icon of Surabaya. The addition of CCTVs at all zoo location is important so that unusual incidents can be cross checked again. (EBO)

KEKERASAN PADA ORANGUTAN: AUDIT KBS!

Dugaan penganiayaan berupa pemukulan terhadap orangutan yang terjadi di Kebun Binatang Surabaya sangat menyayat hari. Bagaimana tidak, orangutan yang merupakan primata dengan kesamaan DNA 97% dengan manusia diperlakukan sangat kejam. 

Orangutan merupakan satwa yang sangat pandai dan juga perasa. Orangutan bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya, dari segi makanan, pohon untuk membuat sarang bahkan menentukan area jelajahnya. Apa yang terjadi dibalik pemukulan tersebut? Apa yang menyebabkan pawang orangutan menggunakan cara kasar untuk membuat orangutan mengikuti perintahnya?

Jika kita melihat riwayat Kebun Binatang di Indonesia, kejadian seperti ini bukan yang pertama kali dan juga bukan hanya pada orangutan. Selain dilakukannya kekerasan pada satwa, kebun binatang di Indonesia juga tidak memperdulikan kesejahteraan satwa itu sendiri. Banyak sekali ditemukan kasus kandang satwa yang sangat kotor dengan kondisi satwa yang sangat kurus. 

Untuk Kebun Binatang Surabaya, kita tidak bisa melupakan bahwa kebun binatang ini mempunyai riwayat buruk terhadap perawatan satwa. Beberapa kasus tidak wajar pernah terjadi di Kebun Binatang ini, dari jerapah yang mati dengan 20 kg plastik di dalam tubuhnya sampai dengan singa afrika yang mati dengan posisi tergantung. Beredarnya video dugaan penganiayaan orangutan beberapa hari yang lalu memperjelas bahwa KBS lambat melakukan perbaikan. 

“COP mendesak pemerintah untuk melakukan audit serta pendampingan terhadap kebun binatang yang menjadi ikon kota Surabaya ini. Penambahan CCTV di setiap lokasi kebun binatang agar seluruh kejadian yang tidak lazim bisa di cross check kembali.”, ujar Reza Kurniawan, ahli primata COP. (REZ)

COP CONDEMNS THE VIOLENCE AGAINST ORANGUTANS AT THE SURABAYA ZOO (KBS)

Jakarta – The spread of a video of alleged orangutan abuse at the Surabaya Zoo (KBS) has raised concerns. In the video it appears that orangutans have experienced acts of violence allegedly by animal keepers.

“We deeply regret the occurrence of alleged orangutan violence inside the enclosure. Orangutans should get good care, protection and treatment, this in fact at the Surabaya Zoo they get acts of violence.”, Hery Susanto, manager of Anti Wildlife Crime of the Center for Orangutan Protection. 

Zoos should play a role as the last sanctuary against animals outside their habitat through the role of conservation, education, research and recreation. But with this incident you have to think again when visiting the zoo. The role that this zoo should have played has been questioned when this violence took place at the Surabaya Zoo.

“Allegations of violence against these orangutans must be a serious concern for the Ministry of Environment and Forestry (KLHK) to carry out detailed investigations regarding this case of violence.”, Hery Susanto, Manager of the Anti Wildlife Crime of COP.

In several media publications, the management confirmed that the orangutans were beaten with hoses due to fighting between orangutans when they were about to enter the cage. The parties concerned can also investigate the cage management pattern and the safety standard for these animals and animal keepers, and why this violence occurred.

“We will wait for the steps from KLHK regarding this case, hopefully there will be decisive action regarding cases of violence that occur in orangutans on KBS. The Ministry of Environment and Forestry as the owner of full authority for animal conservation institutions in Indonesia can conduct a cage management and maintenance audit to ensure that violence against orangutans is resolved is not just news.”, Hery Susanto, COP.

COP MENGUTUK DUGAAN KEKERASAN ORANGUTAN DI KEBUN BINATANG SURABAYA (KBS)Jakarta – Tersebarnya video dugaan penganiayaan orangutan di Kebun Binatang Surabaya (KBS) menimbulkan keprihatinan tersendiri. Dalam video nampak orangutan mengalami tindak kekerasan oleh yang diduga oknum perawat satwa. 

“Kami sangat menyesalkan kejadian dugaan kekerasan orangutan yang ada di dalam kandang tersebut. Seharusnya orangutan mendapatkan perawatan, perlindungan dan perlakuan yang baik, ini malah di Kebun Binatang Surabaya mendapat tindakan kekerasan.”, Hery Susanto, manajer Anti Kejahatan Satwa Centre for Orangutan Protection.

Kebun Binatang seharusnya menjalankan peran sebagai benteng pertahanan terakhir terhadap satwa di luar habitatnya melalui peran konservasi, pendidikan, riset dan penelitian serta rekreasi. Namun dengan adanya kejadian ini harus berpikir ulang ketika mengunjungi kebun binatang. Peran yang seharusnya dilakukan kebun binatang ini menjadi dipertanyakan kembali ketika kekerasan ini terjadi di Kebun Binatang Surabaya.

“Dugaan kekerasan pada orangutan ini wajib menjadi perhatian serius bagi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan penelusuran yang mendetil terkait kasus kekerasan ini.”, Hery Susanto, Manajer Anti Kejahatan Satwa COP.

Dalam beberapa publikasi media, pihak manajemen membenarkan jika orangutan dipukuli dengan selang akibat perkelahian sesama orangutan ketika akan masuk kandang tidur. Hal ini juga bisa menjadi penelusuran pihak terkait terhadap pola manajemen kandang dan pola standar keamanan bagi perawat satwa dan satwa tersebut, kenapa kekerasan orangutan ini terjadi.

“Kita akan menunggu langkah dari KLHK terkait kasus ini, semoga ada tindakan tegas terkait kasus kekerasan yang terjadi pada orangutan di KBS. KLHK selaku pemilik otoritas penuh terhadap lembaga konservasi satwa di Indonesia bisa melakukan audit manajemen kandang dan perawatan guna memastikan kekerasan terhadap orangutan mendapat tindakan tegas bukan sekedar berita lalu saja.”, Hery Susanto, Manajer Kejahatan Satwa COP.

Informasi dan wawancara lebih lanjut:

Hery Susanto

Manajer Anti Kejahatan Satwa COP

HP: 081284834363

Email: info@orangutanprotection.com

UNYIL SURVIVES AFTER THE RELEASE IN THE HABITAT

Unyil, an orangutan with his background evacuated from the bathroom of a resident in Muara Wahau, East Kalimantan has been released back to his new habitat on April 11, 2019. In his remarks the Head of Collaborative Information Data, Ir. Eded Suryadi, MM said that the Dipterokarpa Forest Ecosystem Research and Development Center (B2P2EHD) is very concerned about the existence of orangutans and their ecosystems. All parties are expected to be able to provide support to the COP in order to continue to handle Orangutan Protection.

KHDTK (Special Purpose Forest Area) for the Labanan Research Forest is located in Berau district, East Kalimantan which is managed by B2P2EHD since 2014 in collaboration with the Orangutan Rescue and Rehabilitation Development. “Orangutan protection from extinction is our shared responsibility. Luckily we got a location where the best rainforests of Kalimantan are located. Forest schools are a favourite place for small orangutans to practice growing their instincts, “said Daniek Hendarto, action manager for the Center for Orangutan Protection.

For three months after the release of Unyil, the APE Guardian team (orangutan release monitoring team) recorded to have met the orangutan four times. Unyil looks capable of surviving in its new habitat. “He seems to lose his weight, but that is a natural thing. These three months will certainly be a difficult time and a very liberating period. Unyil also looks like he doesn’t like to meet the team. Good job Unyil! “, Said Reza Kurniawan, COP Borneo manager, Berau, East Kalimantan.(EBO)

UNYIL BERTAHAN SETELAH PELEPASLIARAN DI HABITAT BARUNYA

Unyil, orangutan dengan latar belakang dievakuasi dari kamar mandi seorang warga di Muara Wahau, Kalimantan Timur telah dilepasliarkan kembali ke habitatnya yang baru pada 11 April 2019. Dalam sambutan Kepala Bidang Data Informasi Kerjasama Ir. Eded Suryadi, MM mengatakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) sangat peduli pada keberadaan orangutan dan ekosistemnya. Semua kalangan diharapkan dapat memberikan dukungan  pada COP agar dapat terus menangani Perlindungan Orangutan.

KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) untuk Hutan Penelitian Labanan berada di kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang dikelola oleh B2P2EHD ini sudah sejak tahun 2014 bekerjasama untuk Pembangunan Penyelamatan dan Rehabilitasi Orangutan. “Perlindungan Orangutan dari kepunahan adalah tanggung jawab kita bersama. Beruntung sekali kami dapat lokasi dimana hutan hujan terbaik Kalimantan berada. Sekolah Hutan menjadi tempat favorit orangutan kecil untuk berlatih menumbuhkan instingnya.”, ujar Daniek Hendarto, manajer aksi Centre for Orangutan Protection. 

Selama tiga bulan setelah pelepasliaran Unyil, tim APE Guardian (tim monitoring pelepasliaran orangutan) tercatat berjumpa sebanyak empat kali. Unyil terlihat mampu bertahan di habitatnya yang baru. “Dia terlihat kehilangan bobotnya, tapi itu adalah hal yang wajar. Tiga bulan ini tentu menjadi masa sulit sekaliguskan masa yang sangat membebaskan. Unyil juga terlihat tidak suka bertemu dengan tim. Good job Unyil!”, ujar Reza Kurniawan, manajer COP Borneo, Berau, Kalimantan Timur.

SEPTI AND ALOUISE ARE HAVING EACH OTHER

Since being moved into a cage in April, orangutans named Septi and Alouise have a daily life together. In fact, you can say that Alouise is always in Septi’s arms. Both of them have never been seen apart or in different places. Alouise is always with Septi.

In the middle of May, the APE Defender team caught them apart. “Yes this is the first time we see Septi and Alouise apart. Septi is at the top and Alouise is close to feeding box below. “, Said Reza Kurniawan, COP primate expert.

“Unexpectedly, when we held Alouise’s hand, Alouise cried.”, Reza said again. Alouise is a 2-year-old orangutan who is not accustomed to humans presence even though he was once nurtured by humans. “In just seconds, Septi immediately let out an angry voice and quickly dropped closer to Alouise, hugging him and hiding Alouise away from us.”

The relationship between the two seems to have established. In fact, at the beginning, Septi was very ignorant, even unconcerned and uncomfortable with Alouise who always hugged her tightly. Can you imagine what happened to Alouise’s mother forcing the baby to arrive at COP Borneo Orangutan Rehabilitation Center? (EJA)

SEPTI DAN ALOUISE SALING MEMILIKI

Sejak dipindahkan menjadi satu kandang pada bulan April, orangutan bernama Septi dan Alouise menjalani keseharian bersama-sama. Bahkan bisa dibilang orangutan Alouise selalu berada dalam dekapan orangutan Septi. Keduanya tak pernah terlihat terpisah atau berada di tempat yang berbeda. Alouise selalu berada dalam gendongan Septi. 

Pertengahan Mei yang lalu, tim APE Defender memergoki keduanya berjauhan. “Ya ini adalah untuk pertama kalinya kami melihat Septi dan Alouise berjarak. Septi berada di atas dan Alouise berada di bawah dekat dengan box feeding.”, ujar Reza Kurniawan, ahli primata COP.

“Tak disangka, saat kami memegang tangan Alouise, Alouise menangis.”, kata Reza lagi. Alouise adalah orangutan berusia 2 tahun yang sangat tidak biasa dengan kehadiran manusia walaupun dia pernah dipelihara manusia. “Hanya dalam hitungan detik, Septi langsung mengeluarkan suara sedang marah dan dengan cepat turun mendekati Alouise, memeluknya dan menyembunyikan Alouise menjauh dari kami.”. 

Hubungan keduanya sepertinya sudah terbangun. Padahal, di awal, Septi sangat cuek/tidak peduli dan risih dengan Alouise yang selalu memeluknya dengan erat. Apakah kamu bisa membayangkan apa yang terjadi pada induknya Alouise sebelum dia sampai di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo? (EJA)

SPOILED MICHELLE BECOMES INDEPENDENT

When the cage door was lifted, Michelle crawled, stepped out and climbed onto the tower on the pre-release island of the COP Borneo. Fruits are available in the tower. Michelle stayed silent while watching the team lift the transport cage that had just taken her. When the team got on the boat and began to move away, Michelle remained in her tower.

From across the island, the team observed Icel’s movements. Icel, Michelle’s nickname, looks comfortable in the tower. Occasionally she is seen holding a rope that connects the tower to the surrounding trees. But Icel did not leave the tower.

“How long will Icel stay there? During in the forest school classes, Icel was noted to have most often approached animal care. She rarely roams, and if she spends time in a tree, it is because the animal keepers threaten her with rattan thorns. Taking her to forest school often only becomes a nuisance for other small orangutans. Its bigger body also makes it difficult for animal nurses. That is why, when the orangutan island is empty, Icel has the opportunity to live independently on this island. And … “, said Reza Kurniawan, COP Borneo manager, interrupted when seeing Icel, who was in the middle of a rope that was exploring the tree opposite the tower. “See … Icel started her new life!” Exclaimed Reza. (EBO)

SI MANJA MICHELLE MENJADI MANDIRI

Saat pintu kandang diangkat, Michelle merangkak, melangkah dan naik ke atas menara di pulau pra-pelepasliaran orangutan COP Borneo. Di menara telah tersedia buah-buahan. Michelle berdiam sembari mengamati tim mengangkat kandang angkut yang baru saja membawanya. Saat tim naik ke perahu dan mulai menjauh, Michelle tetap berdiam di menaranya.

Dari seberang pulau, tim mengamati gerak-gerik Icel. Icel yang merupakan panggilan Michelle terlihat nyaman berada di menara. Sesekali terlihat memegang tali yang menghubungkan menara dengan pohon di sekitarnya. Tapi Icel tak beranjak dari menara juga.

“Sampai kapan ya Icel bertahan di situ? Saat di kelas sekolah hutan, Icel tercatat paling sering mendekati perawat satwa. Dia jarang menjelajah, kalaupun dia menghabiskan waktu di atas pohon, itu karena para perawat satwa mengancamnya dengan duri rotan. Membawanya ke sekolah hutan sering hanya menjadi penganggu buat orangutan kecil lainnya. Badannya yang semakin besar juga menyulitkan perawat satwa. Itulah sebabnya, saat pulau orangutan kosong, Icel memiliki kesempatan untuk hidup mandiri di pulau ini. Dan…”, kata Reza Kurniawan, manajer COP Borneo terpotong Icel yang berada di tengah tali yang sedang menjelajah ke pohon yang ada di seberang menara. “Lihat… Icel memulai kehidupan barunya!”, seru Reza. (WET)

SMALL ORANGUTANS STILL HAVE TO BE PATIENT

It’s been a month since the forest school class stopped. Illegal logging is increasingly worrying. “For us, safety first. We don’t know who we are dealing with. Orangutans are forced to spend their days in cages. Forest schools are cancelled until the class is completely safe, “said Reza Kurniawan, manager of the COP Borneo orangutan rehabilitation center.

The team became more alert. While waiting, the team made enrichment for orangutans. This condition must not disturb orangutans emotion. But for how long?

Small orangutans still have to practice climbing. Expectations are focused on the playground for baby orangutans. “This damaged playground has begun to be repaired. Small orangutans are rotated to play in this arena. Not allowed to roam. “, Reza said again carefully.

What happens to otangutans without trees. Orangutans are arboreal animals, which spend most of their activities in the trees. The collapse of the trees in the Labanan Research Forest which is the place for the orangutan rescue center is a threat to orangutan rehabilitation activities. “Sir … Madam … do orangutans have to be extinct?” (EBO)

ORANGUTAN KECIL MASIH HARUS BERSABAR

Sudah satu bulan kelas sekolah hutan berhenti. Pembalakan liar semakin mengkawatirkan. “Bagi kami, keselamatan adalah yang utama. Kami tidak tahu siapa yang kami hadapi. Orangutan-orangutan terpaksa menghabiskan hari-harinya di dalam kandang. Sekolah hutan ditiadakan hingga kelas benar-benar aman.”, ujar Reza Kurniawan, manajer pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo.

Tim pun menjadi lebih waspada. Di sela-sela itu, tim mengusahakan pengayaan (enrichment) untuk orangutan. Kondisi ini tidak boleh menganggu psikis orangutan. Tapi sampai kapan?

Orangutan-orangutan kecil tetap harus berlatih memanjat. Harapan pun tertumpu pada arena bermain untuk bayi orangutan. “Playground yang telah rusak ini mulai diperbaiki. Orangutan-orangutan kecil digilir agar bisa bermain di arena ini. Tidak dibiarkan menjelajah.”, kata Reza lagi dengan hati-hati.

Apa jadinya orangutan tanpa pohon. Orangutan adalah satwa aboreal, yang menghabiskan sebagian besar aktivitasnya di atas pohon. Robohnya pohon-pohon di Hutan Penelitian Labanan yang merupakan tempat pusat penyelamatan orangutan merupakan ancaman aktivitas rehabilitasi orangutan. “Pak… Bu… apakah orangutan harus punah?”

HOW IF AN ORANGUTAN IS SICK?

Can orangutans be sick? Of course. Then what is done when the orangutan is sick? Yes, it is like when humans get sick, take medicine, get injections, take intravenous therapy and so on. Easy as that? Of course it’s different. Especially with the injection, it causes trauma because many people are afraid of syringes, orangutans are like that. When an orangutan saw other orangutans being injected, he would become more vigilant and even avoid being approached. “Often, they immediately bite.”, Said vet. Satria Dewantara. Chases and coercion will only bring ongoing trauma.

Then, how do you deliver drugs to orangutans? Just put it in the food. If it were that easy … but orangutans are a smart species. When eating fruit they separate the skin and seeds, when exposed to bitter medicine, will immediately vomit.

Of course the medical team has its own challenges. Without reducing the dosage of the drug that must enter smoothly into the orangutan’s body, they modify the taste. And “bolus” is created. Bolus is a drug that has been crushed and then mixed in such a way with baby porridge and honey so the flavor of the drug can be disguised, and the orangutan will only feel that it is ordinary food. The sweet taste of honey makes orangutans want to eat medicine again.

Bonti, who has to undergo treatment for several days, even looks enjoying to chew bolus medicine. “It’s not a problem anymore, giving anti-worm medicine regularly …”, said vet Satria happilly. (SAT)

BAGAIMANA JIKA ORANGUTAN SAKIT?

Orangutan bisa sakit? Tentu saja. Lalu apa yang dilakukan saat orangutan sakit? Ya seperti saat manusia sakit, minum obat, disuntik, diinfus menjalani terapi dan seterusnya. Semudah itu? Tentu berbedalah. Apalagi kalau sampai disuntik, menyebabkan trauma karena manusia saja banyak yang takut pada jarum suntik, orangutan pun seperti itu. Apalagi saat dia melihat orangutan yang lain disuntik, yang akan menjadi lebih waspada bahkan menghindar saat didekati. “Tak jarang pula, mereka langsung menggigit.”, ujar drh. Satria Dewantara. Kejar-kejaran dan pemaksaan hanya akan membawa trauma berkelanjutan. 

Lalu, bagaimana caranya memberikan obat ke orangutan? Masukkan saja ke makanannya. Andai semudah itu… namun orangutan adalah spesies yang pintar. Memakan buah saja dia akan memisahkan mana kulit dan biji, apalagi jika terkena obat yang pahit, seketika akan dimuntahkan. 

Tentu saja tim medis punya tantangan tersendiri. Tanpa mengurangi dosis obat yang harus masuk dengan mulus ke tubuh orangutan, mereka memodifikasi rasa. Dan terciptalah ‘bolus’. Bolus adalah obat yang telah digerus kemudian dicampurkan sedemikian rupa dengan adonan bubur bayi dan madu agar rasa obat dapat tersamarkan, dan orangutan hanya akan merasa bahwa itu adalah makanan biasa. Rasa madu yang manis justru membuat orangutan ingin lagi untuk makan obat. 

Bonti yang harus menjalani perawatan selama beberapa hari bahkan terlihat dengan asiknya mengunyah bolus obat. “Tak bingung lagi ngasih obat cacing secara berkala…”, ujar drh. Satria dengan senang. (SAT)