COUNTING DOWN THE RELEASE OF ORANGUTAN

After going through the long process of quarantine, finally the four candidates are all ready to release. Quarantine process has been started since March 1st, 2018.  Those four orangutans were moved from orangutan sanctuary island into quarantine cage to underwent the last rehab process before release. The process including medical check up, physical check up, to behavior observation. All candidates have gone through the process fairly well.

The four candidates are Leci, Novi, Unyil, and Untung orangutan. They came from different  places. Some are from local’s pet, palm oil plantation conflict, also from zoo. They have been at the COP Borneo orangutan rehabilitation centre since 2016 to undergo a rehabilitation process. Now, those four candidates are ready to go back to their nature home, Borneo rainforest.

All release preparation has been made, from release site preparation to administrative  documents related to the government. We hope all four candidates can be released soon to their habitat, recalling they have been too long being in a cage and not hanging from trees. (SAR)

MENGHITUNG MUNDUR PELEPASLIARAN ORANGUTAN
Setelah menjalani proses karantina yang panjang di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Kalimantan Timur, akhirnya keempat kandidat orangutan siap untuk dilepasliarkan. Proses karantina dimulai sejak 1 Maret 2018. Keempat kandidat orangutan tersebut dipindahkan dari Pulau Orangutan menuju kandang karantina untuk menjalani proses terakhir sebelum dilepasliarkan. Proses tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan fisik, hingga pengamatan perilaku. Kini, keempat orangutan tersebut telah menjalani proses tersebut dengan baik. 

Empat kandidat orangutan yang menjalani proses karantina pelepasliaran adalah Orangutan Leci, Novi, Unyil, dan Untung. Keempat kandidat orangutan tersebut berasal dari berbagai tempat. Ada yang dari peliharaan warga, konflik perkebunan kelapa sawit, serta kebun binatang. Mereka telah berada di Pusat Rehabilitasi COP Borneo sejak tahun 2016 untuk menjalani proses rehabilitasi. Kini keempat kandidat tersebut sudah siap untuk kembali ke rumah aslinya, hutan hujan Kalimantan. 

Segala persiapan pelepasliaran sudah dilakukan. Mulai dari menyiapkan lokasi pelepasliaran, hingga adminitrasi yang berhubungan pihak pemerintah. Harapan kami semua, keempat kandidat tersebut dapat segera dilepasliarkan ke habitat alaminya. Mengingat mereka sudah terlalu lama berada di kandang dan tidak merasakan bergelantungan di pepohonan. (RYN)

30 DAYS OF BAEN ORANGUTAN CASE

The discovery of a rotten corpse of adult male orangutan called Baen on July 1, 2018 in the area of palm oil company, PT. WSSL II, Seruyan, Central Borneo, with an autopsy conducted by OFI states that the death of orangutan due to human violence factor. X-rays show that at least 7 (seven) pellets of air gun, plus open wounds by sharp object found on it hands.
 
The case was taken over by the Police and the Ministry of Environment and Forestry (KLHK), but there has been no confirmation of who will be responsible for the death until now. “We, Centre for Orangutan Protection, strongly support the efforts made by the Police and KLHK to completely investigate the case to a verdict, just like the case of decapitated orangutan found in Kalahien in early 2018. We hope that the success of Kalahien case can be repeated.”, said Ramadhani, COP Manager of Orangutan and Habitat Protection.
 
So far there is a similar pattern, which is quite apprehensive, in the finding of orangutan corpse cases, that is the autopsy findings of air gun pellets. Even though the use of air guns has been regulated in the Regulation of the Chief of National Police Number 8 of 2012 concerning Supervision and Control of Firearms for Sports Interest. “It is very clear that the Chief of Police regulation emphasizes in article 4(3) that Air Guns are used only for shooting sports purposes and article 5(2) Air Guns are only used in match or training location. So the use of air guns in the community to shoot wildlife is certainly illegal.”
 
In COP’s own record in Central Borneo, the discovery of orangutan (live and dead) with air gun bullets is at least 15 cases with a total of 215 air gun bullets. This number is collected from several conservation agencies that handle orangutans in Central Borneo, and of course, many are unrecorded.

Centre for Orangutan Protection
Ramadhani
COP Manager of Orangutan and Habitat Protection
Phone : 081349271904
E-mail : info@orangutanprotection.com

30 HARI KASUS ORANGUTAN BAEN
Temuan mayat orangutan jantan dewasa bernama Baen yang sudah membusuk pada tanggal 1 Juli 2018 di perusahaan sawit PT. WSSL II, Seruyan, Kalimantan Tengah dengan hasil otopsi yang dilakukan oleh OFI menyatakan kematian orangutan karena adanya faktor kekerasan oleh manusia. Hasil rontgen memperlihatkan paling tidak ada 7 (tujuh) peluru senapan angin, disertai luka terbuka oleh benda tajam yang dominan posisinya berada di tangan.

Kasusnya pun diambil alih oleh Polri dan KLHK, namun hingga sekarang belum ada penetapan siapa yang akan bertanggung jawab atas kematian orangutan ini. “Kami dari Centre for Orangutan Protection sangat mendukung upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dan KLHK untuk bisa mengungkap kasus ini hingga tuntas sampai vonis pengadilan seperti kasus pembunuhan orangutan tanpa kepala di Kalahien awal tahun 2018. Kami berharap banyak kesuksesan pengungkapan kasus Kalahien itu bisa terulang lagi.”, Ramadhani, manajer Perlindungan Habitat dan Orangutan COP.

Ada pola yang sama selama ini yang cukup memprihatinkan, yaitu kasus-kasus temuan mayat orangutan ketika dilakukan otopsi terdapat peluru senapan angin. Padahal tentang penggunaan senapan angin ini sudah tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. “Sangat jelas Peraturan Kapolri ini menekankan di pasal 4 (3) Senapan Angin digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target dan pasal 5 (2) Senapan Angin hanya digunakan di lokasi pertandingan dan latihan. Jadi penggunaan senapan angin yang berada di masyarakat untuk menembak satwa liar tentunya ilegal.”.

Dalam catatan COP sendiri di Kalimantan Tengah temuan orangutan (dalam keadaan hidup dan mati) dengan peluru senapan angin setidaknya ada 15 kasus dengan total 215 peluru senapan angin. Ini angka yang terhimpun dari beberapa lembaga konservasi yang menangani orangutan di Kalimantan Tengah, tentunya masih banyak yang tidak terdata.

Centre for Orangutan Protection
Ramadhani
Manajer Perlindungan Habitat dan Orangutan
HP : 081349271904
Email : info@orangutanprotection.com

A NOTE FOR WORLD RANGER DAY

Annually, the world celebrates the World Ranger Day on July 31. Tough figures of the guardian of natural richness, or so called rangers, are often injured or even killed while they carry out their duties. The presence of rangers is often ignored, while natural resources and cultural heritage of our planet lie on their hands.

Centre for Orangutan Protection through its first rapid-response team, the APE Crusader, has repeatedly had to be at the forefront against the orangutan habitat destructor. Bulldozers and excavators are forced to stop the forest clearing process for oil palm plantation. APE Crusader, along with its Captain, Paulinus Kristianto, the son of Dayak Siberuang tribe of Sentarum lakeside who is also an alumni of COP School Batch 1, fighting the companies that are considered to colonize and exploit the land of Borneo.

When Linus, as he’s called, was busy extinguishing the fire at Tanjung Puting National Park (TNTP) Central Kalimantan, while his house in the village was burned by the forest fire. His grandfather was killed. Instead of shutting it down, his enthusiasm was burning even brighter.

Let’s just stop thinking other things and try reflecting on the ranger’s sacrifice for our mother earth for awhile. We need more rangers to guard our planet. Thank you International Ranger Federation for initiating World Ranger Day. (SAR)

CATATAN WORLD RANGER DAY
Setiap tahun, dunia memperingati Hari Ranger Dunia atau World Ranger Day pada 31 Juli. Sosok tangguh penjaga kekayaan alam atau disebut juga ranger dalam menjalankan tugas banyak yang terluka bahkan terbunuh. Keberadaan para ranger sering terabaikan, padahal di tangan merekalah kekayaan alam dan warisan budaya planet bumi ini berada.

Centre for Orangutan Protection melalui tim gerak cepat pertamanya yaitu tim APE Crusader telah berulang kali harus berada di garis depan para perusak habitat orangutan. Buldoser maupun ekskavator pun dipaksa untuk menghentikan pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. APE Crusader dengan kapten Paulinus Kristanto, si putra daerah dari suku Dayak Siberuang di tepian danau Sentarum yang merupakan alumni COP School Batch 1 bergerilya melawan perusahaan-perusahaan yang menurutnya menjajah dan menghisap bumi Kalimantan.

Saat Linus, begitu panggilan akrabnya, sibuk memadamkan api di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) Kalimantan Tengah, rumahnya di kampung justru dilalap kebakaran hutan. Kakeknya tewas. Bukannya surut, semangatnya semakin membara.

Sesaat saja kita berhenti memikirkan yang lain, mari merenungkan pengorbanan para ranger untuk bumi ini. Kita membutuhkan para ranger untuk menjaga planet kita. Terimakasih Federasi Ranger Internasional yang menginisiasi Hari Ranger Dunia.

PINGPONG BACK TO THE FOREST SCHOOL

Pingpong’s condition of being malnourished while on the orangutan island forced him to return to his cage. Pingpong is closely monitored by veterinarians of the COP Borneo orangutan rehabilitation center.

It turned out that the withdrawal also made Pingpong do repetitive movements as a sign that an animal begins to experience depression. The APE Defender team quickly acted by scheduling Pingpong to return to forest school class.

“After undergoing treatment for malnutrition, Pingpong was taken to forest school. Unfortunately, Pingpong still prefers to approach animal nurse hammocks who are watching him. It is indeed not easy to rehabilitate orangutans from zoos that are very familiar with the presence of humans, “said Reza Kurniawan, COP primate anthropologist. (EBO)

PINGPONG KEMBALI KE SEKOLAH HUTAN

Kondisi Pingpong yang mengalami malnutrisi saat berada di pulau orangutan memaksanya untuk kembali ke kandang. Pingpong diawasi secara ketat oleh dokter hewan pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. 

Ternyata penarikan itu juga membuat Pingpong melakukan gerakan berulang-ulang sebagai tanda satwa mulai mengalami depresi. Tim APE Defender cepat bertindak dengan menjadwalkan Pingpong kembali masuk kelas sekolah hutan.

“Setelah melalui terapi malnutrisi, Pingpong dibawa ke sekolah hutan. Sayang, Pingpong masih lebih suka mendekati hammock perawat satwa yang sedang mengawasinya. Memang tidak mudah merehabilitasi orangutan dari kebun binatang yang sangat terbiasa dengan kehadiran manusia.”, ujar Reza Kurniawan, ahli antropologi primata COP.

Bantu pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yuk, Pingpong juga berhak kembali ke habitatnya. Kamu bisa bantu melalui https://www.kitabisa.com/orangindo4orangutan

ORANGUTANS IN REHABILITATION CENTER OR IN THE ZOO?

If there is a question “Which is better, orangutans in the zoo or rehabilitation center?”, then the answer is the rehabilitation center. Why? Because the future is clearer.

Is the future of orangutans in the zoo unclear? Of course, it is clear. Obviously, they will be a spectacle of many people, on display like a doll, then people try to get close to seeing his behavior. Whereas in a rehabilitation center, the orangutan will be placed in a place far away from the crowd and only meet certain people.

Genetically, orangutans have similarities with humans up to 97%. It makes orangutans and humans have some similarities in disease, such as flu, fever, typhoid, malaria, hepatitis, herpes to tuberculosis. So that orangutans and humans can transmit diseases (zoonosis). Some diseases also have special treatment to be cured such as laboratory tests to quarantine.

A zoo is an easy place for the transmission of diseases between humans and animals, especially orangutans, and vice versa. Why? Because the interaction between humans and orangutans is not properly monitored by officers and occurs freely. The warning board has indeed been installed in each enclosure, but who can ensure orangutans and humans do not come into direct contact? The number of visitors causes the interaction to be unavoidable and spread the disease easily.

If orangutans are in a rehabilitation center, orangutans will only interact with a few people like the animal keepers and the medical team. Their condition is also always monitored with regular checks. A special program for orangutans at the rehabilitation center also stimulates the wild nature of the orangutan, because rehab center has its own rehabilitation goal to release orangutans to their habitat. Every individual orangutan has the opportunity to return to live in its natural habitat. (IND)

REHABILITASI ORANGUTAN ATAU ORANGUTAN DI KEBUN BINATANG
Jika ada pertanyaan, “Lebih baik mana, orangutan di kebun binatang atau pusat rehabilitasi?”, maka jawabannya adalah pusat rehabilitasi. Kenapa? Karena masa depannya lebih jelas.

Lalu apakah masa depan orangutan di kebun binatang tidak jelas? Tentu saja jelas, jelas dia akan menjadi tontonan banyak orang, dipajang kemudian orang-orang berusaha mendekat untuk melihat tingkah lakunya. Sedangkan jika berada di pusat rehabilitasi, maka orangutan tersebut akan di tempatkan di kandang yang jauh dari keramaian dan hanya bertemu dengan orang-orang tertentu saja.

Secara genetik, orangutan memiliki kemiripan dengan manusia hingga 97%. Maka orangutan dan manusia memiliki beberapa kesamaan penyakit. Misalnya flu, pilek, demam, tipes, malaria, hepatitis, herpes hingga tuberkolosis. Sehingga orangutan dan manusia dapat saling menularkan penyakit (zoonosis). Beberapa penyakit juga memiliki perlakuan khusus agar dapat disembuhkan seperti pemeriksaan laboratorium hingga karantina.

Kebun binatang adalah tempat yang mudah untuk penularan penyakit antara manusia dan satwa khususnya orangutan, begitu pula sebaliknya. Kenapa? Karena interaksi antara manusia dan orangutan tidak terawasi dengan baik oleh petugas dan terjadi dengan bebas. Papan peringatan memang sudah dipasang di setiap kandang, tapi siapa yang bisa memastikan orangutan dan manusia tidak bersentuhan secara langsung? Banyaknya pengunjung menyebabkan interaksi tersebut tak terhindarkan dan penyebaran penyakit pun dengan bebas terjadi.

Jika orangutan berada di pusat rehabilitasi, orangutan hanya akan berinteraksi pada beberapa orang saja seperti animal keeper dan bagian medis saja. Kondisi mereka juga selalu dalam pantauan dengan pemeriksaan berkala. Program khusus untuk orangutan di pusat rehabilitasi juga merangsang sifat liar orangutan tersebut, karena tujuan rehabilitasi sendiri untuk melepasliarkan kembali orangutan ke habitatnya. Setiap individu orangutan mempunyai kesempatan untuk kembali hidup di habitat alaminya. (RYN)

PRIMATA BAND HANDS OVER DONATION TO ORANGUTAN

Primata, an instrumental rock band from Jakarta, recently raised funds to save orang-utans. They were raising funds through the sale of their t-shirt merchandise which profits will be donated to save orang-utans through Centre for Orangutan Protection (COP).

They want to persuade their listeners or their fans to care about wildlife, especially orangutans whose lives are threatened due to human conflicts. They chose Centre for Orangutan Protection because this is an orangutan organization founded by Indonesian. Bring or do a real action here is something we can do.”, said Rama Wirawan from the Primata Band.

“We realise that we cannot give much to COP, but we hope that the fundrising can also be a campaign to expand public awareness of the lives of wildlife, especially Orangutan.” Added Rina.

The fund was handed over directly by Rama Wirawan to COP Staff at Kelapa Gading in Jakarta on Thursday (26/7). Hopefully, there will be more people who take concrete actions to help wildlife especially orangutans. Thank you, Primata Band, You Rock! (SAR)

PRIMATA BAND SERAHKAN DONASI UNTUK ORANGUTAN
Primata, sebuah band beraliran rock instrumental asal Jakarta baru-baru ini melakukan penggalangan dana untuk penyelamatan Orangutan. Mereka melakukan penggalangan dana melalui penjualan merchandise kaos band mereka yang mana keuntungannya disumbangkan untuk penyelamatan Orangutan melalui Centre for Orangutan Protection (COP).

Mereka ingin mengajak pendengar musik atau fans mereka untuk ikut peduli pada nasib satwa liar khususnya Orangutan yang terancam nasibnya akibat konflik dengan manusia. Mereka memilih Centre for Orangutan Protection karena ini adalah organisasi Orangutan yang didirikan oleh putra putri asli Indonesia. “Mendukung atau membantu pergerakan aktivisme lokal adalah cara terbaik yang bisa kami buat.”, ungkap Rama Wirawan gitaris dari Primata band.

“Kami sadar tidak bisa memberi banyak untuk COP tapi kami harap dengan penggalangan dana ini bisa sekaligus menjadi kampanye dalam memperluas kepedulian publik pada nasib satwa liar khususnya Orangutan.”, tambah Rama.

Bantuan dana ini diserahkan secara langsung oleh Rama Wirawan kepada staf COP di bilangan Kelapa Gading Jakarta pada Kamis(26/7). Semoga semakin banyak masyarakat yang melakukan tindakan nyata untuk membantu penyelamatan satwa liar khusunya Orangutan. Terima kasih Primata Band, You rock! (HER)

NORTH SUMATRA REGIONAL POLICE, WHERE DID THE TRADER OF 4 ORANGUTANS CASE GO?

Illegal trading case of four orangutan babies in Medan two years ago has been losing its track. Certain criminal act unit of Police Headquarter Criminal Investigation Agency (Tipidter Bareskrim Mabes Polri), Centre for Orangutan Protection, JAAN and Animals Indonesia exposed the largerst orangutan trading with the capture of Zulfikar aka Buyung on July 26, 2016. Even so, after the case was handed over to North Sumatera Police, the legal process has been unknown.”, said Hery Susanto, Coordinator of Anti Wildlife Crime COP

Buyung the suspect was caught with the evidences of 3 orangutan babies in iron cage wrapped in plastic and one orangutan in plastic rice sack in Maksum city, South Medan Area, Medan. Orangutans are protected animal and become a high conservacy priority by the Republic of Indonesia government.

“This is the largest orangutan trading that has ever existed. How is the legal proceeding? While the trader of one individual orangutan caught in Kp. Rambutan terminal, Jakarta, on July 24, 2016 with Hendri Yarsudi as the suspect was sentenced to 1 year and 8 months imprisonment and fined Rp 100.000.00,00. Even that is not even to the loss it is caused. Yet this one in Medan had evidences of 4 babies orangutan!”, Hery Susanto added. (SAR)

POLDA SUMUT, KEMANA KASUS PEDAGANG 4 ORANGUTAN 2016?
Kasus perdagangan ilegal empat bayi orangutan di Medan dua tahun yang lalu hingga saat ini tak ada kabar berita. “Tipidter Bareskrim Mabes Polri, Centre for Orangutan Protection, JAAN dan Animals Indonesia pada 26 Juli 2016 membongkar perdagangan orangutan terbesar dengan tertangkapnya Zulfikar alias Buyung. Namun setelah kasus dilimpahkan ke Polda Sumatera Utara, proses hukum tidak diketahui.”, ujar Hery Susanto, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

Tersangka Buyung tertangkap tangan dengan barang bukti 3 bayi orangutan dalam kandang besi berbungkus plastik dan satu individu orangutan di dalam karung beras plastik di kota Maksum, kecamatan Medan Area Selatan, Medan. Orangutan merupakan satwa dilindungi dan menjadi prioritas konservasi tinggi oleh pemerintah Republik Indonesia.

“Ini adalah kasus perdagangan orangutan terbesar yang pernah ada. Bagaimana proses hukumnya? Sedangkan proses hukum pedagang satu individu orangutan yang tertangkap di terminal Kp. Rambutan, Jakarta pada 24 Juli 2016 dengan terdakwa Hendri Yarsudi telah di vonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 100.000.000,00. Itu saja tidak setimpal dengan kerugian yang diakibatkan. Sementara yang di Medan ini dengan barang bukti 4 individu bayi orangutan!”, tambah Hery Susanto.

COP GOES TO SOLAR ELECTRICITY

We have completed the installation of the solar electricity in our monitoring post just across the pre release island. Now, the night getting more beautiful without noisy sound from gasoline generators. We will save a lot. No more money being burnt to buy gasoline for electricity.

The next plan is develop the same thing in our main camp. This is quite bigger power. We need at least 1500 dollar for it. Please donate through our website. We have paypal there: Donate

HAPPI IS PEEKING PINGPONG’S CORN

Don’t know how these two orangutans can be close to each other. The introvert Happi approaches Pingpong, his senior who is the laziest to climb trees. Ooo.. apparently it’s the corn that takes Happi attention!

Happi is an orangutan who shocked the animal keepers when he was 3 years old. How come Happi who had never made his own nest, even his friends at forest school had never made a nest themselves, all of a sudden made his own nest up on a tree. It wasn’t a very good shape nest, but day by day his nest is getting better.

Happi often forgot if he was on the top of a tree and ignored the animal keeper who called his name when it’s time to drink milk, even she have never seemed to be friendly to other orangutans. But today is different. Before he climbs, he sees Pingpong is shucking the corn peacefully. Maybe Happi is curious, why Pingpong takes so long to shuck the corn.

“It’s fun to be in a jungle school. There is always an unique story to tell.” says drh. Flora.

HAPPI MENGINTIP JAGUNG PINGPONG
Entah bagaimana ceritanya kedua orangutan ini bisa saling berdekatan. Happi yang sangat penyendiri mendekati Pinpong, seniornya yang paling malas untuk memanjat pohon. Owh… ternyata jagung menjadi daya tarik tersendiri untuk Happi.

Happi adalah orangutan yang saat usianya menginjak 3 tahun mengejutkan para animal keeper. bagaimana tidak, Happi yang tak pernah membuat sarang bahkan teman-temannya di kelas sekolah hutan pun tak ada yang pernah membuat sarang, tiba-tiba saja Happi melakukannya di atas pohon. Belum rapi tapi hari demi hari, sarang buatannya semakin kokoh.

Happi yang sering lupa kalau sudah berada di atas pohon dan sering mengabaikan animal keeper yang memanggilnya untuk saatnya minum susu pun tak pernah terlihat dekat dengan orangutan lainnya. Tapi berbeda dengan hari ini. Sebelum dia memanjat pohon, dia melihat Pingpong sedang asik membuka jagung. Mungkin Happi merasa heran, kenapa Pingpong terlihat lama sekali membuka kulit jagung.

“Inilah asiknya berada di sekolah hutan. Ada saja cerita tak biasa.”, ujar drh. Flora.

COP SENDS SUPPORT LETTER TO NORTH SUMATERA BKSDA TO TAKE OVER THE ORANGUTAN FROM THS

Boncel and Ina the orangutan are two individuals who entered Siantar Animal Park (THS) a month ago. Those orangutans are allegedly local’s property who were handed over to THS. Physically, they’re pretty good and decent to enter a rehabilitation center before release back to its nature. North Sumatera has a good facilities of Orangutan rehabilitation center, in Sibolangit, North Sumatera to be exact. The track record shows the credibility of the one and only orangutan rehabilitation center in Sumatera. There’s no way else, THS must deliver the orangutan to the state, to undergo a rehabilitation process, before return back to the wild.

The future of the orangutan is still far away. And the rehabilitation process is one of right moves in the effort to increase the Sumateran Orangutan population in the wild which is nearly extinct. BKSDA of North Sumatera has full authority to this matter and COP fully support them to take a decisive action to evacuate the orangutan from THS and send them to Orangutan rehabilitation center.

Thursday, July 19, 2018, Centre for Orangutan Protection (COP) sent a support letter for North Sumatera BKSDA, with copies to The Director General KSDAE, The Secretariat of Directorate General KSDAE, and the Directorate of KKH, to evacuate Boncel and Ina the orangutan from THS and do an effort of rehabilitation to those two individuals of orangutan. (SAR)

COP KIRIM DUKUNGAN KE BKSDA SUMUT UNTUK AMBIL ORANGUTAN DARI THS
Orangutan Boncel dan Ina adalah dua individu orangutan yang masuk ke Taman Hewan Siantar (THS) sebulan yang lalu. Orangutan tersebut diduga dari kepemilikan masyarakat yang diserahkan kepada THS. Secara fisik, orangutan tersebut cukup baik dan layak dimasukkan ke pusat rehabilitasi sebelum dikembalikan menuju ke alam. Sumatera Utara memiliki fasilitas pusat penyelamatan orangutan yang baik, tepatnya di Sibolangit, Sumatera Utara. Rekam jejak menunjukkan kredibilitas pusat rehabilitasi orangutan satu-satunya di Sumatera. Tidak ada alasan lain, THS harus menyerahkan satwa tersebut kepada negara untuk kemudian menjalani proses rehabilitasi sebelum dikembalikan ke alam.

Masa depan orangutan tersebut masih panjang dan proses rehabilitasi untuk pelepasliaran adalah salah satu langkah yang baik untuk dilakukan dalam upaya peningkatan populasi orangutan Sumatera di alam yang terancam punah. BKSDA Sumut memiliki wewenang penuh akan hal ini dan COP mendukung upaya tegas untuk mengevakuasi orangutan dari THS untuk masuk Pusat Rehabilitasi Orangutan.

Kamis, 19 Juli 2018, Centre for Orangutan Protection (COP) mengirimkan surat dukungan kepada BKSDA Sumatera Utara dengan tembusan Dirjen KSDAE, Setdijen KSDAE dan Dir KKH untuk melakukan evakuasi orangutan Boncel dan Ina dari THS dan melakukan upaya rehabilitasi bagi kedua individu orangutan tersebut.