BONTI, FOREST SCHOOL CLASS WINNER OF MARCH 2018

This is Bonti whose development is very fast since the beginning of 2018. Bonti who usually mimicking Owi behavior now can not be underestimated anymore. Even Owi until now still can not make a nest. Be insterested to make one was not on her mind.

Perhaps Bonti’s fear of the animal keeper makes Bonti the orangutans up on the tree. “We did force the to stay on the tree. Forcing them to play, eat or rest on the tree. Rattan thorns will soon land on the bodies of these little orangutans, if they come down from the trees, not in time.”, Says Amir Aryadi, animal keeper COP Borneo. “Sad anyway… but orangutans are aboreal animals. Most of the activities are in trees. Our dream, for these orangutans can go back to the forest and survive there. The forest is their home.”, Amir continued.

Three-moths report is out. Bonti manages to surpasses Happi. Bonti is getting better at making nests. The average height of the nest he made was on the 20 meters high. In a day, Bonti smart to find food in the forest school. He always looked at the leaves he has gathered. He allso did not hesistate to bite the bark of a tree, put his hand into the hole in the tree and scraped the rotting wood.

Let’s help Bonti via
(Dhea_Orangufriends)

BONTI, JUARA KELAS SEKOLAH HUTAN MARET 2018
Ini dia Bonti yang perkembangannya sangat pesat sejak awal 2018 ini. Bonti yang biasanya hanya bisa mengikuti semua prilaku Owi kini tak bisa dianggap remeh lagi. Bahkan Owi hingga saat ini belum bisa membuat sarang, tertarik membuatnya saja tidak.

Mungkin ketakutan Bonti pada animal keeper membuat orangutan Bonti terpacu untuk terus berada di atas pohon. “Kami memang memaksa mereka untuk terus berada di atas pohon. Memaksa mereka bermain, makan ataupun istirahat di atas pohon. Duri rotan akan segera mendarat di tubuh orangutan-orangutan kecil ini, jika mereka turun dari pohon, tidak pada waktunya.”, cerita Amir Aryadi, animal keeper COP Borneo. “Sedih sih… tapi orangutan itu satwa aboreal. Sebagian besar aktivitasnya ya di pohon. Mimpi kami, orangutan-orangutan ini bisa kembali ke hutan dan bertahan hidup di sana. Hutan adalah rumah mereka.”, lanjut Amir lagi.

Rapor tiga bulanan sudah keluar. Bonti berhasil melampaui Happi. Bonti semakin mahir membuat sarang. Rata-rata ketinggian sarang yang dibuatnya adalah 20 meter. Dalam sehari, dia bisa membuat dua buah sarang. Tak hanya itu, Bonti pintar mencari makanan di sekolah hutan. Dia terlihat selalu mencoba daun-daun yang berhasil diraihnya. Dia juga tak ragu-ragu menggigiti kulit pohon, memasukkan tangannya ke dalam lubang di pohon dan mengorek-ngorek kayu lapuk.

Yuk bantu Bonti lewat

THE ANNIE QUARANTINE PERIOD, THE NEW ORANGUTANS ENTER THE COP BORNEO

Health checks for orangutans that have just entered the rehabilitation center of COP Borneo orangutan are absolutely necessary. Orangutan will undergo quarantine period of at least 2 months to be evaluated as a whole whether it is medical or its behavior. Apun, the newly evacuated orangutans from Merapun village, Muara Wahau, East Kalimantan began to undergo this stage. This is a long way to go back to their habitat. Apun renamed Annie.

Annie is a 4 year old male orangutan. Her physical condition is now normal with no injuries. However further medical examinations such as feces, urine and sputum will follow the results of the laboratory. “Hopefully the results are good, and Annie can join forest school classes,” said drh. Ryan in a positive tone.

Annie looks resigned when the physical measurement is done. “She even seemed to be enjoying herself,” says Anen, the animal keeper who helps the medical team. “But unfortunately … this benign attitude would be troublesome. Come on Annie … you have to catch up with you. Be wild! “, Anen was no longer awkward to talk to orangutan. Anen treats little orangutans like his own sister, he will immediately scold the orangutans if they laze around. “The little orangutan is just like a child, ask for attention and arbitrarily. Hopefully Annie’s medical results are good to be able to join the forest school soon.” (SLX)

MASA KARANTINA ANNIE, ORANGUTAN YANG BARU MASUK COP BORNEO
Pemeriksaan kesehatan untuk orangutan yang baru saja masuk ke pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo adalah mutlak dilakukan. Orangutan akan menjalani masa karantina minimal 2 bulan untuk dievaluasi secara keseluruhan baik itu medis maupun prilakunya. Apun, orangutan yang baru saja dievakuasi dari desa Merapun, Muara Wahau, Kalimantan Timur mulai menjalani tahapan ini. Ini adalah jalan panjang yang akan dilalui untuk kembali ke habitatnya. Apun berganti nama menjadi Annie.

Annie adalah orangutan jantan yang berusia 4 tahun. Kondisi fisiknya saat ini normal tanpa luka. Namun pemeriksaan medis lebih lanjut seperti feses, urine dan sputum akan menyusul hasil dari laboratorium. “Semoga hasilnya baik, dan Annie bisa ikut kelas sekolah hutan.”, ujar drh. Ryan dengan nada positif.

Annie terlihat pasrah saat pengukuran fisik dilakukan. “Dia bahkan terlihat menikmati sekali.”, ujar Anen, animal keeper yang membantu tim medis. “Namun sayang… sikap jinaknya ini pasti akan merepotkan. Ayo Annie… kamu harus mengejar ketertinggalanmu. Menjadi liar ya!”, Anen pun tak canggung lagi mengajak berbicara orangutan. Anen memperlakukan orangutan kecil seperti adiknya sendiri, dia akan segera memarahi orangutan jika mereka bermalas-malasan. “Orangutan kecil itu persis seperti anak kecil, minta perhatian dan seenaknya. Semoga hasil medis Annie baik agar bisa segera bergabung di sekolah hutan.”.

HAPPI PLAY WITH OTHER ORANGUTANS

What do kids always want? “Playing!!!”. Just a kid … yes his world play, even though the current attack devices / gadgets attack the world of children era NOW. The game also changed from running in the field to sit facing the device / gadget earlier. But fortunately … the forest school knows no devices, hahaha ….

The Happi Orangutan is the most fond of looking for playmates. If previously Happi known for his carelessness to anyone if he had started climbing trees and cool himself, in contrast to its development in the last 3 months.

Yes … Happi watched other orangutans as he was above. But now, he will soon come down to Popi when he sees Popi playing alone downstairs. Not only to the Popi, the other orangutan alone will be. Happi will also soon join with Owi and Bonti who are cool hanging at the root of the tree. Play together more fun? (LSX)

HAPPI BERMAIN BERSAMA ORANGUTAN LAINNYA
Apa sih yang selalu diinginkan anak-anak? “Main!!!”. Namanya juga anak-anak… ya dunianya bermain, walau saat ini serangan gawai/gadget menyerang dunia anak-anak jaman NOW. Permainan pun berubah dari berlarian di lapangan menjadi duduk menghadap gawai/gadget tadi. Tapi untungnya… sekolah hutan tak mengenal gawai, hahaha….

Orangutan Happi adalah yang paling suka mencari teman bermain. Jika sebelumnya Happi dikenal karena ketidak peduliannya pada siapapun jika dia sudah mulai memanjat pohon dan asik sendiri, berbeda dengan perkembangannya dalam 3 bulan terakhir ini.

Ya… Happi mengamati orangutan lainnya saat dia berada di atas. Tapi sekarang, dia akan segera turun mendekati Popi ketika melihat Popi bermain sendirian di bawah. Tak hanya ke orangutan Popi saja. Happi juga akan segera bergabung bersama Owi dan Bonti yang sedang asik bergelantungan di akar pohon. Bermain bersama lebih menyenangkan kah? (WET)

ORANGUTAN BERSTATUS KRITIS

Masih ingat di tahun 2007, Centre for Orangutan Protection pernah menyampaikan tentang laju kematian orangutan yang terbunuh di luar kawasan konservasi sebesar 1.500 orangutan per tahun? Angka ini berdasarkan jumlah orangutan yang masuk ke pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan.

Jika satu bayi orangutan yang tiba di pusat rehabilitasi orangutan itu mewakili 2 – 10 orangutan yang mati dan tidak dilaporkan, maka jumlah itu akan terus menerus melaju seiring dengan semakin hilangnya hutan sebagai habitat orangutan.

Orangutan adalah satwa aboreal yang sangat tergantung pada pohon. Dalam kesehariannya orangutan beraktivitas di atas pohon. Keanekaragaman hayati yang ada di suatu hutan tak lepas dari jasa orangutan tersebut. Daya jelajah orangutan di hutan membantu proses reboisasi hutan itu secara alamiah. Kanopi-kanopi yang terbuka membantu masuknya cahaya matahari ke lantai hutan, saat bibit-bibit tumbuhan sangat membutuhkannya.

Apa yang terjadi saat hutan beralih fungsi menjadi perkebunan? Tak hanya orangutan, namun seluruh satwa liar penghuni hutan tersebut pun ikut musnah. Ini adalah penghancur masal. Indonesia tak bisa berbangga lagi untuk keanekaragaman hayati nya lagi. Suatu kekayaan yang belum pernah dihitung dengan benar. Orangutan berstatus kritis!

GIVE APUN A CHANCE

Another baby orangutan found in Merapun village, Kelay district, East Kalimantan. A wooden cage sized around 70 cm x 50 cm x 50 cm was his home since 2015. Mr. Eliakim found him on the back of a hut near his farm.

“It is unnatural for baby orangutan to be raised by human. Baby orangutans are highly dependent to their mom until they are 5 years old. And no orangutan is willing to give up their baby voluntarily,” vet. Ryan.

The baby orangutan is named Apun. He is just 3 years old and very tame. “It will be a long road to rehabilitate Apun,” added Ryan, sadly. The process of orangutan rehabilitation is not an easy and short journey. Lack of Apun’s interest to fruits is also adding the concern. Apun was found on the back of palm plantation.

His natural habitat is fading away due to land conversion. “How can orangutan survive without forest?” stated Paulinus Kristianto. Orangutan in Kalimantan are oppressed due to conversion of their natural habitat. The increasing of their status is hoped to bring attention to all parties. “Yes, orangutans are not endangered anymore, but they are critically endangered now. Can we save orangutans?” (Zahra_Orangufriends)

BERIKAN KESEMPATAN UNTUK APUN
Satu lagi anak orangutan ditemukan di kampung Merapun, kecamatan Kelay, Kalimantan Timur. Kandang kayu berukuran 70 cm x 50 cm x 50 cm ini menjadi tempat tidurnya sehari-hari sejak tahun 2015. Pak Eliakim yang menemukannya di belakang pondok dekat kebunnya.

“Tak sewajarnya bayi orangutan berada di tangan manusia. Bayi orangutan sangat tergantung sama induknya hingga usia 5 tahun. Dan tak satu induk pun secara sukarela memberikan anaknya.”, ujar drh. Ryan.

Apun begitu nama orangutan jantan ini. Usianya baru 3 tahun dan jinak sekali. “Ini akan jadi jalan panjang lagi untuk rehabilitasi bayi Apun.”, hela Ryan sedih. Proses rehabilitasi orangutan bukanlah hal yang mudah dan sebentar. Tidak antusiasnya bayi orangutan ini pada buah-buahan yang diberikan juga semakin mengkawatirkan.

Lokasi ditemukan orangutan Apun tepat berada di belakang perkebunan kelapa sawit. Hutan sebagai habitatnya semakin habis dengan alih fungsi seperti ini. “Bagaimana orangutan bisa bertahan tanpa ada hutan?”, ujar Paulinus Kristianto. Orangutan di Kalimantan pada umumnya semakin terdesak karena habitatnya yang semakin habis, statusnya yang kritis diharapkan bisa menjadi perhatian semua pihak. “Ya, Orangutan bukan lagi terancam punah, tapi kritis. Bisakah kita menyelamatkan orangutan?”.

SEMINAR OF ENVIRONMENTAL CONFLICT AT D3 UGM ECONOMY

Ecosophy in its 30th year, held an Environmental Seminar with the theme of Environmental Conflict in the Eye of Economics in Indonesia. Present as a speaker Hardi Baktiantoro who is the founder of Centre for Orangutan Protection with the material of Wildlife Conflict with Company in Kalimantan and drh. Erni Suyanti Musabine with material of Tiger Conflict with Society in Bengkulu Province. Seminar with moderator Fawas Al-Batawy who is the author of Yang Sublime in the rain became so exciting.

There are 100 students at meeting Room 225, 2nd floor, Vocational School, UGM on March 10, 2018. “How does a theory on campus get the facts on the ground?”, asked Septian.

Not only the seminar, Music Donation with the headline “Sound For Earth” also took place the next day, Sunday, March 11, 2018 at Wisdorm Park, in front of the campus of Economic D3 UGM. “This is a fundraising concert for orangutan care in Kalimantan. Hopefully what we donate is beneficial to the universe.”, said the committee.

“COP is happy to be able to share in this seminar and the creativity of D3 Economics students deserves thumbs up.”, said Hardi. (LSX)

SEMINAR KONFLIK LINGKUNGAN DI D3 EKONOMI UGM
Ecosophy dalam usianya yang ke-30 tahun melangsungkan Seminar Lingkungan Hidup dengan tema Konflik Lingkungan dalam Kacamata Ekonomi di Indonesia. Hadir sebagai pembicara Hardi Baktiantoro yang merupakan pendiri Centre for Orangutan Protection dengan materi Konflik Satwa Liar dengan Perusahaan di Kalimantan dan drh. Erni Suyanti Musabine dengan materi Konflik Harimau dengan Masyarakat di Provinsi Bengkulu. Seminar dengan moderator Fawas Al-Batawy yang merupakan penulis buku Yang Menyublim di Sela Hujan menjadi begitu seru.

Ada 100 mahasiswa memenuhi Ruang 225, lantai 2, Sekolah Vokasi, UGM pada 10 Maret 2018. “Bagaimana sebuah teori di kampus mendapatkan fakta di lapangan.”, ujar Septian.

Tak hanya seminar, Musik Donasi dengan tajuk “Sound For Earth” juga berlangsung keesokan harinya , Minggu, 11 Maret 2018 di Wisdorm Park, depan kampus D3 Ekonomi UGM. “Ini adalah sebuah konser penggalangan dana untuk perawatan orangutan di Kalimantan. Semoga apa yang kita donasikan bermanfaat bagi alam semesta.”, ujar panitia.

“COP senang sekali bisa berbagi di seminar ini dan kreatifitas mahasiswa D3 Ekonomi patut diacungi jempol.”, ujar Hardi haru.

TERMITE NEST FOR NIGEL

The sound of broken twigs with leaf twist breaks the silence of COP Borneo forest school. In the sunny afternoon, the baby orangutans play excitedly, showing their ability to climb, moving from one tree to another while tasting the tops of the leaves that can be reached. This is very different from the adult teenage orangutan, who must stay in the cage. When it’s so … when his animal keeper provides enrichment for orangutans who can not join the forest school.

Armed with hoes and machetes, the search for treasure named termite nest starts. The location is not far from the cage. One … two swings hoe immediately found the nest in question. Even the termites went straight out. “Usually in the nest is also a lot of eggs and newly hatched termites. It is a natural food of orangutans that they love very much, “said Danel, animal keeper COP Borneo.

Not all orangutans in the cage understand how to pick up and eat the contents of this termite nest. “Nigel is the most clever. He is also painstaking searching for his eggs in termite nest rooms, “Danel said. While the other orangutans … should be helped by breaking the nest and showing the termite eggs. (LSX)

SARANG RAYAP UNTUK NIGEL
Suara ranting patah dengan guguran daun memecah kesunyian sekolah hutan COP Borneo. Di siang yang begitu cerahnya, para bayi orangutan bermain dengan seru, menunjukkan kebolehan mereka memanjat, berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain sembari menyicipi pucuk daun yang bisa diraihnya. Ini berbeda sekali dengan orangutan remaja yang beranjak dewasa, yang harus berdiam di dalam kandang. Kalau sudah begitu… saat nya animal keeper memberikan enrichment untuk orangutan-orangutan yang tidak bisa ikut sekolah hutan.

Berbekal cangkul dan parang, pencarian harta karun bernama sarang rayap pun di mulai. Lokasinya tak jauh dari kandang. Satu… dua kali ayunan cangkul pun langsung menemukan sarang yang dimaksud. Bahkan rayapnya pun langsung keluar. “Biasanya di dalam sarangnya juga banyak telurnya dan rayap yang baru menetas. Itu adalah pakan alami orangutan yang sangat disukai mereka.”, ujar Danel, animal keeper COP Borneo.

Tidak semua orangutan yang berada di kandang mengerti cara mengambil dan memakan isi sarang rayap ini. “Nigel tuh yang paling pinter. Dia juga telaten mencari telur-telurnya di ruang-ruang sarang rayap.”, ujar Danel lagi. Sementara orangutan yang lainnya… harus dibantu dengan memecahkan sarang dan menunjukkan telur rayap. (Danel_COPBorneo).

A HIDEOUT OF THE BEAUTIFUL DEBBIE

According to the history of Ambon and Debbie since 2010 ago, will became an important note to release them both on the island of orangutans. But with our limitations, we are committed to continuing to monitor their development post-displacement.

A week already Ambon and Debbie are on the island of orangutans. The island called the sanctuary of COP Borneo orangutan. Indeed, the Ambon posed a dangerous threat to Debbie. During the day, when Ambon meets with Debbie, Ambon tries to get close and then tries to bite Debbie.

Debbie has a unique way of avoiding Ambon. Maybe hiding is the best way now. Debbie makes hide away on the lower reaches of the island. This hideout is made of grass and weeds. Debbie could spend the day hiding there and going just to eat.

Although Debbie can not make a nest at the end of the tree to avoid Ambon, but he has managed to trick Ambon. Debbie can enjoy her daily life in hiding.

Help Sanctuary for Debbie via

PERSEMBUNYIAN SI CANTIK DEBBIE
Melihat sejarah orangutan Ambon dan Debbie sejak 2010 yang lalu menjadi catatan penting untuk melepaskan mereka berdua di Pulau orangutan. Namun dengan keterbatasan yang ada, kami berkomitmen untuk terus mengawasi perkembangan mereka paska pemindahan.

Seminggu sudah Ambon dan Debbie berada di pulau orangutan, yang disebut sebagai sanctuary orangutan COP Borneo. Benar sekali, orangutan Ambon menjadi ancaman yang berbahaya bagi orangutan Debbie. Siang hari, saat Ambon bertemu dengan Debbie, Ambon berusaha mendekat lalu mencoba untuk menggigit Debbie.

Debbie punya cara unik untuk menghindar dari Ambon. Mungkin bersembunyi adalah cara terbaik saat ini. Debbie membuat persembunyian di hilir pulau. Tempat persembunyian ini terbuat dari rumput-rumput dan ilalang. Debbie bisa seharian bersembunyi di situ dan pergi hanya untuk makan.

Walaupun Debbie belum bisa membuat sarang di ujung pohon untuk menghindari Ambon, tetapi dia sudah berhasil mengelabui Ambon. Debbie bisa menikmati kesehariannya di dalam persembunyiannya tersebut.

Bantu Sanctuary untuk Debbie lewat

SMOKING ORANGUTAN IN BANDUNG ZOO

March 6th 2018. The video of smoking orangutan from cigarette thrown by a zoo visitor adds another mark on the list of poor management of conservation institution. “This situation keeps happening. Still remember about orangutan Tori in Taru Jurug Zoo in Solo? Tori made news from his habit of smoking from cigarettes thrown by visitors,” stated Daniek Hendarto, Ex-Situ Manager for COP.

On mid-2012, Centre for Orangutan Protection supported TSTJ Zoo on transferring Tori to an island, after assessing that his enclosure was exposed to some risk, contact with visitors was one of it. The enclosure gave opportunity for visitors to freely throwing cigarettes into the enclosure.

Since 2012, COP trained the volunteers, also known as Orangufriends, to become interpreters for the zoo. The Orangufriends spent their free time volunteering as guide in front of the orangutan enclosure in Ragunan Zoo Jakarta, KRUS Zoo East Kalimantan, and TSTJ Zoo Solo. The visitors were invited to understand the behavior and the main role of orangutan in the wild.

Early March 2018, we were shocked by another news of smoking orangutan. “Generally, the zoos in Indonesia are slowly destructed by the behavior of the visitors. This is the consequence of the negligence of zoo management and insufficient facilities,” stated Hery Susanto, Anti-Wildlife Exploitation Coordinator for COP. “Let’s be a wise and responsible visitors of conservation institution. The management also needs to pay more attention to the wellbeing of the animals, and put extra effort to improve the facilities of their conservation institution,” Hery added, optimistically. (Zahra_Orangufriends)

ORANGUTAN MEROKOK DI KEBUN BINATANG BANDUNG
Video Orangutan menghisap rokok yang dilemparkan pengunjung di kebun binatang Bandung semakin menambah daftar hitam pengelolaan lembaga konservasi. “Kejadian ini terus berulang. Masih ingat orangutan Tori di kebun binatang Taru Jurug Solo? Tori terkenal dengan kebiasaanya merokok karena dilempari pengunjung dengan rokok yang menyala.”, papar Daniek Hendarto, manajer Ex-Situ COP.

Pertengahan tahun 2012 Centre for Orangutan Protection mendampingi kebun binatang TSTJ untuk memindahkan Tori ke pulau, setelah menilai enclosure/kandang tanpa jeruji besi masih terdapat kelemahan. Tidak adanya pembatas antara enclosure dengan pengunjung salah satunya. Ini membuat pengunjung begitu leluasa melempar rokok maupun benda lainnya ke dalam enclosure.

Sejak 2012, COP melatih para relawannya yang tergabung di orangufriends untuk menjadi interpreter di kebun binatang. Para orangufriends meluangkan waktu istirahatnya untuk menjadi pemandu di depan kandang maupun enclosure orangutan di kebun binatang Ragunan Jakarta, KRUS Kalimantan Timur dan TSTJ Solo. Pengunjung diajak untuk memahami orangutan, prilaku dan fungsi utamanya di alam.

Di awal Maret 2018, kita dikejutkan kembali dengan kasus orangutan merokok. “Secara umum, kebun binatang di Indonesia digerogoti disiplin pengunjung. Hal ini dikarenakan sikap abai pengelola dan fasilitas yang tidak memadai.”, kata Hery Susanto, kordinator Anti Wildlife Exploitation COP. “Mari kita menjadi pengunjung lembaga konservasi yang bijak dan bertanggung jawab. Para pengelola juga lebih memperhatikan kesejahteraan satwanya dan lebih awas dengan memperbaiki fasilitas-fasilitas lembaga konservasi yang dikelolanya.”, tambah Hery optimis.

THE GATE NAMED WAS COP SCHOOL

Choosing to end up not half-way, involving themselves in the wildlife conservation world, especially orangutans is not just happen. A long search that eventually brought me to COP School and became part of it in 2017. This also led me to be a volunteer at COP Borneo orangutan rehabilitation center in September-October 2017.

If I could tell, it all started from my unconverted encounter with Jorge Quinoa, a Spanish tourist on the way back to accompany Japanese researchers on Disaster Risk Reduction in Mentawai. The conversation in the fast ship from Mentawai to Padang is our exchange story. Jorge expressed deep concern for the existence of orangutans who are on the verge of extinction let alone the condition of forest areas in Indonesia. Jorge rate, the awareness of the Indonesian people to care for the preservation of forests and protected animals is very low. With his narcissism, Jorge tells how high the discipline of his country in using wood.

Not because of the admiration that Jorge threw me into the wildlife conservation world. But his caring attitude that he showed to the orangutan which is a native Indonesian animal that tickled me. Since then, I started to know the orangutans.

This search brought me to an orangutan conservation education program called COP School organized by Center for Orangutan Protection. It’s not easy to get a COP School student. I have to compete with other prospective students from all over Indonesia. A series of selection of approximately 3 months, and I follow with passion. My determination is only one, pass the selection and go to Yogyakarta!

Although the selection task is only in the form of writing, but the writings are a reflection of a series of observations, field visits and observations that must be passed by potential participants. A total of 9 articles on education, campaign, law, animal trade are examples that must be accomplished with a certain time. It’s a very energy-draining and emotionally draining stage. And I follow it with passion! Selection stage is already so exciting, how will it be? Of course it will be more exciting and challenging.

Then you have COP School Batch 8 list? Are you sure you do not join this year 2018? email copschool@orangutan.id (LSX)

GERBANG ITU BERNAMA COP SCHOOL BATCH 7
Memilih untuk akhirnya tidak setengah-setengah, melibatkan diri di dunia konservasi satwa liar khususnya orangutan bukan terjadi begitu saja. Sebuah pencarian panjang yang akhirnya mempertemukan aku dengan COP School dan menjadi bagiannya di tahun 2017. Ini pula yang membawaku menjadi relawan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo pada September-Oktober 2017 lalu.

Kalau aku boleh berkisah, semua bermula dari pertemuan tak sengajaku dengan Jorge Quinoa, seorang turis Spanyol dalam perjalanan pulang mendampingi peneliti Jepang tentang Pengurangan Risiko bencana di Mentawai. Perbincangan di gladak kapal cepat dari Mentawai ke Padang inilah kami bertukar cerita. Jorge mengungkapkan rasa prihatin yang mendalam terhadap keberadaan orangutan yang berada di ambang kepunahan apalagi kondisi kawasan hutan di Indonesia. Jorge menilai, kesadaran orang Indonesia untuk peduli kelestarian hutan dan satwa dilindungi sangat rendah. Dengan narsisnya, Jorge bercerita bagaimana tingginya kedisiplinan masyarakat di negaranya dalam menggunakan kayu.

Bukan karena kekaguman yang dilontarkan Jorge yang membuatku mantap menekuni dunia konservasi satwa liar. Tapi sikap pedulinya yang dia tunjukkan pada orangutan yang merupakan satwa asli Indonesia lah yang menggelitikku. Sejak itu, aku mulai kepo pada orangutan.

Pencarian ini mempertemukan aku dengan program pendidikan konservasi orangutan bernama COP School yang diselenggarakan Centre for Orangutan Protection. Tak mudah untuk bisa lolos menjadi siswa COP School. Aku harus bersaing dengan calon-calon siswa lainnya dari seluruh Indonesia. Serangkaian seleksi lebih kurang 3 bulan, aku ikuti dengan penuh semangat. Tekadku hanya satu, lulus seleksi dan berangkat ke Yogyakarta!

Meski tugas seleksinya hanya berupa tulisan, tapi tulisan-tulisan itu merupakan refleksi dari serangkaian observasi, kunjungan lapangan dan pengamatan yang wajib dilalui calon peserta. Sebanyak 9 tulisan tentang edukasi, kampanye, hukum, perdagangan satwa adalah contoh yang harus dilesaikan dengan waktu tertentu. Sungguh tahapan seleksi yang sangat menguras energi dan emosi. Dan aku mengikutinya dengan semangat! Tahapan seleksinya saja sudah demikian seru, bagaimana nanti? Tentu akan lebih seru dan menantang.

Lalu kamu sudah daftar COP School Batch 8? Yakin kamu ngak ikut tahun 2018 ini? email copschool@orangutan.id (Novi_Orangufriends)