Couple weeks ago, the members of Orangufriends organised charity music concert titled Sound For Orangutan. They raised 2000 dollar. We agreed to use the money to buy an island in the stream of Kelay River, East Kalimantan. This island will be use as university or pre release site before the rehab orangs being released back to wild next year.
Now we need to buy a boat and also enrich the island. We need at least 2500 for this project. This could the best Christmas gift ever for orangutans. Just hit the donation button:
https://www.facebook.com/saveordelete/app/415675701824636/
Beberapa minggu lalu, para anggota Orangufriends mengadakan pertunjukan musik amal bertajuk Sound For Orangutan. Mereka berhasil menggalang dana sebesar 20 jutaan rupiah. Kita telah sepakat menggunakannya untuk membeli sebuah pulau di aliran sungai Kelay di Kalimantan Timur. Pulau ini akan difungsikan sebagai universitas atau pulau pra pelepasliaran sebelum orangutan rehab kami dilepasliarkan ke alam bebas tahun depan.
Saat ini kami membutuhkan dana untuk membeli sebuah perahu dan juga memperkaya pulau. Kami membutuhkan setidaknya 25 jutaan untuk proyek ini. Ini mungkin akan menjadi kado Natal terbaik bagi orangutan. Klik saja tombol donasi di atas ya. TERIMA KASIH.
She is #orangufriends #orangufriendaward2014
COP #proudofOrangufriends
It’s been 13 years that this veterinarian has been taking on wild animals. She began her career handling issues of threatened wildlife species in Indonesia, from confiscations and illegal trafficking to the rescue of victims of conflict in East Java and Bali.
As a consultant veterinarian in the Tiger Protection and Conservation Unit team in Kerinci Seblat National Park, Sumatra, Dr. Yanti shared a canoe with a Sumatran tiger. This is the eleventh live tiger that has been rescued in the last 8 years.
Alongside the Tiger Rescue Unit of the Conservation of Natural Resources Agency, Bengkulu, Dr. Yanti relocated two Sumatran tigers on the 28th of October 2015. One of these tigers had been caught in a hunter’s snare in a palm oil plantation, while the other was a victim of human conflict. It is suspected this tiger was intended for consumption.
Both Sumatran tigers were moved to the North Bengkulu conservation forest. “Incidentally, there are no roads to the location, so we had to cross the Seblat river in a canoe, together with the Sumatran tiger. Yes, this would have to be the first time I’ve shared a canoe with a big cat” Dr. Erni Suyanti Musabine commented. Dr. Yanti’s happiness in being able to bring the tiger to a much more suitable location outweighed any fears she had about climbing into a canoe with the almost extinct Sumatran tiger.
Sudah tiga belas tahun seorang dokter hewan ini bergelut dengan satwa liar. Mengawali karirnya dengan menangani satwa liar yang terancam punah di Indonesia yang berasal dari penyitaan, perdagangan illegal bahkan dari penyelamatan korban konflik di Jawa Timur dan Bali.
Sebagai seorang konsultan dokter di Tim Tiger Protection and Conservation Unit, Kerinci Seblat, Sumatera membawa drh. Yanti seperahu dengan harimau Sumatera. Ini adalah harimau hidup ke-11 (kesebelas) yang berhasil diselamatkannya selama 8 (delapan) tahun terakhir.
Bersama tim Tiger Rescue Unit BKSDA Bengkulu, drh. Yanti merelokasi dua ekor harimau Sumatera pada 28 Oktober 2015 yang lalu. Satu harimau Sumatera merupakan korban jerat pemburu liar di perkebunan sawit. Sementara yang satunya lagi korban konflik manusia dengan dugaan untuk dikonsumsi.
Kedua harimau Sumatera itu dipindahkan ke hutan konservasi di Bengkulu Utara. “Kebetulan untuk mencapai lokasi tidak ada jalan darat, jadinya harus menyeberang sungai Seblat seperahu dengan harimau Sumatra ini. Ya, ini untuk pertama kalinya saya seperahu dengan kucing besar.”, tutur drh Erni Suyanti Musabine. Perasaan bahagia drh. Yanti membawa harimau ke lokasi yang lebih baik untuk harimau-harimau itu menempis rasa takut seperahu dengan harimau sumatera yang nyaris punah ini.
Source: https://www.facebook.com/media/set/?set=a.933857953318364.1073741828.222411551129678&type=3
Sound for Orangutan 2015 Yogyakarta sudah berlalu. Dentum musik masih melekat di telinga. Kerja keras bersama orangufriends Yogyakarta selama tiga bulan terakhir membuahkan hasil. 700 tiket yang terjual malam itu, memenuhi kedua lantai Liquid Cafe, Sleman, Yogyakarta. Hari yang luar biasa, para pengisi acara membicarakan orangutan. Di sebuah cafe yang mungkin selama ini hanya melulu tentang musik.
SFO adalah acara musik amal untuk menggalang dana upaya perlindungan orangutan. 13 Oktober 2015 dengan tema Way Back Home, ketigabelas orangutan di Pusat Rehabilitasi Borneo, Labanan, Kalimantan Timur mengingatkan para pengunjung Liquid Cafe akan masa depan orangutan di sana. Saat ini tujuh orangutan muda belajar di sekolah hutan Labanan. Para animal keeper dengan disiplin mengajak orangutan memanjat pohon. Menakuti mereka dengan duri rotan, agar mereka lebih banyak beraktivitas di pohon. Ya, memanjat adalah pelajaran dasar orangutan muda itu.
Sebut saja Unyil, orangutan yang diselamatkan dari kandang di toilet rumah penduduk di Muara Wahau. Sehari-hari menghabiskan waktu dengan berjalan di lantai. Selebihnya dikurung di kotak kayu pada kamar mandi yang memeliharanya. Hampir tanpa masa depan untuk memanjat apalagi hidup bebas di hutan. APE Defender menyelamatkannya, merawatnya, mengajarinya menjadi orangutan lainnya. Unyil belajar memakan buah-buahan, sayuran dan serangga. Unyil melatih otot-otot tangannya untuk memanjat dan bergelantungan. Unyil mengamati orangutan lain yang berayun dari satu pohon ke pohon yang lain.
Melalui Sound For Orangutan, mengajak anak-anak muda menyisihkan uangnya untuk orangutan yatim ini. Memberikan kesempatan kedua untuk menjadi orangutan liar. Jika pada waktunya akan lepas liar di hutan.
Centre for Orangutan Protection membutuhkan 1 (satu) orang Dokter Hewan. Anda akan menjadi anggota tim untuk berkeliling Kalimantan menjalankan operasi penyelamatan orangutan. Operasi ini tidak terbatas pada orangutan saja, namun juga berbagai jenis satwa liar lainnya.
Kirimkan Surat Lamaran anda ke: info@orangutanprotection.com segera. Lamaran akan segera ditutup segera setelah kami mendapatkan kandidat yang tepat.
Berawal dari pesan yang masuk di kotak pesan facebook COP. Seorang perempuan dari Bali menyampaikan keprihatinannya pada bayi orangutan yang dijual di salah satu akun facebook. COP bergerilya mencari informasi lebih lanjut dan mengelolahnya hingga akhirnya COP merencanakan aksi untuk pedagang.
BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Aceh bersama Subdit Tipidter POLDA Aceh dibantu COP (Centre for Orangutan Protection) dan OIC (Orangutan Information Centre) menangkap Ramadhani di Jalan PDAM Tirta Pondok Kemuning, Desa Pondok Kemuning, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh Timur pada tanggal 1 Agustus 2015. Dalam operasi tersebut, tim BKSDA menyita 3 (tiga) orangutan, 2 (dua) elang bondol, 1 (satu) burung kuau raja dan 1 (satu) awetan macan dahan.
Akhirnya pada tanggal 19 November 2015 melalui Hakim Ketua Ismail Hidayat, SH dengan hakim anggota Sulaiman M, SH., MH., dan Fadhli, SH., memutuskan vonis pidana penjara 2 tahun dan denda senilai Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara terhadap Ramadhani, pelaku perdagangan 3 orangutan Sumatera dan satwa dilindungi lainnya. Keputusan Pengadilan Negeri Langsa ini masih jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Zulham Pardamean Pane, SH., yang meminta tersangka dituntut hukuman pidana penjara 3 tahun dan denda 50 juta rupiah subsider 6 bulan penjara.
Daniek Hendarto, Manajer Anti Kejahatan Satwa Liar Centre for Orangutan Protection (COP) menyatakan, “Vonis hukuman 2 tahun menjadi momentum positif bagi upaya penegakkan hukum satwa liar di Indonesia khususnya di Aceh. COP mengapresiasi kinerja dari BKSDA Aceh dan Subdit POLDA Aceh dalam upaya penegakkan hukum ini. Sepanjang 4 tahun terakhir ini, kejahatan satwa liar di Indonesia berkembang ke arah yang lebih canggih dengan menggunakan jejaring media sosial seperti Facebook. Ini merupakan kejahatan serius dan perlu upaya yang serius pula dalam upaya penegakkan hukumnya. Kita berharap kejahatan serupa dapat ditekan dengan upaya penegakkan hukum yang lebih tegas dan berani.”
Pengadilan Negeri Surabaya pada 21 Oktober 2015 menyatakan terdakwa Paska A S terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa Hak memiliki, memelihara satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup tanpa disertai surat ijin dari pihak yang berwenang.”.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang dipimpin Jihad Arkanuddin, SH., MH., dengan hakim anggota Drs. Imam Khanafi. R, SH., MH., dan Risti Indrijani, SH., menjatuhkan terdakwa Paska A S dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan, denda sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.
“Putusan ini jauh dari yang COP bayangkan. Berdasarkan Pasal 40 Ayat 2 junto Pasal 21 Ayat 2 UU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Paska seharusnya tidak jauh dari hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.”, kata Daniek Hendarto, Manajer Anti Kejahatan Satwa Liar Centre for Orangutan Protection (COP).
Ditreskrimsus POLDA Jatim pada tanggal 4 Juli 2015, Paska tertangkap tangan dengan barang bukti 16 (enambelas) ekor elang dengan rincian 1 (satu) ekor elang jawa (spizaetus bartelsi), 1 (satu) ekor elang brontok (Nisaetus Cirrhatus), 1 (satu) ekor elang laut (Haliacetus leucogaster), 4 (empat) elang alap, 2 (dua) ekor anak elang dan 4 (empat) ekor elang lainnya mati. Paska menjual burung-burung elang ini melalui situs Facebook.
“Sekali lagi Facebook menjadi media membahayakan bagi satwa liar. Perdagangan satwa liar yang dilindungi semakin berani secara terbuka di Facebook.COP mengajak masyarakat untuk menghentikan kejahatan ini, dengan tidak membeli satwa liar dan melaporkan perdagangan satwa liar kepada COP atau langsung kepada pihak yang berwajib.”, tambah Daniek Hendarto.