Keberangkatanku ke Berau, Kalimantan Timur untuk menjadi volunteer sekaligus melaksanakan kerja Praktek di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) bulan Juni lalu merupakan salah satu turning point kehidupanku yang tidak akan pernah aku lupakan. Selama dua tahun terakhir, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena seluruh kegiatan perkuliahan terpaksa dilakukan secara daring akibat pandemi. Kurangnya kemampuan hands on yang aku dapatkan selama kuliah online membuatku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatanku untuk memperoleh pengalaman bekerja di lapangan melalui Kerja Praktek. Oleh karena itulah aku bertekad untuk mencari pengalaman yang sesuai dengan keilmuan yang ingin aku tekuni, yaitu konservasi satwa liar.
Mempersiapkan dan memberikan feeding, enrichment, susu dan vitamin, membersihkan kandang, membantu saat posyandu dan medical check up orangutan adalah bagian dari rutinitasku di BORA. Selain itu, kegiatan utama yang aku lakukan adalah mencatat dan menganalisis perilaku orangutan saat Sekolah Hutan. Meskipun beberapa orangutan kerap kali jahil dan rewel, aku tetap menikmati keseharianku dalam membantu keeper dan dokter hewan. Bahkan, pertemuan pertamaku dengan orangutan Jainul dapat dibilangi cukup unik karena saat aku membawanya ke lokasi sekolah hutan, ia langsung BAB di pangkuanku sambil menangis karena tidak ingin lepas dariku. Walaupun bagitu, Jainul adalah salah satu orangutan yang paling aku sukai karena wajah dan tingkahnya yang sangat lucu. Awal mula aku bertemu dengan para orangutan di BORA, aku sedikit kebingungan membedakan mereka karena wajahnya terlihat mirip semua. Namun, hanya butuh waktu 1 minggu untukku menghafalkan nama, ciri khas fisik dan sifat mereka agar dapat membedakannya satu sama lain. Tanpa kusangka, kondisi lokasi yang tanpa sinyal dan minim listrik juga tidak membuatku merasa kebosanan selama aku menetap di sini.
Sebelumnya, aku tidak pernah memiliki ketertarikan khusus terhadap orangutan. Aku hanya mengetahui bahwa orangutan merupakan satwa endemik Indonesia yang status konservasinya critically endangered akibat perdagangan hewan secara ilegal dan penyusutan habitat alaminya. Namun, setelah membaca lebih banyak referensi dan menjadi relawan di BORA, aku mulai menyadari bahwa masalah yang dihadapi oleh para pengiat konservasi orangutan jauh lebih kompleks dari itu. Reintroduksi orangutan ke habitat alaminya tidak dapat semata-mata dilakukan begitu saja tanpa adanya proses rehabilitasi, terutama bagi orangutan yang sebelumnya lebih banyak menghabiskan hidupnya di kandang peliharaan ataupun kebun binatang. Rehabilitasi ditujukan untuk membekali dan meningkatkan kemampuan orangutan agar bisa bertahan hidup di alam. Selain itu, minimnya edukasi ke masyarakattentang larangan memelihara dan memperjualbelikan satwa liar juga masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Oleh karena itulah, saya sangat tergerak untuk membantu meningkatkan awareness mengenaik is konservasi orangutan melalui media sosial. Saya juga ingin mengusulkan adanya sharing session di himpunan jurusan dan/atau unit konservasi GARDA yang saya ikuti rehabilitasi orangutan dengan harapan bahwa nantinya akan ada lebih banyak mahasiswa (terutama mahasiswa biologi) yang tertarik untuk berdonasi kepada lembaga-lembaga konservasi, menjadi volunteer atau bahkan berkarir di bidang konservasi satwa liar khususnya orangutan. (Dinda_Orangufriends)