COVID-19 PAKSA TAMBAH FASILITAS KEBERSIHAN COP BORNEO

COVID-19 yang sekarang menjadi masalah kesehatan internasional, juga menjadi perhatian di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. Penambahan fasilitas kebersihan menjadi poin penting untuk mencegah penyebaran virus corona di COP Borneo yang terletak di KHDTK Labanan, kecamatan Kelay, Kalimantan Timur.

Terhitung sejak pertengahan Maret 2020, peningkatan standar kebersihan diikuti dengan penambahan lokasi pencucian tangan di area pusat rehabilitasi. Lokasi pencucian tangan di area pusat rehabilitasi ditambah menjadi 7 titik yang sebelumnya hanya 3 titik. Kini di area parkiran juga disediakan fasilitas pencucian tangan, juga di camp, dapur, gudang pakan dan 3 titik di blok kandang.

Seperti diketahui bahwa pencegahan terbaik untuk Covid-19 adalah dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Di mulai dengan mencuci tangan secara rutin. Hal ini akan terus digalakkan di COP Borneo agar para penjaga satwa dan orangutan terhindar dari penularan virus corona. (FLO)

SI LIAR BONTI

Setiap orangutan memiliki kepribadian yang unik. Kali ini, Steven akan bercerita tentang sosok orangutan bernama Bonti saat berada di sekolah hutan. Bonti di usianya yang 5 tahun terlihat lebih dewasa dibandingkan kawan-kawan betina sekandangnya.

Bonti adalah murid sekolah hutan yang terbilang paling liar. Selalu aktif menjelajah di sekolah hutan dan tercatat sering membuat satang dibanding murid lainnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuknya untuk memanjat. Begitu setibanya di lokasi sekolah hutan, dia langsung meraih pohon dan lekas memanjat. Para perawat satwa kewalahan dengan gerak lincahnya. Ia selalu menghindari kami, para perawat satwa yang memanggilnya untuk kembali ke kandang.

Selain itu, Bonti pandai mencari makan sendiri di hutan. Buah-buahan di pohon selalu dia dapatkan. Orangutan Bonti ini sangat bagus perkembangannya du sekolah hutan, ia cukup liar dan juga pandai membuat sarang dan sifat almiahnya sudah lumayan terlihat.

Bonti juga kerap menginap di lokasi sekolah hutan. Dipanggil pulang ke kandang kadang tak dihiraukannya lagi. Dan kembali memunculkan batang hidungnya ketika waktu makan di pagi hari. Aduh Bonti! (STV)

Si NAKAL MICHELLE

Ini adalah cerita dari Jack, perawat satwa di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Jack jarang sekali bercerita tentang orangutan. Ceritanya kali ini adalah trik rebut-rebutan dengan Icel alias Michelle.

Ketika feeding pagi, Jack membersihkan blok kandang dewasa. Di sana ada Michelle. Si orangutan betina beranjak dewasa yang cantik dan nakal. Bagaimana tidak, dengan usilnya Michelle menarik glove (sarung tangan medis) dan gelang yang Jack kenakan ketika menyodorkan buah.

“Tak kusangka Michelle mengusiliku. Dengan agresif, dia mengulurkan tangannya keluar seakan-akan mengambil buah, nyatanya ia malah merebut glove dan gelangku. Ku coba tarik kembali tanganku, tapi Michelle kini sudah kuat.”.

Michelle berhasil membawa kabur glove dan dimainkannya di atas hammocknya. Jack mencoba memancingnya untuk turun dari hammock dengan iming-iming buah. Michelle mau turun, masih dengan glove ditangannya. Perlahan Jack mencoba mencekatinya, namun tatapannya agresif, bulunya berdiri nampaknya ia merencanakan sesuatu. Jack pun mengurungkan niatnya untuk mendekati Michelle.

Jack membiarkan Michelle memakan buah sambil memegang glove. “Nampaknya dia mulai asik menikmati buah. Saatnya merebut glove ku kembali. Cepat-cepat kumasukkan tanganku ke dalam kandang Michelle. Yes! Lalu kulemparkan glove yang sudah robek ke dalam tempat sampah.”. (JACK)

HERCULES YANG JAHIL

Linau adalah perawat satwa di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo yang memiliki hobi menyanyi. Kali ini, dia akan bercerita tentang Hercules, orangutan yang terpaksa kembali dari pulau pra-rilis karena pandemik Covid-19. COP Borneo mengambil kebijakan lockdown untuk memutus penyebaran pandemik corona.

Hercules adalah orangutan jantan dewasa yang umurnya kisaran 14-16 tahun, yang saat ini menghuni blok kandang karantina. Ia cukup jahil kepada para keepernya. Suatu ketika giliran ku bertugas membersihkan kandangnya. Seperti biasa, aku menyemprot air dengan radius 2 meter. Untuk mendorong sisa-sisa makanan yang berjatuhan di lantai kandangnya, menuju tempat pembuangan. Air tak terlalu kuat mendorong sisa makanan, lalu kucoba perlahan mendekat.

Seperti dugaan awal, Hercules dengan gesitnya menarik tanganku yang tengah memegang selang. Terkejut bukan main. Ia orangutan jantan yang kuat dan agresif. Panik dan membuatku terjatuh tepat di depan kandangnya dengan selang yang masih tergenggam. Tak luput pakaian dan tubuh basah kuyup terguyur air dari selang.

Sebuah pelajaran, jangan terlalu mendekat dengan tangan jahil Hercules. Dengan perasaan masih tergopoh-gopoh, kulanjutkan membersihkan kandangnya dengan jarak yang lebih jauh. “Untung tak ada yang melihat… kalau diingat-ingat lucu… tapi aku tidak akan pernah lengah lagi.”.(NAU)

KACANG PANJANG UNTUK ORANGUTAN ANTAK

Semenjak pandemi COVID-19 banyak buah yang tidak bisa ditemui di pasar. Aktivitas belanja logistik untuk Pusat Rehabilitasi COP Borneo pun dibatasi menjadi satu kali dalam seminggu. Tentu saja ini sangat berpengaruh pada menu pakan orangutan. 

Pagi ini, dengan semangatnya Wasti, Sili, Cici pergi ke kebun nenek mereka untuk mengambil jagung dan kacang panjang. Jagung dan kacang panjang ini rencananya untuk orangutan yang ada di COP Borneo. Orangutan Antak sangat suka sekali makan kacang panjang. Ketika Wasti dan teman-temannya dikasih tahu kalau orangutan Antak sangat menyukai kacang panjang, mereka saling berebut untuk memetik kacang panjang. 

Mereka mengerti, keadaan sekarang ini membuat orang-orang tidak bisa bepergian. Pandemi Covid-19 telah membatasi pergerakan manusia. Kebun adalah tempat persembunyian yang menyenangkan bagi  mereka. Mereka juga berharap, orangutan menikmati jagung dan kacang panjang yang mereka ambil dari kebun. (WET)

 

HANYA JOJO YANG TIDAK SUKA BLEWAH

Makanan orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo terdiri dari buah dan sayuran. Jenisnya beragam, tergantung dari ketersediaan di pasar. Dari pepaya, nenas, jagung, terong hingga bayam.

Kali ini orangutan berkesempatan mencoba buah blewah. Buahnya bulat dengan daging buah berwarnya jingga. Baunya juga menggoda, hanya saja rasanya yang sedikit hambar. Mayoritas orangutan di COP Borneo memakannya terlebih dahulu dan mengesampingkan buah yang lain. Ini kali pertama mereka merasakan buah blewah. Namun sebelumnya mereka sudah pernah merasakan timun suri yang rasa dan aromanya tidak jauh berbeda.

Tapi Jojo berbeda. Dia mencoba Blewah dengan menggigitnya sekali dan kemudian dengan senang hati memberikannya kepada orangutan lain. Tampaknya, dia tidak menyukai Blewah. Dia lebih memilij buah lain seperti pepaya, jagung, tomat dan terong. Mungkin dia akan suka Blewah saat dibuat dalam bentuk es buah ya. (FLO)

 

AMBON SERING MENGELUARKAN SUARA “LONG CALL”

Siapa yang belum mengenal Ambon? Orangutan jantan dewasa yang berparas tampan dengan cheekpad nya. Usianya kini sekitar 27 tahun. Ia penghuni tertua di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. Termasuk para perawat satwa dan staf, tidak ada yang lebih tua dari Ambon. 

Ambon bisa mengeluarkan suara panggilan panjang atau long call layaknya orangutan jantan dewasa yang liar. Di alam liar, kepemilikan cheekpad adalah simbol dominasi. Orangutan dengan lantang mengeluarkan suara long call untuk menandai teritorinya. Juga untuk menarik perhatian betina ketika musim kawin. Juga bisa jadi ketika orangutan dalam kondisi terancam, ia akan mengeluarkan suara long call.

Ketika sama-sama tahu bahwa Ambon berada di blok kandang dewasa. Ia terlampau sering mengeluarkan suara long call. Kadang malam… juga subuh. Sesekali ada yang menilik Ambon ke kandangnya setelah terdengar bunyi long call. Terlihat dari binar matanya, ia tampak mengintai sesuatu di sekitar kandangnya. Senter diarahkan ke sana-sini, tidak ada yang aneh. Kami kawatir ada ular atau semacamnya di kandang Ambon.

Sampai sekarang… Ambon masih sering bersuara ketika malam. Akhirnya kami memasang kamera jebak sebagai pilihan untuk mengetahui penyebabnya. (WID)

 

DESINFEKSI PAKAIAN PERAWAT SATWA SEBELUM KE KANDANG

Pandemi Covid 19 spontan membuat seantero dunia panik. Begitu juga kami yang bekerja di garda depan Pusat Rehabilitasi Orangutan. Kami bisa saja menginfeksi belasan orangutan yang sedang menjalani masa rehabilitasi untuk menunggu giliran lepasliar.

Oleh karenanya sejak tertanggal 28 Maret lalu, Pusat Rehabilitasi COP Borneo status pencegahan Covid-19 melejit dinaikkan menjadi awas. Itu berarti kami benar-benar mengurangi intensitas mobilitas kemana pun. Semua staf melakukan karantina diri di area camp COP Borneo. Ketika mayoritas di luar sana menerapkan Work From Home, kami tidak bisa menerapkan itu. Kami masih harus mengurus belasan orangutan yang berada di kandang. Meskipun begitu, kami sepakat untuk mengurangi intensitas keluar camp. Perawat satwa juga tidak bisa mengambil jatah liburnya.

Berbagai tindakan pencegahan penularan Covid-19 makin digalakkan. Mulai penyediaan fasilitas kebersihan di camp, juga yang tak kalah penting adalah melakukan penyemprotan cairan desinfektan. Di area camp dan tentunya para perawat satwa juga mendapat jatah disenfeksi sebelum memasuki area kandang.

Semua perawat satwa tampil lebih nyentrik dari biasanya, kini mereka harus mengenakan baju khusus (wearpack) yang sebenarnya sudah ada dan harus mereka pakai setiap ke kandang namun karena kurang nyaman dan membatasi gerak serta panas, mereka memilih untuk mengenakan kaos COP dan celana pendek. Sekarang, mau tidak mau harus dikenakan. Sementara masker dan gloves memang sudah jadi kewajiban, bedanya sekarang harganya begitu melambung dan menghilang dari pasaran. Centre for Orangutan Protection sampai memanggil para relawannya untuk donasi langsung masker maupun sarung tangan medis. 

Setiap pagi maupun sore, para perawat satwa berjejer, ngantri untuk diperiksa suhu tubuhnya dan disenfeksi. “Covid-19 merupakan virus baru yang belum diketahui secara detil seperti apa. Sehingga segala tindakan preventif penularan Covid-19 kepada manusia dan orangutan yang berada di kandang, harus kami lakukan.”, ujar drh. Flora Felisitas. (WID)

TIDAK BERANI MENEMBAK BIUS HERCULES

Hari itu, saya dan dua rekan perawat satwa bersama drh. Flora melakukan pemindahan orangutan Hercules dan Nigel yang ada di pulau pra-pelepasliaran. Terbilang cukup mendesak dan tergesa-gesa karena pandemi Covid-19 saat ini tengah menjadi permasalahan di berbagai tempat. Dengan terpaksa, kami melakukan pemindahan agar pengawasan semua orangutan berada dalam satu tempat yakni di Pusat Rehabilitasi COP Borneo.

Peralatan yang kami butuhkan sudah siap sedia seperti kandang transpot, senapan bius angin, jaring, timbangan dan tentunya obat biusnya. Ini pertama kalinya saya mengikuti proses pemindahan orangutan dari pulau pra-pelepasliaran. Ketika drh. Flora meminta saya untuk menembak bius Hercules, saya ragu-ragu karena saya takut salah sasaran. Membius orangutan bukan perkara mudah. Jangan samapai mengenai dada, mata atau bagian vital lainnya. Saya mengundurkan diri dan peran penembak bius diambil alih rekan keeper lain.

Hercules cuup bandel. Setelah ditembak bius hampir 20 menit dia tak kunjung pingsan. Kami lalu menggulungnya dengan jaring meski ada perlawanan dari Hercules.Tidak lupa kami melakukan penimbangan dan pengambilan sampel darah untuk diketahui kondisi kesehatannya. Usia Hercules berkisar 14-16 tahun dan beratnya mencapai 57 kg. Itu cukup berat bagi kami untuk memikul orangutan Hercules. “Cukup ngos-ngosan, bahu dan pinggangku sakit.”, keluh seorang keeper. (JACK)

UNTUK PERTAMA KALINYA KOLA BERDEKATAN DENGAN ORANGUTAN

Usai menjalani masa karantina dan dinyatakan lulus oleh Badan Karantina Pertanian, orangutan hasil repatriasi bernama Kola kini mulai menginjak proses rehabilitasi. Melihat sejarahnya yang tidak pernah bersentuhan atau berinteraksi dengan orangutan lain, Kola diperkenalkan dengan orangutan Popi.

Popi merupakan siswi sekolah hutan yang masih berumur 4 tahun. Ketika pandangannya terpusat oleh kedatangan Popi di sekitar kandangnya, Kola terlihat bersikap agresif di dalam kandang. Setelah 30 menit, Kola yang awalnya agresif mulai mencari tahu dan mendekati Popi yang berada di luar kandangnya. Beberapa kali Kola juga mengeluarkan suara bak suara ‘kiss squeking’ ala orangutan ketika merasa terancam.

Terlihat dengan gamblang bahwa Kola tidak terbiasa dengan keberadaan orangutan lain. Perilaku kontras dibanding saat melihat manusia atau animal keeper yang baru ia lihat. Kola lebih tenang dan mengamati dari jauh.

Bagusnya, keberadaan Popi mengajarkan Kola memakan buah nanas. Karena pengamatan sebelumnya, Kola selalu melewatkan manis asamnya rasa buah nanas. Hanya sebatas satu gigitan dan dibuang. (FLO)