TAMPILAN NYENTRIK NYCTIXALUS PICTUS, SI KATAK POHON BERBINTIK DI BORA

Perjumpaan pertama saya dengan Katak pohon berbintik atau Nyctixalus pictus yang merupakan katak dari keluarga Rhacophoridae, saat saya melakukan pengamatan malam di sekitar area Rehabilitasi Orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) yang dikelola oleh COP (Centre for Orangutan Protection) berlokasi di KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur pada 14 Oktober 2022.

Katak ini memiliki ukuran hingga 35 mm, tubuh yang ramping dengan moncong yang relatif panjang dan kaki belakang yang panjang. Gendang telinga terlihat dengan ukuran lebih kecil dari diameter mata. Setiap ujung jari baik tangan maupun kaki nya melebar seperti bantalan bundar yang lebih kecil dari gendang telinganya. Jari-jari kaki yang setengah berselaput dan jari-jari tangan tidak berselaput. Keunikan dari Katak Pohon Berbintik ini memiliki tampilan nyentrik seperti semua permukaan atas dan sisinya berwarna coklat kayu manis, merah atau bahkan jingga. Kulit punggung, kepala dan permukaan atas tungkai kasar dengan banyak tonjolan kecil yang tersebar di semuanya dengan warna putih mengkilap yang membentuk garis putus-putus dari tepi moncong, di sepanjang tepi kelopak mata atas dan berlanjut ke bagian bawah sisi punggung. Bagian atas iris juga berwarna putih, bagian bawah berwarna coklat. Keunikan dari katak ini merupakan salah satu katak dengan warna paling jelas dan tidak dapat disalahartikan sebagai spesies lain.

Kebiasaan dan habitat katak ini hidup di hutan primer dan sekunder tua, pada dataran dan medan berbukit-bukit, dari dekat permukaan laut hingga mencapai ketinggian 1800 MDPL. Sering dijumpai pada daun semak dan pohon kecil dengan tinggi satu sampai tiga meter di atas tanah, bisa saja mencapai tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan telur-telurnya diletakan di lubang pohon yang berisi air atau phytothelms, dimana tempat berudu muda dapat berkembang dengan relatif aman. Selain itu, katak ini hidup nokturnal dan bersuara terdiri dari serangkaian ‘peep’ yang tenang, yang dapat dengan mudah disalahartikan sebagai panggilan serangga.

Katak pohon berbintik ini tersebar luas namun tidak umum, persebarannya mencakup beberapa pulau seperti di Semenanjung Malaya (dari ujung selatan Thailand melalui Semenanjung Malaysia hingga Singapura), Sumatra (Indonesia), Borneo (Brunei, Malaysia, Indonesia) dan Filipina. Karena penurunan luas dan kualitas habitat yang terus berlanjut akibat pembukaan hutan, populasinya disimpulkan menurun yang menjadi alasan kenapa katak ini tersebar luas dan tidak umum. Status perlindungan IUCN saat ini masuk dalam catatan merah dengan kategori LC (Least Concern) atau sedikit kekhawatiran, sedangkan dalam peraturan dan perundangan di Indonesia sendiri tidak masuk dalam kategori satwa dilindungi. (HIL)

PINGPONG SI GIGI KEROPOS

Pingpong merupakan satu individu orangutan jantan yang berada di Pusat Rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) sejak April 2015. Pingpong dulunya disita dari kebun binatang ilegal yang ada di Kalimantan Timur dan dititip-rawatkan untuk menjalani proses rehabilitasi. Saat datang pertama kali, kondisi Pingpong kurus dengan rambut gundul dan malnutrisi.

Selama masa rehabilitasi, Pingpong distimulasi untuk mendalami kemampuan bertahan hidup dan kemampuan sosial melalui program sekolah hutan. Hingga Pingpong menjadi orangutan paling besar di kelas sekolah hutan dan membuat perawat satwa cukup kesulitasn untuk melakukan handling. Akhirnya Pingpong dimasukkan dalam daftar tunggu pulau pra-pelepasliaran.

Selama menjalani masa rehabilitasi di kandang sosialisasi, Pingpong yang saat ini usianya menginjak 13 tahun, teramati cukup responsif ketika mendapat enrichment pakan dan dia sangat menyukai buah sirsak dan buah dengan cita rasa manis lainnya namun tekstur yang tidak keras.

Namun, ketika dilakukan observasi… Pingpong memiliki kebiasaan mengeluarkan makanan yang telah dikunyahnya dan ditelan kembali. Akhirnya tim medis melakukan pengecekan kondisi fisik dan tes kesehatan untuk orangutan Pingpong. Hingga ditemukan bahwa kondisi giginya berkurang sangat masif karena keropos.

Melihat hal ini, tim medis memberikan rekomendasi untuk Pingpong menjadi orangutan yang tidak bisa dilepasliarkan. Dengan pertimbangan orangutan Pingpong akan sangat kesulitan bertahan hidup dengan kemampuan gigi untuk bisa memakan beragam jenis pakan alami di hutan semakin nihil dilakukan.

COP berencana memberikan kesempatan untuk Pingpong agar bisa memiliki enclosure yang membuatnya bisa terbebas dari kandang jeruji besi meski Pingpong menyandang status orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan ke alam. (WID)

BAYI ORANGUTAN BERNAMA MABEL YANG PENUH CINTA

Mabel namanya. Ada harapan di setiap nama yang disematkan pada orangutan yang masuk di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Mabel artinya loveable atau orang yang dicintai. Katanya Mabel adalah nama untuk bayi yang sangat populer di Amerika. Siapapun yang melihatnya akan jatuh hati dan akan mencintainya tanpa pamrih.

Hampir sebulan bayi orangutan ini di rawat di BORA. Kesehatannya semakin membaik, perut kembungnya berangsur hilang dan kekuatannya perlahan bertambah. Tatapan Mabel mulai bersinar dan penuh harapan. Jeritan kesakitan saat disentuh pun menghilang.

“Awalnya Mabel sempat dikira berusia 4 bulan, tapi setelah kita memeriksa gigiya, orangutan ini berusia 11 bulan”, kata drh. There dengan prihatin. Tim medis pun ekstra hati-hati memberi jenis buah untuknya agar kondisi perutnya yang kembung tidak semakin parah. Pepaya yang benar-benar matang sedikit demi sedikit diberikan dan pemberian susu ditunda dulu.

“Syukurlah Mabel berhasil berjuang hingga waktu ini. Bayi pendiam ini semakin aktif. Dalam 1-2 minggu ini, tim medis akan mengambil darahnya untuk diperiksa, apakah Mabel sehat dan bisa melanjutkan rehabilitasi di BORA seperti digabungkan dengan orangutan lain dan masuk kelas sekolah hutan. Doakan Mabel ya…”, pinta Theresia Tinenti. 

TAK DIBERI PISANG, POPI NEKAT PANEN PISANG SENDIRI

Pisang sering digambarkan sebagai buah favorit sebagian besar primata. Primata seperti monyet, gorilla, simanse, owa hingga orangutan sangat sering diidentikan sebagai hewan penyuka pisang. Walaupun stereotip ini tidak sepenuhnya benar karena di alam liar orangutan memiliki ratusan jenis pilihan pakan yang terdiri dari beragam jenis buah, daun, bunga dan bagian tumbuhan lain hingga serangga. Namun sebagian besar orangutan yang ada di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) memang sangat menyukai buah pisang. Hal ini karena buah pisang memiliki rasa yang manis serta tektur yang lembut.

Begitu pula dengan orangutan Popi, ia sangat menyukai pisang. Namun pada sekolah hutan kali ini, perawat satwa tidak membawa pisang karena kombinasi jenis pakan yang diberikan untuk para orangutan di BORA harus beragam dan bervariasi setiap harinya untuk memenuhi kecukupan gizi orangutan.

Setelah cukup lama beraktivitas dan menjelajahi ketinggian pohon, Popi nampaknya mulai lapar dan turun mendekati perawat satwa untuk meminta buah. Hanya buah terong yang diberikan, tidak ada buah-buahan manis seperti pisang yang diberikan perawat satwa.Hal ini dilakukan untuk mendorong orangutan mencari pakan alami di lokasi sekolah hutan.

Kecewa tidak diberi pisang, Popi berjalan pergi meninggalkan  perawat satwa, mengarah menuju pulang. Popi berjalan menyebrangi anak sungai kecil yang sedang surut. “Popi, Popi…”, panggil perawat satwa Bima yang menyangka Popi sudah ingin pulang. Setelah diikuti, ternyata Popi sedang memanjat pohon pisang yang saat itu sudah berbuah. Disana Popi memanen buah pisang dan langsung memakannya. Walaupun belum matang, namun ia terlihat puas dengan hasil panennya. Tidak lama kemudian orangutan Jojo mengikuti Popi lalu makan pisang bersama. (RAF)

BURUNG LUNTUR PUTRI DILINDUNGI, MARI KITA JAGA

Ada 9 spesies dari keluarga burung Trogonidae di Indonesia. Salah satunya tertangkap kamera Hilman, tim APE Crusader yang sedang beristirahat di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) tepatnya KHDTK Labanan, Berau Kalimantan Timur. Burung Luntur Putih dengan nama latin Herpactes duvaucelii adalah satu dari sembilan jenis yang masuk dalam keluarga Trogonidae dan berada dalam daftar satwa yang dilindungi berdasarkan P.106/MENLHK/SETJEN?KUM.1/12/2018. “Beruntung sekali bisa mengabadikan Luntur Putri ini sebelum dia terbang dan menghilang di cabang pohon yang lain”, ujar Hilman Fauzi.

Luntur Putri memiliki ukuran tubuh yang agak kecil (23 cm), memiliki perbedaan antara jantan dan betina. Pejantannya memiliki ciri kepala berwarna hitam, perut merah tua, punggung cokelat muda. Sedangkan betinanya kepala berwarna merah, dada cokelat dan perut jinga. Untuk membedakan dengan jenis burung luntur lainnya dari Luntur Putri ini dapat dilihat pada bagian atas mata atau kulit sekitar mata berwarna biru, paruh biru dan kaki kebiruan.

Persebarannya sendiri hanya dapat dijumpai pada Semenanjung Malaysia, Sumatra dan Kalimantan. Dapat ditemukan pada hutan primer dataran rendah dan hutan bekas tebangan hingga ketinggian 1.065 mdpl. Perkembangbiakannya pada bulan Februari hingga Juni dan biasanya bertelur hingga 2 butir. “Jaga yuk! Burung lebih indah di habitatnya”, ajak Himan. (HIL)

TAKUT MELIHAT ORANGUTAN LAIN, KOLA BATAL POSYANDU

Hari ini jadwal posyandundu bagi orangutan Berani, Septi dan Kola. Kegiatan meliputi pengukuran biometrik dan penimbangan berat badan orangutan. Pagi-pagi, Berani telah selesai menjalani posyandunya. Tibalah giliran Kola untuk menjalani posyandu. Para perawat sudah bersiap di depan kandang Kola. Ketika pintu kandang dibuka, Kola tampak bersemangat untuk keluar kandang. Ia keluar kandang dengan tenang sambil berjalan dengan santai.

Namun ekspresinya mendadak berubah ketika ia melihat orangutan Pingpong, ia langsung berbalik arah dan berjalan menuju arah lain. Tapi justru ia malah melihat orangutan yang jauh lebih besar dari Pingpong, yaitu Ambon. Ketakutan melihat Ambon yang bertubuh sangat besar, Kola langsung berusaha menjauhi area kandang dan pergi ke arah hutan.

Para perawat satwa dengan sigap mengejar Kola. Keempat perawat satwa pun cukup kewalahan untuk menangkap dan membawa kembali Kola ke dalam kandang. Ia sesekali mencoba menggigit ketika para perawat satwa mencoba menggiringnya kembali ke kandang.

Melihat kondisi Kola yang sulit ditangani, drh. There memutuskan untuk membatalkan posyandu untuknya. “Udah gak bisa di-handle itu, masukin kandang saja”, kata There. Keempat perawat satwa lalu dengan susah payah berusaha mengendalikan dan membawa Kola kembali masuk ke dalam kandang. Setibanya di dalam kandang, Kola langsung memberi respon urinasi dan defakasi yang menandakan kondisi ketakutannya akibat melihat orangutan lain yang ukuran tubuhnya jauh lebih besar dibanding dirinya.

Kola memang cukup terbiasa melihat manusia, namun seringkali ketakutan dan menghindar ketika melihat orangutan lain terutama yang berbadan lebih besar dari dirinya. (RAF)

ORANGUTAN MEMO ANOREKSIA

Orangutan Memo kembali anoreksia alias mengalami penurunan nafsu makan. Seperti biasanya gejala ini diikuti dengan pergerakan yang pasif, tidak ada defikasi (buang air besar). Tentu saja tim medis BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) langsung bertindak dengan segala cara agar Memo mau makan. Mulai dari pilihan makanan yang biasanya disukainya sampai menungguin Memo makan. Tapi Memo bukanlah orangutan yang suka dengan keberadaan manusia. Lagi-lagi tim hanya bisa mengamati Memo dari kejauhan.

“Memo memang sering mengalami kondisi seperti ini. Kami sering mendapati Memo hanya diam saja di hammocknya. Sesekali menoleh ketika dipanggil, tapi juga sering mengabaikan panggilan itu. Beberapa kali dengan kondisi seperti itu, kami menjumpai darah di lantai kandang. Mungkin itu saatnya dia menstruasi”, ujar Yudiar Ardianto.

Memo terlihat semakin lemas dan pucat. Tim memberikan rekayasa pakan dengan memberikan buah yang ditambah madu, beberapa buah juga dicampur vitamin agar kondisi Memo dapat bertahan. Secara berkala perawat satwa patroli ke kandangnya dan melaporkan kondisi Memo. Tiga hari setelah kondisi yang sangat memprihatinkan ini, orangutan Memo mulai bergerak dari hammock, nafsu makan mulai kembali namun masih belum ditemukan kotorannya. Semoga Memo cepat kembali pulih dan beraktivitas kembali. (YUD)

MY UNFORGETTABLE JOURNEY IN BORA

Keberangkatanku ke Berau, Kalimantan Timur untuk menjadi volunteer sekaligus melaksanakan kerja Praktek di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) bulan Juni lalu merupakan salah satu turning point kehidupanku yang tidak akan pernah aku lupakan. Selama dua tahun terakhir, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena seluruh kegiatan perkuliahan terpaksa dilakukan secara daring akibat pandemi. Kurangnya kemampuan hands on yang aku dapatkan selama kuliah online membuatku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatanku untuk memperoleh pengalaman bekerja di lapangan melalui Kerja Praktek. Oleh karena itulah aku bertekad untuk mencari pengalaman yang sesuai dengan keilmuan yang ingin aku tekuni, yaitu konservasi satwa liar.

Mempersiapkan dan memberikan feeding, enrichment, susu dan vitamin, membersihkan kandang, membantu saat posyandu dan medical check up orangutan adalah bagian dari rutinitasku di BORA. Selain itu, kegiatan utama yang aku lakukan adalah mencatat dan menganalisis perilaku orangutan saat Sekolah Hutan. Meskipun beberapa orangutan kerap kali jahil dan rewel, aku tetap menikmati keseharianku dalam membantu keeper dan dokter hewan. Bahkan, pertemuan pertamaku dengan orangutan Jainul dapat dibilangi cukup unik karena saat aku membawanya ke lokasi sekolah hutan, ia langsung BAB di pangkuanku sambil menangis karena tidak ingin lepas dariku. Walaupun bagitu, Jainul adalah salah satu orangutan yang paling aku sukai karena wajah dan tingkahnya yang sangat lucu. Awal mula aku bertemu dengan para orangutan di BORA, aku sedikit kebingungan membedakan mereka karena wajahnya terlihat mirip semua. Namun, hanya butuh waktu 1 minggu untukku menghafalkan nama, ciri khas fisik dan sifat mereka agar dapat membedakannya satu sama lain. Tanpa kusangka, kondisi lokasi yang tanpa sinyal dan minim listrik juga tidak membuatku merasa kebosanan selama aku menetap di sini.

Sebelumnya, aku tidak pernah memiliki ketertarikan khusus terhadap orangutan. Aku hanya  mengetahui bahwa orangutan merupakan satwa endemik Indonesia yang status konservasinya critically endangered akibat perdagangan hewan secara ilegal dan penyusutan habitat alaminya. Namun, setelah membaca lebih banyak referensi dan menjadi relawan di BORA, aku mulai menyadari bahwa masalah yang dihadapi oleh para pengiat konservasi orangutan jauh lebih kompleks dari itu. Reintroduksi orangutan ke habitat alaminya tidak dapat semata-mata dilakukan begitu saja tanpa adanya proses rehabilitasi, terutama bagi orangutan yang sebelumnya lebih banyak menghabiskan hidupnya di kandang peliharaan ataupun kebun binatang. Rehabilitasi ditujukan untuk membekali dan meningkatkan kemampuan orangutan agar bisa bertahan hidup di alam. Selain itu, minimnya  edukasi ke masyarakattentang larangan memelihara dan memperjualbelikan satwa liar juga masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Oleh karena itulah, saya sangat tergerak untuk membantu meningkatkan awareness mengenaik is konservasi orangutan melalui media sosial. Saya juga ingin mengusulkan adanya sharing session di himpunan jurusan dan/atau unit konservasi GARDA yang saya ikuti rehabilitasi orangutan dengan harapan bahwa nantinya akan ada lebih banyak mahasiswa (terutama mahasiswa biologi) yang tertarik untuk berdonasi kepada lembaga-lembaga konservasi, menjadi volunteer atau bahkan berkarir di bidang konservasi satwa liar khususnya orangutan. (Dinda_Orangufriends)

PENCURI NUTRISI DI USUS ORANGUTAN

Tahukah kamu ada parasit yang memanfaatkan usus sebagai rumahnya? Salah satu parasit itu adalah Hymenolepsis sp. yang merupakan cacing kelas cestoda yaitu cacing parasit dengan bentuk badan pipih dan bersegmen-segmen. Parasit ini akan menjadikan usus halus sebagai tempat tinggal untuk menjadi dewasa dan bereproduksi secara seksual. Sering kali parasit ini berada di rodensia seperti tikus dan hamster, ditemukan juga di non human primata seperti orangutan dan juga menjadi salah satu infeksi cacing pita yang biasa terjadi pada manusia di seluruh penjuru dunia. Infeksi Hymenolepsis sp akan menyebabkan penyakit Hymenolepsiasis.

Cacing Hymenolepsis sp. yang dijumpai di orangutan akan menimbulkan gejala yang bersifat subklinis pada orangutan dewasa, sedangkan pada orangutan muda dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan hingga kematian. Sama halnya pada manusia, tidak ada gejala tertentu pada manusia dewasa,namun jika infeksi terjadi secara berkepanjangan pada anak kecil, parasit ini dapat menyebabkan diare yang dapat disertai dengan darah, gatal pada area dubur, kenaikan maupun penurunan nafsu makan, sakit kepala, sakit perut, muntah-muntah bahkan penurunan berat badan.

Penularan Hymenolepiasis pada orangutan terjadi ketika orangutan memakan tanah yang terkontaminasi telur cacing Hymenolepsis sp. “Betul, dia bersifat zoonosis, hewan yang terinfeksi bisa menularkan ke manusia begitu pun sebaliknya. Manusia yang terinfeksi bisa menularkan ke hewan. Sedangkan penularan pada manusia, terjadi ketika manusia memakan makanan dan minuman yang terkontaminasi”, jelas Miftachul Hanifah, paramedis orangutan di BORA.

Feses rodensia dan primata yang terinfeksi dapat membuat makanan, air dan tanah terkontaminasi. Penularan Hymenolepiasis bisa terjadi secara autoinfeksi dengan tertelannya telur cacing yang menempel pada jari, makanan air maupun tanah. Bisa juga dengan tidak sengaja menelan serangga seperti kutu beras atau kumbang yang telan menelan telur cacing sehingga di dalam serangga tersebut terdapat larva cacing yang hidup. Telur cacing yang tertelan oleh rodensia, primata dan manusia akan menetas di dalam usus halus lalu akan tumbuh menjadi larva lalu menjadi cacing dewasa sedangkan larva pada serangga yang tertelan akan berkembang dalam usus halus menjadi cacing dewasa. Cacing Hymenolepsis sp di usus halus tidak hanya tinggal saja namun cacing ini akan menganggu penyerapan nutrisi yang dibuthkan tubuh dengan cara memakan nutrisi yang ada dalam usus halus. Cacing ini memerlukan nutrisi untuk tumbuh dan bereproduksi di dalam usu halus.

Jadi, bagaimana cara mencegah agar kita bisa terhindar dari cacing Hymenolepsis sp ini, serasa tidak mungkin ya? Karena telur cacingnya bersifat mikroskopis dan kita tidak akan bisa melihat dengan kasat mata apabila makanan dan minuman yang kita konsumsi itu terkontaminasi, kita juga tidak bisa mengontrol penyebaran feses hewan yang bisa membuat makanan, air dan tanah terkontaminasi. Apabila di jari tangan menempel telur cacing ini pun pasti kita tidak sadar. 

Tenang… masih ada cara kok untuk terhindar dari infeksi Hymenolepsis sp ini. Terapkan hal-hal berikut ini ya. Pertama cuci bersih buah dan sayuran, Cuci tangan dengan sabun setelah menggunakan toilet, cuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan. Stop kebiasaan menyentuh-nyentuh hidung dan mulut serta hentikan kebiasaan memasukkan jari ke mulut ataupun menggigit-gigit kuku jari. (TAT)

Sumber:

– Parasite in Humans Find the Nastiest Parasite in Human (https://www.parasitesinhumans.org/hymenolepis-nana-dwarf-tapeworm.html)

– Diagnostic Parasitology for Veterinary Technicians 4th  edition (Charles M. Hendrix Ed Robinson Tahun 2012

– Veterinary Clinical Parasitology (Anne M. Zajac etc tahun 2021)

SUARA DI TENGAH MALAM

Saat itu, waktu menunjukkan pukul 00.20 WITA, tengah malam. Suara berisik dari arah gudang pakan BORA memecah keheningan malam itu. Suara itu terdengar seperti seseorang sedang berusaha memasuki gudang pakan yang saat itu semua pintunya tertutup. Dengan membawa ponsel sebagai lampu senter, saya bangkit dari tempat tidur dan pergi keluar camp untuk memeriksa asal suara tersebut. 

Berkat sorot lampu senter ponsel, terlihatlah siapa pembuat suara-suara tersebut. Ia adalah seekor musang yang berada di atas langit-langit gudang pakan BORA. Musang dari jenis Paradoxurus philippinensis ini tampak sedang berusaha memasuki gudang pakan yang banyak berisi buah pakan orangutan. Aroma buah-buahan matang tampaknya menarik musang tersebut untuk mendatangi gudang pakan. Tidak lama setelah terlihat, musang ini pergi dan menghilang ke arah pepohonan.

Sejak setahun ke belakang, setidaknya telah ditemukan sebanyak dua jenis musang berdasarkan perjumpaan langsung maupun melalui foto kamera jebak di dalam kawasan BORA yang berada di KHDTK Labanan. Kedua jenis musang tersebut antara lain musang tenggalung (Viverra tangalunga) dan Paradoxurus philippinensis. P. philippinensis merupakan subspesies dari musang luwak asia (P. hermaphoditus) yang persebarannya meliputi Kalimantan dan Filipina. Selain melalui perjumpaan langsung melalui temuan feses musang juga sering ditemukan di sekitar kawasan BORA. Tidak menutup kemungkinan potensi masih adanya beberapa jenis musang Kalimantan lainnya di kawasan BORA maupun di KHDTK Labanan secara umum. (RAF)