ORANGUTAN PINGPONG MENJALANI PELATIHAN PINDAH DAN DUDUK

Saya Seno Wicaksono, trainer di Pusat Rehabilitasi BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), memiliki kesempatan langka untuk melatih Pingpong, orangutan cerdas dan lincah yang kurang beruntung. Pingpong memiliki masalah di seluruh giginya yang menjadikannya penghuni selamanya BORA. Pingpong memiliki energi dan rasa ingin tahu tak terbatas. Ia banyak melakukan aktivitas di kandang, saya terkesan dengan kecerdasan dan antusiasme Pingpong. Ia langsung menarik perhatian saya dengan gerakannya yang lincah dan penasaran. Saya tahu bahwa Pingpong memerlukan bimbingan untuk mengembangkan perilaku sehat di lingkungan buatan ini.

Training Pingpong bertujuan untuk memindahkannya dari kandang satu ke kandang lain tanpa menggunakan obat bius. Kami fokus pada instruksi “pindah” dan “duduk” dengan bantuan madu sebagai motivasi. Pingpong sangat responsif dan cepat memahami instruksi. Training dilakukan selama 20 menit, dengan 10 menit training dan 10 menit istirahat. Kami bergantian antara training dan istirahat per 5 menit. Setelah training, saya memberikan penghargaan berupa makanan favoritnya. Pingpong sangat menyukai madu dan makanan lain seperti buah naga, pepaya, ubi rebus dan pisang.

Ada hal-hal yang harus diperhatikan sebelum training dilakukan. Saya harus memastikan kandang bersih dan bebas enrichment, serta tidak memberikan enrichment sebelum training. Kandang angkut sebagai tempat tujuan instruksi pindah pun harus dalam kondisi bersih juga. Kondisi Pingpong seperti aktivitas reguritasi, feses, dan perilaku Pingpong pun juga masuk dalam laporan yang tak terpisahkan, termasuk kondisi alam seperti cuaca panas atau sedang hujan dan suara-suara gangguan yang saat training dilakukan. Kondisi-kondisi ini menjadi evaluasi keberhasilan training.

Dalam waktu singkat, Pingpong menunjukkan kemajuan signifikan. Reguritasi dan perilaku buruknya berkurang. Selama training, Pingpong juga memiliki fokus yang baik dalam mendengarkan instruksi trainer. Pingpong dan saya merayakan kerjasama ini. Training Pingpong menjadi bukti bahwa kesabaran dan ketekunan bisa mengubah hidup. Saya bangga menjadi bagian dari petualangan Pingpong. Kami menjadi teman baik, membuktikan bahwa cinta kasih dan kepercayaan menjadi awal kebersamaan kami. (SEN)

KEHILANGAN JEJAK POPI DI SEKOLAH HUTAN BORA

Hari itu, kami melaksanakan sekolah hutan seperti biasanya. Kali ini, aku bertugas untuk menjaga Popi. Nampaknya Popi tidak bersemangat mengikuti sekolah hutan. Sejak tiba di lokasi sudah malas memanjat, maunya di bawah bersama keeper. Giliran sudah mau memanjat, ternyata hanya tipuan agar bisa mengeluarkan jurus kabur ke kandang. Popi selalu menunjukkan ciri jika ingin kabur, perlahan-lahan berayun dari satu pohon ke pohon lainnya, kemudian berhenti untuk melirik keeper, saat keeper lengah maka Popi akan tancap gas untuk pulang ke kandang.

Sebagai keeper yang hari itu menjaga Popi, harus rela berulang kali membawanya kembali ke lokasi sekolah hutan. Sebuah trik sederhana yang sering dikeluarkan oleh keeper, yaitu memancingnya menggunakan buah agar dia berpindah tempat dan mengurungkan niatnya untuk pulang ke kandang. Sepertinya trik ini berhasil, pada akhirnya Popi memanjat dan mendekati orangutan Bagus. Sedikit membuatku bisa bernafas lega. Menjadi kesempatan untuk menuliskan aktivitas yang Popi lakukan di buku sekolah hutan, sebelumnya tertunda karena harus mencegahnya dari membolos. Baru saja mulai menulis, tiba-tiba kulihat Bagus sudah berjalan di tanah menghampiri kami para keeper.

Kudongakkan kepala untuk mengecek keberadaan Popi, benar saja dia sudah tidak terlihat. Kutanyakan pada keeper lain, mereka juga tidak melihat. Kami kebingungan, jika Popi turun untuk membolos harusnya terlihat. Tidak ada yang menyadari juga apakah dia berayun untuk berpindah tempat karena tidak terdengar suara gesekan daun dan ranting. Mulailah kami berteriak memanggil namanya. 5 menit… 10 menit… 15 menit, masih tidak ada tanda-tanda keberadaan Popi. Aku memutuskan untuk mengecek ke kandang tapi ternyata nihil, lalu kembali lagi ke lokasi sekolah hutan dengan realita Popi masih tidak muncul. Mencoba peruntungan di tempat lain, kali ini aku susuri klinik dan ternyata tetap tidak ada.

Sekali lagi aku kembali ke lokasi sekolah hutan. Melihat keeper lain mulai membawa pulang orangutan karena jadwal sekolah hutan sudah selesai. Sedikit panik, kembali kuteriakkan nama “Popi” sambil mengelilingi lokasi sekolah hutan. Tidak berhenti memanggil namanya entah sudah berapa menit. Dengan penuh harapan dan doa, kali ini ku terabas semak belukar. Agak kurang percaya Popi ke arah ini karena jarang kulihat dia bermain ke area semak.

Ternyata dewi fortuna masih berpihak padaku, sayup-sayup terdengar suara gesekan ranting dan daun. Aku mulai yakin ada Popi di area semak ini, meskipun suaranya terdengar jauh. Semakin dekat, semakin dekat, dan akhirnya kutemukan Popi di atas pohon pisang. Dia sedang menikmati pisang yang masih mentah. Aku keluarkan pancingan berupa wortel dan pisang matang. Popi hanya melirik acuh dari atas sana, sepertinya dia balas dendam karena dari tadi dicegah membolos. Jika bisa bicara mungkin Popi sudah berkata, “Bukankah ini yang kau mau? Agar aku berkelana jauh untuk mencari makan, rasakan sendiri sekarang kau yang kebingungan.” (DEA)

ARTO, SANG PETUALANG KECIL

Arto memang petualang kecil yang pemberani, tapi kadang keberaniannya itu tidak selalu diiringi perhitungan yang matang. Suatu hari, saya membawanya ke sekolah hutan di area pepohonan depan kandang klinik. Kebetulan saat itu sedang banyak pohon jengkol yang berbuah. Saat tiba di lokasi, saya langsung meletakkan Arto di salah satu pohon jengkol. Batang pohon itu kecil, tapi cukup kuat untuk menimpang tubuh mungilnya. Arto melihat sebuah pohon jengkol yang penuh dengan buah di cabang-cabangnya. Tanpa ragu, dia langsung memanjat pohon itu.

Aku membiarkannya, berpikir ini adalah bagian dari pembelajarannya untuk mengenal hutan. Awalnya, dia tampak menikmati petualangannya, memanjat semakin tinggi, bahkan dengan percaya dirinya mulai berpindah ke pohon jengkol lain di sebelahnya. Cabang-cabang pohon atas yang rapat memudahkan Arto untuk berpindah. Namun, masalah muncul ketika Arto sadar bahwa pohon kedua ini jauh lebih besar dengan batang yang lebar dan sangat tinggi serta cabang yang tidak mudah dijangkau untuk turun.

Saya mulai merasa waswas. Firasatku bilang, dia akan kesulitan turun, dan benar saja. Dari bawah, saya bisa melihat dia berhenti bergerak dan memandangi saya, seolah meminta bantuan. Lalu, suara tangis kecilnya mulai terdengar, suara rengekan khas bayi orangutan. Arto, si pemberani, akhirnya sadar bahwa dia terjebak di atas pohon yang terlalu tinggi untuknya. Saya hanya bisa berdiri di bawah, mencoba menenangkannya dengan suara dan gerakan tangan, meski saya tahu, dia tidak benar-benar mengerti apa yang saya katakan. Saya menunjuk-nunjuk cabang yang lebih kecil yang lebih mudah dilewati, berharap Arto akan memahami arahanku.

Perlahan-lahan, dia mulai bergerak. Saya terus mengarahkannya. Beberapa kali dia berhenti ragu-ragu, terlihat seperti ingin menyerah, tapi akhirnya, Arto berhasil turun melalui cabang-cabang yang lebih kecil. Begitu dia sampai di tanah, tanpa pikir panjang, dia langsung mendekat dan memelukku erat-erat. Setelah itu, Arto tidak mau jauh-jauh dari saya. Sepanjang perjalanan kembali, dia terus menempel tidak mau lepas. (JAN)

MAU NYA BAYI ORANGUTAN YANG KERAP TAK DIMENGERTI

Berserakan. Enrichment daun 30 menit lalu sudah berjatuhan semua di bawah kandang. Adalah Harapi, si damai yang sedang memasuki fase tantrum. Babysitter biasanya memasukkan kembali dedaunan yang dihalau rengekan bayi ini sambil memamerkan gigi-gigi kecilnya. “Ditinggal nangis, ditungguin juga masih nangis. Entah lagi kenapa Harapi ini”, ujar babysitter Janet yang kerap dibuat bingung.

Saat observasi perilaku, Harapi terlihat beberapa kali mendorong jeruji kandang ingin mendobraknya. Hal ini jelas mustahil. Segera, ia menumpuk daun memukul-mukul kandang dengan ranting. Harapi tidak menangis sekencang bayi lainnya di Baby House BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), bahkan tidak terdengar. Tangisannya hanya akan pecah saat keeper menghilang dari pandangannya pada saat feeding dan pemberian susu.

Harapi adalah bayi orangutan yang memulai perawatan di BORA pada 13 Juni 2023 yang lalu. Bayi yang kini berusia 2 tahun ini punya golongan darah B dengan rhesus negatif. Orangutan pun memiliki golongan darah seperti manusia. Mereka juga bisa saling memberikan darahnya, tentu saja dengan syarat-syarat tertentu. Tentang perilaku bayi orangutan, memang sulit sekali menebaknya. Tidak hanya sekedar nyaman atau tidak. Bagaimana pun, anak orangutan biasanya akan dalam pengasuhan induknya hingga usia 5-7 tahun. Bagaimana mungkin manusia menggantikan peran itu. (RAR)

AMBON THE ORANGUTAN HAS AN EYE INFECTION

A few days ago at BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon was frequently seen rubbing his left eye. Eye discharge was visible on the edge of his eyelid, which may have caused him discomfort. Two days later, his eye turned red, and his eyelid became swollen. Based on these symptoms, Ambon was suspected of having conjunctivitis.

The BORA Medical Team tried to treat Ambon, but he avoided the eye ointment tube as soon as he saw it. The team then switched to a syringe to spray the medication into his eye, but this attempt also failed. The moment the syringe came out of the medical staff’s pocket, Ambon immediately stepped back. Trainers were called for assistance, but this, too, did not succeed.

Help was then requested from Lio, an animal keeper whom Ambon likes. Without any bait, Lio managed to get Ambon down from his “hammock and perch”. Although difficult, Lio was able to spray the medication into Ambon’s eye. The treatment is attempted three times a day, though not always successful. “Older individuals are difficult to treat; they don’t trust anything unfamiliar,” Lio remarked. Rightfully so Ambon’s age exceeds that of most of the staff here. Fortunately, Ambon was willing to take oral medication, which has gradually reduced the inflammation. The medical teams, trainers, and keepers are continuing their efforts to treat Ambon. Let’s wish the best for Ambon and the other orangutans at BORA to remain healthy and happy, even if they must spend Christmas 2024 in enclosures. (LIS)

ORANGUTAN AMBON SAKIT MATA

Beberapa hari lalu di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon terlihat sering mengucek mata kirinya. Terlihat ada kotoran mata yang menempel di ujung kelopak matanya. Hal ini mungkin membuatnya merasa tidak nyaman. Dua hari berselang, matanya kemerahan dan kelopak matanya bengkak. Dari gejalanya, Ambon diduga mengalami konjunctivititis.

Tim Medis BORA mencoba mengobati Ambon, namun Ambon segera menghindar ketika melihat tube salep mata. Proses pengobatan diganti dengan spuit dimana obatnya dimasukkan lalu akan dicoba spray ke matanya. Namun percobaan ini juga gagal. Baru saja spuit dikeluarkan dari kantong baju medis, Ambon segera mundur. Medis pun meminta bantuan trainer, namun hal ini juga tidak berhasil.

Bantuan pun diminta ke animal keeper Lio, salah satu keeper yang disukai Ambon. Yang tanpa membawa pancingan apapun dapat membuat Ambon turun dari singgasananya “hammock dan tenggeran”. Walaupun sulit, Lio sempat berhasil menyemprotkan obat ke matanya. Dalam sehari diusahakan 3x pengobatan namun tidak selalu berhasil. Kata Lio, “Orangtua memang sulit diobati, tak mudah percaya dengan sesuatu yang asing”. Ya, bagaimana tidak disebut orangtua, umurnya saja melebihi kami staf yang ada di sini.

Untunglah ada obat oral yang mau dimakannya, sehingga walaupun perlahan, radangnya mulai membaik. Hingga saat ini medis dibantu trainer dan keeper masih mengupayakan pengobatan Ambon. Doakan yang terbaik untuk Ambon dan orangutan yang lainnya di BORA, tetap sehat dan bahagia walau di kandang untuk Natal 2024 ini. (LIS)

ORANGUTAN PALUY MENUJU BODY GOALS

Sedih, saat pertama kali melihat kondisi Orangutan Paluy yang baru tiba ditempatkan di kandang karantina BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance). Paluy, orangutan yang diselamatkan di daerah Kaubun pada 22 Juli 2024 yang lalu. Orangutan jantan yang tampak gagah itu mengalami malnutrisi dan kebutaan pada salah satu matanya. Yang terlintas di dalam pikiran ketika itu, tidak terbayang betapa besarnya ia nanti jika badannya kembali “berisi”. Untuk orangutan jantan dewasa, berat badan Paluy hanya di angka 45 kg. Selain tubuhnya yang kurus dan tipis rambutnya, Paluy juga sering terlihat memegang kepalanya yang dapat menandakan kesakitan yang dirasakannya. Apakah dari matanya? Karena dari hasil pemeriksaan diduga matanya mengalami phthisis bulbi. Yaitu kondisi dimana bola mata mengecil, tidak bisa melihat dan bola mata tidak berfungsi lagi.

Empat bulan sudah Paluy berada di Klinik dan Karantina BORA. Masa karantinanya telah usai, hasil medical check up nya baik, tidak menunjukkan adanya infeksi apapun. Perilakunya masih sangat waspada pada manusia, hanya pada animal keeper tertentu saja dia tidak agresif. Kebiasanya yang selalu berada di atas kandang, juga menjadi catatan penting tim BORA.

Kini Paluy semakin membaik. Gerakan tubuhnya menjadi makin lincah. Tak ada pakan yang tak dimakannya, semua dilahap habis. Badannya sudah tampak “berisi”. BCS (Body Condition Score) perlahan sudah masuk kategori ideal. Rambutnya yang dulu habis, kini mulai tumbuh kembali. Doakan Palut agar cepat pulih. Harapannya, semoga Paluy dan orangutan lainnya yang sedang menjalani perawatan bisa segera kembali ke rumah mereka. (LIS)

PERJALANAN DIET ORANGUTAN AMBON

Orangutan Ambon adalah salah satu dari dua orangutan di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) yang dinyatakan unreleased karena obesitasnya. Ambon berada selama 8 tahun di kandang BORA. Dibawa dari KRUS (Kebun Raya Universitas Mulawarman) pertama kali pada tahun 2015. Berat badan orangutan diperkirakan 80 kg berdasarkan hasil pengukuran pada tahun 2019 lalu.

Namun sejak saat itu, badan Ambon mulai membesar seiring usianya yang bertambah. Ambon juga dikenal sebagai orangutan yang “mager” atau malas gerak. Selama di kandang, Ambon hanya akan berpindah dari hammock ke tenggeran saat pagi dan sore untuk defekasi. Lalu turun ke depan tempat pakan untuk mengambil makanannya. Tak jarang Ambon akan memasukkan semua buah ke dalam mulut lalu dimakannya perlahan di hammocknya.

Kurang lebih empat bulan proses diet dijalankan, pakan Ambon yang sebelumnya dipenuhi buah-buahan telah tergantikan oleh sayur buah dan sayur daun. Ketika jam feeding tiba, Ambon yang biasanya bersemangat turun dari hammock untuk mengambil pakan, hanya bisa mengernyitkan dahinya diikuti dengan gerakan tangan yang mengais-ngais pakan berharap menemukan buah di antara sayur-sayuran.

Kini tak lagi demikian, Ambon sudah terbiasa dengan pakan sayurannya. Program diet Ambon pun dibantu program training yang juga telah berjalan selama satu tahun. Syukurlah program ini dilakukan, Ambon menjadi sering exercise. Ambon lebih aktif bergerak, pindah, berdiri, duduk, atau pun jongkok dapat dilakukannya dengan begitu lincah, membuka mulutpun sudah bisa dilakukan, walaupun terkadang terdengar suara menghela napas. Mungkin capek?

Dan yang membahagiakan, perlahan-lahan Ambon mau dilakukan biometrik walaupun belum seluruh bagian tubuh dapat diukur karena sulit menjangkau bagian tubuh belakangnya. Semoga Ambon tak pernah bosan menjalani training dengan reward yang didominasi sayuran. (LIS)

PERKEMBANGAN ORANGUTAN MICHELLE DAN KOLA DARI SATU PULAU KE PULAU YANG LAIN

Sebelum dilepasliarkan ke habitatnya, orangutan harus dipastikan kesehatan dan kemampuan bertahan dirinya agar bisa beradaptasi di hutan. Seperti orangutan Michelle dan Kola yang begitu menarik diamati. Fhajrul Karim, Antropolog COP menceritakan kedua orangutan yang sudah dua kali masuk pulau pra-release ini. Pulau pertama yang dijajakinya yaitu pulau pra-release yang berada di sungai Bawaan, kampung Merasak, Berau. Selama orangutan Michelle dan Kola berada di sana memang kurang menunjukkan prilaku bertahan hidup sebagaimana di alam semestinya. Kedua orangutan ini cenderung dominan beraktivitas di tanah serta cukup malas mencari pakan alami yang tersedia di pulau. Kondisi sungai yang sering banjir akibat luasnya aktivitas pertambangan menyebabkan daratan pulau sering tenggelam. Kebiasaan keduanya yang banyak menghabiskan waktu di tanah dan tidak mau mencari makan tentu membahayakan keselamatan diri mereka kedepannya. Michelle dan Kola sempat dipulangkan kembali ke kandang karantina BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) untuk sementara waktu sebelum dipindahkan ke pulau pra-release baru di pulau Dalwood Wylie dan Lambeng, kecamatan Busang, Kutai Timur.

Perubahan prilaku bertahan hidup dan adaptasi kedua orangutan ini menunjukkan perkembangan yang signifikan.Orangutan Kola yang sebelumnya hanya rebahan tanpa ada upaya mencari makan, kini sudah mandiri menemukan pakan alaminya. Memakan pucuk daun dan buah hutan, seperti buah Besuk dan Ara menjadi makanan favoritnya. Beberapa kali prilaku adaptasi ini terpantau dari ujung seberang pulau. Rasa ingin Kola menjelajahi keseluruhan bagian pulau juga begitu tinggi. Tidak hanya itu saja, kemajuan juga diperlihatkannya dengan menghabiskan waktu di atas pohon sambil mengunyah daun kesukaannya.

Sedangkan kemajuan dari orangutan Michelle yaitu dirinya sudah terbiasa mencari buah hutan untuk mengisi perutnya yang kosong. Michelle suka memakan buah hutan seperti buah Ara, buah Asak, dan buah Besuk. Rasa ingin mencari pakan alami orangutan Michelle begitu tinggi. Hal ini terlihat pada saat ranger berupaya menghiraukan Michelle untuk tidak diberikan makan di saat buah hutan banyak di pulau. Secara mandiri Michelle pergi ke dalam pulau untuk menemukan buah hutannya sendiri. Kemajuan juga ditunjukan pada prilaku bersarang. Orangutan Michelle sudah mau membuat sarang untuk ditempatinya. Hal yang menarik lainnya dari Michelle, yaitu pada saat cuaca malam di hulu sungai menunjukkan akan turunnya hujan deras serta guntur, orangutan Michelle akan memilih pohon tertinggi dan besar dengan percabangan yang banyak sejak sore hari untuk ditempatinya. Insting alami mengenal cuaca ini sangat dikuasai oleh Michelle, sehingga pada saat hujan deras pun terjadi, Michelle merasa aman melanjutkan tidurnya. (JUN)

SENO, RUMAH, ORANGUTAN, DAN KEBEBASAN

Seno namanya, seorang animal keeper yang suka membuat ilustrasi dan punya latar belakang pendidikan Biologi ini punya pribadi yang sangat ramah. Berinteraksi secara langsung dengan satwa langka dan endemik di Indonesia yaitu orangutan menjadi kebanggaan baginya. Di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) inilah petualangannya di mulai. Orangutan datang dengan cerita masing-masing. Terpisah dari induknya, pemeliharaan warga atau orangutan yang terkena dampak dari aktivitas manusia yang menghancurkan rumah mereka, menjadi cerita menyedihkan untuk kera besar satu-satunya yang ada di Indonesia ini.

Seno punya tugas membantu orangutan belajar kembali menjadi orangutan liar. Hal yang dilakukan pertama kali sebelum berinteraksi dengan orangutan yaitu mempersiapkan buah pakan. Pakan orangutan diberikan di pagi, siang, dan sore hari. Aktivitas selanjutnya yaitu Sekolah Hutan yang dilakukan pagi hari dan siang hari dalam rentan waktu 2 jam. Membawa orangutan ke lokasi sekolah hutan dimana orangutan beraktivitas mencari makan, bermain, berinteraksi dengan sesama orangutan, memanjat, menjelajah, bahkan tertidur di sekolah hutan adalah aktivitas yang cukup menguras energi. Ya, kita harus punya fisik yang kuat dan sehat. Aktivitas orangutan tersebut pun tercatat di buku dan terlapor dalam grafik dalam laporan bulanan.

Tidak jarang, Seno pun harus menghadapi tantangan sulit seperti cuaca yang tiba-tiba mendung atau pun orangutan yang telah keluar dari zona sekolah hutan yang ditetapkan, bahkan hal yang paling sulit lainnya adalah jika orangutan yang diamati mendadak susah untuk kembali dibawa turun kembali ke kandang. Namun di balik kesulitan itu, terdapat rekan kerja lainnya yang selalu siaga membantu.

Hari demi hari berlalu, Seno pun menyadari beberapa orangutan memiliki perkembangan tersendiri. Mereka mulai berani menjelajah hutan, menemukan makanan sendiri, dan belajar hidup tanpa bergantung pada manusia. Ketika saatnya tiba untuk melepaskan mereka kembali ke alam liar, perasaan itu sangat campur aduk. Ada kebahagian, kebanggaan, dan sedikit rasa sedih. Tapi itulah tujuan kita, mengembalikan mereka ke rumah sejatinya.

Bekerja di tempat konservasi orangutan adalah pengalaman yang mengubah hidup. Seno belajar bahwa bukan hanya kita yang merawat orangutan, tapi mereka juga mengajari kita tentang kesabaran, kepercayaan, dan pentingnya menjaga alam. Di sini, Seno menemukan makna sejati dari kata “rumah” dan “kebebasan”. (SEN)

SAAT CHARLOTTE MENOLONG ANIMAL KEEPERNYA

Pernah kepikiran jadi animal keeper? Atau tau ga sih animal keeper itu apa? Pasti pernah menonton video-video pendek tentang “orang yang merawat” Panda di kebun binatang Cina kan? Menggemaskan bukan? Melihat dan langsung berinteraksi dengan hewan-hewan seperti itu. Nah itulah Animal Keeper atau bisa disebut perawat satwa. Inilah aku, seorang Animal Keeper, tapi… mari kita ubah mindset mau menjadi animal keeper karena hewannya menggemaskan, mau pegang-pegang hewan, enak yah bekerja bersama hewan bisa main dengan mereka terus. Kata-kata tersebut banyak sekali kudengar dari orang-orang entah dari komentar di postingan video atau dari temanku sendiri yang tahu aku bekerja sebagai animal keeper. Well, I would say it’s not false to have opinion like that, maybe that would be another privilege that we have as animal keepers.

Mari kita luruskan lagi pemikiran seperti itu dengan pengalamanku sebagai salah satu perawat satwa di tempat rehabilitasi orangutan. Bekerja sebagai animal keeper orangutan menjadi pengalaman pertamaku melihat dan berinteraksi langsung dengan orangutan itu sendiri, yang mana dulu hanya bisa lihat dari jauh dibalik jeruji kandang mereka di kebun binatang. Dimulai dari diperkenalkannya orangutan yang masih bayi hingga yang jantan dewasa gede sekali. Jujur awal bertemu orangutan besar itu bikin deg-deg an sendiri, lebih ke rasa takut kalau orangutannya agresif dan tiba-tiba menyerang gimana yah? Tapi kami diajarkan untuk bisa mengontrol rasa takut kami karena orangutan bisa merasakannya juga loh. Walau begitu kami juga diajarkan untuk selalu was-was dengan pergerakan mereka.

Berada di site hutan? Seru dong, apalagi dengan adanya program sekolah hutan untuk orangutan yang berada di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) ini, jadi semakin bisa melihat tingkah-tingkah mereka, semakin mengenal perilaku per individu. Setiap keeper juga memiliki orangutan favorit di hati. Sebagai keeper, kita selalu bersama orangutan, menjadi lebih peka dengan perubahan perilaku maupun perkembangan orangutan. Inilah salah satu peran penting seorang keeper di luar kerjaan rutin kami dalam menjaga kebersihan serta memberikan makanan harian. Berinteraksi langsung, mengamati entah dari jarak jauh maupun dekat sekalipun, secara tidak langsung orangutan pun juga menunjukkan perilaku mereka dengan sendirinya, sehingga kami para keeper pun dengan terbiasa dapat mengatasi maupun mengerti beberapa sikap orangutan.

Contoh kecilnya adalah pertama kalinya aku bertemu dengan orangutan Charlotte. Charlotte itu paling tidak suka dengan orang baru, jika dia melihat orang baru maka perkenalan pertamanya ialah dengan menarik maupun tidak jarang memukul atau pun melempar batang kayu dedaunan yang berada di kandangnya. Aku baru di kandang sosialisasi dan bertemu dengan Lotte (begitu panggilannya) yang tak luput oleh perkenalan awal bersamanya, sehingga benar-benar membuatku menjauh darinya atau lebih tepatnya tidak mau berurusan dengannya. Hingga suatu hari, aku membawa Popi untuk sekolah hutan, Charlotte pun dikeluarkan untuk sekolah hutan juga. Tak lama setelah melakukan sekolah hutan, aku mengamati tingkah orangutan Popi yang gelisah dan mendekati keeper, padahal awalnya dia sangat aktif travelling dan mencari makan, ada apakah gerangan? Popi segera meminta untuk digendong dan pergi dari tempat terakhir kami sekolah hutan, tak lama kemudian Linau (keeper BORA) mendatangiku dan memintaku untuk membawa orangutan Jainul untuk pulang duluan ke kandang karena harus memanggil orangutan Mery yang belum mau turun. Kenapa semua begitu panik dan ingin cepat pulang?

Yahhh… kami diserbu oleh lebah, karena itu sekolah hutan hari itu berakhir dengan cepat dan kami harus segera menyelamatkan diri besama orangutan, menjauh dari tempat itu sesegera mungkin. Dengan membawa dua orangutan aku sesegera mungkin berjalan cepat meninggalkan lokasi sekolah hutan. Namun seketika ada yang memegang tanganku dari belakang. (Ingat ini di hutan, tidak ada kisah romantis). Ya itu adalah Charlotte. Charlotte berlari ke arahku dan meraih tanganku dan menarikku lari… Hahahaha, iya aku yang ditarik orangutan lari, bukan aku yang menarik orangutan untuk lari menyelamatkan diri. Entah rasanya lucu jika mengingat awalnya Charlotte paling tidak suka aku pegang dan dekati selama ini di kandang, namun dia yang datang pertama kali dan mengajakku untuk kabur dari serangan lebah itu. Semenjak dari peristiwa itu, hubunganku dengan Charlotte membaik, dia sudah mau kupegang dan tidak mengganggu selama di kandang sosialisasi, bahkan dia sudah mau kubawa saat sekolah hutan.

Ini hanyalah salah satu pengalamanku saat menjadi orangutan keeper, sungguh menyenangkan melihat dan belajar mengenai tingkah mereka, sedikit demi sedikit kita juga semakin dekat dengan mereka sehingga mereka akan menunjukkan perilaku yang tidak mereka perlihatkan ke semua orang. (SAR)