TIGA ORANGUTAN LIAR PINDAH RUMAH YANG LEBIH AMAN

Rico, orangutan jantan dewasa dengan cheekpad yang tegas bersama induk dan anak orangutan bernama Siti dan Fajri sedang dalam perjalanan Bengalon ke Busang, Kalimantan Timur. Ketiganya akan ditranslokasi ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Tim APE Guardian langsung mempersiapkan kebutuhan pelepasliaran ketiganya. Perahu, logistik, dan koordinasi pun segera dilakukan, beruntung sekali komunikasi dengan camp yang ada di hulu menjadi lancar sejak adanya layanan internet satelit.

Wibawa Rico sebagai jantan dewasa terpancar dari cheekpad lebar dan tubuh kokoh berotot yang langsung terasa ketika tim mengangkat kandangnya. Kandang angkut menjadi lebih berat dari biasanya, usaha ekstra untuk membawanya ke titik pelepasliaran menjadi tantangan tersendiri untuk tim. Prihatin luar biasa dengan kondisi nya yang harus tergusur dari rumahnya. Di didi lain, orangutan Siti menunjukkan sisi keibuannya yang penuh perlindungan. Sejak awal pemindahan, ia tampak gelisah, mengawasi setiap gerakan manusia di sekitarnya dengan penuh kewaspadaan. Begitu terasa terancam, Siti mulai menggoyang-goyangkan kandang dengan keras, berusaha mengusir siapa pun yang mendekat. Lebih khawatir saat berada di perahu. Pemindahan ini memang penuh risiko, dan tim melakukan nya dengan sangat hati-hati.

Setelah tiga jam menyusuri sungai, tim tiba di titik pelepasliaran. Hutan lebat dengan pepohonan menjulang diharapkan cukup nyaman untuk ketiganya tinggal. Rico tidak membuang waktu lagi ketika kandangnya terbuka, dia dengan gesit, melesat keluar dan langsung memanjat pohon tertinggi, memamerkan ketangkasan dan kekuatannya. Dari atas dia mengamati sekeliling, memastikan bahwa tempat ini aman sebelum benar-benar beradaptasi.

Sementara Siti lebih berhati-hati. Ia terlebih dahulu mengendus udara, memastikan tidak ada ancaman, sebelum akhirnya membawa Fajri naik ke pohon besar di dekatnya. Dengan gerakan sigap, ia memilih cabang yang kuat untuk beristirahat, seakan memberi pesan bahwa di sinilah ia akan membesarkan anaknya dengan aman. Dalam hitungan menit ketiganya sudah menghilang di balik rimbanya dedaunan, kembali menjadi bagian dari alam. Hari itu, ketiganya mendapatkan kembali kebebasannya, membawa harapan baru bagi kelangsungan hidup orangutan liar di masa depan. (DIM)

TREES DAN DAUN, PINDAH HUTAN UNTUK LANJUTKAN HIDUP

Hanya sehari setelah pelepasliaran Juliana, Tim COP (Centre for Orangutan Protection) menerima kabar, ada dua orangutan liar, satu jantan dan satu betina yang akan ditranslokasi ke kawasan rilis orangutan Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Habitat mereka yang sebelumnya telah terkikis akibat aktivitas manusia sudah tidak layak untuk dihuni. Setelah proses evakuasi yang penuh kehati-hatian, kedua orangutan ini diserahkan kepada tim APE Guardian yang bertugas di kawasan pelepasliaran.

Untuk memudahkan penyebutan orangutan yang dimaksud, orangutan yang berjenis kelamin jantan diberi nama Daun karena terlihat lebih tenang namun tetap penuh kewaspadaan. “Kenapa kita beri nama Daun?”, tanya salah satu anggota APE Guardian sambil memperhatikan orangutan jantan tersebut. “Karena dia terlihat setenang daun yang melayang di udara, meskipun dia pasti menyimpan kekuatan besar di dalam dirinya”, jawab drh. Tetri degans senyum kecil. “Lalu bagaimana dengan Trees?”, tanya yang lain lagi. “Dia tampak seperti pohon yang kokoh dan melindungi”, sahut yang lain sambil menunjuk orangutan betina yang berada di dalam kandang yang ribut, sibuk mengusir orang-orang di dekatnya. “Semoga nama-nama ini membawa keberuntungan untuk mereka”, kata drh. Tetri yang bertugas mengawasi kondisi medis orangutan, mengakhiri diskusi dengan nada penuh harapan. Nama mereka terinspirasi dari pepohonan yang menjulang tinggi di kawasan pelepasliaran, simbol kehidupan baru yang menanti mereka.

Setelah 24 jam lebih berada di kandang selama dalam perjalanan, keduanya akhirnya kembali bebas pada tanggal 12 Januari 2025 kemarin. Di dampingi BKSDA Kalimantan Timur, proses translokasi berjalan dengan baik dan lancar walau dengan tim yang sangat minimalis. Pemindahan kandang angkut dari mobil ke dermaga dan perahu dilakukan tim kecil ini. Begitu pula saat pemindahan dari perahu ke titik rilis yang benar-benar menguras tenaga. Daun maupun Trees dengan lincah bergegas memanjat pohon setelah pintu kandang angkut dibuka. Minggu sore, dua jiwa yang sempat terancam nyawanya kini kembali ke rumah baru, hutan yang bebas dari gangguan manusia. (DIM)

ORANGUTAN JULIANA, TRANSLOKASI PERTAMA DI TAHUN 2025

Siang itu, sedapatnya sinyal, tim pelepasliaran orangutan Centre for Orangutan Protection yang sedang dalam perjalanan menuju kawasan rilis mendapat informasi ada satu orangutan liar yang akan ikut dilepasliarkan di Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Orangutan betina yang berhasil diselamatkan dari kerusakan dan hilangnya habitatnya ini bernama Juliana.

Berbeda dengan orangutan rehabilitasi, Juliana memiliki sifat liar orangutan sesungguhnya. Setiap kali ada orang yang mendekati kandangnya, Juliana akan menunjukkan sikap defensif, memperlihatkan gigi taringnya dan mengeluarkan suara peringatan. Juliana juga terlihat berusaha menggigiti jeruji besi kandang, hingga melukai gusi-gusinya. Kondisi yang sangat memprihatinkan dari orangutan liar yang kehilangan rumahnya.

Setelah mobil berhasil menyeberangi sungai dan melalui perkebunan kelapa sawit akhirnya tiba di desa Long Less, Busang, Kalimantan Timur. Hari sudah gelap, Tim beristirahat di camp APE Guardian COP. Keesokan harinya akan dilanjut 3 jam mengarungi sungai hingga tiba di titik pelepasliaran yang ditentukan.

Juliana menjadi orangutan translokasi pertama di tahun 2025. Tanpa menunggu, sesaat saja pintu kandang angkut diangkat, Juliana pun melesat ke pohon dengan kecepatan yang luar biasa. “Luar biasa, lihat betapa cepatnya dia memanjat!”, seru Dedi, ranger yang bertugas memonitoring orangutan dengan nada kagum. Dalam sekejam, Juliana telah mencapai pucuk pohon, seolah ingin menyapa langit biru dan merasakan angin sejuk. Bebas dari ancaman tambang dan polusi. Orangutan ini pun mengamati kegiatan kami dari atas, melakukan orientasi hingga akhirnya memutuskan arah yang diambilnya. Juliana pun menghilang di kanopi hutan yang lebat, tak ada pergerakan maupun suara darinya lagi. (DIM)

APE CRUSADER SCHOOL VISIT DI SDN 09 MUARA WAHAU

“Kalau berjumpa dengan orangutan, adik-adik harus bagaimana?”, begitu drh. Theresia Tineti menanyakan kembali apa yang harus dilakukan saat anak-anak sekolah atau pun mengetahui keberadaan orangutan di sekitar mereka. “Lapor Bu dokter, ada orangutan besar di bla-bla-bla”.

Masih ingat orangutan Vivy yang diselamatkan di sekitar pemukiman dan ladang dimana lokasi tersebut di kelilingi perkebunan kelapa sawit. Saat itu tim menemukan beberapa sarang yang dibuatnya, dan ketika tim APE Crusader menaikkan drone di lokasi tersebut, kemungkinan orangutan ini berasal dari jembatan 1 Wahau yang mana masih dijumpai sedikit hutan sekunder dan kebun buah warga. Informasi dari warga juga, orangutan tersebut sempat ditembak dengan senapan angin karena merusak tanaman warga.

“Jangan disakiti ya…”, peringatan dari dokter hewan Tere lagi. “Yuk yang sayang orangutan jadi Dokter Hewan atau bisa jadi Biologist, jadi Forester, Animal Keeper atau Ranger”, ajak Tere lagi sambil memperkenalkan profesi yang relevan dengan kegiatan konservasi. 52 siswa SDN 09 Muara Wahau pun mengikuti kegiatan School Visit dari Centre for Orangutan Protection dengan antusias, kondusif, dan interaktif. Kelak, anak-anak inilah yang akan melanjutkan kerja konservasi hari ini. (YUS)

TRANSLOKASI ORANGUTAN URAI DENGAN BEKAS LUKA DI BIBIR

Laporan orangutan menganggu perkebunan kelapa sawit di daerah Wehea masuk, sembari tim menghela nafas prihatin. “Orangutan hanya mencari makan di rumahnya. Ya, rumahnya yang tanpa batas. Dia tak mengerti batas, yang ada dia mengikuti insting alamiah nya mencari makan”. Tak hanya satu, tim APE Crusader COP pun menerima 3 laporan lainnya di kawasan tersebut.

Satu orangutan terlihat di hutan samping kebun. Tim APE Crusader bersama BKSDA SKW II Kaltim kemudian memantau dan mencoba memotong jalur orangutan tersebut. Pepohonan yang tersisa tidak akan cukup menjadi rumah untuk orangutan betina beranjak dewasa ini. “Terpaksa translokasi”.

Beruntung sekali kondisinya tidak buruk dengan nilai BCS (Body Scoring Condition) 5/10 normal, semua pengukuran tubuh (napas, jantung) normal, organ dalam normal, dan selama proses akan dibius pergerakannya aktif. Tim pun menamainya Urai, orangutan betina dengan berat badan 40 kg ini pun ditraslokasi ke hutan yang lebih luas.

Ada yang mengusik pikiran saat melihat wajah orangutan Urai. Bekas luka di bibirnya tertutup sempurna secara alami. Luka yang menyiratkan betapa sulitnya hidup di alam. Mungkin saja karena perkelahian antar orangutan, perebutan makanan misalnya, atau mungkin juga karena kecerobohannya sendiri. “Haruskah kita tambah kesulitannya dengan menghabisi hutan sebagai rumahnya?”. (AGU)

APE CRUSADER SELALU SIAP UNTUK ORANGUTAN DI KALTIM

Sore hari sembari menikmati udara hangat dan lembayung senja, tim APE Crusader berencana melakukan perjalanan ke Berau untuk melakukan pembersihan plang amaran sepanjang jalan. Di tengah perjalanan, ada panggilan mendesak untuk menyelamatkan orangutan di kecamatan Rantau Pulung. Kendaraan pun harus putar balik dan anggota tim terpaksa berpisah untuk melanjutkan perjalanan ke Berau dengan kendaraan umum.

Pukul 02.00 WITA, APE Crusader tiba di Wahau langsung bergegas mengangkut kandang, mempersiapkan diri jika harus memanjat pohon, membawa peralatan rescue sambil berkoordinasi dengan BKSDA SKW 2 Kaltim. Tepat saat matahari mulai terbit, tim tiba di lokasi yang sudah dikerumuni warga yang penasaran dan bertanya-tanya mengapa bisa ada orangutan di situ. Beberapa warga juga menutup hidung karena tidak tahan dengan bau orangutan liar.

Orangutan terpantau sudah bangun dari sarangnya. ‘Kiss squeak’ atau warning call yang terdengar adalah usahanya tidak ingin didekati. Penyelamatan orangutan liar tentu saja sulit sekali. Maksud kita orangutan terpojok, si orangutan malah kembali ke sarang yang dibangunya karena sarang adalah tempat nyaman dan aman yang telah dibangunnya. Itulah yang terjadi ketika bius berhasil ditembakkan. Alhasil, orangutan tertidur di sarangnya. Untunglah tim ada yang sudah siap memanjat dan menghampirinya, mendorongnya dari sarangnya. Sementara yang lain sudah siap dengan jaring terbentang menyambut orangutan yang harus tergusur dari rumahnya.

Pemeriksaan singkat dilakukan tim medis APE Defender. “Orangutan liar tanpa microchip, secara fisiologis teramati denyut jantung, suhu, dan respirasi dalam keadaan normal. Terdapat luka pada orangutan jantan ini, tepatnya pada bagian mata kanan rusak”, catat drh. Theresia Tineti dengan detil. Orangutan diberi nama Ilham sesuai nama pelapor dan filosfi yang agak lucu karena seperti mendapat panggilan atau ilham di tengah malam. (AGU)

TRANSLOKASI TARA, SI ORANGUTAN LIAR

Tara sudah siap melihat peluang itu. Ketika suara senyap dan suara gesekan pintu yang menghalanginya bergerak, tanpa pikir panjang dia pun melangkah keluar dan menuju pohon apapun itu yang dapat diraihnya, memanjat dan memanjat terus, menjauh dari orang-orang. Tara, orangutan yang baru saja diselamatkan tim APE Crusader bersama BKSDA SKW II Kaltim akhirnya menemukan kebebasannya kembali.

Centre for Orangutan Protection (COP) memiliki beberapa tim di lapangan, seperti APE Crusader yang dengan sigap menuju lokasi orangutan yang memiliki interaksi negatif dengan masyarakat. Bahkan untuk menyelamatkan orangutan dengan cepat, dokter hewan tim APE Defender sengaja ditempelkan tim ini agar penanganan langsung pada orangutan dapat segera dilakukan. Selanjutnya tim lain yang bernama APE Guardian segera menyediakan kawasan pelepasliarannya agar orangutan yang tidak memiliki kasus kesehatan dapat segera kembali ke habitatnya. Tim ini juga yang akan memonitor orangutan tersebut dan meminimalisir munculnya konflik dengan manusia.

Ada ciri khusus saat orangutan liar kembali dilepasliarkan tak lama dari penangkapannya. Kandang angkut yang sempit sering kali membuatnya tidak nyaman, berulang kali mengeluarkan suara mengusir, bahkan menyerang saat tim medis mendekati untuk memberi minum maupun makanan dan memperhatikan kondisi kesehatannya. Dan perilaku khas saat pintu kandang angkut dibuka adalah, tanpa mengulur waktu, orangutan akan segera memanjat dan berpindah dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Sering kali, tim APE Guardian yang bertugas mengikuti orangutan translokasi kehilangan kesempatan mengikutinya. Orangutan seperti ini akan terus menghindari dan menjaga jarak dengan manusia. (RAN)

585 HARAPAN AKHIR TAHUN UNTUK ORANGUTAN

Dulunya sih hutan, tak ada orang yang tinggal di sana. Tapi itu dulu. Jumlah penduduk bertambah, kampung semakin besar, pendatang pun semakin banyak seiring berkembangnya kabupaten Berau, dan kabupaten lainnya di Kalimantan Timur. Habitat satwa liar khususnya orangutan semakin terdesak. Kondisi hutan sebagai tempat tinggal dan mencari makannya pun semakin sulit. Kehadiran satwa liar di kehidupan manusia semakin sering terjadi. Pengkayaan tanaman hutan menjadi solusi.

Tim APE Crusader untuk kedua kalinya dalam tahun 2023 melakukan penanaman dan melakukan tambal sulam terhadap tanaman yang tidak berhasil sebelumnya. Kali ini bibit nangka, rambutan, durian dan jambu air degan melibatkan Kelompok Tani Makmur Jaya, Kampung Sidobangen, Kecamatan Kelay melakukan penanaman di batas kampung dan kawasan berhutan. Tentu saja dengan harapan, satwa liar tak perlu masuk lebih jauh ke pemukiman maupun ladang.

“Akhir tahun ini kami menanam 500 bibit dan menanam kembali bibit yang mati sebanyak 85 titik. Ada 4 jalur tanam, di setiap jalur ada 250 tanaman, dengan jarak tanam 5 m. Kurang lebih sepanjang 1,25 km per jalur, semoga musim yang baik untuk menanam ini menambah kemampuan bibit bertahan hidup, tanpa takut kekeringan”, kata APE Crusader COP.

Centre for Orangutan Protection telah melepasliarkan kembali 10 orangutan di Hutan Lindung Sungai Lesan yang berdekatan dengan Kampung Sidobangen ini. Dari data laporan masyarakat dan penilaian singkat tim ke lapangan setiap kali ada konflik, APE Crusader mendapati orangutan yang mencari makan di kebun warga terutama pada masa paceklik buah di hutan. “Untungnya, masyarakat sangat peduli dan sangat menyadari resiko hidup berbatasan dengan satwa liar”.

BKSDA KALTIM TRANSLOKASI ORANGUTAN DI HUTAN LINDUNG GUNUNG BATU MESANGAT

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur berhasil melakukan translokasi satu individu orangutan jantan berusia 17-19 tahun di Kawasan Hutan Lindung Gunung Mesangat, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur pada hari Jumat, 16 Juni 2023. Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) dari BKSDA Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II BKSDA Kaltim menerima laporan dari masyarakat terkait keberadaan orangutan yang sering muncul di wilayah Simpang Perdau, Bengalon, Kutai Timur dan berpotensi akan terjadi interaksi negatif. Untuk itu, BKSDA SKW II BKSDA Kaltim melakukan tindakan penyelamatan dan melanjutkan ke translokasi orangutan tersebut ke hutan yang lebih baik dan aman.

“Tim WRU SKW 2 Tenggarong merupakan tim yang dibentuk BKSDA Kaltim untuk merespon laporan warga untuk melakukan upaya tindakan preventif akan potensi interaksi negatif manusia dan satwa liar. Tim WRU ini berkeliling dengan membawa perlengkapan standar penyelamatan satwa liar dalam menjalankan tugasnya. TIndakan penyelamatan orangutan ini bentuk penilaian tim WRU terkait potensi interaksi negatif sehingga diperlukan upaya translokasi”, M. Ari Wibawanto, S. Hut., M.Sc, Kepala BKSDA Kaltim.

Tim WRU dibantu dengan dokter hewan Centre dor Orangutan Protection (COP) melakukan cek kondisi fisik satwa dan dinyatakan dalam kondisi baik tidak ada luka sehingga diputuskan bisa dilakukan upaya translokasi langsung. Orangutan dibawa menuju ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat dengan menempuh perjalanan darat selama 6 jam dan dilanjutkan dengan jalur air selama 3 jam. Lokasi Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat adalah lokasi yang relatif aman karena ada COP yang menjadi salah satu mitra dari BKSDA Kaltim terkait pelepasliaran orangutan dan patroli kawasan hutan ini.

“Berharap di lokasi baru, orangutan jantan yang ditranslokasi ini bisa menemukan pasangannya dan berkembangbiak alami. Di lokasi ini sebelumnya juga dilepasliarkan orangutan betina hasil rehabilitasi COP. Faktor keamanan lokasi juga cukup baik karena ada warga masyarakat yang dilatih menjadi ranger (penjaga) hutan yang akan mendukung pengamanan paska proses translokasi orangutan tersebut. Selain itu menghimbau kepada warga masyarakat jika bertemu dengan orangutan atau satwa liar lainnya tidak perlu melakukan tindakan berlebihan seperti melukai atau memburunya”, M. Ari Wibawanto, S. Hut., M.Sc, Kepala BKSDA Kaltim.

WHAT HAPPENED AT LONG GIE

Yesterday, we rescued a baby orangutan from the village of Long Gie, for the third time in the very same village. What is happening to this village? Arif, the captain of the APE Crusader Team shares this story for you. 

One of the main tasks of the APE Crusader is mitigating conflict between humans versus orangutans or wildlife in general. Due to limited resources, the team reduce the work coverage, from covering the Borneo island to a more specific area: East Borneo. For the last 2 years, the team has responded to 160 cases in 6 districts: East Kutai, Berau, Bontang, West Kutai, Kutai Kartanegara, and Pasir. The roots of the conflict are various, from coal mining, road development, settlement, and oil palm plantation. On average, they should go to the field every 4 or 5 days. One case needs at least 3 days. It makes them work 24/7. Almost no break. 

Mitigating conflict is an art of communication as the team has to develop good relationships among the stakeholders: government, local people, companies, and even the other NGOs. We even have to delay the publication or even simply not publish the story as we have to make everybody happy and the most important thing is: the orangutan. Not necessary to be heroic in social media if it is a threat to the life of other orangutans that are not being rescued yet and hurt the stakeholders. 

Long Gie village is located on the river bank Kelay, warm, lot of natural foods and plenty of water. Both humans and orangutans love this kind of place. Local people and orangutans have been coexisting in the habitat for a long time until the companies get the concession to utilize lands and forests. Competition for natural resources becomes unavoidable. The company may have trained staff to deal with wild animals to keep their reputation and prevent legal problems. How about local people? Working with companies is much easier. Just develop and run internal regulations. Give punishment to those who break it. Very contrary to local communities. As there is no possibility to punish them or even control them, we need to work in every way to minimize the negative impact on both sides: humans and animals. Things become more complicated in the last two years since the swine flu kill most wild boars in the forest, and the natural fruit also decreased a lot due to more rains, somehow the wild animals, including orangutans search for food in and around humans settlements across Borneo and Sumatra. The last two years were peak seasons for humans versus wildlife. Just within 1 year, we rescued two babies need to be rescued from Long Gie. The background story is very similar: spot a baby orangutan crying with no mother and take them home. Not long time after the first rescue, the COP team investigated the case and socialize the protection of orangutans in the village. Arif, the Captain also uses his day off to visit Long Gie village and stay there for a couple of days “holiday”. 

Arif has been serving the government for an energy program in Long Gie, a remote village on the bank of Kelay River, East Borneo. He has been living there for about one year and is considered local by locals. His local knowledge and skill in social work are essential for a grassroots organization like COP. His good personal relationship with COP staff has moved him to join the team. Now, he is the Captain of our APE Crusader Team. 

He and the team need more support. Yesterday’s rescue is evidence that we have to work harder and smarter to make everybody in the village and many other villages understand the protection of orangutans.  Especially since there are no signs that conflict is decreasing and dry seasons are coming, means forest fires are threatening nowadays.