KISAH PENYELAMATAN ORANGUTAN ANSHAR YANG MENGGETARKAN HATI

5 Februari 2025, sebuah video pendek menyebar seperti api di media sosial. Gambar buram orangutan besar yang berjalan di tengah kawasan tambang membuat banyak orang tersentak. Di tengah landskap tambang yang gersang, kehadiran makhluk berambut itu terasa seperti seruan permintaan tolong dari alam. Orangutan, spesies yang terancam punah dan dilindungi, tak seharusnya berada di sana. Hutan yang dulu menjadi rumahnya kini berbatasan dengan perkebunan sawit dan kawasan tambang, sebuah dunia yang asing dan penuh bahaya baginya.

Melihat video tersebut, BKSDA Kaltim tak membuang waktu. Dengan sigap, tim WRU SKW II Tenggarong berangkat menyelamatkan makhluk luar biasa ini dari nasib tak pasti. Tim bertemu dengan warga setempat yang pertama kali merekam video viral itu. “Dia muncul di pagi hari, biasanya sendirian”, ujar salah seorang warga dengan mata penuh kekhawatiran. Dari cerita mereka, tim tahu bahwa orangutan ini bukan tamu biasa. Ia adalah individual jantan besar, mungkin tersesat atau terdesak dari habitat aslinya oleh perluasan tambang dan kebun sawit. Ditambah lagi informasi penampakan orangutan tersebut sedang memakan umbut sawit di dekat hutan karet, sebuah tanda bahwa ia berjuang mencari makanan di lingkungan yang tak ramah.

Hutan karet yang lebat dengan tanah basah menyambut mereka, namun tak menghentikan kesigapan tim untuk menyelamatkan orangutan tersebut. Di antara pepohonan, orangutan jantan perkasa dengan bobot lebih dari 70 kg membuat tim terkagum-kagum, tapi bukan saatnya. Orangutan adalah satwa cerdas dan kuat, menyelamatkannya bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan koordinasi yang matang untuk memblokir pergerakan orangutan. Senjata bius disiapkan, jaring diatur, dan setiap anggota tim penyelamatan mengambil posisi. Jantung mereka berdegup kencang saat menunggu momen yang tepat. “Sekarang!”, seru salah seorang anggota tim dan sebuah peluru bius melesat mengenai sasaran dengan presisi. Ketegangan belum usai, Orangutan itu memanjat pohon dengan gerakan pelan lalu dengan keadaan tidak sadarkan diri terjatuh pada jaring yang sudah ditarik tegang anggota tim. Usianya sekitar 17 tahun, masih muda, tanpa luka namun cukup besar untuk menjadi simbol kekuatan alam yang rapuh di tangan manusia. Evakuasi selesai, tetapi misi belum berakhir. Anshar begitu namanya, akhirnya dibawa menuju Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat, sebuah kawasan yang masih hijau dan liar, tempat ia kembali menjadi bagian dari alam.

Rabu, 12 Februari pukul 13.00 WITA, di tengah lebatnya hutan, kandang angkut Anshar dibuka. Matahari siang menyelinap melalui kanopi hutan, menerangi rambutnya yang bercahaya. Dengan langkah ragu namun penuh makna, Anshar melangkah keluar. Udara segar hutan memenuhi paru-parunya dan suara burung serta gemerisik daun seolah menyanyikan lagu penyambutan. Ia menoleh sekilas ke arah tim yang telah menyelamatkannya, lalu menghilang ke dalam lebatnya hutan, kembali ke tempat ia seharunya berada. Translokasi Anshar bukan sekedar akhir dari sebuah operasi penyelamatan, di bawah naungan pohon-pohon tinggi, Anshar melangkah menuju kehidupan barunya. Mungkin suatu hari, anak-anaknya akan mengisi hutan dengan kehidupan. Dan mungkin, cerita ini akan terus menginspirasi kita untuk tidak menyerah pada pelestarian alam, satu orangutan pada satu waktu.

Betul, tulisan ini akhirnya dibuat setelah video orangutan berada di areal tambang bulan Februari kembali ramai lagi di awal bulan Juni 2025 ini. Terima kasih atas kepedulian warga net, kini Anshar sudah aman. (AGU)

PENANAMAN DI BORNEO ORANGUTAN RESCUE ALLIANCE

Penghijauan dan pengayaan pohon pakan alami di sekitar area rehabilitasi orangutan Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA) merupakan perbaikan kualitas lingkungan sekitarnya, tidak hanya sebagai langkah pelestarian lingkungan, tetapi juga sebagai bentuk dukungan langsung terhadap kebutuhan ekologis orangutan yang tengah menjalani proses rehabilitasi. Tidak hanya animal keeper tetapi tim COP (Centre for Orangutan Protection) lainnya yang sedang mampir di BORA ikut terlibat.

Proses penanaman diawali dengan pembuatan lubang tanam di titik-titik yang telah direncanakan. Setelah itu, bibit-bibit pohon ditanam secara bersama-sama. Setiap bibit kemudian diberi pupuk kompos yang berasal dari hasil olahan sampah organik kandang orangutan. Penggunaan kompos ini merupakan bagian dari strategi berkelanjutan dalam pengelolaan limbah organik di BORA, sekaligus sebagai cara alami untuk memperkaya nutrisi tanah di lokasi penanaman.

Penanaman berjalan dengan lancar dan penuh semangat. Cuaca yang mendukung turut memberikan suasana yang kondusif sepanjang kegiatan. Harapannya, bibit-bibit pohon yang ditanam ini kelak akan tumbuh menjadi bagian dari habitat pendukung yang penting bagi orangutan, sekaligus memperkuat keseimbangan ekosistem di area rehabilitasi. Ya, COP terus menegaskan komitmennya dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan alami bagi satwa yang tengah rehabilitasi, serta memperkuat kinerja antar tim dalam aksi nyata konservasi. (RAF)

KEAJAIBAN DI BALIK RENDA HUTAN

Di tengah rapatnya tegakkan pohon yang menjulang tinggi dan akar-akar yang memenuhi lantai hutan, saya dengan hati-hati melangkah menyusuri kawasan hutan yang terletak di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kami sedang melakukan survei mencari lokasi yang cocok untuk pelepasliaran orangutan. Suara burung bersahutan, sementara gemerisik dedaunan menjadi latar alami perjalanan tim. Tiba-tiba, langkah salah satu anggota tim terhenti, “Eh, tunggu sebentar! Ini apa, ya?”, seru Raffi dengan mata berbinar, tangannya menunjuk ke tanah.

Yang lain segera mendekat. Di hadapan tim, di antara lumut dan dedaunan lembab, berdiri sebuah jamur unik. Tudung hijau kecil bertengger di atasnya, sementara jaring putih tipis menjuntai ke bawah, menyerupai renda halus. Dimi membungkuk, matanya berbinar penuh antusias. “Wah, ini Jamur Tudung Pengantin!”, serunya. “Jarang-jarang bisa lihat ini langsung di habitat aslinya!”. Jamur Tudung Pengantin (Phallus indusiatus) memang bukan jamur biasa. Bentuknya yang indah sering membuatnya tampak seperti keajaiban kecil di lantai hutan. Namun, lebih dari sekadar unik, jamur ini berperan penting sebagai dekomposer alami, membantu mengurai bahan organik yang jatuh dari pepohonan raksasa di hutan.

“Berarti kawasan ini benar-benar masih terjaga ya.”, ujar Dimi, suaranya penuh semangat. “Kalau jamur ini bisa tumbuh, berarti kondisi ekosistemnya masih sehat!”. “Betul sekali.”, Raffi pun mengangguk setuju. “Hutan primer seperti ini memang habitat yang ideal, mereka bukan hanya soal jamur, tapi juga buat orangutan yang akan kita lepas-liarkan.”.

Mereka saling berpandangan, senyum kecil tersungging di wajah mereka. Temuan kecil ini semakin menguatkan keyakinan tim bahwa hutan ini layak untuk menjadi rumah baru bagi orangutan. Dengan semangat yang lebih besar, mereka melanjutkan perjalanan, berjanji dalam hati untuk terus menjaga dan melindungi keajaiban yang tersembunyi di balik renda hutan. (DIM)

JEJAK-JEJAK BERUANG DI HUTAN KERANGAS

Berbeda dari hutan Dipterokarpa yang biasa kami jelajahi di Kalimantan, kali ini kami berkesempatan menjelajahi tipe ekosistem hutan kerangan (heath forest) di Tabang, Kutai Kartanegara. Warga lokal setempat menyebut tipe ekosistem hutan ini sebagai hutan Peringit. Setiap langkah kami saat melintasi hutan ini terasa seperti menapaki permadani alam yang lembut, dimana akar-akar merah menjalin permukaan tanah menjadi hamparan yang memukau. Vegetasi penyusun hutan ini cenderung homogen dengan didominasi satu jenis pohon, karena tanahnya yang miskin hara dan tertutupi akar-akar berwarna merah. Hampir semua pohon di sini diselimuti oleh lumut yang tebal dan lembab, menciptakan suasana misterius, seolah-olah kami melangkah ke dalam hutan Mirkwood dalam kisah The Hobbit. Rasa kagum dan penasaran menyelimuti kami saat menyadari betapa unik dan misteriusnya hutan ini dibandingkan dengan tipe hutan-hutan lain yang biasa kami jelajahi.

Di tengah perjalanan kami menyusuri hutan Kerangas, meski tak ada tanda-tanda primata yang tampak, jejak-jejak beruang madu justru menjadi penanda yang mencolok. Selama dua hari kami menjelajahi tipe ekosistem ini, jejak-jejak beruang madu tersebar seperti teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan. Lubang galian yang dalam menghiasi tanah, sementara cakaran tajam menggores batang pohon, dan tapak kuku yang tertinggal di beberapa batang pohon seolah-olah berbisik tentang kehadiran makhluk bercakar ini. Setiap kali kami menemukan jejak baru, rasa penasaran dan kekaguman kami semakin dalam, seolah-olah beruang madu ini mengundang kami untuk mengikuti jejaknya. Keberadaan mereka tidak hanya menambah misteri hutan Kerangas, tetapi juga menunjukkan peran penting mereka dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang rapuh ini. Menurut Tamen Enjau, pemandu lokal yang berusia sekitar 70 tahun,”Yang paling kami takuti di hutan ini beruang, kalau musim kawin bisa sampai ada puluhan”.

Di ekosistem hutan kerangas ini, vegetasi didominasi oleh pohon-pohon dari genus Syztgium (kelompok jambu-jambuan). Selain itu, kami juga menemukan spesies lain yang lebih jarang, seperti Caralia borneensis, Litsea sp., Artocarpus sp., dan Shorea sp., yang menambah keragaman flora di sini. Daris egi fauna, selain jejak-jejak beruang yang kami temui, kami juga menemukan jalur perlintasan landak yang membentuk jalan setapak yang unik. Kicauan merdu murai batu dan suara kepakan sayap enggang yang melintas di atas kanopi hutan menambah keindahan pengalaman kami. Setiap penemuan baru seolah mengundang kami untuk lebih mendalami keajaiban alam yang tersembunyi di balik pepohonan ini, menunjukkan bahwa hutan Kerangas, meskipun tampak sederhana, menyimpan banyak rahasia yang menunggu untuk diungkap.

Sebagai penutup petualangan kami di hutan Kerangas, kami menyadari bahwa keindahan dan kompleksitas ekosistem ini jauh melampaui apa yang terlihat di permukaan. Setiap bekas cakaran beruang, setiap suara burung, dan setiap tanaman yang kami temui mengisahkan cerita tentang kehidupan yang saling terhubung dalam harmoni yang rapuh. Hutan ini bukan hanya sekedar kumpulan pohon dan hewan; ia adalah rumah bagi keanekaragaman hayati yang unik dan sumber daya alam yang tak ternilai. Dalam pengalaman kami menjelajahi tipe ekosistem lain, kami belum pernah menemukan jejak-jejak beruang sebanyak dan serapat di sini, yang menunjukkan betapa vitalnya hutan kerangas sebagai habitat bagi spesies ini. (RAF)

MISI PENCARIAN RUMAH BARU UNTUK ORANGUTAN

Di bulan Maret 2025, tim Centre for Orangutan Protection (COP) yang berada di Kalimantan Timur melakukan survei kawasan pelepasliaran orangutan. Selain ketiga tim yaitu APE Crusader, APE Defender, dan APE Guardian, tim BKSDA Kalimantan Timur, Dinas Kehutanan, serta peneliti BRIN juga menjadi bagian dari tim besar pencarian rumah baru untuk orangutan. Sebanyak 27 laki-laki dan 4 perempuan, dan satu anjing setia bergabung dalam ekspedisi menuju pedalaman hutan primer di kecamatan Tabang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Misi ini bukan sekadar perjalanan biasa, tetapi upaya besar untuk menemukan habitat yang aman dan ideal bagi orangutan yang siap kembali ke alam.

Karena medan yang begitu berat, tim harus melakukan penerjunan dalam dua tahap. Tim advance diberangkatkan lebih dulu untuk membawa logistik dan mendirikan camp di tengah hutan, memastikan bahwa tim utama nantinya dapat bergerak lebih efektif. Saat tim inti berangkat, mereka menggunakan 5 mobil double gardan untuk menghadapi jalur berbatu dan berlumpur selama 14 jam perjalanan. Tak berhenti di situ, tim juga harus menyeberangi sungai dengan 8 perahu ketinting, menerjang arus deras selama 3 jam, sebelum melanjutkan perjalanan kaki sejauh puluhan kilometer menembus hutan belantara.

Setelah dua minggu eksplorasi penuh tantangan, akhirnya tim menemukan kawasan hutan yang masih sangat alami, kaya akan sumber makanan, memiliki kanopi yang kuat, dan jauh dari aktivitas manusia, tempat yang sempurna untuk orangutan yang akan dilepasliarkan. “Semua kerja keras ini terbayar sudah”, ujar Ferryandi Saepurohman yang menjadi koordinator survei kali ini. Keberhasilan ini bukan hanya sebuah pencapaian besar dalam dunia konservasi, tetapi juga bukti bahwa dengan kerja sama, dedikasi, dan semangat, manusia bisa berperan sebagai penjaga alam yang sesungguhnya. Tim pun kembali dengan kebanggaan dan harapan baru akan pelestarian orangutan serta alam dan habitatnya. (DIM)

EDUKASI ORANGUTAN DI SEKOLAH BERSAMA APE CRUSADER

Para siswa memasang wajah penasaran atas kedatangan empat orang dengan atribut Centre for Orangutan Protection (COP) di pagi yang cerah. Semakin penasaran lagi ketika guru-guru memanggil mereka untuk berkumpul di lapangan SDN 010 Muara Wahau yang kemudian diarahkan untuk masuk kelas. Saat masuk, siswa mendapati tim APE Crusader sedang sibuk menyalakan proyektor, laptop, serta sound system. Mereka keheranan, lalu hal tersebut dipatahkan dengan sambutan hangat, “Halo semuanya, apa kabar?”. “Baik Kak”, sahut para siswa dengan nada antusias. “Di sini kakak mau cerita nih tentang hewan yang istimewa, kira-kira ada yang tahu gak, hewan apa yang bakal diceritain”, ucap Fedriansyah, kapten APE Crusader, salah satu tim di COP yang punya tanggung jawab menyelamatkan habitat orangutan.

Kunjungan edukasi di SDN 010 Muara Wahau, Kalimantan Timur ini dikemas dengan menarik. Tim sudah memperhitungkan betul, ketika cerita tentang orangutan beralih ke materi serius, para siswa mulai murung dan kurang fokus. Saat inilah, permainan tepuk orangutan diselipkan. “Memang tidak terbayangkan untuk menjadi seorang guru SD. Saya kira bekerja di konservasi ya berhadapan dengan alam saja, nyatanya edukasi apa yang kita kerjakan adalah usaha kita menyelamatkan orangutan dan habitatnya juga”, jelas Fedri.

Memasuki jam pelajaran kedua, biasanya 1 jam pelajaran itu 40 sampai 45 menit, para siswa memasang muka terkejut. Tidak disangka, ternyata ada orangutan yang mengetuk pintu kelas. Dengan riang gembira serta gelak tawa, para siswa menyambut kedatangan Otan yang membawa hadiah di tangannya. Para siswa diajak berbicara dengan Otan dan berfoto bersama di penghujung kegiatan. “Kakak-kakak kapan kembali? Aku ingin melihat si Otan lagi”, tanya salah satu siswa dengan wajah cemberut. “Ayo toss dulu sama kak. Sampai jumpa lagi ya!”, sembari melambaikan tangan ke siswa-siswa dengan perasaan bahagia. (AGU)

TIGA ORANGUTAN LIAR PINDAH RUMAH YANG LEBIH AMAN

Rico, orangutan jantan dewasa dengan cheekpad yang tegas bersama induk dan anak orangutan bernama Siti dan Fajri sedang dalam perjalanan Bengalon ke Busang, Kalimantan Timur. Ketiganya akan ditranslokasi ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Tim APE Guardian langsung mempersiapkan kebutuhan pelepasliaran ketiganya. Perahu, logistik, dan koordinasi pun segera dilakukan, beruntung sekali komunikasi dengan camp yang ada di hulu menjadi lancar sejak adanya layanan internet satelit.

Wibawa Rico sebagai jantan dewasa terpancar dari cheekpad lebar dan tubuh kokoh berotot yang langsung terasa ketika tim mengangkat kandangnya. Kandang angkut menjadi lebih berat dari biasanya, usaha ekstra untuk membawanya ke titik pelepasliaran menjadi tantangan tersendiri untuk tim. Prihatin luar biasa dengan kondisi nya yang harus tergusur dari rumahnya. Di didi lain, orangutan Siti menunjukkan sisi keibuannya yang penuh perlindungan. Sejak awal pemindahan, ia tampak gelisah, mengawasi setiap gerakan manusia di sekitarnya dengan penuh kewaspadaan. Begitu terasa terancam, Siti mulai menggoyang-goyangkan kandang dengan keras, berusaha mengusir siapa pun yang mendekat. Lebih khawatir saat berada di perahu. Pemindahan ini memang penuh risiko, dan tim melakukan nya dengan sangat hati-hati.

Setelah tiga jam menyusuri sungai, tim tiba di titik pelepasliaran. Hutan lebat dengan pepohonan menjulang diharapkan cukup nyaman untuk ketiganya tinggal. Rico tidak membuang waktu lagi ketika kandangnya terbuka, dia dengan gesit, melesat keluar dan langsung memanjat pohon tertinggi, memamerkan ketangkasan dan kekuatannya. Dari atas dia mengamati sekeliling, memastikan bahwa tempat ini aman sebelum benar-benar beradaptasi.

Sementara Siti lebih berhati-hati. Ia terlebih dahulu mengendus udara, memastikan tidak ada ancaman, sebelum akhirnya membawa Fajri naik ke pohon besar di dekatnya. Dengan gerakan sigap, ia memilih cabang yang kuat untuk beristirahat, seakan memberi pesan bahwa di sinilah ia akan membesarkan anaknya dengan aman. Dalam hitungan menit ketiganya sudah menghilang di balik rimbanya dedaunan, kembali menjadi bagian dari alam. Hari itu, ketiganya mendapatkan kembali kebebasannya, membawa harapan baru bagi kelangsungan hidup orangutan liar di masa depan. (DIM)

TREES DAN DAUN, PINDAH HUTAN UNTUK LANJUTKAN HIDUP

Hanya sehari setelah pelepasliaran Juliana, Tim COP (Centre for Orangutan Protection) menerima kabar, ada dua orangutan liar, satu jantan dan satu betina yang akan ditranslokasi ke kawasan rilis orangutan Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Habitat mereka yang sebelumnya telah terkikis akibat aktivitas manusia sudah tidak layak untuk dihuni. Setelah proses evakuasi yang penuh kehati-hatian, kedua orangutan ini diserahkan kepada tim APE Guardian yang bertugas di kawasan pelepasliaran.

Untuk memudahkan penyebutan orangutan yang dimaksud, orangutan yang berjenis kelamin jantan diberi nama Daun karena terlihat lebih tenang namun tetap penuh kewaspadaan. “Kenapa kita beri nama Daun?”, tanya salah satu anggota APE Guardian sambil memperhatikan orangutan jantan tersebut. “Karena dia terlihat setenang daun yang melayang di udara, meskipun dia pasti menyimpan kekuatan besar di dalam dirinya”, jawab drh. Tetri degans senyum kecil. “Lalu bagaimana dengan Trees?”, tanya yang lain lagi. “Dia tampak seperti pohon yang kokoh dan melindungi”, sahut yang lain sambil menunjuk orangutan betina yang berada di dalam kandang yang ribut, sibuk mengusir orang-orang di dekatnya. “Semoga nama-nama ini membawa keberuntungan untuk mereka”, kata drh. Tetri yang bertugas mengawasi kondisi medis orangutan, mengakhiri diskusi dengan nada penuh harapan. Nama mereka terinspirasi dari pepohonan yang menjulang tinggi di kawasan pelepasliaran, simbol kehidupan baru yang menanti mereka.

Setelah 24 jam lebih berada di kandang selama dalam perjalanan, keduanya akhirnya kembali bebas pada tanggal 12 Januari 2025 kemarin. Di dampingi BKSDA Kalimantan Timur, proses translokasi berjalan dengan baik dan lancar walau dengan tim yang sangat minimalis. Pemindahan kandang angkut dari mobil ke dermaga dan perahu dilakukan tim kecil ini. Begitu pula saat pemindahan dari perahu ke titik rilis yang benar-benar menguras tenaga. Daun maupun Trees dengan lincah bergegas memanjat pohon setelah pintu kandang angkut dibuka. Minggu sore, dua jiwa yang sempat terancam nyawanya kini kembali ke rumah baru, hutan yang bebas dari gangguan manusia. (DIM)

ORANGUTAN JULIANA, TRANSLOKASI PERTAMA DI TAHUN 2025

Siang itu, sedapatnya sinyal, tim pelepasliaran orangutan Centre for Orangutan Protection yang sedang dalam perjalanan menuju kawasan rilis mendapat informasi ada satu orangutan liar yang akan ikut dilepasliarkan di Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Orangutan betina yang berhasil diselamatkan dari kerusakan dan hilangnya habitatnya ini bernama Juliana.

Berbeda dengan orangutan rehabilitasi, Juliana memiliki sifat liar orangutan sesungguhnya. Setiap kali ada orang yang mendekati kandangnya, Juliana akan menunjukkan sikap defensif, memperlihatkan gigi taringnya dan mengeluarkan suara peringatan. Juliana juga terlihat berusaha menggigiti jeruji besi kandang, hingga melukai gusi-gusinya. Kondisi yang sangat memprihatinkan dari orangutan liar yang kehilangan rumahnya.

Setelah mobil berhasil menyeberangi sungai dan melalui perkebunan kelapa sawit akhirnya tiba di desa Long Less, Busang, Kalimantan Timur. Hari sudah gelap, Tim beristirahat di camp APE Guardian COP. Keesokan harinya akan dilanjut 3 jam mengarungi sungai hingga tiba di titik pelepasliaran yang ditentukan.

Juliana menjadi orangutan translokasi pertama di tahun 2025. Tanpa menunggu, sesaat saja pintu kandang angkut diangkat, Juliana pun melesat ke pohon dengan kecepatan yang luar biasa. “Luar biasa, lihat betapa cepatnya dia memanjat!”, seru Dedi, ranger yang bertugas memonitoring orangutan dengan nada kagum. Dalam sekejam, Juliana telah mencapai pucuk pohon, seolah ingin menyapa langit biru dan merasakan angin sejuk. Bebas dari ancaman tambang dan polusi. Orangutan ini pun mengamati kegiatan kami dari atas, melakukan orientasi hingga akhirnya memutuskan arah yang diambilnya. Juliana pun menghilang di kanopi hutan yang lebat, tak ada pergerakan maupun suara darinya lagi. (DIM)

APE CRUSADER SCHOOL VISIT DI SDN 09 MUARA WAHAU

“Kalau berjumpa dengan orangutan, adik-adik harus bagaimana?”, begitu drh. Theresia Tineti menanyakan kembali apa yang harus dilakukan saat anak-anak sekolah atau pun mengetahui keberadaan orangutan di sekitar mereka. “Lapor Bu dokter, ada orangutan besar di bla-bla-bla”.

Masih ingat orangutan Vivy yang diselamatkan di sekitar pemukiman dan ladang dimana lokasi tersebut di kelilingi perkebunan kelapa sawit. Saat itu tim menemukan beberapa sarang yang dibuatnya, dan ketika tim APE Crusader menaikkan drone di lokasi tersebut, kemungkinan orangutan ini berasal dari jembatan 1 Wahau yang mana masih dijumpai sedikit hutan sekunder dan kebun buah warga. Informasi dari warga juga, orangutan tersebut sempat ditembak dengan senapan angin karena merusak tanaman warga.

“Jangan disakiti ya…”, peringatan dari dokter hewan Tere lagi. “Yuk yang sayang orangutan jadi Dokter Hewan atau bisa jadi Biologist, jadi Forester, Animal Keeper atau Ranger”, ajak Tere lagi sambil memperkenalkan profesi yang relevan dengan kegiatan konservasi. 52 siswa SDN 09 Muara Wahau pun mengikuti kegiatan School Visit dari Centre for Orangutan Protection dengan antusias, kondusif, dan interaktif. Kelak, anak-anak inilah yang akan melanjutkan kerja konservasi hari ini. (YUS)