ASTO DAN ASIH BERTUKAR PERAN

Ketika orangutan kecil tumbuh dan berkembang bersama orangutan lainnya, tak jarang mereka akan saling belajar dan mungkin saja bertukar prilaku. Jika tiga bulan yang lalu Asto selalu berhasil memanjat pohon yang tinggi dan diikuti Asih, tapi kini sebaliknya, kemana pun Asih bergerak, Asto mengikutinya.

Jika dilihat dari ukuran tubuh, Asto memang lebih besar dibandingkan Asih. Tapi kemampuan pindah dari satu pohon ke pohon yang lain serta pemanfaatan tali yang menghubungkan jarak antar pohon, Asih tak kalah dengan Asto. Keberanian Asih pada Asto untuk bermain secara fisik juga tidak tanggung-tanggung. Asih tak segan-segan menarik rambut-rambut Asto dan bergelantungan dengan memegang rambut Asto. Dan anehnya, rambut-rambut itu tak ada yang tercabut. Padahal ini seperti rambut manusia yang sedang dijambak.

Apakah menurutmu anak orangutan dan manusia mirip? Ya, kita berbagi 97% DNA yang sama. Anak manusia akan belajar berkomunikasi dan bersosialisasi karena manusia adalah makhluk sosial. Sedikit berbeda dengan orangutan yang sejak kelahirannya akan hanya mengenal induknya hingga usia 6 tahun dan kemudian akan mulai berpisah dengan induknya untuk mengarungi kehidupannya sendiri. Orangutan adalah makhluk semi-soliter. Persaingan untuk mendapatkan makanan adalah salah satu penyebabnya. Mau tahu lebih banyak tentang orangutan? Ikuti instagram @orangutan_COP ya.

INDUK ORANGUTAN VIRAL DI MEDSOS, MASUK BORA

Orangutan masih menjadi satwa yang sangat menarik perhatian publik. Viral sebuah video induk orangutan bersama anaknya menyeberang jalan dalam kondisi yang sangat kurus. Centre for Orangutan Protection membantu tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Seksi Konservasi Wilayah II Tenggarong mengevakuasi orangutan tersebut.

Senin, 23 September, dari pemeriksaan Body Condition Score (BCS) induk orangutan memiliki nilai 2 yang berarti kurus. Tulang rusuk, tulang belakang, dan tulang panggul yang menonjol. Semua terlihat seperti tulang berbalut kulit. Perut orangutan betina tersebut besar namun saat dilakukan palpasi atau perabaan tidak ditemukan adanya benjolan maupun fetus atau calon bayi di dalamnya, hal ini bisa menjadi salah satu indikasi bahwa orangutan mengalami malnutrisi. Orangutan juga mengalami dehidrasi, turgor atau tingkat elestisitas kulitnya tergolong tidak baik karena saat diperiksa dengan cara dicubit, kulit tidak langsung kembali seperti semula dan waktu kembalinya kulit seperti semula lebih dari dua detik. Kulit orangutan tersebut sangat kering hingga kulitnya terkelupas.

Saat ini orangutan berada di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) tepatnya di Klinik dan Karantina Orangutan yang dikelola Centre for Orangutan Protection di bawah otoritas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan dukungan penuh The Orangutan Project. Orangutan akan menjalani perawatan intensif hingga kondisi kesehatannya membaik. Perilaku orangutan masih cukup agresif dan sering mengusir dengan cara melakukan kiss squeaks. Nafsu makan orangutan baik dan masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan baru. Apabila kondisi kesehatannya sudah baik, orangutan tersebut akan dipindahkan ke kawasan hutan dengan ketersediaan pakan yang cukup bagi kehidupan orangutan tersebut sehingga diharapkan orangutan dapat bertahan hidup di rumah barunya kelak. (TAT)

DRAMA PENYELAMATAN INDUK DAN ANAK ORANGUTAN DI TAMBANG

Ini adalah pengalaman pertama kali tim APE Guardian tidur di bawah sarang orangutan. Hal ini jadi sesuatu yang baru karena tim biasanya melaksanakan kegiatan pelepasliaran. Semua ini bermula dari konflik orangutan yang terjadi di area tambang, dimana dua individu orangutan yang divideokan kemudian viral di sosial media. Keramaian ini dikarenakan kondisi induk orangutan yang tampak kurus dan menyedihkan tengah menyeberang jalanan area tambang diikuti oleh anaknya yang seharusnya masih digendong.

Pencarian orangutan yang dimaksud pun melibatkan banyak pihak. Centre for Orangutan Protection pun menurunkan tiga tim terbaiknya di Kalimantan Timur. Temuan jejak seperti sarang dan kotoran membawa tim lebih dekat lagi. Siang yang terik dan membakar, membawa tim berteduh dan makan siang di bawah pohon Kaliandra dekat sarang orangutan yang baru ditemukan pagi itu. Di bawahny, kami menemukan kotoran yang berukuran besar dan kecil sehingga kami yakin, ini adalah sarang yang digunakan induk dan anaknya. Tak lama kemudian, bunyi sirine dan teriakan, “Orangutan induk dan anak terpantau melintasi jalan di kilometer 5”.

Di seberang pos penjagaan, sudah ramai tim rescue berkumpul dan juga orangutan induk yang asyik makan kambium di atas pohon. Tubuh kurusnya menggelantung sambil menggendong anaknya yang kesulitan berpegangan karena tubuh induknya yang hampir tidak berambut lagi. Ini menanadakan kondisi tubuh induk yang kurang baik.

Keberadaan orangutan membuat orang berkumpul dan mengerahkan tenaga untuk memblokade pergerakan orangutan sampai tim medis datang. Begitu banyaknya tim rescue yang menahan pergerakan orangutan, namun hutan bertajuk serupa lapangan bola bagi orangutan yang dengan mudah dapat bergerak dari atas. Tim hanya dapat mengikuti orangutan hingga orangutan membuat sarang dengan jarak kurang lebih 300 meter dari jalan lintas Kalimantan Timur.

Malam itu juga kami mendirikan tenda bersama. Tim medis tiba dan menunggu pagi untuk bersiap menyelamatkan orangutan yang kehilangan rumah ini. Proses pembiusan orangutan ini tidaklah mudah. Dart berisi bius terpendat dari tubuhnya yang kurus dan saat tertancap, tangan orangutan liar ini pun langsung mencabutnya. Berbagai cara dilakukan hingga siang hari, hingga akhirnya orangutan mau bergerak turun dari pohon.

Begitu suasana lengang, orangutan benar-benar bergerak turun lalu tim bergegas membawa jaring untuk membatasi pergerakan orangutan kemudian dokter melakukan pembiusan. Tim rescue bernapas lega setelah orangutan dapat dimasukkan ke dalam kandang. Usaha berhari-hari ini berkat kerjasama banyak pihak. Induk orangutan dan anaknya kemudia masuk Bornean Orangutan Rescue Alliance untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut karena mengalami mal nutrisi berat. (MIN)

PERUBAHAN ORANGUTAN BAGUS BUAT SEDIH PERAWAT SATWA

Ada orangutan bernama Bagus di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). Bagus adalah orangutan yang cukup pintar dalam hal mencari makan. Saat sekolah hutan, dia itu sangat aktif menjelajah atau beraktivitas di hutan untuk mencari makan. Selain itu, dia aktif berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain. Bagus juga sangat jarang ikut bermain bersama dengan orangutan lainnya hanya karena dia sangat fokus dalam mencari makan dan menjelajah hutan.

Orangutan juga seperti kita, ada mood ketika ingin bermain dengan orangutan lainnya tapi ada waktunya dia bermalas-malasan. Dia juga memiliki sifat yang sering ingin balik ke kandang ketika dibawa ke sekolah hutan, karena sekarang dia cepat bosan. Bagus sangat berbeda dengan Bagus yang dulu ketika dibawa sekolah hutan sangat aktif berjalan dan menjelajahi sekolah hutan. Sekarang, dia lebih aktif di tanah dan sesekali beraktivitas di pepohonan.

Bukan hanya itu, Bagus juga terlihat banyak pikiran. Dia terlihat murung di dalam kandang dan tak ingin bermain dengan orangutan lainnya. “Entah apa yang dipikirkannya sekarang ini”, ujar Lio, perawat satwa dengan prihatin. Bagus lebih banyak diam dan mengamati sekeliling kandang dan ketika keluar kandang pun, dia tidak terlalu bersemangat. “Apakah masa anak-anaknya sudah berakhir dan menuju remaja?”. (LIO)

SEMUA ADA WAKTUNYA, POPI BERKEMBANG DENGAN BAIK

Orangutan yang bernama Popi di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) adalah orangutan termuda usianya saat dia masuk pusat rehabilitasi ini. Kondisi pusarnya yang baru saja lepas (pupak) membuatnya sangat tergantung dengan kehadiran manusia terutama baby sitter nya. Mungkin Popi juga tidak memiliki ingatan pada induknya dan tidak tahu bagaimana harus bertahan hidup sebagai orangutan.

Tujuh tahun sudah Popi di BORA. Popi tumbuh dan berkembang bersama orangutan malang namun beruntung lainnya. Rasa ingin tahu alaminya terus tumbuh dan ia mulai banyak mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dengan keberanian yang mengangumkan. Tidak lagi bergantung pada manusia, walau sesekali masih mengamati animal keeper yang bertugas mengawasinya, hanya sekedar memastikan dia baik-baik saja.

Popi, si orangutan yang tak pernah dibayangkan akan mencapai kondisi seperti saat ini. Beberapa bulan yang lalu masih membuat semua orang khawatir, mungkinkah ia dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Ahli biologi COP mencoba mengevaluasi perkembangannya yang masih terlihat sangat manja dan seolah-olah tak bisa lepas dari manusia. “Tapi tepat di tujuh tahun kedatangannya di BORA membuat kami optimis, masih ada waktu dan masih ada kesempatan itu”, ujar Raffi Akbar, asisten manajer pusat rehabilitasi BORA.

Terima kasih atas dukungannya pada BORA, terima kasih para orang tua asuh Popi. (RAF)

PENGABDIAN DOKTER HEWAN COP DI KAMPUNG MERASA

Dokter hewan Centre for Orangutan Protection masuk kampung? Pastinya bukan sekali atau dua kali ini. Sejak delapan tahun yang lalu, dokter hewan COP telah mengabdi pada satwa peliharaan dan kesayangan masyarakat sekitar pusat rehabilitasi orangutan yang dikelolahnya. Edukasi dan penyadartahuan tentang kondisi hewan hingga langsung melakukan pengobatan pada anjing, kucing hingga ternak juga mengharapkan kesehatan masyarakat di kampung terdekat dengan Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). Zoonosis tak bosan-bosannya dokter hewan dan paramedis ini sampaikan, demi kesehatan yang terasa sangat mahal ketika pandemi COVID menghampiri kita.

Dokter hewan COP tak ragu mengetuk pintu rumah yang satu dengan pintu rumah yang lain, sesuai data sebelumnya dimana hewan peliharaan terdata. Syukurnya, warga Kampung Merasak sangat terbuka dengan kehadiran tim APE Defender ini. Kunjungan kali ini, ada 7 hewan yang mengalami scabiosis, 2 terinfeksi ektoparasit pinjal. Pemeriksaan 1 babi yang sedang hamil pun tak luput dari pemeriksaan kali ini. “Mendengarkan detak janin babi membuat kebahagian tersendiri”, ujar drh. Elise Ballo sambil tersenyum.

Selain itu tim juga memberi 2 vitamin pada hewan kesayangan dan pemberian obat cacing pada 4 anjing lainnya. Tim menyadari betul, cacing pada hewan peliharaan yang bisa dijumpai dimana saja dapat menjadi awal manusia menderita penyakit cacing. Salah satu anggota tim di desa tempat pelepasliaran orangutan pernah mengalami infeksi cacing yang merayap di bawah kulit. Munculnya tonjolan kemerahan di kulit kakinya yang tampak berliku-liku seperti ular dan disertai rasa gatal yang sangat sempat hanya dianggap varises. Setelah diteliti lebih lanjut, cutaeus larva mingrain terjadi ketika staf tersebut bermain sepak bola dengan anak-anak di kampung longless tanpa alas kaki. Ternyata lapangan bola telah terkontaminasi larva cacing tambang dari kotoran hewan seperti anjing dan kucing. Setelah menjalani terapi, akhirnya staf tersebut sembuh.

“Mari jaga kesehatan hewan peliharaan dan jaga kebersihan”, ajak drh Elise lagi.

KABAR HUTAN LABANAN AGUSTUS 2023

Bulan Agustus ini suara burung di sekitar camp BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) mendadak lebih ramai dari biasanya. Namun semakin ramainya suara burung ini menimbulkan rasa curiga dalam benak saya, yang dalam dua tahun terakhir tinggal dan bertugas di hutan Labanan. Saya menduga suara burung ini berasal dari burung-burung “pengungsi” yang berasal dari habitat sekitar kawasan BORA yang sedang menghadapi banyak tantangan akibat aktivitas manusia. Selain pembalakan liar dan tambang batubara ilegal, kebakaran hutan menjadi tantangan terbesar menjadi tantangan terbesar di KHDTK Labanan pada musim kemarau ini.

Selasa pagi, dalam 700 meter pertama perjalanan meninggalkan camp BORA saya berjumpa sepasang rangkong gading, burung dengan status konservasi kritis, terbang sekitar lima meter di atas kepala, menyeberang dari sisi hutan di kiri jalan menuju sisi hutan di kanan jalan. Tak lama kemudian, tepat 1 km radius dari camp BORA, saya menemukan sebuah luasan hutan yang sudah habis terbakar, yang tersisa hanya tanah yang menghitam dipenuhi oleh abu dan sisa-sisa kayu yang sudah menjadi arang. Kabut putih tipis terlihat masih menyelimuti sebagian besar hutan Labanan pagi itu, sayangnya kabut ini bukan dihasilkan oleh peristiwa evapotranspirasi air oleh tumbuhan, namun berasal dari asap hasil pembakaran lahan yang terjadi di beberapa titik.

Sepanjang perjalanan, cukup banyak pemandangan kerusakan hutan yang saya saksikan. Dalam sekejab, vegetasi hutan yang dahulu hijau, kini pada banyak titik sudah berubah memerah layaknya musim gugur di belahan bumi bagian utara, namun merahnya daun di sini terjadi akibat kering oleh panasnya api, dengan tanah yang dipenuhi noda hitam sisa pembakaran.

Kemudian, saya pun tiba di area dengan luasan kebakaran lahan terbesar, secara kasat mata terlihat jauh lebih besar dari empat kali ukuran lapangan sepakbola standar internasional, hanya sekitar 4,9 km dari camp BORA. Perjalanan ini seakan menjawab kecurigaan tentang semakin ramainya suara burung di BORA. Penyusutan habitat hutan, tentu akan membuat banyak satwa liar mengungsi menuju habitat yang masih tersisa, atau justru malah memasuki kawasan manusia. Jika dalam hitungan satu bulan ke belakang saja laju kehilangan hutan bisa sebegitu cepatnya terjadi di dalam kawasan konservasi, masikah ada hutan yang tersisa dalam 10-20 tahun ke depan jika kita terus membiarkan hal ini terjadi? (RAF)

VONIS 2 BULAN PENJARA ATAS PELIHARA ORANGUTAN, COP DUKUNG JAKSA UNTUK BANDING DAN TEGAKKAN KEADILAN

“Centre for Orangutan Protection tidak pernah mengira hukuman eks Bupati Langkat yang memiliki orangutan di rumahnya akan dijatuhi vonis hanya 2 bulan penjara. Ini seperti mencoreng kepercayaan kami pada peradilan di Indonesia. Bagaimana mungkin hukum bisa ditegakkan jika secara sah bersalah namun hukuman yang diterima hanya seperti kejahatan ringan lainnya?”, ujar Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection dengan kecewa.

Putusan hakim yang diketuai Ledis Meriana menyebut Terbit Rencana Perangin-angin (TPR) secara sah bersalah melanggar Pasal 40 ayat (4) jo Pasal 21 (2) huruf a UU RI Nomor 4 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hakim menjatuhkan pidana kurungan penjara 2 bulan, denda Rp 50 juta apabila denda tersebut tidak diganti mendapat tambahan selama hukuman 1 bulan penjara. Hakim juga menyampaikan, pidana tersebut tidak perlu dijalankan, kecuali dikemudian hari terdakwa melakukan kejahatan sebelum masa percobaan berakhir selama 4 bulan.

“COP mendesak Jaksa untuk banding mengingat kejahatan ini adalah hal yang serius. Kepemilikan ilegal satwa liar dilindungi yaitu orangutan sejak 2019 yang dipelihara di rumah eks Bupati Langkat di Dusun I Nangka Lima, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ini, telah memporak-porandakan usaha konservasi orangutan di Indonesia.”, tegas Daniek lagi.

Pada 25 Januari 2022 yang lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah terdakwa dan menemukan kepemilikan satwa liar yang dilindungi Terbit tak hanya memelihara orangutan sumatra, tetapi 1 elang brontok, 2 burung beo dan 1 monyet hitam sulawesi.

“Besar harapan kami, Jaksa mempertahankan tuntutan 10 bulan penjara denda Rp 50.000.000,00, subsider 3 bulan kurungan. Walau tuntutan itu sendiri tidak sebanding dengan kerugian ekosistem dan usaha konservasi. Satu orangutan yang sampai ke tangan manusia dapat dipastikan ada 2-5 orangutan lainnya yang mati di alam. Orangutan adalah ikon Indonesia yang berada di ambang kepunahan. Centre for Orangutan Protection mendukung Jaksa untuk banding dan tegakkan keadilan”, tambah Daniek Hendarto lagi.

SEKOLAH HUTAN DALAM BAYANG-BAYANG KEBAKARAN HUTAN

Di tengah hutan hujan yang lebat, tersembunyi di antara pohon-pohon tinggi dan flora yang beragam di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Berau ada sebuah sekolah bagi orangutan yang disebut “sekolah hutan”. Sekolah hutan merupakan kesempatan kedua bagi orangutan muda yang diselamatkan dari konflik maupun kejahatan manusia untuk dapat eksplorasi dan belajar kemampuan bertahan hidup secara langsung di habitat alaminya. Dalam pengawasan para perawat satwa di pusat rehabilitasi orangutan Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) yang penuh dedikasi, orangutan-orangutan yatim yang penuh penasaran ini mempelajari banyak keterampilan penting yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup, mulai dari mencari makan, membuat sarang , hingga bergelantungan di antara liana dan dahan pohon dengan lincah. Sekolah hutan layaknya sebuah simfoni dari gemuruh dedaunan yang tertiup angin, goyangan dahan yang diraih tangan-tangan orangutan, kicauan burung yang saling bersahut-sahutan, nyaring suara owa yang terdengar dari kejauhan dan saling berpadu dalam rimbunnya kanopi hutan.

Namun simfoni alam yang indah ini sedang menghadapi ancaman serius yang membuat kami harus waspada. Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sedang mengalami fenomena El Nino yaitu peristiwa pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang rentan memicu kekeringan dan kemarau panjang di sejumlah wilayah, hingga potensi kebakaran hutan khususnya di Kalimantan. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) luas total area terbakar pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2019 yang juga turut dipengaruhi oleh fenomena El Nino mendekati satu juta hektar lahan, tidak terkecuali di KHDTK Labanan.

“Tiba-tiba banyak abu daun yang berjatuhan dari udara, bau asap tercium hingga dekat area kandang”, kata Indah, ahli biologi BORA sambil menunjukkan bukti foto dan sebagian abu daun yang ia bawa di tangannya saat kembali ke camp BORA. Ia menyaksikan kejadian itu saat sedang melakukan observasi sore di sekitar kandang rehabilitasi BORA pada 7 Agustus 2023.

Asap dan abu ini diperkirakan terbawa angin dari pembakaran ladang yang lokasinya tidak jauh dari kawasan BORA. Ancaman kebakaran hutan kembali menghantui para staf BORA, mengingat peristiwa karhutla 2019 yang hampir mencapai area BORA dan membuat mereka turut berjuang siang dan malam dalam usaha memadamkan api.

Semoga potensi karhutla pada tahun ini adapat diantisipasi dengan baik, karena dampak buruk dari kebakaran hutan tidak hanya mengancam keberlangsungan rehabilitasi dan sekolah hutan bagi orangutan di BORA namun lebih dari itu. Saat nyala api berkobar di hutan, simfoni kehidupan dibungkam, meninggalkan jejak kehancuran yang mengganggu keseibangan ekosistem, memusnahkan spesies tumbuhan dan hewan yang tak terhitung jumlahnya. Dari serangga kecil hingga primata yang berayun tinggi di puncak pepohonan, mengikis jaring-jaring kehidupan yang menompang keberlangsungan planet kita, bumi. Musnahnya keanekaragaman hayati tidak hanya mengancam keindahan alam, namun juga mengurangi manfaat vital yang disediakan ekosistem bagi kehidupan manusia. Upaya mendesak dan terpadu diperlukan untuk mencegah, mengelola, dan memulihkan hutan untuk melindungi kekayaan kehidupan tak tergantikan yang dimiliki oleh hutan, serta memastikan koeksistensi yang lebih harmonis antara alam dan kehidupan manusia. (RAF)

KATA RIDWAN, ORANGUTAN PUNYA TINGKAH YANG UNIK

Sore ini, usai aktivitas feeding di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance), saya duduk di dapur BORA untuk memikirkan pengalaman apa yang bagus saya ceritakan setelah beberapa bulan bekerja di BORA. Setelah merenung sejenak, saya memikirkan ada banyak tingkah unik dan lucu orangutan yang sering saya jumpai selama ini.

Yang pertama ada Astuti. Astuti adalah nama orangutan korban perdagangan internasional di Gorontalo. Orangutan yang masih kecil ini memiliki rambut yang lebat dan berdiri alias jigrak dengan kepala bagian depan yang masih belum terlalu banyak ditumbuhi rambut alias botak sehingga mengingatkan kita pada gaya rambut “Albert Einstein”. Ada satu hal unik yang paling saya ingat dari si Astuti, kebiasaan dia memutar badan seperti menari balet saat dia sedang menunggu perawat satwa memberi dia makanan.

Orangutan kedua adalah Popi yang memiliki tubuh lebih besar dibanding postur dan umur Astuti tadi. Popi tergolong orangutan manja terhadap perawat satwa di BORA. Terlihat dari kebiasaan Popi saat diajak untuk sekolah hutan. Orangutan lain yang ada di BORA pada umumnya saat menuju lokasi sekolah hutan cukup dengan dituntun, dipegang tangannya dan mereka akan berjalan sendiri. Namun Popi lebih senang digendong di bandingkan berjalan sendiri menuju lokasi. Sekolah hutan adalah salah satu kegiatan yang ada di pusat rehabilitasi orangutan BORA untuk mengembalikan insting liar orangutan, mengenalkan kembali mereka kepada alam liar sehingga saat mereka nanti dilepasliarkan, mereka sudah siap dengan kondisi yang ada karena perlahan-lahan mereka telah dibiasakan sejak di pusat rehabilitasi. Ini adalah salah satu tugas perawat satwa yaitu bagaimana Popi bisa kembali mandiri tidak ketergantungan dengan manusia karena di alam bebas nanti mereka dituntut mandiri, tidak ada lagi perawat satwa yang bakal memperhatikan makanan mereka dan kesehatan mereka. Popi juga suka ngambek saat perawat satwa melakukan candaan, seakan tidak mau memberi makanan kepada Popi, Popi akan menunjukkan gestur ngambek dengan menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Itulah beberapa tingkah unik orangutan yang ada di BORA, masih banyak tingkah unik orangutan yang ada di BORA… nantikan cerita selanjutnya ya. (RID)