September 2017

HAPPI WON’T COME DOWN

Lina walk faster to the Clinic. She took a bottle, pour in warm water and four spoon full of milk then stir it. Milk for luring Happi the orangutan that won’t come down were made in the speed of tlight.

This is not the first time Happi the orangutan won’t come down from the tree. Usually when the time to come home, Owi the orangutan came down and not long after other orangutans will follow, Happi not exception. But this time when all the orangutans had come down, back to the cage and all the hammocks had been packed, Happi the orangutan still did not want to go down. it’s had been 45 minutes for Herlina, animal keeper yelled for Happi but ignored. Happi was busy eating the fruit of the forest, sitting in the nest at the tip of the tree.

Climb to catch up.. not possible. The tree is to high, almost 25 meters. Desperate, Herlina sat at the root of the tree waiting for Happi the orangutan. The milk she made was also useless, Happi the orangutan did not look down at all. But Lina did not give up, her eyes always looked up, hoping Happi will saw it.

“Pucuk di cinta, ulam pun tiba” (shoots in loved, dish arrived – Indonesian words means : gaining something more than what been hope for/ dream for – Ed). Herlina waited was not in vain. Happi the orangutan sees it and immediately looks for ways to get off. It took about 10 minutes for Happi to get off the tree. “Happi is to cool to play, not realizing that all other orangutans are back in the cage,” said Lina. “Happi, if you want to climb later on, remember the time ya, Nak! Your mother is not able to climb to get you,” she added. (Dhea_Orangufriends)

HAPPI TIDAK MAU TURUN
Kaki Lina melaju cepat menuju klinik. Lina mengambil botol, mengisinya dengan air hangat dan memasukkan empat sendok susu lalu mengaduknya. Susu untuk memancing orangutan Happi yang tak mau turun pun jadi secepat kilat.

Ini bukan kali pertama orangutan Happi tidak mau turun pohon. Biasanya ketika waktunya pulang, orangutan Owi akan turun lalu tak lama kemudian orangutan yang lain akan mengikutinya, tidak terkecuali Happi. Namun kali ini ketika semua orangutan sudah turun, kembali ke kandang dan semua hammock sudah dikemasi, orangutan Happi masih saja tidak mau turun. 45 menit sudah Herlina, animal keeper teriak-teriak memanggil Happi tetapi tidak juga dihiraukannya. Happi sibuk memakan buah hutan, duduk di sarang buatannya di ujung pohon.

Memanjat untuk menyusulnya… tidak mungkin. Pohonnya terlalu tinggi, hampir 25 meter. Seperti putus asa, Herlina duduk di akar pohon menunggu orangutan Happi. Susu yang dibuatnya pun juga seperti tidak berguna, orangutan Happi tidak melihat ke bawah sama sekali. Tapi Lina tidak menyerah, matanya selalu melihat ke atas, berharap orangutan Happi melihatnya.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Penantian Herlina tidak sia-sia. Orangutan Happi melihatnya dan segera mencari cara untuk turun. Butuh waktu sekitar 10 menit untuk Happi bisa turun dari pohonnya. “Happi terlalu asik main, tidak sadar kalau teman-temannya sudah kembali ke kandang semua.”, ujar Lina. “Happi, besok-besok kalau manjat, ingat waktu ya nak. Ibumu ini ngak bisa manjat nyusulin kamu.”, tambahnya. (WET)

SAAT KANDANG ANGKUT DIBUKA

Inilah waktu yang di nanti. Mengangkat pintu kandang angkut dan menyaksikan orangutan OKI meraih batang pohon pertamanya di hutan yang akan menjadi rumah barunya. Bapak Sunandar, kepala BKSDA Kalimantan Timur lah yang membukakan pintu kebebasan itu kepada Oki. Oki yang sejak 2010 yang lalu dikenal COP di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) akhirnya bebas dalam arti sesungguhnya.

“Awalnya, kami hanya berani bermimpi untuk Oki yang saat itu berada satu kandang dengan dua orangutan lainnya. Di dalam kandang 3x3x1 meter yang terlihat sempit, Oki berbagi kandang dengan Hercules dan Antak yang mulai terlihat stres. Ya saat itu Antak mulai memainkan air liurnya sendiri dan memakan kotorannya sendiri. Sebulan kemudian, kadang bertambah satu penghuni, yaitu Nigel yang terlihat sangat murung. Mimpi kami, membongkar jeruji besi. Kandang dengan teralis besi berganti kandang terbuka atau enclosure.”, kenang Ramadhani, manajer Komunikasi COP.

Januari 2010, Ramadhani bertugas pertama kali ke Kalimantan Timur tepatnya di KRUS. Perlahan tapi pasti, Centre for Orangutan Protection mencoba untuk membantu KRUS dalam hal perawatan satwanya. Kandang-kandang satwa dipenuhi enrichment, orangufriends (kelompok pendukung COP) Samarinda secara bergantian menjadi interpreter atau pemandu bagi pengunjung di kebun binatang dengan harapan pengunjung turut diedukasi karena mereka juga turut bertanggung jawab. Selain itu juga ada program peningkatan kapasitas para perawat satwanya dan meningkatkan kesejahteraan satwanya menjadi fokus utama. Suatu kebun binatang yang tanpa pengelolaan yang baik hanya akan membuat satwa penghuninya menderita.

“Ayo Oki… ekplore terus sekitarmu. Carilah makan terbaik mu di hutan. Jangan dekati lagi manusia.”, teriak Daniek, manajer aksi COP dengan semangat.

EX-ZOO INHABITAT ORANGUTAN RELEASE TO NATURAL HABITAT

East Kalimantan Natural Resource Conservation Center (BKSDA KALTIM) release 1 (one) individual orangutan ex-rehabilitation in Lesan River Protected Forest (HLSL), Berau District, East Kalimantan. Soon to be released are 15 years old male Orangutan. The Orangutan named Okibhas undergone all stages of rehabilitation at the COP Borneo Orangutan Rhabilitation Center for 2,5 years.

Oki was evacuated from a zoo in Samarinda with ten other orangutans back in April 2015. In general, those ten orangutans has undergo a rehabilitation process excellently and achieve ready status to be released.
Their readiness were shown by their wild behavior, such as their way of foraging fot foods, their movements in the canopy, and building nests. The release actions will be conducted in several phases. We expected, by the end of December 2017, all of the rescued orangutans has return to the natural habitat.
The rehabilitation process includes Quarantine in early Arrivals, the they started to learn about natural foods and how to collect them, building nests, recognizing dangers as well as predators, and then taken back to quarantine to made sure that they don’t carry any pathogens and disease such as hepatitis an tuberculosis. This process is crucial to avoid any infections that may have impacted other orangutans in the natural habitat.
All the rehabilitation process was conducted inside Labanan research forest area and an isle under the supervision of the Assembly of Research and Development for Dipterocarp Forest Ecosystem (BP2THP).

To ensure the safety of orangutans and post- release survival, Centre for Orangutan Protection and the communities of several villages around HLSL form and place 1 (one) joint team in HLSL. The team will monitor and submit periodic progress reports to the Ministry of Environtment and Foresty for evaluation. The team is strategically established for working together with KPHP West Berau which serves as a ranger thatsecures the area from illegal legging and hunting threats.

Siaran Pers

ORANGUTAN EKS KEBUN BINATANG DILEPASLIARKAN KE HABITAT ALAMINYA

Untuk disiarkan segera 16 September 2017

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA KALTIM) melepasliarkan 1 (satu) individu orangutan eks rehabilitasi di Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL), Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Orangutan yang dilepasliarkan berumur kurang lebih 15 tahun dan berjenis kelamin jantan. Orangutan bernama Oki tersebut telah menjalani seluruh tahapan rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo selama 2,5 tahun.

Oki dievakuasi dari sebuah kebun binatang di Samarinda bersama 10 (sepuluh) orangutan lainnya pada bulan April 2015. Secara umum, 10 (sepuluh) orangutan tersebut menjalani proses rehabilitasi dengan baik dan telah siap untuk dilepasliarkan. Kesiapan tersebut ditunjukkan dengan perilaku mereka yang sudah sangat liar, mulai dari mencari makan, pergerakan di kanopi hingga membangun sarang. Pelaksanaan pelepasliaran akan dilakukan secara bertahap. Diharapkan, pada akhir bulan Desember 2017, seluruhnya telah kembali ke habitat alaminya. Proses rehabilitasi meliputi karantina di awal kedatangan, kemudian belajar mengenal dan mencari pakan alami, membuat sarang dan mengenali bahaya termasuk pemangsa dan kemudian kembali lagi ke karantina untuk memastikan bahwa orangutan tidak mengidap penyakit berbahaya seperti hepatitis dan tubercolusis. Hal ini penting dilakukan guna mencegah penularan penyakit yang memungkinkan kepada orangutan lainnya di habitat alaminya. Seluruh proses rehabilitasi dilaksanakan di dalam kawasan Hutan Penelitian Labanan dan Pulau Bawan Kecil di bawah supervisi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD).

Untuk memastikan keamanan orangutan dan kelangsungan hidup paska pelepasliaran, Centre for Orangutan Protection dan masyarakat beberapa desa sekitar HLSL membentuk dan menempatkan 1 (satu) tim gabungan di HLSL. Tim ini akan memantau dan menyampaikan laporan perkembangan secara berkala ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dievaluasi. Tim ini secara strategis dibentuk atas kerja bersama dengan KPHP Berau Barat yang berfungsi sebagai ranger yang mengamankan kawasan dari ancaman pembalakan liar dan perburuan.

Narasumber :
1. Ir. Sunandar Trigunajasa (Kepala Balai KSDA Kalimantan Timur).
2. Ir. Ahmad Saerozi (Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Ekosistem Hutan Dipterokarpa / B2P2EHD).
3. Ir. Syafruddin (Kepala UPT DKPHP Berau Barat).
4. Hardi Baktiantoro (Ketua Centre for Orangutan Protection)

PENYERAHAN BERUANG MADU DARI ANTANG KALANG

Seseorang akan langsung jatuh hati pada satwa. Biasanya karena lucunya. Lucunya pada saat masih bayi. Dan pada saat bayi itulah, satwa diculik dari induknya. Bagaimana dengan induknya? Kecarian anaknya… atau mati saat mempertahankan anaknya. Inilah nasib beruang madu. Kalung yang melingkar di lehernya adalah tanda unik dari jenis beruang dengan tubuh yang tak terlalu besar.

Selasa, 12 September 2017, bayi beruang madu berusia 1 tahun diserahkan warga Parenggean, kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Timur. Beruang madu yang berasal dari desa Sungai Keruh, kecamatan Antang Kalang ini ditemukan pak Cuandi saat mencari batu akik. Bayi beruang madu dipelihara seseorang. Setelah Pak Cuandi datang untuk yang ke-5 kali nya, beruang madu akhirnya diserahkan ke kantor BKSDA Pos Sampit. “Terimakasih pak Cuandi atas bantuannya menyerahkan beruang madu yang termasuk satwa dilindungi UU No. 5 Tahun 1990.”, ujar pak Muriansyah, komandan BKSDA Pos Sampit.

“Selanjutnya dari arahan BKSDA Pos Sampit, Bayi beruang madu akan kami antar ke BKSDA SKW II Pangkalan Bun.”, ujar Faruq Zafran, kapten APE Crusader COP. “Selain beruang madu, kami akan mengantarkan 1 ekor anakan burung elang yang berasal dari perdagangan ilegal hasil operasi tangkap tangan 11 Agustus 2017 yang lalu.”, tambah Faruq. Selanjutnya, kedua satwa diharapkan dapat melalui rehabilitasi untuk dilepasliarkan kembali ke alam. (PETz)

HUTAN, RUMAH BARU OKI

Oki adalah orangutan pertama dari Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda (KRUS) yang akan dilepasliarkan oleh Centre for Orangutan Protection setelah melalui rangkaian rehabilitasi di COP Borneo.

“Kami mengenal Oki sejak tahun 2010. Jalan panjang yang dilalui untuk membawanya kembali ke hutan tak lepas dari peran serta banyak pihak. Bukan kerja sendiri. Bukan pula usaha sendiri. Kepedulian banyak orang dan organisasi yang mendukung COP yang membawanya pulang, ke rumahnya, hutan.”, ujar Hardi Baktiantoro, pendiri COP.

Di Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL), kabupaten Berau, Kalimantan Timur akan menjadi rumah baru untuk Oki. Hutan dengan luas sebelas ribu hektar dengan status Hutan Lindung diharapkan dapat menjadi harapan baru bagi perlindungan orangutan dan hutan. “Ya, orangutan adalah satwa yang sangat membantu dalam regenerasi tumbuhan di hutan. Daya jelajah dan variasi makanannya akan menjaga keberlangsungan tumbuhan dengan cepat. Melestarikan hutan lewat orangutan.”, kata Reza Kurniawan, manajer COP Borneo.

SEMANGAT ORANGUFRIENDS UNTUK COP BORNEO

Siswa COP School Batch 6 ini akhirnya berkesempatan menjadi relawan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Kalimantan Timur. COP School adalah kesempatan untuk mengenal dunia konservasi orangutan yang dilaksanakan setiap tahun. Untuk ikut berpartisipasi, calon siswa melalui beberapa tahapan termasuk belajar secara jarak jauh dan mandiri. Savira Aulia adalah siswa yang beruntung bisa terlibat aktif.

Orangufriends Jawa Timur, tepatnya Surabaya memiliki kegiatan besar untuk mendukung perlindungan orangutan, khususnya COP Borneo. Melalui acara musik amal Sound For Orangutan, orangufriends Surabaya berencana menggalang dana untuk membeli tanah yang akan digunakan sebagai kebun buah. Kebun buah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pakan orangutan di COP Borneo.

Saul, panggilan akrabnya menjadi paham rutinitas di pusat rehabilitasi. Mahasiswa Ilmu Lingkungan Universitas Airlangga (UNAIR) ini setiap pagi membuat susu untuk bayi orangutan, membersihkan kandang orangutan hingga membantu kegiatan di pos pantau.

“Keterlibatan Saul membuat kami di COP Borneo lebih bersemangat.”, ujar Reza Kurniawan, Manajer pusat rehabilitasi orangutan pertama yang didirikan putra putri asli Indonesia. Ini adalah kepedulian nyata orang Indonesia. “Pastikan kamu yang di Surabaya terlibat kegiatan orangfriends Surabaya ya!”, seru Saul.

PEDAGANG ELANG TERTANGKAP DI SAMPIT

Satu anakan burung Elang berhasil diselamatkan dari perdagangan satwa liar ilegal pada 11 September 2017 yang lalu di Sampit, Kalimantan Tengah. Lagi-lagi media sosial menjadi wadah perdagangan predator tingkat tinggi ini. Dalam operasi ini, tiga tersangka pelaku perdagangan satwa dilindungi tertangkap tangan. Dua diantaranya masih di bawah umur.

Dari akun Facebook berlanjut komunikasi lewat Whatsapp, anak elang yang berusia 2 bulan ini dijual Rp 1.000.000,00. Menurut pengakuan tersangka MT (19 tahun), dia Sudan menjual 3 ekor elang semenjak 6 bulan terakhir. MT mendapatkan elang tersebut dengan mencari sarang-sarang elang di hutan.

Kerja bersama BKSDA Pos Sampit, Manggala Agni dan Centre for Orangutan Protection memerangi perdagangan satwa liar akan terus berlangsung. “Jangan jual satwa liar dilindungi! Atau berhadapan dengan APE Crusader!”, seru Faruq tegas. Perburuan satwa liar apalagi yang berada di tingkat tinggi pada rantai makanan akan berakibat buruk bagi kelangsungan ekosistem. Bencana ekologis akan terjadi seiring gelindingan bola es yang semakin besar. Itu sebabnya, COP memerangi perdagangan satwa liar.

POPI’S HIDE AND SEEK

Yellow light entered the window of COP borneo mini clinic. It is half past six. Under the morning light through forest canopy, Popi was playing in the baby house, waiting for meal time and forest school afterwards. That were our routine in the morning. While Popi plays in the baby house, I clean her enclosure, prepare milk for the baby orangutans in enclosure 2, COP Borneo rehabilitation center, East Kalimantan.

What would Popi do when someone approach her?

Popi knows that when she plays in the baby house, there will be someone bringing her food. Popi will hide in her favorite spot, inside a blue container. She will hide there while observing the surroundings. Just like kids who like to play hide and seek, Popi will continue to hide, even when her name is called over and over. But she will stay in her favorite spot, leaving the keeper busy looking for her.

Now Popi has a new hiding spot. Volunteers from China provided additional variation to the baby house, built by Angel COP Borneo Project. It is a project of female volunteer from Australia led by Bev Luff from With Compassion and Soul. Baby house is a playing and training arena for baby orangutans to train their muscles and reflexes. When the weather doesn’t allow for forest school activity, the baby house is the destination for the younger orangutans.

Popi’s new hiding spot is a hanging tire. Her small figure allows her to hide in it. Popi will hide until the keeper left. Baby sitter Wetty Rupiana thought her behavior is hilarious.

Popi seems very happy to play alone in the baby house. Baby house is the place to express herself. Maybe baby house is comfortable for her, with less denser forest canopy. She was reluctant to go to forest school. She stayed on the top until Wety come and get her. (Zahra_Orangufriends)

POPI BERMAIN PETAK UMPET
Cahaya kuning menembus jendela mini klinik COP Borneo. Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Di bawah cahaya pagi yang menerobos kanopi hutan, Popi bermain di baby house, menunggu saat makan lalu berangkat sekolah hutan. Ya begitulah kebiasaan kami di pagi hari, Popi bermain di baby house, lalu saya akan membersihkan kandangnya, membuat susu untuk para bayi orangutan di kandang 2, pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Kalimantan Timur.

Apa yang dilakukan Popi saat ada yang datang menghampirinya?

Popi tahu, saat dia bermainan di baby house, akan ada yang datang membawakan makanan. Popi memilih bersembunyi di dalam tong biru. Tong biru itu adalah tempat favorit Popi bersembunyi sambil mengamati sekeliling. Seperti anak-anak yang suka bermain petak umpet, Popi pun akan terus bersembunyi, sekalipun namanya dipanggil-panggil berulang kali. Semakin sibuk animal keeper mencarinya, Popi pun akan tetap bertahan di dalam tong birunya.

Kini, Popi punya tempat persembunyian baru lagi. Relawan dari China, memberi variasi tambahan untuk baby house yang dibangun oleh Angel COP Borneo Project. Suatu project relawan perempuan dari Australia yang dikoordinir oleh Bev Luff dari With Compassion and Soul. Baby house menjadi arena bermainan yang sangat berguna melatih otot-otot dan refleks para bayi orangutan. Saat cuaca di COP Borneo tidak memungkin untuk ke sekolah hutan, biasanya orangutan-rangutan kecil akan bermain di sini juga. Tempat persembunyian Popi yang baru adalah ban bekas yang digantung. Tubuh kecilnya masih memungkinkan dia bersembunyi di situ. Popi akan pura-pura hilang hingga animal keeper pergi. Baby Sitter, Wety Rupiana nyaris tak bisa menahan tawanya melihat kelakuan Popi.

Popi terlihat senang sekali ketika bermain sendirian di baby house. Baby house adalah tempatnya mengekspresikan dirinya. Mungkin baby house lebih nyaman buatnya, dengan kanopi pohon yang tidak terlalu rapat. Dia pun terlihat enggan untuk berangkat ke sekolah hutan. Dia pun bertahan terus di atas, hingga Wety menjemputnya ke atas. (WET)

SELEKSI DOKTER HEWAN COP BORNEO

Selamat ya untuk dua orang pelamar yang lolos seleksi dokter hewan untuk pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo adalah pusat rehabilitasi satu-satunya yang didirikan oleh putra-putri Indonesia. Kedua dokter hewan yang kebetulan perempuan ini akan mengikuti tahap seleksi selanjutnya dengan terjun langsung di lapangan.

Menjadi tim APE Defender yang mengelola pusat rehabilitasi orangutan bukanlah hal yang sulit namun bukan pula mudah. Setiap anggota tim harus punya kemampuan untuk bekerjasama. Jadi kemampuan akademis saja tidak cukup untuk bisa berkarir di dunia konservasi.

Dalam seleksi kali ini, COP juga mengajak beberapa orangufriends yang berpengalaman di bidangnya. Lewat permainan dan tes terselubung, karakter dan kemampuan dinilai. Semoga orangutan-orangutan di COP Borneo mendapatkan dokter hewan terbaiknya yang mengantarkan mereka lepas ke alam liar nantinya.

JALUR SUNGAI JALAN PULANG OKI

Dalam hitungan hari ke depan, orangutan dari Kebun Raya UNMUL Samarinda (KRUS), Kalimantan Timur akan dilepasliarkan kembali ke hutan. Orangutan Oki adalah orangutan yang telah melalui masa rehabilitasi orangutan di COP Borneo selama 2,5 tahun. Selama 2 tahun terakhir, Oki berada di pulau Bawan, Berau, Kalimantan Timur. Suatu pulau yang dihuni orangutan rehabilitasi yang dipersiapkan untuk kembali ke hutan. Nyaris tanpa campur tangan manusia, orangutan di pulau ini hidup dan beraktivitas.

Persiapan demi persiapan secara teliti dilakukan. Pemeriksaan kesehatan final orangutan salah satunya yang dilakukan tim medis COP Borneo termasuk mengkarantina orangutan Oki. Tak kalah detil untuk persiapan titik rilis orangutan. Tidak mudah untuk mencapai titik ini, karena diharapkan, orangutan dapat langsung beradaptasi dengan kondisi dan cukup pakan di alam.

Dalam rencana, tim APE Guardian memutuskan untuk menggunakan ketinting (perahu dengan jalur sungai) untuk memperjauh jarak namun hemat tenaga dan waktu perjalanan. Daniek Hendarto menjelaskan bahwa, “ Kami akan lakukan yang terbaik untuk membawa pulang Oki ke hutan yang sesungguhnya. Semoga Oki bisa cepat beradaptasi.”.