JABRICK IS THE YOUNGEST ORANGUTAN COP LABANAN

I never believed in love at the first sight but the moment I met Jabrik (Indonesian for spiky hair) that exactly what happened! The youngest and the tiniest of the bunch, Jabrick is the most enthusiast student at the forest school, COP Labanan, East Kalimantan. I am not to mention the most independent regarding his age, he would climbs up the tree so high and refuse to come down. He knows how to make his own nest (out of leaves and branches the way orangutans do) now that is incredible for he’s only just a baby right now.

He also got the best table manner of them all, his favorite is definitely cucumber, while the other orangutans would split the cucumber and eats only the peeps and inner flesh and throw away the rest, Jabrik would bite the cucumber from one corner very thoroughly and eat the whole cucumber with the high level of seriousness on his baby face which always make me laugh every time I watched him ate.

When it comes to drinking milk (Orangutans absolute favorite drink!) most of them would gulp down the milk in no time and looking for other’s to steal, but not Jabrik, he would go to a safe corner and drink his milk out of the cup slowly and surely and if the other happens to rob his milk off him, he won’t cry, instead he just look at the keeper calmly knowing he’ll get justice by getting another cup of fresh milk. There is no denying that he is my favorite of the bunch, and when I left the sanctuary I felt good knowing that he’s got a bright future ahead of him and someday maybe my great grand children would be as lucky as I am to witness Jabrick and friends swinging freely and happily from tree to tree.

Saya tidak pernah percaya cinta pada pandangan pertama sampai akhirnya saya bertemu dengan Jabrick (Jabrik = rambut yang naik ke atas/jigrak). Dia adalah yang termuda dan yang terkecil dari kelompok orangutan sekolah hutan di COP Labanan, Kalimantan Timur. Jabrick adalah murid yang paling antusias di sekolah hutan. Dia memanjat pohon tinggi dan menolak untuk turun. Dia tahu bagaimana membuat sarang sendiri (dari daun-daun yang ditumpuk diantara cabang seperti orangutan dewasa) di usianya yang masih kecil.

Jabrick juga memiliki cara makan terbaik dibandingkan orangutan lainnya di sekolah hutan COP Labanan. Makanan favoritnya adalah timun, dengan cara mengigit ujungnya dan secara perlahan memakan timun tersebut hingga tidak bersisa dengan wajah bocah seriusnya, yang membuat saya tertawa setiap kali memperhatikannya. Berbeda dengan orangutan lainnya yang membagi dua timun lalu memakan bagian dalamnya lalu membuangnya.

Saat minum susu tiba (Orangutan sangat menyukai susu), kebanyakan mereka menelan susu dalam waktu singkat dan mencari cara untuk mencuri susu yang lain. Dan Jabrick tidak seperti itu. Jabrick akan pergi ke sudut yang aman dan minum susu dari cangkir secara perlahan dan jika yang lainnya merampok susunya, dia tidak menangis, dia hanya melihat ke animal keeper dengan tenang karena dia yakin akan  mendapat keadilan dengan secangkir susu pengganti. Tak terbantahkan lagi, Jabrick adalah orangutan favorit saya. Saat saya harus meninggalkan COP Labanan, saya merasa tenang mengetahui bahwa Jabrick memiliki masa depan yang cerah dan suatu hari nanti mungkin cucu dan cicit saya akan seberuntung saya, bisa menyaksikan Jabrick dan teman-temannya berayun bebas dan bahagia dari pohon ke pohon lainnya di hutan.

UPDATE #PEDAGANG3ORANGUTAN

Hari ini, 29 Oktober 2015 adalah sidang kedua kasus #pedagang3orangutan di kota Langsa, Aceh. Dalam operasi penyitaan pada tanggal 1 Agustus 2015 yang lalu, tim BKSDA Aceh menyita tiga orangutan, dua elang bondol, satu kuau raja dan satu awetan macan dahan. Ramadhani ditangkap tangan di jalan PDAM Tirta Pondok Kemuning, Desa Pondok Kemuning, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh Timur.

Kasus #pedagang3orangutan terdaftar dengan nomor perkara 190/PID.SUS/2015/PN LGS dihadiri terdakwa Ramadhani, tiga orang jaksa penuntut umum dan tiga orang hakim. Sidang kedua ini dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Pada persidangan yang dipimpin Ismail Hidayat, SH., terdakwa membenarkan semua dakwaan dan keterangan para saksi. Terdakwa juga mengakui kalau satwa yang disita merupakan satwa yang dilindungi Undang-undang. Terdakwa menyampaikan motivasinya berjualan satwa yang dilindungi tersebut karena keuntungan yang mengiurkan dari menjual satwa tersebut.

Daniek Hendarto, Manager Anti Kejahatan Satwa Liar dari Centre for Orangutan Protection (COP) menyampaikan, “Terdakwa tidak takut menghadap jerat hukum karena keuntungan berjualan sangat besar jika dibandingkan dengan resikonya. Kejaksaan Negeri Langsa memegang peranan kunci dalam kasus ini, untuk tuntutan maksimal. Sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yakni penjara 5 tahun dan denda 100 juta rupiah.”

TIDAK CUKUP BUKTI?

Kasus Ida yang mengunggah fotonya memegang 2 ekor kucing hutan dalam keadaan mati, lantas dibebaskan dengan alasan kurangnya bukti. Ini bukti bahwa hukum di Indonesia belum ditegakkan dengan benar.

Dalam UU no. 5 tahun 1990 pasal 21 ayat (2) huruf a jelas disebut bahwa,”Setiap orang dilarang untuk menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.”. Dengan adanya bukti foto yg diunggah Ida ke akun facebooknya maka unsur memiliki satwa dilindungi dalam keadaan mati telah terpenuhi. Memiliki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat juga diartikan dengan “mengambil secara tidak sah untuk dijadikan kepunyaan”, karenanya jelas tindakan Ida memiliki kucing hutan dalam keadaan mati tersebut merupakan suatu perbuatan melanggar hukum.

Kepemilikan ini dipertegas dengan dimasak dan dimakannya kucing hutan tersebut oleh Ida berdasarkan pengakuannya sendiri. Tanpa kepemilikan terhadap kucing hutan tersebut, Ida tidak mungkin memasak atau memakan kucing hutan tersebut.

Jika Ida menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa kucing hutan merupakan hewan dilindungi, ini bukanlah suatu alasan untuk menghindari sanksi atas perbuatannya. Karena ketidaktahuan bukanlah alasan pengecualian dari terbebasnya seseorang atas pelanggaran tersebut seperti yang tercantum dalam pasal 22.

Bukti foto dan pengakuan Ida merupakan 2 alat bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa Ida pantas untuk dipidana sesuai dengan bunyi pasal 40 ayat (2) dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

ANTHILL FOR THE ORANGUTANS

Akhirnya hujan turun setelah kemarau selama 6 bulan. Sekolah hutan tampak lebih hijau dan udara terasa basah. Biasanya akan banyak sekali sarang semut yang muncul. Salah satu pakan orangutan penghasil protein yang sangat disukai mereka. Ini bukan makanan yang baru untuk mereka yang dulunya berada di Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda, karena COP sering memberikan sarang semut ke mereka karena mudah didapat di sekitaran kebun raya.

 

Berbeda dengan #orangutanJabrick. Dia memakannya dengan perlahan, mungkin dia mengingat ibunya pernah memberikan sarang semut kepadanya. Mengorek lubang-lubangnya, menggapai telur-telur semut yang bersembunyi di dalamnya dan menghisapnya. Ketika makin sulit untuk menggapai larva semut, Jabrick mulai memukul-mukul sarang dan mengupasnya. Hampir seharian dia menghabiskan waktunya dengan sarang semut ini. Terhitung hanya dua kali memanjat pohon, itu pun tidak terlalu tinggi. Padahal biasanya, Jabrick menghabiskan waktunya di rimbunnya pepohonan.

 

 

SOUND FOR ORANGUTAN 2015 YOGYAKARTA

Sekali lagi #Orangufriends membuat bangga Centre for Orangutan Protection dengan menggelar acara #SoundForOrangutan 2015 di Liquid Cafe Jogja pada tanggal 13 Oktober yang lalu. Orangufriends yang merupakan tulang punggung kekuatan COP dalam menggerakkan masyarakat untuk perlindungan orangutan dan habitatnya mengajak para musisi untuk ikut terlibat pelestarian orangutan Indonesia. Band Downforlife, Seringai, FSTVLST, SriPlecit, Broken Rose dan Miskin Porno membangun semangat anak-anak muda Yogyakarta untuk perduli lingkungan sekitar.

 

Sound For Orangutan adalah acara amal musik tahunan yang dikoordinir Orangufriends (kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection). Kebetulan di tahun ke-4 nya diselenggarakan di kota gudeg, tidak di Jakarta seperti tahun sebelumnya. Kreatifitas Orangufriends dituangkan dengan menjual kaos dengan tema “Way Back Home”. Dari modal menjual kaos, orangufriends menyelenggarakan acara tahunan ini. Keseluruhan keuntungan SFO diserahkan untuk COP Labanan dimana ada 14 orangutan yang sedang belajar untuk menjadi orangutan liar.

 

Sound For Orangutan dedukung oleh Bintang, Starcross, Nimco, Petrichor Tatto, TFT, Bu Bagyo Colombo, Creatia, Freak kaos, Lali Djoengkatan, dan Juragan Gelang. Media publikasi nya dibantu oleh Jogja TV, RBTV, Kedaulatan Rakyat, 106,1 FM Geronimo dan Qwerty Radio. Tidak ketinggalan Carravelle Lover’s Community ikut berpartisipasi dengan menyediakan transportasi untuk mobilitas panitia dan pendukung acara.

ONE STEP CLOSER FOR BETTER LIFE

Elin and her team from COP’s Orangufriends has started the renovation of the cages in Banjarbaru Town Park. Soon, these gibbons and several other primate will have better life. A life without chain in their waist. Elin also enrich the cage with essential furnitures so the animals can play and sleep comfortly. Thanks for you all who buy the shirts and SFO Borneo tickets. This project will never happen without your support. We still need some more additional money, about $ 1000 to complete this project. Please hit the donation link below. Help Elin, help ANIMALS. https://www.facebook.com/saveordelete/app_415675701824636

Elin dan timnya dari ‪#‎Orangufriends‬ telah memulai renovasi kandang – kandang di Taman Kota Banjarbaru. Segera, para gibbon dan berbagai jenis primata akan mendapatkan hidup yang lebih baik. Sebuah hidup tanpa rantai di pinggang. Elin juga memperkaya kandang dengan perabotan dasar yang memungkinkan satwa bisa bermain dan tidur dengan nyenyak. Terima kasih kepada kalian yang telah membeli tiket SFO BOrneo dan kaos. Proyek ini tidak akan berjalan tanpa dukungan anda.
Kami masih membutuhkan tambahan dana sekitar 10 juta-an agar proyek ini benar – benar bisa diselesaikan sempurna. Mohon sumbangannya, KLIK DI SINI: https://www.facebook.com/saveordelete/app_415675701824636

ORANGUTAN AT AFA 2015

Asia for Animals conference starting October 6th-10th in Kuching on the island of Borneo, with a packed programme of presentations covering a huge range of issues. More than 400 delegates from 26 countries are attend that event. But so many of delegates can’t come because to much hazz and some of airport just closedown. Some of speaker just cancel to come in last day because the airport close specialy has plan transit at Pontianak west Borneo, Indonesia.
To much scedule change in firstday of conference.

This Conference talk about animal wildlife trade and some of them talk about animal farm, animal right and animal welfare in many place of this world. There have 3 speaker talk about orangutan, 2 from International Animal Rescue and 1 from Centre for Orangutan Protection.

Paulinus Kristianto from the Centre for Orangutan Protection in East Kalimantan on Indonesian Borneo called for an end to the ravages being caused to orangutan habitat by palm oil companies. Paulinus say, enough is enough no more palm oil, RSPO is biggers lie there is no sustainable in palm oil. Forest conservation by palm oil and recomendation by RSPO in reality is nothing. He say forest conservation recomendation by rspo just make legal palm oil company can distroy more and more high conservation forest in borneo.

Juanisa Andiani from International Animal Rescue Indonesia spoke about habitat destruction and told delegates that orangutans were being pushed onto rubber and oil palm plantations because they are desperate for fruit and water. “There used to be a lot of forest around the rubber plantations in Ketapang, but the trees have burnt down and suddenly the orangutans have to come and eat the rubber trees,” she said.

Adi Irawan, also from International Animal Rescue Indonesia, said there had been a 50 percent decline in orangutan populations in Indonesia over the past 60 years and most of the animals were now living outside protected areas. There are more than 1,000 orangutans in rescue and rehabilitation centres in Indonesia, Adi says. Hundreds of the animals are displaced or killed every years

This conference close at October 9th night and October 10th all delegate  have trip to some of rescue centre at Kuching.

MENDESAK, EVAKUASI SATWA DARI BUMI KEDATON LAMPUNG

Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengevakuasi seluruh satwa dari Taman Satwa dan Wisata Bumi Kedaton Bandar Lampung. Desakan ini didasarkan pada kualitas hidup satwa yang sangat mengenaskan di Lembaga Konservasi tersebut.

Daniek Hendarto, Area Manager Jawa dan Sumatera dari COP, menyatakan sebagai berikut:

“Bukan hanya manusia yang memiliki hak. Satwa pun juga memiliki standar minimum kesejahtera-an yang dikenal dengan 5 Kebebasan Satwa, diantaranya bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan fisik, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, bebas untuk mengekspresikan perilaku alaminya dan yang terakhir bebas dari rasa takut dan tertekan.”

“Beruang madu menunjukkan perilaku stress dengan menjilati jeruji dan memakan tahi-nya sendiri. Hal ini disebabkan kandang yang terlalu sempit, ditambah tidak ada air minum serta fasilitas bermain. Kuku beruang mulai panjang melengkung yang dapat menyebabkan telapak tangannya akan terluka nantinya. Kandang beruang juga tidak dalam posisi terkunci, hal ini sangat membahayakan pengunjung.”

“Kukang yang merupakan satwa nokturnal yaitu satwa yang aktif di malam hari tidak memiliki tempat untuk bersembunyi dari paparan sinar matahari. Miskinnya fasilitas di dalam kandangnya akan memperburuk kondisi kukang yang dapat berakibat pada kematian.”

“Siamang dan Owa adalah dua jenis gibbon yang membutuhkan kandang yang luas dan tinggi yang memungkin dia mengeksresikan perilaku alaminya. namun pengelola tidak menyediakannya, sehingga kedua gibbon ini terpaksa duduk di atas tanah.”

Daniek menambahkan, “Semua kandang tanpa jarak dengan pengunjung, yang memungkinkan pengunjung maupun satwa berinteraksi. Ini sangat membahayakan pengunjung maupun satwa melalui penyebaran zoonosis mengingat kondisi satwa sebelumnya karena kandang maupun fasi-litas kandang yang tidak terpenuhi.”

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.31/Menhut-II/2012 mengenai Lembaga Konservasi, Taman Satwa dan Wisata Bumi Kedaton tidak memenuhi syarat. Akibatnya, satwa koleksinya berada dalam kondisi di bawah standar kesejahteraan yang disepakati oleh berbagai asosiasi seperti Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) dan World Association of Zoo dan Aquaria (WAZA). Manajemen harus segera memperbaiki fasilitasnya atau harus menghadapi ancaman penutupan.

Untuk informasi dan wawancara lebih lanjut harap menghubungi:

Daniek Hendarto

Area Manager Jawa dan Sumatera COP

HP : 081328837434

email : daniek@cop.or.id

APE CRUSADER TO FIGHT FIRES

Forest fires rage across Borneo, causing systemic disaster for animal, people and environment. COP decided its APE Crusader Team to assist our ally FNPF around Tanjung Puting National Park in Central Kalimantan. The FNPF has replanting program to rehab the designated area for orangutan release. This area burnt very bad. They in urgent need for help. Our team drive for about 50 hours non stop from its base in North East Borneo. We teamed up with Hutan Group from Japan also. Once we arrive, we fight the fires. We do everything what we can do. We are just nothing when fighting against nature amok. It is test for our ego. It is doesn’t matter what is your organisation and no matter how important your in your organisation, we are all just nothing in the mid of smokes and fires. We forced to pause our work as we have very bad news. The house of Paulinus, our APE Crusader captain has burt down in West Kalimantan. His beloved grandpa also died in the accident.

Forest fires kills wildlife and human, also devastated the life of our team member. We do not give up. We will never stop our crusade. We will keep fighting to save wildlife. We would like to say thank you for your support.

#SFO BANJARBARU, FUND FOR PARK

Indonesia should be proud. The young people of Orangufriends, the support group for the Centre for Orangutan Protection, have created a music event aiming to raise financial support for orangutans and their habitat. Sound for Orangutan the annual music event, originally held only in Jakarta since 2011, is now spreading to Yogyakarta and South Kalimantan, specifically Banjarbaru.

The Sound for Orangutan (SFO) event in Van Der Pijl Park, Banjarbaru, South Kalimantan, was also titled “Fund for Park”. Elin Alvita, coordinator of SFO Banjarbaru, stated “In Van der Pijl Park there are several wild animals such as long-tailed macaques, pig-tailed macaques, gibbons, and lesser storks currently in unsatisfactory enclosures. We at Orangufriends seek to repair and improve these cages to give a better quality of life to the animals in Van der Pijl Park”

Orangufriends worked together with Morning Art to realise the dream of SFO in Kalimantan. Live music was provided by the bands Soul Cry, Buddy Guy Project, Sunday High Club, Joke of Superboys, Seven Ways to Sunday, Hello Kitty Berkumis and Dreamtree Reggae. The event also featured movie screenings about the issues of deforestation, and discussions about COP and fundraising. This is all part of Orangufriends’ efforts to motivate more and more people to care about wildlife. Save or Delete, you decide!

#SFO BANJARBARU, FUND FOR PARK
 
Indonesia patut berbangga. Anak-anak mudanya yang tergabung dalam Orangufriends yaitu kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection, membuat acara musik bertujuan menghimpun bantuan dana untuk orangutan dan habitatnya. Sound for Orangutan, acara musik tahunan yang semula hanya diadakan di Jakarta sejak tahun 2011 lalu, kini menjalar ke kota Yogya dan Kalimantan Selatan tepatnya Banjarbaru. 
 
Sound for Orangutan sering disingkat SFO, 26 September 2015 bertajuk “Fund for Park” dilaksanakan di Taman Van der Pijl, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Elin Alvita sebagai koordinator SFO Banjarbaru menyampaikan, “Pada Taman Van der Pijl terdapat beberapa satwa seperti monyet ekor panjang, beruk, owa dan bangau tongtong yang berada dalam kandang yang kurang sejahtera. Kami, Orangufriends berupaya untuk memperbaiki kandang tersebut dan memberikan kehidupan yang lebih baik untuk satwa di Taman Van der Pijl ini.
 
Orangufriends bekerjasama dengan Morning Art untuk mewujudkan mimpi SFO di Kalimantan. Live music yang diisi oleh band Soul Cry, Buddy Guy Project, Sunday High Club, Joke of Superboys, Seven Ways to Sunday, Hello Kitty Berkumis dan DreamtreeReggae. Acara juga diselingi dengan movie screening mengenai pembabatan hutan, diskusi tentang COP dan penggalangan dana. Semua ini merupakan usaha Orangufriends untuk mengajak lebih banyak lagi yang peduli pada satwa. Save or Delete, you Decide!