APA YANG DILAKUKAN ORANGUTAN DI TAMBANG KALTIM?

Minggu ini, kehadiran orangutan di kawasan tambang batubara Kalimantan Timur kembali ramai. Jika diperhatikan sejak September 2020 yang lalu, tim APE Crusader COP telah mendapatkan 12 laporan yang telah terkonfirmasi, sebagian besar telah viral di dunia maya. Tim langsung turun ke lapangan untuk mengecek kondisi dan tak bisa dipungkirin, orangutan terdesak aktivitas tambang tersebut.

Kemunculan orangutan di jalan poros Bengalon bukan hal yang baru. Tim APE Crusader mencari tahu penyebab kemunculan orangutan-orangutan tersebut. Tak hanya orangutan jantan dewasa yang terkenal sebagai penjelajah ulung, orangutan betina beserta anaknya pun ikut melintasi jalur tambang batu bara tersebut. Apakah benar orangutan bisa bertahan hidup di kawasan tambang? Benarkah orangutan bisa hidup di multi-landscape?

Penambangan sistem terbuka (surface mining) dengan mengubah bentang lahan biasanya menurunkan produktivitas tanah bahkan menghilangkan mutu lingkungan tersebut. Sepanjang Jalan Poros Bengalon seolah-olah menghadirkan hijaunya pepohonan, namun dibalik itu tambang raksasa penghasil devisa negara terus beroperasi. Pepohonan yang terlihat seperti hutan sudah tidak cukup kaya lagi. Keanekaragaman hayati terus tergerus. “Apa orangutannya cukup hanya makan kulit pohon saja? Apa mereka akhirnya harus hidup di semak belukar?”, ucap Sari Fitriani, Manajer perlindungan Habitat COP dengan prihatin.

“Centre for Orangutan Protection meminta tambang batubara yang beroperasi untuk memperbaiki pengelolaan lahannya (improve land management). Kami yakin, kita semua memiliki niat yang baik untuk Indonesia yang lebih baik lagi”, tambah Sari lagi. (SAR)

ORANGUTAN: KECIL JADI KAWAN, BESAR JADI LAWAN

Gisel, pendatang baru di BORA, bisa dibilang merupakan orangutan yang beruntung namun juga kurang beruntung. Gisel beruntung dalam kondisi sebat dan aman saat ditemui oleh tim penyelamat dari BKSDA SKW 1 Berau dan COP pada akhir Januari lalu meskipun ia sudah berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan menetap di titik yang sama. Namun sayang, Gisel kurang beruntung karena meski sudah dipindah ke hutan, ia harus dipindah ke pusat rehabilitasi karena terus mendekati manusia akibat terbiasa dengan interaksi manusia.

Saat pertama kali tim COP menemui Gisel, ia sedang bergelantung di pohon mangga kecil yang berada persis diantara dua rumah warga. Terlihat anak-anak menggerombol mengelilingi Gisel, mengajak main dengan memberi makan, bersalaman dan memegang-megang Gisel. Gisel pun tidak menunjukan adanya rasa takut, malah terus merespon ajakan anak-anak tersebut. Ibu-ibu dan bapak-bapak yang tinggal di sekitar pun turut berkumpul, beberapa berlomba menunjukan dan menjelaskan bagaimana Gisel sangat jinak dan bagaimana mereka merawat Gisel dengan memberi makan dan minum dengan rutin.

“Ini (orangutan) sudah lama di sini. Mungkin udah ada 3 bulan. Dia main sama anak-anak dan dikasih makan sama orang-orang di sini soalnya takut mati”, jelas Bu Titin, warga yang rumahnya berada di samping pohon mangga tersebut. “Orang-orang di sini pada senang solanya (orangutannya) lucu, tapi makin ke sini (masyarakat) kesel soalnya dia suka matah-matahin pipa dan ngacak-ngacak rumah. Jadinya kita lapor deh ke BKSDA. Sebenernya ada lagi yang besar yang suka datang, tapi kita gak ada yang berani. Takut”, tambah Bu Titin.

Kecil jadi kawan, ketika besar menjadi lawan. Cerita seperti ini bukanlah cerita yang asing lagi tentang orangutan. Saat orangutan yang ditemukan masih kecil, mereka dianggap lucu dan disayang layaknya anak manusia. namun ketika sudah mulai besar dan menunjukkan sifat agresifnya, orangutan tidak lagi dianggap sebagai kawan, melainkan lawan yang dapat membahayakan keselamatan manusia. Gisel beruntung tidak mendapatkan kekerasan akibat rasa takut manusia. Di tempat dan waktu yang berbeda, orangutan lain tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan Gisel.

Orangutan yang Februari lalu ditemukan di persawahan di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah contohnya. Ia ditemukan dengan luka bacok yang parah sehingga perlu dijahit sebanyak sembilan jahitan. Atau orangutan Kaluhara 2 yang pada tahun 2018 ditemukan di perkebunan yang berjarak kurang dari 30 km dari tempat ditemukannya Gisel. Ia bernasib nahas hanya dapat bertahan hidup selama 14 jam dari setelah ditemukan karena 130 peluru senapan angin yang bersarang ditubuhnya. (SAR)

ORANGUTAN MUNCUL LAGI DI SANGATTA SELATAN!

Kamu masih ingat orangutan Gisel? Orangutan yang beberapa waktu lalu ditranslokasi dari perkampungan masyarakat di Sangatta Selatan ke Taman Nasional kutai namun kemudian terpaksa dibawa ke pusat rehabilitasi BORA karena terus kembali mendekati manusia. Gisel sebelumnya ditemukan di suatu perkampungan di Jalan Santai, Sangatta Selatan.

“Ada beberapa orangutan yang suka muncul di sini, tapi cuma orangutan ini yang gak kemana-mana soalnya sering diajak main sama anak-anak dan dikasih makan”, jelas Pak Darmadi, salah satu warga Jalan Santai, yang pendapatnya kemudian dibenarkan oleh masyarakat lainnya saat translokasi berlangsung (29/1). Kesaksian tersebut kemudian dibuktikan oleh Pak Darmadi pada Selasa sore (2/3) dengan melaporkan kemunculan orangutan betina dewasa disertai dengan bukti foto di lokasi yang sama dengan ditemukannya Gisel. “Sudah dua hari ini orangutannya muncul di pohon-pohon tempat yang kemarin. Biasanya siang muncul, tapi menjelang magrib gitu udah hilang lagi”, jelasnya saat dikonfirmasi atas laporannya (3/3).

Dengan adanya laporan tersebut, setidaknya dalam 7 bulan terakhir sudah ada 3 orangutan yang berkeliaran di Sangatta Selatan, yang dua diantaranya sudah ditranslokasi oleh BKSDA Kalimantan Timur. Dari citra udara, terlihat bahwa daerah tersebut dikelilingi oleh pemukiman dan kebun-kebun masyarakat dan jauh dari kawasan berhutan. “Di sini memang (dekat) TNK, tapi hutannya jauh banget dari sini. Orangutan biasanya munculnya dari arah sungai”, ujar Pak Darmadi.

“Munculnya orangutan ke pemukiman merupakan resiko yang harus ditanggung saat pemukiman berada di areal yang sama atau berbatasand engan kawasan lindung yang juga merupakan habitat orangutan. Perlu adanya upaya untuk meminimalisasi resiko tersebut, selain upaya translokasi”, tegas Sari Fitriani, Manajer Program Habitat COP.

195 BIBIT UNTUK 18 KEPALA KELUARGA LONG LANUK

“Kami senang masyarakat Nyapa dengan semangat menerima bibit tanaman yang kami bagikan. Semoga tumbuh dan menghasilkan,” ujar Muhammad Iqbal Rivai dari tim APE Guardian COP. Sabtu, akhir Januari menjadi hari penuh semangat. Bibit berjumlah 195 habis dibagikan untuk masyarakat Dusun Nyapa Indah Desa Long Lanuk yang merupakan kemitraan dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterocarpa (B2P2EHD) Samarinda. Total ada 18 Kepala Keluarga yang hadir dan menerima bibit tanaman.

Bibit yang dibagikan adalah jenis yang disukai masyarakat seperti duku ada 48 pohon, rambutan binjai 20 pohon, durian montong 37 pohon, durian musang king 7 pohon, mangga gadung 20 buah, langsat tanjung 33 pohon, kelengkeng 30 pohon. Selain itu, APE Guardian juga membagikan 50 botol herbisida dan 50 botol pembasmi gulma.

Tempat pembibitan APE Guardian yang berada di dekat parkiran Bornean Orangutan Rescue Alliance seketika menjadi kosong. Tawa dan senyum warga berada di balik masker. Pandemi COVID-19 cepatlah berlalu, bercerita dan bercanda tanpa masker pasti lebih akrab. Mari menanam pohon, mari menanam harapan kelak suatu saat dapat memanen dan menikmati buah hasil dari menanam di ladang. (BAL)

GELANDANGAN ORANGUTAN DI JALAN POROS WAHAU

Masih di waktu yang sama dengan temuan orangutan yang kemarin, di pinggir jalan kami menemukan ada 1 individu orangutan yang sedang bergelantungan di cabang pohon. Orangutan tersebut berukuran lebih kecil, mungkin masih remaja. Tidak lama, orangutan tersebut langsung masuk ke dalam dan menghilang ke balik dedaunan. Kami langsung bergegas naik ke bukit untuk memantau pergerakan orangutan. Ternyata terlihat ada dua pergerakan di dua tempat yang berbeda dan pergerakan tersebut menuju satu pohon dimana ada sarang besar yang masih baru. Ada dua orangutan terlihat naik ke pohon tersebut namun tidak terlalu jelas tertutup daun-daun yang cukup rimbun. Setelah itu, satu orangutan terlihat di dalam sarang, seperti menambah patahan kayu dan daun di dalamnya. Namun tidak lama, orangutan tersebut turun dari pohon, kemungkinan terganggu dengan suara drone.

Lokasi masih berada di poros Bengalon ke arah Wahau. Dari seberang jalan tempat kami berhenti, terdapat jejak orangutan berupa patahan batang kayu serta kulit kayu yang terkelupas. Sedangkan di sekitar titik temuan orangutan yang sedang bergantung, terdapat tumpukan sampah seperti botol-botol, sisa sayuran, plastik dan sebagainya. Di belakang tumpukan sampah terdapat bukit dimana dari bukit tersebut terlihat jelas ada 2 sarang lama dan 1 sarang baru tempat orangutan tersebut bersarang. Dan di belakangnya terlihat jelas aktivitas pertambangan batu bara yang mungkin hanya berjarak sekitar 50-100 m dari sarang.

Jadi dalam 4 bulan terakhir, tim APE Crusader menjumpai adanya 5 individu orangutan dari pinggir jalan poros Wahau-Bengalon, di kawasan pertambangan batu bara KPC. Sejak Agustus 2020, setidaknya ada 5 laporan warga terkait orangutan yang ditemukan di pinggir jalan di area pertambangan yang sama dan 3 diantaranya viral di media sosial. (SAR)

TOLONG, ADA ORANGUTAN DI PINGGIR JALAN

Hari ini, 30 Januari 2021 pada pukul 17.30 WITA, tim APE Crusader dari Centre for Orangutan Protection kembali menemukan adanya orangutan di pinggir jalan saat melintasi jalan poros Bengalon di area pertambangan KPC. Saat itu terlihat orangutan di atas pohon yang berada tepat di pinggir jalan, mengupas kulit kayu untuk dimakan kambiumnya. Orangutan tersebut merupakan orangutan jantan dewasa yang ditandai dengan adanya cheekpad dan bertubuh besar.

Saat didekati untuk mengambil gambar, orangutan tersebut terlihat panik dan terburu-buru untuk turun dan pergi menjauh masuk ke arah dalam. Lokasi temuan kurang lebih hanya berjarak 1 km dari temuan orangutan sebelumnya di bulan September 2020 (orangutan tidur).

Kondisi tutupan lahan merupakan semak belukar dan kurang lebih 500 m ke dalam berhutan masih cukup luas. Namun sekitar 1 km arah barat laut sudah merupakan area bukaan untuk tambang KPC. Secara keseluruhan, sarang-sarang yang ditemukan dari pinggir jalan poros Bengalon hingga Sangatta tidak sebanyak pada survei bulan September lalu. Bahkan hanya ditemukan kurang dari 10 sarang dan semuanya sarang lama.

“Tolong, segera laporkan jika ada yang melihat keberadaan orangutan tersebut. Jangan disakiti. Cukup laporkan. Besok tim APE Crusader akan mencari orangutan tersebut. Keselamatan orangutan tersebut mungkin saja terancam. Begitu pula para pengguna jalan poros Kalimantan Timur ini,” ujar Sari Fitriani, kapten APE Crusader. (SAR)

GISEL, ORANGUTAN KECIL BERMAIN DI DUSUN KARET

“Itu dia kak… Gisel ada di pohon yang itu”, teriak anak-anak di Dusun Karet, Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Gisel, orangutan berusia 6-8 tahun yang terlihat berkeliaran di sekitaran dusun ini. “Ada 3 bulan dia di kampung ini. Biasa diberi makanan sama anak-anak, biasa main juga”, ujar salah satu ibu di dusun.

Sabtu, 30 Januari 2021 tim APE Defender COP menyelamatkan satu individu orangutan betina yang masih cukup liar. “Gisel terlihat jinak, tapi sesungguhnya dia cukup liar. Gerakannya cukup lincah. Memanjat bahkan mencari makanan yang ada di pohon. Namun, anak-anak sering melemparinya makanan, itu yang membuat dia sering menghampiri manusia berharap dilempari makanan”, jelas Widi Nursanti, kapten APE Defender COP, tim yang menangani konflik antara manusia dan orangutan di Kalimantan.

Tim tetap harus menembak bius Gisel dan menyusul Gisel di atas pohon. Di pohon itu juga, tim menemukan banyak sarang. “Sarang adalah salah satu indikator orangutan ini cukup mampu bertahan hidup jika dilepasliarkan di hutan. Kami akan mentranslokasi Gisel ke dalam hutan”, ujar Widi lagi.

Sejak September 2020 yang lalu kami sering mendapat informasi penampakan orangutan di pinggir jalan hingga pemukiman penduduk. Fenomena ini mungkin didukung oleh rasa kasihan orang-orang yang melihat dan memberi makanan ke orangutan yang mereka jumpai. Apa yang harus dilakukan jika berjumpa orangutan? “Segera hubungi BKSDA setempat, dokumentasikan dan hubungi media sosial COP, kami akan segera menuju lokasi. Ingat, jangan dikasih makanan. Jangan biarkan orangutan jadi pengemis”, tegas Widi Nursanti yang merupakan manajer Bornean Orangutan Rescue Alliance. (DAN)

JANGAN KASIH MAKAN ORANGUTAN DI PINGGIR JALAN!

Sebagian besar dari kita pasti percha memberi makan satsa, bark itu hewan peliharaan di rumah ataupun satwa di tempat-tempat hiburan. Menyenangkan bukan? Tidan ada salahnya untuk membagi kasih sayang dengan sesama mahluk hidup dengen çemberi sedikit makanan. Namun, jika objek yang diberikan pakan adalah satwa liar di alam liarnya, kegiatan menyenangkan tersebut bisa menjadi awal mula kejadian yang menyedihkan.

Bukanlah hal yang mustahil untuk mendapati orangutan, owa atau satwa liar lainnya saat melewati daerah berhutan. Sebaliknya, hal ini justru banyak didapati dan dimanfaatkan oleh beberapa orang sebagai daya tarik tersendiri. Di tahun 2017, tim COP mendapati satu individu orangutan jantan dewasa di pinggir jalan poros antar-provinsi. Orangutan tersebut berdiam dengan santainya di pinggir jalan dan meminta makan pada mobil-mobil yang melewatinya. Terlihat bekas-bekas buah dan makanan berceceran di sekitarnya yang diperkirakan diberikan oleh para penumpang mobil-mobil antar provinsi. Hampir setiap hari orangutan tersebut dijumpai di sana, meminta makan dengan jinaknya meskipun terlihat ada luka bacokan di kepala. Tidak peduli berpa banyak debu yang ia hirup dan kekerasan yang ia dapati di pinggir jalan tersebut. Ia tetap kembali ke titik dimana orang-orang memberinya pakan. Di tahun 2021, tim COP kembali menemukan adanya orangutan di pinggir jalan, tim menemukan adanya bekas kulit durian di bawah pohon tempat mereka bermain.

Lalu apa yang dilakukan jika melihat orangutan di pinggir jalan? Yang pertama adalah jangan dikasih makan! Dengan memberi pakan, kamu telah membantu orangutan tersebut untuk menjadi gelandangan. Mereka akan kehilangan insting liarnya karena terbiasa dengan makanan yang diperoleh dengan mudah dan malas mencari pakan alaminya di hutan. Dan yang kedua, sadari bahwa munculnya orangutan di jalan atau pemukiman merupakan salah satu indikator adanya masalah di habitatnya dan awal dari kejahatan atau kekejaman terhadap orangutan itu sendiri. Oleh karena itu, daripada memberi pakan dan melihatnya menjadi pertunjukan, dokumentasikan dan laporkan setiap temuan kepada pihak-pihak yang berwajib seperti BKSDA atau lembaga penyelamatan satwa terdekat. COP siap membantu! (SAR)

LAGI, DUA ORANGUTAN DITEMUKAN DI SEKITAR PT. GPM

Beberapa hari yang lalu, Tim APE Crusader menemukan adanya satu induk orangutan beserta anaknya bermain di pepohonan yang berada di daerah Amporo yang merupakan jalan poros untuk transportasi antar provinsi. Hal ini bukanlah yang pertama kali terjadi, mengingat pada tahun 2017 silam, tim pernah melakukan translokasi satu individu orangutan dewasa yang turun ke jalan untuk meminta makan hingga masuk ke warung di area yang sama.

Kemunculan orangutan di habitat manusia bukanlah hal yang lazim terjadi. Hal tersebut menjadi lazim saat habitat alaminya terganggu. Dan benar saja, hanya dengan masuk sejauh alaminya terganggu. Dan benar saja, hanya dengan masuk sejauh 500 meter dari tempat ditemukannya dua individu orangutan, area yang awalnya berhutan berganti menjadi bukaan lahan yang luas yang ditanami pohon-pohon sawit kecil berumur kurang lebih satu tahun. Hal ini cukup menjelaskan mengapa banyak laporan terkait orangutan yang muncul di jalan di sekitar Amporo. Perkebunan kelapa sawit milik PT. GPM telah mengubah hutan hujan tropis yang sebelumnya berisi berbagai pohon-pohon untuk pakan dan tempat bersarang menjadi luasan gersang yang berisi barisan tanaman sawit.

Temuan orangutan di da;am dan sekitar konsesi PT. GPM bukan;ah hal yang baru. Sejak PT. GPM memulai aktivitasnya di tahun 2017, tim COP setidaknya telah mendapati satu individu orangutan beserta anaknya di landclearing, translokasi satu individu orangutan dewasa yang mengemis di pinggir jalan raya dalam area konsesi dan menemukan setidaknya dua orangutan betina beserta anaknya berkeliaran di area yang sama. Hingga 2021, laporan serta temuan yang sama masih didapati oleh tim COP. “Temuan demi temuan tiap tahunnya mengidikasikan bahwa areal konsesi PT. GPM memang merupakan areal yang bernilai konservasi tinggi yang penting bagi orangutan. Jika hal ini tidak dianggap serius, keberadaan orangutan dan habitatnya di Kalimantan Timur yang akan menjadi taruhannya,” ujar Sari Fitriani, manajer Perlindungan Habitat COP. (SAR)

HOW IS PALM OIL INDUSTRY DURING THE PANDEMIC?

The covid-19 pandemic has disrupted almost all economic activities in business industries. The restriction on human mobility and social contact has affected many production activities, resulting in supply and demand shock. This is a challenge for the industrial sectors, including palm oil plantation. Then, how is the palm oil plantation going during the pandemic?

According to Indonesian Palm Oil Producers Association (GAPKI) data, there has been a decrease in the statistics of the Indonesian Palm Oil Industry 2020 compared to 2019. Accumulatively, total palm oil production in Jan – May 2020 reduced by 2,936 million tons from the previous year. While total exports and totl domestic consumption from Jan – May 2020 fell by 1,587 million tons and 22 thousand tons, respectively. The decline was largely due to social and mobility restrictions to prevent the spread of covid-19 virus, especially the exports to recipient countries such as China, Africa, India, Europe and Pakistan.

However, APE Crusader team found that land clearing for palm oil plantation extention keep happening. In early 2020, the team found two (2) individual orangutans in a forested area near a palm oil plantation in Seruyan, Central Kalimantan and found out that by June 2020 the area had been cleared. In addition, APE Crusader team also discovered a massive forest clearing for palm oil plantation in West Kutai, East Kalimantan from the beginning of 2020 and still going until now.

Although, covid-19 pandemic has affected production and export activities of palm oil, land clearing activities for plantation keep on happening. “Pandemics do affect many aspects of life, but we must not let our guard down. Do not let our forests and orangutans gone as the pandemic gone.” said Sari Fitriani, manager of COP Orangutan Habitat Protection Program. (SAR)

APA KABAR INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KALA PANDEMI?

Pandemi COVID-19 telah mengakibatkan terganggunya kegiatan ekonomi hampir di semua industri bisnis. Hal ini dikarenakan pembatasan mobilitas manusia mempengaruhi banyak kegiatan produksi, sehingga mengakibatkan penawaran (supply) dan permintaan (demand) mengalami guncangan. Ini menjadi tantangan bagi sektor perindustrian, tidak terkecuali industri perkebunan kelapa sawit. Lalu Bagaimana kabar industri perkebunan kelapa sawit selama pandemi?

Menurut data yang dihimpun oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), terjadi penurunan terhadap angka statistik industri minyak sawit Indonesia tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019. Secara akumulatif, total produksi minyak sawit bulan Januari-Mei 2020 mengalami penurunan hinga 2,936 juta ton dari total produksi tahun sebelumnya. Sedangkan total ekspor dan total konsumsi domestik Januari-Mei 2020 berturut-turut hingga 1,587 juta ton dan 22.000 ton dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut banyak diakibatkan oleh pembatasan sosial dan mobilitas yang diberlakukan untuk mencegah penyebaran virus COVID-19, terutama ekspor ke negara-negara penerima minyak sawit Indonesia seperti Cina, Afrika, India, Eropa dan Pakistan.

Meskipun begitu, tim APE Crusader mendapati bahwa pembukaan lahan untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit masih terus terjadi. Di awal tahun 2020, tim APE Crusader menemukan adanya dua individu orangutan di area berhutan dekat perkebunan kelapa sawit di Seruyan, Kalimantan Tengah dan mendapati bahwa pada bulan Juni 2020 area berhutan tersebut sudah habis dibuka. Selain itu, di Kutai Barat, Kalimantan Timur tim APE Crusader juga menemukan adanya pembukaan hutan besar-besaran untuk perkebunan kelapa sawit yang tengah. berlangsung dari awal tahun 2020, hingga saat ini.

Meski pandemi memberikan dampak berkurangnya produksi dan ekspor minyak kelapa sawit, aktivitas pemukaan lahan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit masih terus berlangsung. “pandemi memang mempengaruhi banyak aspek kehidupan, namun kita tidak boleh lengah. Jangan sampai sat pandemi COVID-19 hilang, kita juga kehilangan lebih banyak lagi hutan an orangutan.”, tegas Sari Fitriani, manajer Perlindungan Habitat Orangutan COP. (SAR)