APE SENTINEL MENANAMKAN KESADARAN KONSERVASI DI SMAN 2 BINJAI

Kamis pagi yang cerah, suasana di SMA Negeri 2Binjai terasa berbeda. Ruangan kelas XII IPA 1 dipenuhi oleh 35 siswa yang penuh semangat menunggu kedatangan tim APE Sentinel dan relawan orangutan (Orangufriends). Saat tim masuk, mereka langsung disambut oleh Bapak Edi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. School Visit kali ini dibuka dengan semangat oleh Orangufriends, Ibnu. “Siapa yang tahu apa itu konservasi?”, tanyanya sambil memandang para siswa yang duduk rapi. Seorang siswa, dengan antusias mengangkat tangan. “Usaha untuk menjaga lingkungan dan satwa kan, Kak”. “Benar sekali, Dina!”, jawab Ibnu. “Dan hari ini kita akan bahas, kenapa konservasi itu penting, khususnya untuk orangutan, penjaga hutan kita”.

Keseruan bertambah saat sesi permainan dimulai. Permainan “Tangan Kusut” memupuk kerja sama tim dan mengajarkan pentingnya kolaborasi dalam menjaga alam. Permainan “Pemburu dan Penebang” mengajarkan siswa tentang dampak buru kerusakan hutan terhadap satwa liar seperti orangutan. Setelah permainan, para siswa denga percaya diri menganalisis hikmah di balik aktivitas tersebut, menunjukkan bahwa edukasi tidak hanya menjadi pengalaman yang menyenangkan, tetapi juga membangun pemahaman yang mendalam. Suasana kelas dipenuhi tawa, refleksi, dan rasa kepedulian yang tumbuh.

Sebagai penutup, tim bersama para siswa dan guru mengambil foto bersama sebagai kenang-kenangan. Poster edukasi tentang orangutan juga diserahkan kepada pihak sekolah, menandai komitmen bersama dalam mendukung konservasi. Kunjungan ini adalah langkah penting dalam mengenalkan Pusat Rehabilitasi Orangutan SRA (Sumatran Rescue Alliance) dan membangun generasi yang peduli terhadap kelestarian satwa dan habitatnya. Harapan besar terpancar dari SMA Negeri 2 Binjai, mereka siap menjadi bagian dari solusi pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. (DIM)

APE SENTINEL MENGINSPIRASI GENERASI MUDA DI SMAN 5 BINJAI

Pagi yang cerah di aula semi-outdoor SMAN 5 Binjai diwarnai antusiasme 70 siswa dari kelas XII IPS 1 dan XII MIA 1. Tim APE Sentinel baru saja tiba, disambut hangat oleh Bu WIwi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Dengan senyum penuh semangat, Bu Wiwi membuka acara. “Hari ini, kita akan belajar hal yang sangat penting. Mari buka hati dan pikiran kita untuk mendengarkan cerita dari teman-teman Centre for Orangutan Protection (COP)”, katanya.

Bukhori, staf edukasi COP memulai sesi dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Ada yang tahu kenapa orangutan disebut ‘penjaga hutan’?”. Salah satu siswa denga cepat mengangkat tangan. “Karena mereka bantu sebar biji-bijian di hutan, Kak!”. “Betul sekali, hebat!”, jawab Bukhori. “Orangutan itu seperti petani alami. Kalau mereka tidak ada, hutan akan kehilangan salah satu penjaganya. Dan kalau mereka tidak ada, hutan akan kehilangan salah satu penjaganya. Dan kalau hutan hilang, kita juga akan kehilangan banyak hal. Ada yang tahu apa saja?”, tanya Bukhori lagi. “Ada banjir, Kak!”, seru seorang siswi. “Dan udara jadi gak sehat”, siswa lain pun ikut bersahutan menjawab pertanyaan tersebut.

Diskusi berlangsung interaktif dengan siswa aktif bertanya dan memberikan pendapat mereka. Salah satu momen yang paling dinanti adalah permainan “Pemburu dan Penebang”. Melalui permainan ini, siswa diajak memahami perjuangan orangutan dalam bertahan hidup di hutan yang rusak akibat ulah manusia. Ketika permainan usai, siswa dengan percaya diri mampu menjelaskan filosofi permainan tersebut dan menyadari bahwa pelestarian hutan adalah tanggung jawab bersama. Tawa, semangat, dan keingintahuan mereka menciptakan suasana belajar yang hidup. Kegiatan hari itu ditutup dengan penuh apresiasi dari pihak sekolah. Bu Wiwi menyampaikan rasa terima kepada tim atas edukasi yang menyentuh dan memberikan wawasan baru bagi siswa. (DIM)

SENO, RUMAH, ORANGUTAN, DAN KEBEBASAN

Seno namanya, seorang animal keeper yang suka membuat ilustrasi dan punya latar belakang pendidikan Biologi ini punya pribadi yang sangat ramah. Berinteraksi secara langsung dengan satwa langka dan endemik di Indonesia yaitu orangutan menjadi kebanggaan baginya. Di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) inilah petualangannya di mulai. Orangutan datang dengan cerita masing-masing. Terpisah dari induknya, pemeliharaan warga atau orangutan yang terkena dampak dari aktivitas manusia yang menghancurkan rumah mereka, menjadi cerita menyedihkan untuk kera besar satu-satunya yang ada di Indonesia ini.

Seno punya tugas membantu orangutan belajar kembali menjadi orangutan liar. Hal yang dilakukan pertama kali sebelum berinteraksi dengan orangutan yaitu mempersiapkan buah pakan. Pakan orangutan diberikan di pagi, siang, dan sore hari. Aktivitas selanjutnya yaitu Sekolah Hutan yang dilakukan pagi hari dan siang hari dalam rentan waktu 2 jam. Membawa orangutan ke lokasi sekolah hutan dimana orangutan beraktivitas mencari makan, bermain, berinteraksi dengan sesama orangutan, memanjat, menjelajah, bahkan tertidur di sekolah hutan adalah aktivitas yang cukup menguras energi. Ya, kita harus punya fisik yang kuat dan sehat. Aktivitas orangutan tersebut pun tercatat di buku dan terlapor dalam grafik dalam laporan bulanan.

Tidak jarang, Seno pun harus menghadapi tantangan sulit seperti cuaca yang tiba-tiba mendung atau pun orangutan yang telah keluar dari zona sekolah hutan yang ditetapkan, bahkan hal yang paling sulit lainnya adalah jika orangutan yang diamati mendadak susah untuk kembali dibawa turun kembali ke kandang. Namun di balik kesulitan itu, terdapat rekan kerja lainnya yang selalu siaga membantu.

Hari demi hari berlalu, Seno pun menyadari beberapa orangutan memiliki perkembangan tersendiri. Mereka mulai berani menjelajah hutan, menemukan makanan sendiri, dan belajar hidup tanpa bergantung pada manusia. Ketika saatnya tiba untuk melepaskan mereka kembali ke alam liar, perasaan itu sangat campur aduk. Ada kebahagian, kebanggaan, dan sedikit rasa sedih. Tapi itulah tujuan kita, mengembalikan mereka ke rumah sejatinya.

Bekerja di tempat konservasi orangutan adalah pengalaman yang mengubah hidup. Seno belajar bahwa bukan hanya kita yang merawat orangutan, tapi mereka juga mengajari kita tentang kesabaran, kepercayaan, dan pentingnya menjaga alam. Di sini, Seno menemukan makna sejati dari kata “rumah” dan “kebebasan”. (SEN)

SAAT CHARLOTTE MENOLONG ANIMAL KEEPERNYA

Pernah kepikiran jadi animal keeper? Atau tau ga sih animal keeper itu apa? Pasti pernah menonton video-video pendek tentang “orang yang merawat” Panda di kebun binatang Cina kan? Menggemaskan bukan? Melihat dan langsung berinteraksi dengan hewan-hewan seperti itu. Nah itulah Animal Keeper atau bisa disebut perawat satwa. Inilah aku, seorang Animal Keeper, tapi… mari kita ubah mindset mau menjadi animal keeper karena hewannya menggemaskan, mau pegang-pegang hewan, enak yah bekerja bersama hewan bisa main dengan mereka terus. Kata-kata tersebut banyak sekali kudengar dari orang-orang entah dari komentar di postingan video atau dari temanku sendiri yang tahu aku bekerja sebagai animal keeper. Well, I would say it’s not false to have opinion like that, maybe that would be another privilege that we have as animal keepers.

Mari kita luruskan lagi pemikiran seperti itu dengan pengalamanku sebagai salah satu perawat satwa di tempat rehabilitasi orangutan. Bekerja sebagai animal keeper orangutan menjadi pengalaman pertamaku melihat dan berinteraksi langsung dengan orangutan itu sendiri, yang mana dulu hanya bisa lihat dari jauh dibalik jeruji kandang mereka di kebun binatang. Dimulai dari diperkenalkannya orangutan yang masih bayi hingga yang jantan dewasa gede sekali. Jujur awal bertemu orangutan besar itu bikin deg-deg an sendiri, lebih ke rasa takut kalau orangutannya agresif dan tiba-tiba menyerang gimana yah? Tapi kami diajarkan untuk bisa mengontrol rasa takut kami karena orangutan bisa merasakannya juga loh. Walau begitu kami juga diajarkan untuk selalu was-was dengan pergerakan mereka.

Berada di site hutan? Seru dong, apalagi dengan adanya program sekolah hutan untuk orangutan yang berada di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) ini, jadi semakin bisa melihat tingkah-tingkah mereka, semakin mengenal perilaku per individu. Setiap keeper juga memiliki orangutan favorit di hati. Sebagai keeper, kita selalu bersama orangutan, menjadi lebih peka dengan perubahan perilaku maupun perkembangan orangutan. Inilah salah satu peran penting seorang keeper di luar kerjaan rutin kami dalam menjaga kebersihan serta memberikan makanan harian. Berinteraksi langsung, mengamati entah dari jarak jauh maupun dekat sekalipun, secara tidak langsung orangutan pun juga menunjukkan perilaku mereka dengan sendirinya, sehingga kami para keeper pun dengan terbiasa dapat mengatasi maupun mengerti beberapa sikap orangutan.

Contoh kecilnya adalah pertama kalinya aku bertemu dengan orangutan Charlotte. Charlotte itu paling tidak suka dengan orang baru, jika dia melihat orang baru maka perkenalan pertamanya ialah dengan menarik maupun tidak jarang memukul atau pun melempar batang kayu dedaunan yang berada di kandangnya. Aku baru di kandang sosialisasi dan bertemu dengan Lotte (begitu panggilannya) yang tak luput oleh perkenalan awal bersamanya, sehingga benar-benar membuatku menjauh darinya atau lebih tepatnya tidak mau berurusan dengannya. Hingga suatu hari, aku membawa Popi untuk sekolah hutan, Charlotte pun dikeluarkan untuk sekolah hutan juga. Tak lama setelah melakukan sekolah hutan, aku mengamati tingkah orangutan Popi yang gelisah dan mendekati keeper, padahal awalnya dia sangat aktif travelling dan mencari makan, ada apakah gerangan? Popi segera meminta untuk digendong dan pergi dari tempat terakhir kami sekolah hutan, tak lama kemudian Linau (keeper BORA) mendatangiku dan memintaku untuk membawa orangutan Jainul untuk pulang duluan ke kandang karena harus memanggil orangutan Mery yang belum mau turun. Kenapa semua begitu panik dan ingin cepat pulang?

Yahhh… kami diserbu oleh lebah, karena itu sekolah hutan hari itu berakhir dengan cepat dan kami harus segera menyelamatkan diri besama orangutan, menjauh dari tempat itu sesegera mungkin. Dengan membawa dua orangutan aku sesegera mungkin berjalan cepat meninggalkan lokasi sekolah hutan. Namun seketika ada yang memegang tanganku dari belakang. (Ingat ini di hutan, tidak ada kisah romantis). Ya itu adalah Charlotte. Charlotte berlari ke arahku dan meraih tanganku dan menarikku lari… Hahahaha, iya aku yang ditarik orangutan lari, bukan aku yang menarik orangutan untuk lari menyelamatkan diri. Entah rasanya lucu jika mengingat awalnya Charlotte paling tidak suka aku pegang dan dekati selama ini di kandang, namun dia yang datang pertama kali dan mengajakku untuk kabur dari serangan lebah itu. Semenjak dari peristiwa itu, hubunganku dengan Charlotte membaik, dia sudah mau kupegang dan tidak mengganggu selama di kandang sosialisasi, bahkan dia sudah mau kubawa saat sekolah hutan.

Ini hanyalah salah satu pengalamanku saat menjadi orangutan keeper, sungguh menyenangkan melihat dan belajar mengenai tingkah mereka, sedikit demi sedikit kita juga semakin dekat dengan mereka sehingga mereka akan menunjukkan perilaku yang tidak mereka perlihatkan ke semua orang. (SAR)

EDUKASI SERU TENTANG ORANGUTAN DI SDIT PLUS AZ-ZAHRA

“Kak, orangutan itu beneran pintar kayak manusia?”, tanya seorang anak perempuan kelas 5 sambil mengangkat tangan dengan semangat. “Iya, betul sekali!” Jawab Medi dengan senyum. “Orangutan punya kecerdasan luar biasa. Mereka bisa pakai alat sederhana, seperti daun untuk melindungi kepala dari hujan, atau ranting untuk mengambil buah”. Anak-anak di aula langsung bersorak kagum, seakan membayangkan orangutan membawa payung daun di tengah hutan.

Pagi itu, aula SDIT Plus Az-Zahra dipenuhi keceriaan. Sebanyak 220 siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 duduk rapi, siap mendengarkan cerita dari tim APE Sentinel bersama Orangufriends Medan yaitu Medi dan Aulia. Dengan gaya bercerita yang seru, Medi mengenalkan kehidupan orangutan, satwa liar yang menjadi ikon penting hutan Indonesia. “Kalau kalian lihat orangutan di alam, apa yang harus kalian lakukan?”, tanya Medi sambil menatap para siswa. “Jangan ganggu! Jangan kasih makan!”, seru dorang anak laki-laki dari kelas 3. “Betul! Hebat kamu!”, puji Aulia sambil memberikan jempol. “Kita harus jaga jarak dan biarkan mereka hidup bebas di habitatnya.”.

Setelah sesi bercerita, suasana semakin seru saat Medi memimpin permainan “Pemburu dan Penebang”. Anak-anak berlari kesana-kemari, berpura-pura menjadi pohon, satwa liar, atau pemburu. Terikan dan tawa memenuhi halaman sekolah. “Ayo, lindungi pohonmu! Jngan sampai ditebang!”. Tim memberikan semangat dan anak-anak berlomba-lomba menjaga ‘hutan’ kecil mereka dari pemburu dan penebang. Ketika permainan usai, seorang guru mendekati Medi dan Aulia. “Kegiatan ini luar biasa. Anak-anak jadi lebih paham pentingnya menjaga alam”, ujar beliau dengan penuh apresiasi.

Kegiatan ditutup dengan sesi foto bersama di halaman sekolah. Semua anak tersenyum lebar, beberapa mengangkat tangan sambil berteriak, “Lestarikan orangutan!”. Hari itu bukan hanya sekedar belajar, tetapi juga langkah kecil untuk menanamkan kesadaran konservasi kepada generasi muda dan menjadi momen penting untuk mengenalkan konservasi orangutan kepada masyarakat Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. (DIM)

DARI SI CENGENG JADI SI PEMBERANI

Arto adalah salah satu bayi orangutan yang berhasil diselamatkan dari masyarakat. Sekarang, si lucu Arto sudah berusia 1,7 tahun, usia yang cukup untuk memulai sekolah hutan. Dengan berat 5 kg, Arto sudah mampu bersaing merebut makanan di atas pohon bersama orangutan lainnya. Kemampuannya berkembang pesat, dari yang dulu suka menangis, kini Arto tumbuh menjadi pemberani. Dia sangat cepat memanjat, bahkan bisa mencapai ketinggian lebih dari 10 meter. Arto juga sangat menikmati berayun-ayun sambil bergulat dengan orangutan yang lebih besar darinya.

Arto termasuk bayi yang mandiri. Ukurannya yang masih mungil tidak menghalanginya untuk terus belajar hal-hal baru, baik di kandang maupun saat di sekolah hutan. Baru-baru ini, Arto terlihat berusaha mencari buah di atas pohon. Pernah suatu hari, saat keeper memberikan sarang rayap, dengan percaya diri dan kelucuannya, Arto mulai mengacak-acak sarang tersebut, mencoba menemukan rayap. Dia bahkan mencoba menghisap sarang itu hingga akhirnya berhasil menemukan rayap yang dicari. Meski awalnya sedikit takut melihat banyaknya rayap yang keluar, rasa takutnya perlahan berubah menjadi penasaran. Walaupun Arto tidak memakan rayap tersebut, keberaniannya patut diapresiasi.

Tingkah lucu lainnya adalah saat keeper harus berpura-pura lemah dihadapannya karena Arto, si bayi pemberani ini, mencoba menunjukkan sisi dominannya. Sepatu boot keeper menjadi sasaran empuk untuk digigit-gigit. Setelah puas dengan sepatu, Arto mulai menarik-narik wearpack keeper, seakan ingin menunjukkan bahwa dia sekarang sudah kuat dan berani. Tingkah laku ini membuat kepercayaan dirinya meningkat, seolah-olah dia ingin menjadi jantan dominan saat itu juga. Arto tidak hanya bersikap demikian kepada keeper, tetapi juga kepada sahabat sejatinya, Harapi. Saat Arto mencoba mengajak Harapi bergulat, Harapi hanya merespon dengan diam dan meletakkan kedua tangannya di depan, sementara Arto tetap gigih menarik-nariknya.

Kemampuan belajar adaptasi Arto terbilang sangat cepat. Harapan terbaik untuk Arto, yaitu agar semua yang dipelajari selama di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) dapat menjadi bekal berharga ketika suatu hari nanti dia sudah cukup besar untuk dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya. Rasa gemas dan tawa tentu sudah menjadi hal biasa bagi para keeper yang berinteraksi langsung dengannya. Perubahan yang dialami Arto selama hampir setahun di BORA sangat jelas, dari yang dulunya tukang nangis, kini dia telah menjadi Arto si pemberani yang selalu bersemangat pergi ke sekolah hutan. (MUN)

CINTA KEEPER PADA ORANGUTAN DI BORA

Rasa cinta kepada orangutan benar-benar dialami kita, seorang animal keeper. Saya, Fhajrul Karim yang telah menjadi animal keeper selama 11 bulan di BORA, sehari pun tak pernah luput melihat tingkah oranguta yang lucu dan menggemaskan. Respon malu dan pamer terhadap keeper yang disenangi terlihat jelas bagi orangutan yang sudah masuk usia remaja, itulah yang ada pada diri Bonti, Jojo, dan Mary. Lirikan mata dan ekspresi mereka setiap berjumpa tak bisa terlupakan.

Bonti yang di saat senang selalu memamerkan kemampuan memanjat dan bergulatnya, baik itu ketika di kandang maupun di saat sekolah hutan. Lalu ada Mary yang senang sekali menunjukkan kemampuan menumpuk-numpuk daun untuk membuat sarang terbaiknya kepada keeper. Sedangkan Jojo lebih cenderung memamerkan kemampuannya melilit akar dengan simpul, sering ditunjukkannya. Terkadang Jojo juga memperlihatkan kemampuannya menggunakan alat untuk mendapatkan perhatian keeper. Tentu saja interaksi ketiga orangutan ini berhasil membuat para keeper merasa sayang terhadap mereka bertiga.

Melihat orangutan berhasil meningkatkan kemampuan serta pengetahuan alaminya merupakan suatu kebanggan besar bagi keeper. Sama halnya seperti orangtua melihat anaknya tumbuh besar menjadi sosok yang mandiri di kehidupannya. Kebanggan yang dirasakan orangtua tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan keeper setiap melihat orangutan tersayangnya.

Topik bercerita membanggakan adanya peningkatan kemampuan orangutan di kandang dan di sekolah hutan sering dilontarkan ketika selesai bekerja. Tidak hanya itu saja, rasa ingin mengetahui kabar orangutan di saat libur kerja pun menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh keeper untuk didengar. Rasa cinta inilah yang menjadi penyemangat keeper tetap terus menjalankan rutinitas di pusat rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Harapan keeper ingin melihat Bonti, Jojo, dan Mary merasakan kembali atmosfer hutan yaitu tempat habitat yang tepat ketika rilis nanti. (JUN)

APE CRUSADER SCHOOL VISIT DI SDN 09 MUARA WAHAU

“Kalau berjumpa dengan orangutan, adik-adik harus bagaimana?”, begitu drh. Theresia Tineti menanyakan kembali apa yang harus dilakukan saat anak-anak sekolah atau pun mengetahui keberadaan orangutan di sekitar mereka. “Lapor Bu dokter, ada orangutan besar di bla-bla-bla”.

Masih ingat orangutan Vivy yang diselamatkan di sekitar pemukiman dan ladang dimana lokasi tersebut di kelilingi perkebunan kelapa sawit. Saat itu tim menemukan beberapa sarang yang dibuatnya, dan ketika tim APE Crusader menaikkan drone di lokasi tersebut, kemungkinan orangutan ini berasal dari jembatan 1 Wahau yang mana masih dijumpai sedikit hutan sekunder dan kebun buah warga. Informasi dari warga juga, orangutan tersebut sempat ditembak dengan senapan angin karena merusak tanaman warga.

“Jangan disakiti ya…”, peringatan dari dokter hewan Tere lagi. “Yuk yang sayang orangutan jadi Dokter Hewan atau bisa jadi Biologist, jadi Forester, Animal Keeper atau Ranger”, ajak Tere lagi sambil memperkenalkan profesi yang relevan dengan kegiatan konservasi. 52 siswa SDN 09 Muara Wahau pun mengikuti kegiatan School Visit dari Centre for Orangutan Protection dengan antusias, kondusif, dan interaktif. Kelak, anak-anak inilah yang akan melanjutkan kerja konservasi hari ini. (YUS)

ORANGUFRIENDS MEDAN DI MADRASAH ALIYAH FARHAN SYARIF

“Tepuk Orangutan”, seru Orangufriends Medan yang melakukan kunjungan sekolah di Madrasah Aliyah Swasta Farhan Syarif Hidayah, Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara. Aulia merupakan alumni COP School Batch 14 mengajak 80 siswa dari kelas 10 dan 12 untuk mengenal Centre for Orangutan Protection (COP) dan konservasi orangutan.

Materi berat yang dikemas ringan tentang Biologi orangutan dan berbagai profesi yang dibutuhkan dalam dunia konservasi pun menjadi wawasan baru bagi para siswa dan guru yang hadir. Tentu saja permainan “Pemburu dan Penebang” bukanlah profesi yang disarankan. Tepatnya bagaimana itu menjadi ancaman atas keberadaan orangutan. Suasana di luar ruangan itu pun mendadak meriah khas anak remaja menuju dewasa. Mereka pun berani berpendapat tentang makna filosofi dari permainan yang baru saja mereka mainkan.

Untuk Orangufriends (relawan orangutan) ini adalah cara mereka berlatih public speaking. Tidak mudah ternyata berbicara di depan orang banyak, sekali pun itu mereka yang hanya terpaut bebera tahun. Ada guru yang mengawasi juga sempat buat grogi. Tapi bikin nagih, kapan lagi punya kesempatan berperan dalam dunia konservasi orangutan. Selanjutnya Orangufriends Medan menyampaikan surat permohonan untuk melakukan kegiatan School Visit ke SDIT Plus Az-zahra Stabat dan SMPN 1 Stabat. Semoga kedua sekolahan tersebut juga membuka pintu untuk kami. (BUK)

TRANSLOKASI ORANGUTAN URAI DENGAN BEKAS LUKA DI BIBIR

Laporan orangutan menganggu perkebunan kelapa sawit di daerah Wehea masuk, sembari tim menghela nafas prihatin. “Orangutan hanya mencari makan di rumahnya. Ya, rumahnya yang tanpa batas. Dia tak mengerti batas, yang ada dia mengikuti insting alamiah nya mencari makan”. Tak hanya satu, tim APE Crusader COP pun menerima 3 laporan lainnya di kawasan tersebut.

Satu orangutan terlihat di hutan samping kebun. Tim APE Crusader bersama BKSDA SKW II Kaltim kemudian memantau dan mencoba memotong jalur orangutan tersebut. Pepohonan yang tersisa tidak akan cukup menjadi rumah untuk orangutan betina beranjak dewasa ini. “Terpaksa translokasi”.

Beruntung sekali kondisinya tidak buruk dengan nilai BCS (Body Scoring Condition) 5/10 normal, semua pengukuran tubuh (napas, jantung) normal, organ dalam normal, dan selama proses akan dibius pergerakannya aktif. Tim pun menamainya Urai, orangutan betina dengan berat badan 40 kg ini pun ditraslokasi ke hutan yang lebih luas.

Ada yang mengusik pikiran saat melihat wajah orangutan Urai. Bekas luka di bibirnya tertutup sempurna secara alami. Luka yang menyiratkan betapa sulitnya hidup di alam. Mungkin saja karena perkelahian antar orangutan, perebutan makanan misalnya, atau mungkin juga karena kecerobohannya sendiri. “Haruskah kita tambah kesulitannya dengan menghabisi hutan sebagai rumahnya?”. (AGU)