SDN 015 SONTANG, RAMAH HARIMAU!

Ada tim APE Guardian di Sontang-Cubadak. APE Guardian bersama Orangufriends Padang mengunjungi Sekolah Dasar 015 Sontang. Pandemi COVID-19 katanya memberi dampak semangat dan minat belajar anak berkurang. Besar harapan pihak sekolah terhadap kegiatan edukasi ini, ke depan nya tim akan menggunakan metode variatif lainnya. 

Senin pagi, tim telah bersiap untuk “school visit”. “Ada dua grup, yang pertama kelas 1,2 dan 3. Dan grup ke-2 tentunya untuk anak-anak yang duduk di kelas 4, 5, 6. Awalnya, kita perkenalan dulu”, ujar Novi Rovika, relawan COP yang tidak pernah absen di Sumatra Barat.

Pengenalan aneka ragam satwa liar menjadi materi pembuka. Memasuki materi satwa liar dilindungi, anak-anak semakin antusias. Selanjutnya, anak-anak diajak untuk memahami pentingnya menjaga hutan dan lingkungannya. Yang paling seru, tentu saja saat permainan. “Gak cuman anak-anak yang senang, kita bahkan guru-guru yang memperhatikan kami dari jauh juga ikut senang”, ujar Iqbal Rivai, kapten APE Guardian. 

APE Guardian dengan dukungan International Tiger Project sejak bulan Februari 2022 bekerja di Nagari Sontang-Cubadak, Sumatra Barat. Nagari Ramah Harimau, begitulah harapannya. Hidup berdampingan dengan satwa liar. (BAL)

MENJEMPUT ORANGUTAN DI SUMENEP (3)

Setiap satu jam sekali, tim berhenti di rest area. Mengecek kondisi satwa adalah SOP (Standar Operasional Prosedur) Centre for Orangutan Protection saat membawa satwa. Tim pun memanfaatkan waktu tersebut untuk istirahat sejenak atau sekedar ke toilet. “Sepertinya makanan yang ada di dalam kandang angkut telah habis. Panasnya matahari juga dikawatirkan membuat satwa dehidrasi. Tim membeli madu dan memberikan keduanya dengan bantuan ranting. Sepertinya kita harus melewati waktu sarapan kita”, kata Satria Wardhana, kapten APE Warrior. Tatapan orangutan Jodet adalah hiburan satu-satunya. Semangat untuk sampai tujuan.

Gerimis menyambut tim APE Warrior di WRC Jogja. Usai tarik nafas dan mengumpulkan nyawa (istilah bagi yang baru saja bangun tidur), tim bersiap untuk memindahkan orangutan dan beruang madu yang berada di kandang angkut ke kandang karantina. Seminggu ke depan, keduanya akan menjalani masa karantina. Selama masa ini, orangutan maupun beruang akan diamati perilaku dan pola makannya. Selanjutnya pemeriksaan kesehatan umum dan beberapa kebutuhan lainnya sebagai persyaratan penerbangan. 

Untungnya, relawan orangutan (Orangufriends) Yogya sudah siap membantu. Tenaga yang tersisa berganti dengan tenaga relawan yang baru. Kandang angkut kosong saja memiliki berat 25-35 kg. Belum ketambahan beratnya beruang madu Fico sekitar 60 kg. Alhasil setiap 50 meter menuju kandang karantina, Orangufriends dan perawat satwa WRC berhenti untuk mengumpulkan kekuatan. Gerimis semakin membuat licin jalan juga, tapi semuanya terbalas ketika pintu kandang angkut dibuka.

Beruang madu butuh waktu sesaat untuk keluar dari kandang angkut. Tetesan hujan deras membuatnya langsung aktif. Beruang mulai mengeksplor kandang barunya. Menjulurkan lidahnya seolah-olah mengapai tetesan air hujan. Tak jauh berbeda dengan orangutan Jodet. Jodet langsung keluar dari kandang dan… langsung memanjat jeruji kandang. Bergelantungan di hammock, berkeliling dan memandang orang-orang yang berada di sekitarnya. Jodet juga mencoba ban mobil bekas yang menjadi enrichment kandang. Dengan mulut terbuka, dia memainkan, mengangkat ban dan menggulingkan ban tersebut. 

Rehabilitasi Jodet bukanlah hal yang mudah. Tapi Centre for Orangutan Protection tetap optimis. Kesempatan kedua untuk bisa liar dan kembali ke habitatnya adalah yang terbaik untuk satwa liar yang tak beruntung. Jalan itu masih panjang, minggu depan masih harus MCU (Medical Check Up) dan menunggu hasilnya sekitar dua minggu setelahnya. Jika bagus, Orangutan Jodet akan melalui perjalanan udara yang panjang lagi. Yogyakarta ke Jakarta dan lanjut ke Tarakan. Dari Tarakan akan melalui jalur laut dan dilanjut jalur darat sekitar 2 jam. Masuk kandang karantina di Bornean Orangutan Rescue Alliance yang baru. Jika lolos tahapan itu, tiga bulan kemudian baru Jodet bisa mengikuti sekolah hutan. 

150 KG SISIK TRENGGILING DIAMANKAN DARI PEDAGANG DI SIBOLGA

Polda Sumut melakukan operasi kepemilikan bagian tubuh satwa liar dilindungi di Kecamatan Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Dari tangan 2 pelaku, Polisi menyita 150 kg sisik trenggiling.

Jumat (25 Februari) tersangka AS (42 tahun), warga Desa Tarutung Bolak memiliki dan menyimpan bagian tubuh  trenggiling dan berencana menjualnya. Sementara EPK (42 tahun) warga Desa Rumah Brastagi membantu mencari pembeli serta menawarkan sisik tersebut kepada orang lain dengan harga Rp 2.500.000,00 per kg. Berdasarkan pengakuan tersangka, kurang lebih 600 trenggiling dibunuh untuk mencapai bobot 150 kg sisik kering. Total transaksi yang berhasil digagalkan sebesar Rp 375.000.000,00. 

Perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi melanggar UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosisitemnya, pasal 40 ayat 2 Jo 21 ayat 2 huruf d, dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00. Sesuai dengan Permen LHK nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018, trenggiling merupakan satwa liar yang dilindungi undang-undang dan tidak boleh diperdagangkan. 

“Centre for Orangutan Protection optimis, hukuman kasus 150 kg sisik trenggiling ini akan mencapai putusan maksimal. Total transaksi saja lebih dari denda maksimal yang ada dalam Undang-Undang. Bahkan kerugian ekologis yang ditimbulkan jauh lebih besar. Peran 600 ekor trenggiling di alam tidak dapat digantikan hanya dalam masa 5 tahun. COP berharap penyidik jeli melihat akibat dari perbuatan kedua tersangka”, tegas Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection.

MENJEMPUT ORANGUTAN DI SUMENEP (2)

Sejak tahun 2013, orangutan jantan ini telah dipelihara di WPS Sumenep. Sementara beruang madu yang ikut dievakuasi tim APE Warrior terlah menghuni waterpark yang ada di Sumenep, pulau Madura ini sejak tahun 2017. Keduanya rencananya akan diterbangkan kembali ke tempat asalnya, yaitu Kalimantan Timur. Orangutan akan masuk ke pusat rehabilitasi BORA sementara beruang madu akan ke BOSF.

Berat badan beruang madu yang luar biasa berat sempat membuat tim kewalahan. Belum lagi saat dimasukkan ke dalam kandang transport. Proses yang akan dijalani beruang madu tersebut pastinya sulit. Nyaris 90% pelepasliaran beruang jantan yang dipelihara manusia akan berakhir pada kematian. Sekali lagi, jangan pelihara beruang madu! Apapun itu alasannya. Lucu saat kecil, semakin besar hanya ada teror. 

Selanjutnya tim APE Warrior COP dan BKSDA Kaltim SKW 1 Berau menuju Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja. Sebuah Pusat Penyelamatan Satwa yang dikelola orang-orang berdedikasi tinggi untuk satwa liar. Perawat satwa di sini sudah belasan tahun mengabdi. Sayang, Oktober 2022 nanti akan berakhir. Kembali tim mengendarai mobil pick up berisi dua kandang dan didamping tiga mobil lainnya bersama para relawan orangutan yang tergabung di Orangufriends. Menerjang gelapnya malam dan sunyinya jalanan pulau Madura dari sisi utara. Tim beristirahat sejenak di Bangkalan. Relawan lainnya menjamu tim dengan makanan dan minuman hangat. Perjalanan masih panjang.

Orangutan dan beruang sudah dalam kondisi yang lebih tenang. Tidak seperti baru dimasukkan ke dalam kandang. Keduanya sepertinya tidak sedang ingin tidur. Tim mencoba memberikan sebotol air, mungkin bisa melepas sedikit dahaga. Kantuk mulai menyerang, pergantian pengemudi tak terhindari lagi. Tim melalui jembatan Suramadu, indahnya konstruksi menghibur yang terjaga, untuk yang lelah tentu saja sudah nyenyak dalam tidurnya. Tim mampir ke BBKSDA JawaTimur. Mohon ijin dan melanjutkan perjalanan lewat tol ke Yogyakarta. 

MENJEMPUT ORANGUTAN DI SUMENEP (1)

Jadwal telah disusun. Seminggu sebelumnya informasi mengejutkan datang dari keberadaan orangutan ilegal di pulau Madura, Jawa Timur. Orangutan remaja ini berada di dalam sebuah gua buatan. Nyaris tak tersentuh cahaya matahari, berlantai tanah tanpa ornamen dan tanpa tempat bergelantungan untuknya. Bahkan setetes airpun tak terlihat. Rambutnya penuh dengan tanah kering.

Jodet… begitulah perawat satwa memanggilnya. Jodet terlihat jinak. Kata perawatnya, Jodet dipelihara sejak kecil sekali, usianya mungkin baru satu tahun. Minumnya di botol susu. Persis kayak bayi itu. 

Tim APE Warrior bersama BKSDA Kaltim SKW 1 Berau  pada tanggal 1 Maret dini hari menjemput orangutan tersebut. Tak disangka, banjir sebelum Sampang membuat perjalanan tim terhambat. Yogyakarta-Sumenep ditempuh dalam waktu 15 jam. “Perjalanan yang melelahkan”, ujar Zain, relawan COP yang ikut membantu evakuasi. 

Di tengah gelapnya malam dan matinya listrik di Waterpark Sumerkat (WSP) Sumenep, tim mempersiapkan evakuasi. Tim medis yang dipimpin dokter hewan Tom dari WRC Jogja dibantu Tetri mahasiswa kedokteran hewan UNAIR yang sedang koas mempersiapkan bius untuk orangutan. Proses bius berjalan dengan cepat, pemeriksaan kesehatan dasar pun dilakukan. Orangutan jantan remaja ini terlalu kurus untuk usianya.