3 YEARS OF COP BORNEO

This is the only orangutans rehabilitation center founded by the sons and daughters of Indonesia. Began with the concerns for orangutans have no future in human hands, this rehabilitation center built step by step. In September 2014, armed with courages and firmness, also supports from orangufriends, Centre for Orangutan Protection built its quarantine cage. A rugged camp was being a place to rest. The construction progress was running slowly because of its site conditions. The road to the construction site could only be taken by walking. It’s not all plain path, but steep yet slippery derivatives and steep climbs are its own struggle. “Without burden of bulding materials, irons, cements, woods, stones… it’s quite hard to walk through this road, moreover to carry all the building materials!”, Ramadhani recalled.

The first cage finished, followed by the second cage which is a socialization cage for small orangutans. The construction cost was higher because the price of building materials in Berau region’s different from other cities. Luckily, the development continued to run until the construction of kitchen and permanen camp. “The eyes of orangutans staring at us was our own strength.”.

April 1st, 2015, Orangutans transfer began. Twelve orangutans from Unmul Botanical Garden, Samarinda, entered orangutan rehabilitation center COP Borneo. Hadn’t finished organized yet, there was another 3 orangutans entered the rehab center which was consfiscated from the community and deposited to COP Borneo by BKSDA Kaltim. At the end of 2015, eight orangutans from KRUS migrated to orangutan pre-release island. It was continued the following year with the entry of orangutan babies to the class of forest school. By the end of 2016, COP Borneo released orangutan Lana, a wild orangutan just arrested by the people.

The COP Borneo orangutan rehabilitation center continues to grow. The construction of feed warehouse was an attempt at frequent forest animals taking orangutan foods in the storage areas. Orangutan clinic became indispensable. The nearest cage to the clinic was built for orangutan babies. 2017 was a stressful year. Preparation to the release of orangutan which was living in a zoo would be the first in Indonesia. Some candidates and stages before release entered the quarantine period. Unfortunately, the results of medical checkup forced Nigel to remained in the quarantine cage and underwent treatment because of herpes. While Oki, successfully released in mid-September 2017. “It’s such an achievement for COP Borneo, this is the first orangutan from the zoo that was successfuly released. Escape from iron bars into the real freedom.” said Reza Kurniawan, COP Borneo’s Manager.

2018 becomes a year full of surprises. Right on COP’s 11th birthday, Ambon and Debbie orangutans who have lived behind iron bars for decades, live in the sanctuary island. “Ambon was very surprising, in just 3 hours he decided to climb a tree. While Debbie, decided to make a nest under.” said Reza Kurniawan who is also COP’s primate anthropologist.

This year, COP Borneo is 3 years old. Still to young but dreaming of continuing to return orangutans back to their habitat. Orangutan Untung who has finger defects, Novi who was rescued from under the house, chained by her neck and befiriended the dog, Unyil who was rescued from the toilet, small yet lively Leci, and Nigel the stressful orangutan who eats his own feces, will be back to their habitat soon. Currently, they’re undergoing quarantine and final medical evaluation. The release of five orangutans requires a lot of money. Let’s help these five orangutans to return to their habitat, so they can perform their function to preserve the forest. Indonesian people, surely you can!

Thank you With Compassion & Soul​ Orangutan Outreach​ The Orangutan Project ORANGUTAN APPEAL UK​ and Orangufriends in the world for supporting COP Borneo. (SAR)

CATATAN 3 TAHUN COP BORNEO
Ini adalah pusat rehabilitasi orangutan satu-satunya yang didirikan oleh putra-putri Indonesia. Berawal dari keprihatinan pada orangutan tanpa masa depan di tangan manusia, pusat rehabilitasi ini dibangun setahap demi setahap. September 2014, bermodal keberanian dan keteguhan Centre for Orangutan Protection dengan dukungan para orangufriends nya, membangun kandang karantina. Camp ala kadarnya menjadi tempat istirahat. Kondisi lapangan membuat pembangunan berjalan lambat. Jalanan menuju lokasi pembangunan hanya bisa dilalui dengan berjalan. Tidak hanya secara mendatar, tapi turunan yang terjal nan licin dan tanjakan curam merupakan perjuangan tersendiri. “Tanpa beban berupa bahan bangunan, besi, semen, kayu, batu… sudah cukup sulit melalui jalan ini, apalagi dengan bahan bangunan itu!”, kenang Ramadhani.

Kandang pertama selesai, dilanjutkan kandang kedua yang merupakan kandang sosialisasi untuk orangutan-orangutan kecil. Biaya pembangunan pun menjadi lebih besar karena harga bahan bagunan di kota Berau berbeda dengan kota lain. Beruntung sekali pembangunan terus berjalan hingga pembuatan dapur serta camp permanen. “Mata-mata orangutan yang menatap kami adalah kekuatan tersendiri.”.

1 April 2015, Pemindahan orangutan pun dimulai. Kedua belas orangutan dari Kebun Raya Unmul Samarinda masuk ke pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Belum selesai tertata, sudah masuk lagi 3 orangutan hasil sitaan dari masyarakat yang dititipkan BKSDA Kaltim ke COP Borneo. Akhir 2015, kedelapan orangutan dari KRUS berpindah ke pulau pra-rilis orangutan. Dilanjutkan tahun berikutnya dengan masuknya bayi-bayi orangutan ke kelas sekolah hutan. Diakhir tahun 2016, COP Borneo melepasliarkan kembali orangutan Lana, orangutan liar yang baru saja ditangkap warga.

Pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo terus berkembang. Pembangunan gudang pakan menjadi usaha atas seringnya satwa hutan mengambil makanan orangutan di tempat penyimpanan. Klinik orangutan menjadi sangat diperlukan. Kandang terdekat dengan klinik pun dibangun untuk bayi orangutan. Tahun 2017 menjadi tahun yang menegangkan. Persiapan untuk melepasliarkan kembali orangutan bekas kebun binatang akan menjadi yang pertama di Indonesia. Beberapa kandidat dan tahapan sebelum dirilis memasuki masa karantina. Sayang, hasil cek medis memaksa Nigel untuk tetap di kandang karantina dan menjalani pengobatan karena herpes. Sementara Oki, berhasil dilepasliarkan pada pertengahan September 2017. “Sungguh prestasi tersendiri untuk COP Borneo, ini adalah orangutan pertama dari kebun binatang yang berhasil dilepasliarkan kembali. Lepas dari kandang jeruji besi menuju kebebasan yang sesungguhnya.”, ujar Reza Kurniawan, Manajer COP Borneo.

2018 menjadi tahun penuh kejutan. Tepat di hari ulang tahun COP yang ke-11, orangutan Ambon dan Debbie yang sudah puluhan tahun hidup dibalik jeruji besi hidup dalam pulau sanctuary. “Ambon sangat mengejutkan, hanya dalam 3 jam, dia memutuskan untuk memanjat pohon. Sementara Debbie, memutuskan membuat sarang di bawah.”, ujar Reza Kurniawan yang juga merupakan antropolog primata COP.

Tahun ini, COP Borneo berusia 3 tahun. Masih terlalu muda namun bermimpi untuk terus mengembalikan orangutan kembali ke habitatnya. Orangutan Untung yang cacat jarinya, Novi yang diselamatkan dari bawah kolong rumah dengan rantai yang selalu menghiasi lehernya dan berteman anjing, Unyil yang diselamatkan dari toilet, Leci si kecil nan lincah, dan Nigel si orangutan stres yang memakan kotorannya sendiri akan segera kembali ke habitatnya. Saat ini mereka sedang menjalani karantina dan evaluasi medis akhir. Pelepasliaran lima orangutan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Yuk bantu kelima orangutan ini untuk kembali ke habitatnya, agar bisa segera menjalankan fungsinya di hutan, menjaga kelestarian hutan. Bantu COP Borneo lewat https://kitabisa.com/orangindo4orangutan Orang Indonesia, pasti bisa!

Terimakasih With Compassion & Soul​ Orangutan Outreach​ The Orangutan Project ORANGUTAN APPEAL UK​ dan seluruh #orangufriends yang berada di seluruh dunia atas kepercayaan dan dukungannya pada COP Borneo.

DEBBIE DO NOT APPEARS FOR TWO DAYS

The Kelay river where we have orangutan island is the habitat of crocodile. We spot them several time around the island whenever they are sunbathing. They are out neighbour with all risks. Here we would like to confirm that Debbie, one of the resident in our island, do not appears for 2 days. We tried our best to find her. Apparently, she has been eaten by crocodiles as she share the same favorite spot with the crocodiles.

PEDAGANG ELANG DITANGKAP DI BANDUNG

Bandung – Tim gabungan Tipidter Polda Jawa Barat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat dibantu Centre for Orangutan Protection (COP) mengamankan RA  warga Cijerah Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat terkait jual beli satwa liar dilindungi pada tanggal 28 Maret 2018. Tersangka ditangkap di rumahnya dengan barang bukti 5 ekor elang yang hendak diperjualbelikan secara online. 

“Tersangka RA sudah terpantau sejak 1,5 tahun melakukan jual beli satwa liar dilindungi di sosial media Facebook. RA merupakan spesialis penjual burung elang dan alap-alap. Saat ditangkap, tim gabungan menemukan barang bukti 5 ekor elang di rumahnya tanpa ada perlawanan.”, Hery Susanto Manager Anti Wildlife Crime COP

Dalam upaya operasi ini tidak mudah karena RA selalu menyembunyikan identitas asli dan tidak pernah mau melakukan pertemuan secara langsung dengan para calon pembeli. Pedagang ini cukup aktif melakukan posting dagangan di sosial media untuk jenis satwa kategori dilindungi. Tersangka mendapat pasokan barang dari pulau Jawa dan Sumatera terutama untuk jenis elang yang memiliki habitat di laut. Ini adalah elang ke 51 yang kami evakuasi dari perdagangan ilegal satwa liar selama 5 tahun terakhir. Banyaknya pemelihara dan penghobi elang menyebabkan penangkapan terus terjadi dan perdagangan tetap ada. Elang dan alap-alap adalah burung pemangsa tertinggi dalam rantai makanan dan semua keberadaannya dilindungi di Indonesia. 

“Selama kurun waktu 5 tahun terakhir COP membantu Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), setidaknya sudah mengamankan 51 elang dari perdagangan ilegal satwa liar.  Dari pengakuan para tersangka, mereka memperjualbelikan satwa tersebut karena masih adanya permintaan dan banyaknya kelompok penghobi elang yang menyebabkan perburuan dan perdagangan terus ada dan terjadi.”, Hery Susanto Manager Anti Wildlife Crime COP.

Kami mengapresiasi Tipidter Polda Jawa Barat dan BKSDA Bandung yang secara tegas melakukan upaya penegakan hukum kasus ini. Dan kita menunggu babak baru terkait vonis hukuman pengadilan bagi tersangka bisa lebih maksimal. Barang bukti elang saat ini masih diamankan di BKSDA Jawa Barat dan akan segera dikirim menuju ke Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK) guna perawatan dan rehabilitasi bagi elang tersebut.

Untuk wawancara dan komunikasi lebih lanjut silahkan menghubungi

Hery Susanto
COP Anti Wildlife Crime Coordinator
Mobile Phone:  081284834363
Email: info@orangutanprotection.com

ANTAK READY TO GO BACK TO THE ISLAND

The black Antak who always has trouble with his hair, now a bit different. The darker-colored hairs on the bodies of other orangutans are very encouraging. “Antak started longish!”, Exclaimed Idham happy. “It means as long as it is pulled into the cage, you are in an effort to dye your hair ya Antak?”.

January 2017, Antak was withdrawn from pre-release orangutan island to the quarantine cage. Three days earlier, the animal keeper saw Antak fight with Nigel and after that never saw him. Worries made the team search for it to decide to withdraw Antak. At that time Antak injured and experienced mal nutrition.

The medical team is working hard to improve Antak’s physical health. Antak’s weight is slaughtered and the injuries are improving. Surprisingly, Antak began to make his bedding from the leaves and twigs given animal keeper. “It’s amazing to see the development.”, Idham said smilingly.

Antak looks enjoying the given coconut. His sturdy fingers gouged the coconut meat … when impatiently, he began to use his teeth. Krauk … krauk … krauk … coconut is a favorite fruit of Antak. “Antak … next I can not see you this close. Only now is my chance to see your expression up close. When on the island … you become so fierce.”.

ANTAK SIAP KEMBALI KE PULAU
Si hitam Antak yang selalu bermasalah dengan rambutnya yang sedikit kini berbeda sekali. Rambut-rambut di tubuhnya yang berwarna lebih gelap di banding orangutan lain sungguh menggembirakan. “Antak mulai gondrong!”, teriak Idham senang. “Berarti selama ditarik ke kandang, kamu dalam usaha melebatkan rambut-rambut mu ya Antak?”.

Januari 2017, Antak ditarik dari pulau pra rilis orangutan ke kandang karantina. Tiga hari sebelumnya, animal keeper melihat Antak berkelahi dengan Nigel dan setelah itu tak pernah melihat nya. Kekawatiran membuat tim melakukan pencarian hingga memutuskan menarik kembali Antak. Saat itu Antak terluka dan mengalami mal nutrisi.

Tim medis berusaha keras memperbaiki kesehatan fisik Antak. Berat badan Antak dipantai terus dan luka-luka pun membaik. Hal yang mengejutkan, Antak mulai membuat alas tidurnya dari daun-daun dan ranting yang diberikan animal keeper. “Luar biasa rasanya melihat perkembangannya.”, ujar Idham tersenyum.

Antak terlihat menikmati kelapa yang diberikan. Jari-jarinya yang kokoh mencongkel daging kelapa… saat tak sabar, dia mulai menggunakan giginya. Krauk… krauk… krauk… kelapa adalah buah kesukaan Antak. “Antak… selanjutnya aku ngak bisa lihat kamu sedekat ini. Hanya sekarang kesempatanku melihat ekspresimu dari dekat. Saat di pulau… kamu menjadi begitu galak.”.

ANCAMAN PASCA PENANGKAPAN PEDAGANG ELANG DI BANDUNG

Pesan masuk lewat media sosial Centre for Orangutan Protection. Tanpa menunggu lama, informasi ini langsung ditindak lanjuti tim APE Warrior, tim yang selama ini menangani perdagangan satwa. Sehari, seminggu, sebulan, tim terus memantau informasi ini. Kali ini sesepuh falconari Bandung yang menjadi target.

Operasi gabungan untuk memproses secara hukum kepemilikan elang ilegal sudah dilakukan COP bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Operasi gabungan bersama organisasi satwa lainnya juga melibatkan Kepolisian Republik Indonesia karena kepemilikan tersebut melanggar hukum yang berlaku. Media massa juga berperan serta mempublikasikan kejahatan ini. Namun, kejahatan ini terus berlangsung.

“Kami melakukan yang terbaik untuk negeri ini. Satwa dan hukum menjadi prioritas kami. Sekarang keluarga tersangka pedagang elang mengejar-ngejar kami. Salah kami apa?”, ujar Hery Susanto bingung.

Tidak mungkin tersangka tidak mengerti satwa elang adalah satwa yang dilindungi Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Kenapa Elang dilindungi juga bukanlah hal yang baru. Fungsi elang sebagai predator tingkat tinggi menjadikannya satwa yang sangat penting dalam rantai makanan yang sejak jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak sudah diajarkan. Ataukah hukum dan pelajaran biologi ini salah semua?

“Terimakasih orangufriends yang telah menguatkan kami. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan berbuat untuk alam ini. Hukum harus ditegakkan!”, tegas Hery Susanto, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

THE NEWS OF QUIET SEPTI

Septi has now entered adulthood. This female orangutan looks calm and reserved. The quarantine enclosure becomes a room that limits its motion. “Sad … every time we stop at Septi’s cage to deliver her food and a little enrichment for her. The cage really limited her movement. But we were not brave enough to take him to a jungle school. Calm in the cage is not necessarily the same, when he was in the tree. “, Said Jhony Senju concerned.

Today Septi gets coconut fruit. Wow … his teeth easily peeled off the kalapa fibers. Soon she began to break the coconut shell by banging on the iron cage. The water was immediately drunk … and the white part began to bite. “Septi uses his abilities! Good Septi.”, Jhony shouted with delight. (L)

KABAR SI PENDIAM SEPTI
Septi kini sudah memasuki usia dewasa. Orangutan betina ini terlihat kalem dan pendiam. Kandang karantina menjadi kamar yang membatasi geraknya. “Sedih… setiap kali kami mampir ke kandang Septi untuk mengantarkan makanannya dan sedikit enrichment untuknya. Kandang benar-benar membatasi geraknya. Tapi kami tidak cukup berani untuk membawanya ke sekolah hutan. Kalem di kandang belum tentu sama, saat dia berada di pohon.”, ujar Jhony Senju prihatin.

Hari ini Septi mendapatkan buah kelapa. Wow… gigi-giginya dengan mudah mengupas serabut kalapa. Tak lama kemudian dia mulai memecahkan batok kelapa dengan memukulkan ke besi kandang. Airnya langsung diminumnya… dan bagian putihnya mulai digigitinya. “Septi menggunakan kemampuannya! Bagus Septi.’, teriak Jhony dengan senangnya.

Septi juga tak pernah menyia-nyiakan daun maupun ranting yang diberikan animal keeper kepadanya. Walau terlihat masih bingung, dia mulai menyusunnya untuk menjadi alas duduknya. Membuat sarang sepertinya kemampuan alamiah orangutan. Jika saatnya dia berada di pohon, Septi pasti bisa membuat sarang yang bagus dan nyaman untuk dirinya. “Septi… kami masih bermimpi untuk mu… kembali ke hutan… bergelantungan dari satu pohon ke pohon dan memilih pohon terbesar untuk tidurmu.”.

5 EAGLES RESCUED FROM MERCHANTS

Tuesday, March 27, 2018 has caught one suspected hawk merchant in Nanjung village, Margaasih sub-district, Bandung regency, West Java. From joint operation of COP with team of Ditipidter Polda West Java, BKSDA West Java and assisted Orangufriends Bandung to secure 5 (five) eagles. According to the suspect, the supply of hawk eagles and sea eagles comes from the province of Bangka Belitung.

“The suspect is one of the Falconary elders of Bandung. Every week, his home becomes the training ground for eagles’ lovers to learn together, “explained Hery Susanto, coordinator of Anti Wildlife Crime COP.

The ‘Lovers’ Eagle is unlikely not to know the status of the eagle which is a protected animal of the Act. Position of suspect houses that are in densely populated people’s attention. “We hope people can learn firsthand, that maintaining and trading protected animals is illegal. A maximum of 5 years imprisonment and a fine of 100 million is a punishment that the perpetrator must undergo. But this punishment is still too light, that’s why there are still illegal keepers and wildlife traders protected. This business is still profitable, even if cut penalties and fines. “, Added Hery Susanto.

Thank you Orangufriends Bandung for helping with this joint operation. The Center for Orangutan Protection support group is a special force for the COP. The extent of the Orangufriends network has been shown to repeatedly save both protected and unprotected wildlife and other pets from abuse and cruelty. #proudoforangufriends (L)

5 ELANG DISELAMATKAN DARI PEDAGANG
Selasa, 27 Maret 2018 telah tertangkap satu orang tersangka pedagang elang di desa Nanjung, kecamatan Margaasih, kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dari operasi gabungan COP bersama tim Ditipidter Polda Jawa Barat, BKSDA Jawa Barat dan dibantu Orangufriends Bandung mengamankan 5 (lima) elang. Menurut tersangka, pasokan elang pemburu dan elang laut berasal dari provinsi Bangka Belitung.

“Tersangka merupakan salah satu sesepuh Falconary Bandung. Setiap minggu, rumahnya menjadi tempat latihan para ‘pecinta’ elang untuk belajar bersama.”, urai Hery Susanto, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

‘Pecinta’ Elang tidak mungkin tidak mengetahui status elang yang merupakan satwa dilindungi Undang-Undang. Posisi rumah tersangka yang berada di padat penduduk sempat menjadi perhatian warga. “Kami berharap warga bisa belajar langsung, bahwa memelihara dan memperdagangkan satwa dilindungi melanggar hukum. Penjara maksimal 5 tahun dan denda 100 juta adalah hukuman yang harus dijalani pelaku. Tapi hukuman ini masih terlalu ringan, itu sebabnya masih saja ada pemelihara ilegal dan pedagang satwa liar dilindungi. Bisnis ini masih menguntungkan, sekali pun dipotong hukuman dan denda.”, tambah Hery Susanto.

Terimakasih Orangufriends Bandung yang telah membantu operasi bersama ini. Kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection adalah kekuatan tersendiri bagi COP. Luasnya jaringan Orangufriends telah terbukti berulang kali menyelamatkan satwa liar baik dilindungi maupun yang tidak dilindung dan hewan peliharaan lainnya dari perlakuan kekejaman maupun kejahatan. #proudoforangufriends

ANGGOTA PERBAKIN HARAM TEMBAK SATWA LIAR

Centre for Orangutan Protection (COP) mengapresiasi kepada Pengurus Besar Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Seluruh Indonesia (PB.PERBAKIN) yang mengeluarkan surat Nomor 257/SEKJEN/PB/III/2018 tertanggal 25 Maret 2018 yang ditujukan kepada seluruh Pengurus PERBAKIN di setiap provinsi seluruh Indonesia. Dalam suratnya PB.PERBAKIN menggaris bawahi kembali kepada anggota dan klub-klub senapan angin yang berada di bawah naungan PERBAKIN untuk kembali mengerti peraturan Kapolri bahwa senapan angin tidak bisa digunakan untuk menembak satwa. Senapan angin hanya boleh digunakan untuk menembak sasaran dan perlombaan.

“Sudah seharusnya PB.PERBAKIN menertibkan anggota dan klub naungannya agar mengerti bahwa dengan menjadi anggota PERBAKIN tidak otomatis penggunaan senapan angin halal untuk menembak satwa. COP berharap ini dimengerti oleh anggota PERBAKIN seluruh Indonesia dan tidak ada lagi kegiatan-kegiatan dengan kedok berburu hama oleh klub/komunitas senapan angin.”, oleh Ramadhani, Manager Perlindungan Habitat COP.

PB.PERBAKIN mengeluarkan surat tersebut berdasarkan surat dari Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan melihat maraknya penembakan satwa liar dengan menggunakan senapan angin.

“Kami berharap PB.PERBAKIN bisa menertibkan anggotanya dan klub naungannya. Dan Kepolisian bisa melakukan pengetatan kepemilikan dan penjualannya, yang mana saat ini pembelian dan kepemilikan senapan angin sangat mudah sekali prosesnya.”, tegas Ramadhani.

Catatan :
1. 15 Oktober 2017, PERBAKIN Tanah Datar, Sumatera Barat melakukan hunting bersama di Lapangan Cindua Mato dengan menembak mati ratusan burung bangau yang dilindungi dengan alasan burung bangau sudah menjadi hama.
2. 6 Pebruari 2018, COP mempublikasikan hasil otopsi kematian 1 individu orangutan, yang mana di tubuh orangutan ditemukan 130 peluru senapan angin.
3. Awal Maret 2018 COP melakukan kampanye untuk membatalkan kegiatan berburu hama yang rencananya dilakukan 4 Maret 2018 oleh komunitas senapan angin Rang-Rang Community di Brebes dan Komunitas Sniper Uklik Indonesia di Sukoharjo, Jawa Tengah. Dua rencana kegiatan tersebut batal dilakukan.
4. Data bersama dari 8 organisasi orangutan mencatat setidaknya telah terjadi 48 kasus orangutan ditembak dengan senapan angin dan total 805 peluru.

POPI JUST WANT TO SLEEP

This baby make us grunt. In time she supposed to play at the forest school and
all the animal keeper was excited to acompany her climbing to make a nest in the tree… Popi chose to to remain silent below.

“Well Pop, if that’s what you want,” Danel said as he collected the leaves and piled them under the tree. Not even Danel finished compiling the leaves and twigs, Popi had fallen asleep soundly. “Popi!!,” Danel screamed to himself.

What style of sleep what she did this morning. Forest School holidays should not be too long. You’re so lazy Pop! Or are you still too small? it’s sad for your fate, you have to part with your parent that you might not be able to meet them again. Your mother must be dead. And is there still a forest for you to be released?

Let’s support the Center for Orangutan Protection. They work from saving orangutans to the forests that are habitat for orangutans. You must join the orangutans through https://www.orangutan.org.au/adoption/adopt/popi/?referrer_source=COP

POPI MAU TIDUR SAJA

Bayi satu ini memang buat kita geregetan. Di saat dia seharusnya bermain di sekolah hutan dan para animal keeper sedang bersemangat untuk menemaninya memanjat pohon hingga membuatkan sarang di atas pohon… Popi memilih berdiam diri di bawah.

“Baiklah Pop, kalau itu mau mu.”, ujar Danel sambil mengumpulkan dedaunan dan menumpuknya di bawah pohon. Belum juga Danel selesai menyusun daun dan ranting, Popi sudah tertidur dengan pulasnya. “Popi!!!”, jerit Danel dalam hati.

Entah gaya tidur seperti apalagi yang dilakukannya pagi ini. Libur sekolah hutan memang tidak seharusnya terlalu lama. Kamu jadi malas ya Pop! Atau kamu memang masih terlalu kecil? Sungguh sedihnya nasib mu, harus berpisah dengan induk yang ngak mungkin kamu temui lagi. Ibumu pasti sudah tewas. Dan apakah masih ada hutan untukmu dilepas-liarkan kah nantinya?

Mari dukung Centre for Orangutan Protection. Mereka bekerja mulai dari menyelamatkan orangutan hingga hutan yang menjadi habitat orangutan. Kamu harus ikut menyelamatkan orangutan lewat https://kitabisa.com/orangindo4orangutan

COP COMPLAINTS TO RSPO

The death of an orangutan with 130 rifles bullet in his body led the APE Crusader team to its findings this time. From the autopsy result found 2 palm seeds that are still not digested. The orangutans were then found in Kutai National Park, East Kalimantan and located in a small lake. The lake is surrounded by palm oil plantation and other community gardens of pineapples. Orangutans which are in a conservation area did not escape the threat. the status of the area is not a guarantee orangutans can live. this situation drags orangutan into wildlife in critical status.

Five people as perpetrators of orangutan killings we call ‘Kaluhara 2’ will undergo a legal process. Then again the puzzle will end where the palm oil plantations are located in a national park?

Center for Orangutan Protection complains to RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) that has produced Certified Sustainable Palm Oil (CSPO). Is it true that the company’s palm oil “contains orangutans blood”?

COP MENGELUH PADA RSPO
Kematian orangutan dengan 130 peluru senapan angin di tubuhnya mengantarkan tim APE Crusader pada temuannya kali ini. Dari hasil otopsi ditemukan 2 butir sawit yang masih belum dicerna. Orangutan saat itu ditemukan di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur dan berada di sebuah danau kecil. Danau tersebut di kelilingi perkebunan kelapa sawit dan kebun masyarakat lainnya yaitu nenas. Orangutan yang berada di sebuah kawasan konservasi ternyata tidak luput dari ancaman. Status kawasan bukan jaminan orangutan dapat hidup. Situasi ini menyeret orangutan menjadi satwa dalam status kritis.

Lima orang sebagai pelaku pembunuhan orangutan yang kami sebut Kaluhara 2 akan menjalani proses hukum. Lalu muncul lagi teka-teki akan berakhir kemanakah hasil perkebunan sawit yang berada di sebuah taman nasional?

Centre for Orangutan Protection menyampaikan keluhannya kepada RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yang telah memproduksi Certified Sustainable Palm Oil (CSPO). Benarkah dugaan sawit perusahaan tersebut “mengandung darah orangutan”?