INTERVAL RUN BERSAMA ORANGUTAN BONTI

Di pagi hari yang cerah, sedikit basah karena embun, tim monitoring bertindak seperti paparazzi alias melakukan Post Release Monitoring (PRM) pada si cantik orangutan bernama Popi. Saat tiba di titik terakhir PRM pada hari sebelumnya, Popi nampak masih “bermuka bantal” alias baru bangun tidur sambil bersandar di batang pohon buah baran (Dracontomelon dao) yang merupakan buah santapan kesukaannya.

Tidak berapa lama setelah tim monitoring tiba, Popi mulai beraktivitas berpindah-pindah pohon dengan bebas. Popi bergerak dengan sangat lincah mulai dari berayun hingga memanjat. Beberapa kali Popi nampak menyantap buah-buahan hingga dedaunan untuk makan paginya. Sesekali Popi juga menggumpal-gumpalkan tanah untuk dimakan. Iya, benaran dimakan, dimana hal tersebut bukan tanpa alasan ya. Tanah memiliki kandungan mineral yang baik untuk menetralisir metabolit sekunder pada dedaunan yang dimakan oleh Popi.

Perpindahan Popi dari satu pohon ke pohon yang lain hingga menyeberangi sungai dengan berayun-ayun pada kanopi hutan yang membentang. Hal ini membuat tim monitoring harus mengikuti ke mana pun Popi pergi sekali pun itu lembah yang dalam atau tebing yang terjal. Beberapa saat setelah Popi menyeberangi sungai, Popi bertemu kembali dengan sobat lamanya di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), yaitu Bonti. Secara mengejutkan keduanya malah terlibat kejar-kejaran hingga membuat tim kewalahan mengikutinya.

Sangking jauhnya, Popi bahkan sudah tidak terlihat lagi dari pandangan mata karena kabur dari kejaran Bonti. Hanya Bonti yang berada di sekitar tim monitoring, dimana hal berikutnya semakin penuh gebrakan. Bonti menghadap ke arah kami sembari tersenyum lebar dan mengejar kami. Yap, benar-benar dikejar hingga kami lari tunggang-langgang. Bonti tiba-tiba berhenti sesaat dan kami pikir Bonti mulai kelelahan. Ternyata salah, Bonti kembali mengejar kami yang sesungguhnya yang kelelahan. Meskipun asyik mengejar kami, Bonti selalu berhenti di waktu-waktu tertentu, lalu lanjut mengejar kami kembali. Kami seolah-olah mendapat pelatihan interval run dari Bonti. “Terima kasih ya Bonti, sudah melatih kami untuk menjadi pelari trail run hebat dan kuat dari Surga Hayati Gunung Batu Mesangat.”. (Andika_Orangufriends).

KETIKA HARIMAU SUMATRA MASUK KAWASAN BRIN, APE PROTECTOR HADIR DI AGAM

Semuanya berawal pada malam 15 Oktober 2025, ketika kamera CCTV LAPAN BRIN Agam menangkap sosok loreng yang melintas sunyi di antara bayangan. Seekor Harimau Sumatra ternyata masuk dan terjebak di dalam area berpagar beton setinggi dua meter! Tim gabungan dari BKSDA Sumatera Barat, PAGARI, dan COP segera bergerak cepat. Dari atap gedung dan dengan bantuan drone termal, kami memantau setiap sudut, memastikan si raja rimba masih berada di dalam kawasan.

Keesokan harinya, laporan baru pun muncul, sebuah jejak harimau ditemukan di Mudiak Palupuah dan viral di media sosial. Namun setelah diverifikasi, ternyata jejak tersebut merupakan jejak palsu yang dibuat menggunakan telapak tangan manusia. Sambil menenangkan warga, tim terus berjaga di BRIN, memasang tangga dan kamera jebak, serta mencoba menggiring harimau keluar menggunakan suara petasan dan meriam spritus.

Hingga akhirnya, setelah dua hari pemantauan intensif, tanda-tanda keberadaan harimau mulai hilang. Di tembok pagar, tim menemukan bekas cakaran dan beberapa helai rambut oranye-putih, petunjuk bahwa induk dan anak harimau itu telah berhasil keluar dari area terisolasi.

Operasi pun akhirnya dinyatakan selesai. Warga kini bisa beraktivitas kembali, sementara tim pulang dengan satu pelajaran penting, yaitu di antara pagar beton dan suara petasan malam itu, ada momen langka ketika manusia dan alam sama-sama belajar tentang batas, ruang hidup, dan cara saling menjaga. (DIV)

JAINUL ATAU JAHILNUL

Setiap individual orangutan memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Jainul orangutan yang sangat nyebelin luar biasa, ia selalu bertingkah yang membuat kita geleng-geleng kepala. Di sekolah hutan ia selalu jahil dengan keeper terutama keeper perempuan, karena tidak takut sama sekali dan tidak ada kapoknya untuk jahil. Kejahilan yang ia sering lakukan adalah menarik boots, menggigit kaki, mengejar-ngejar keeper, mengambil buku pengamatan dirinya maupun punya orangutan lain.

Di suatu hari sekolah hutan, Jainul memulai aksi jahilnya yang membuat kaki keeper cedera.
Janet: “Nov, awas ada Jainul di belakang.”
Keeper Novi langsung berdiri dan berlari menghindari Jainul, tak lama berlari, Novi pun terjatuh karena kakinya tergelincir di permukaan tanah yang tidak rata. “Bruk!”, Novi pun jatuh dan menangis.
Novi: “Aduh, kaki ku sakit banget huhuhuhu”.

Jainul duduk diam dan mengamati Novi, tapi setelah beberapa menit ia memulai aksi jahilnya kembali menggigit sepatu boots nya Novi, dan Janet berusaha menghalangi niat Jainul.
Janet: “Jainul, sudah itu! Kaki Novi lagi sakit.”

Tidak sampai di situ saja, kejahilan Jainul kepada keeper. Ia juga suka sekali kembali ke kandangnya, bukan karena untuk beristirahat melainkan untuk mengambil sisa pakan orangutan lain, yaitu Pingpong dan Husein. Ketika Jainul kembali ke kandang, ia mempunyai trik yang sangat ampuh agar bisa balik ke kandang. Tapi tenang semua keeper sudah hafal dengan triknya. Trik pertama, Jainul akan berpura-pura bermain dengan orangutan lainnya di tanah. Ia akan bermain beberapa menit agar mengalihkan fokus keeper yang membawanya ke sekolah hutan. Setelah keeper sedikit tidak memperhatikannya, ia kabur berlari dengan begitu cepat. Sesampainya di kandang, ia akan memakan sisa pakan Pingpong dan Husein.

Suatu ketika, Jainul kembali ke kandang. Ia tidak mau turun dan abai oleh panggilan Novi. Setelah Novi capek memanggilnya, Novi meminta tolong pada keeper yang lain atau biologis yang bernama Indah.
Novi: “Teh Indah, tolong bantu ambilkan Jainul. Dia gak mau sama aku.”
Indah: “Dimana Jainulnya, Nov?”
Novi: “Ini teh, di atas kandang mau ngobok-ngobok air tandon minum orangutan.”
Indah: “Ohhh, iya Nov. Aku ke situ.”
Setelah Indah datang, keduanya pun bekerja sama untuk menurunkan Jainul yang sudah tidak kondusif itu.
Indah: “Jainul, Inul… heee Inul sini turun.”
Sambil menyodorkan sepotong wortel kepada Jainul, tapi Jainul hanya abai dengan panggilan itu. Setelah beberapa menit, Jainul tergiur juga untuk mengambil wortelnya saja. Ia tak ingin kembali ke sekolah hutan, Ia menyerang Indah dengan menarik jilbab Indah dan menjambak rambutnya.
Indah: “Ya Allah, tolong guys. Aku diserang.”
Keeper Novi ingin membantu, hanya saja Ia ragu karena takut digigit dan diserang lagi oleh Jainul. Setelah 3 menitan, ia lepaskan Indah. Ia kembali lagi ke atas kandang. Sungguh sangat menyebalkan.

Suatu hari di sekolah hutan, Jainul sedang eksplorasi di cabang atau ranting pohon dengan ketinggian 6 meter. Dan… “krekkk… brukkk”.
Keterangan Foto, Nophy dengan Cinta, bukan Jainul.(NOP)

DI BALIK ANGKA DI HARI BADAK 2025, MITOS, KEJAHATAN, DAN ANCAMAN NYATA DI UJUNG TANDUK

Hari Badak Sedunia 2025 kembali dirayakan, namun bukan dengan berita suka cita, melainkan dengan realita yang mengiris hati. Di balik perayaan, ada data yang bagai tamparan keras dari kolaborasi Centre for Orangutan Protection (COP), Kepolisian Republik Indonesia, dan Balai Penegakan Hukum (Gakkum) yaitu tiga kasus perdagangan cula badak terungkap dalam setahun terakhir, melibatkan sembilan pelaku. Angka ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan kejahatan satwa liar masih jauh dari kata usai.

Penangkapan sembilan orang ini memang sebuah keberhasilan, tetapi di saat yang sama, ia mengungkap kerentanan badak di alam liar. Kenapa perdagangan ini terus terjadi? Jawabannya klasik, “ada permintaan, pasti ada pasokan”. Cula badak, benda yang sepintas terlihat tidak berharga, di pasar gelap bisa dihargai hingga ratusan juta rupiah per kilogram, bahkan mengalahkan harga emas.

Mengapa bisa semahal itu? Karena ada mitos yang sudah mendarah daging, yang menyatakan bahwa cula badak memiliki kekuatan penyembuhan. Di beberapa negara Asia, cula dipercaya bisa mengobati demam, sakit kepala, bahkan kanker.Tapi mari kita luruskan, ini hanyalah bualan belaka. Secara ilmiah, cula badak terbuat dari keratin, materi yang sama dengan kuku dan rambut kita. Coba bayangkan, adakah orang yang sembuh dari kanker dengan memakan kuku manusia? Tentu tidak. Mitos inilah yang jadi bahan utama perdagangan brutal ini.

Perburuan yang dipicu mitos ini tidak hanya mengancam kelangsungan hidup badak, tetapi juga merusak tatanan ekosistem. Badak bukan sekadar satwa besar, mereka adalah ‘insinyur ekosistem’. Dengan memakan tumbuhan dan menyebarkan benih lewat kotorannya, mereka membantu menjaga hutan tetap sehat dan beragam. Ketika populasi badak berkurang, keseimbangan alam terganggu. Regenerasi hutan terhambat, keanekaragaman hayati menurun, dan ekosistem menjadi lebih rentan terhadap ancaman seperti perubahan iklim.

Kita tidak bisa membiarkan kebodohan yang berakar dari mitos merenggut masa depan badan dan hutan kita. Penangkapan para pelaku ini adalah langkah penting, tetapi perjuangan sesungguhnya ada di tangan kita semua. Edukasi harus digencarkan untuk membasmi mitos, dan penegakan hukum harus diperkuat untuk memutus mata rantai perdagangan ilegal.

Hari Badak 2025 harus menjadi momentum bagi kita untuk sadar, bahwa melindungi badak sama dengan melindungi diri kita sendiri. (DIT)

SCHOOL VISIT DI SMA 1 MUARA WAHAU, OBESITAS PADA ORANGUTAN

Tim APE Guardian bersama Orangufriends (relawan orangutan) mengunjungi SMA 1 Muara Wahau dalam rangkaian Bulan Orangufriends. Sejak awal masuk kelas, siswa-siswi sudah tampak antusias berdialog dengan Tim Centre for Orangutan Protection (COP) itu. Materi dimulai dengan pengenalan konservasi orangutan disambung dengan kisah Andika tentang pentingnya menjaga hutan sebagai rumah terakhir orangutan.

Suasana semakin seru ketika Shaila, salah satu siswi mengajukan pertanyaan unik, “Apakah orangutan bisa mengalami obesitas?’. Dokter hewan COP pun menjawab dengan singkat namun jelas, bahwa obesitas memang bisa dialami orangutan, terutama yang dipelihara manusia dengan pola makan berlebih, tetapi hampir tidak pernah terjadi di alam liar. Jawaban ini membuka wawasan baru bagi para siswa bahwa orangutan pun rentan pada permasalahan kesehatan, sama seperti manusia.

Kunjungan ditutup dengan permainan edukatif “orangutan, pemburu, dan penebang pohon” yang diikuti 50 siswa dengan penuh tawa. Dari sini, SMA 1 Muara Wahau belajar tentang konservasi bukan hanya teori, tetapi juga bagian dari kehidupan nyata yang menyenangkan untuk dipelajari. (YUS)

JEJAK PAKAN, JEJAK HARAPAN

Hujan turun deras semalam, mengetuk permukaan sungai tanpa henti. Pagi itu, permukaan sungai meluap hingga menutup tepian pulau, arusnya lebih deras, warna sungai yang sebelumnya jernih berubah menjadi kecoklatan. Kami hanya bisa menunggu hingga sore, menanti air kembali surut, sebelum menyeberang ke pulau pra-pelepasliaran Dalwood Wylie atau Hagar. Di sanalah agenda hari ini menanti, mendata pohon-pohon pakan, sumber kehidupan bagi orangutan kandidat lepas liar.
Di bawah langit yang masih mendung, Tim APE Guardian bersama Hidayatul Latifah atau yang biasanya dipanggil Atul, staf KPHP Kelinjau sekaligus alumni COP School Batch 15 memulai pendataan. Pulau Hagar menyambut dengan deretan pohon bayur (Pterospermum bornease) yang menjulang dan ara (Ficus racemosa) yang buahnya menjadi santapan favorit satwa liar. Satu per satu pohon yang merupakan potensi sumber pakan diamati, ditandai menggunakan pita, dan dicatat jenisnya. Aktivitas ini mungkin tampak sederhana, namun di balik setiap data yang terkumpul tersimpan arti besar. Vegetasi bukan hanya pelengkap bagi kehidupan orangutan, melainkan fondasi yang menopang kelangsungan hidupnya. Keberadaan pohon pakan menjadi penentu utama apakah suatu hutan benar-benar bisa menjadi rumah bagi orangutan. Pepohonan boleh tumbuh rapat, namun tanpa sumber pakan yang cukup, orangutan takkan mampu hidup dan berkembang dengan baik di sana.
Pterospermum bornease) yang menjulang dan ara (Ficus racemosa) yang buahnya menjadi santapan favorit satwa liar. Satu per satu pohon yang merupakan potensi sumber pakan diamati, ditandai menggunakan pita, dan dicatat jenisnya. Aktivitas ini mungkin tampak sederhana, namun di balik setiap data yang terkumpul tersimpan arti besar. Vegetasi bukan hanya pelengkap bagi kehidupan orangutan, melainkan fondasi yang menopang kelangsungan hidupnya. Keberadaan pohon pakan menjadi penentu utama apakah suatu hutan benar-benar bisa menjadi rumah bagi orangutan. Pepohonan boleh tumbuh rapat, namun tanpa sumber pakan yang cukup, orangutan takkan mampu hidup dan berkembang dengan baik di sana. 

“Di Hagar, kami juga melihat langsung bagaimana Charlotte, salah satu orangutan di sini, memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk bertahan hidup,” tutur Ferryandi Saepurohman, kapten tim APE Guardian. “Mulai dari bayur (Pterospermum bornease), ara (Ficus racemosa), baran (Dracontomelon dao), bambu (Bambusa sp.), hingga kenanga (Cananga odorata). Bagian yang dimakan pun beragam, buah, bunga, daun, sampai kulit kayunya. Itu menunjukkan betapa pentingnya kekayaan vegetasi bagi orangutan.” 

Hari berikutnya, perjalanan membawa kami ke arah hilir, menuju pulau pra-pelepasliaran Lambeng. Perahu melaju tenang di permukaan sungai yang teduh, hingga akhirnya hamparan vegetasi pulau itu muncul di hadapan kami. Berbeda dengan di pulau Hagar, di pulau Lambeng pohon ara kembali mendominasi, berpadu dengan baran (Dracontomelon dao) yang batangnya kokoh dan buahnya lebat. Kombinasi ini menciptakan variasi pakan musiman yang berharga, memastikan orangutan memiliki pilihan makanan sepanjang tahun. 

Perbedaan dominasi pohon di kedua pulau ini menunjukkan betapa tiap habitat memiliki karakter uniknya sendiri. Di Hagar, keberadaan bayur yang menjulang memberi ruang berteduh sekaligus struktur hutan yang kokoh, sementara ara menyediakan buah sepanjang musim. Sedangkan di Lambeng, baran hadir sebagai tambahan penting yang memperkaya variasi sumber pakan. Perbedaan komposisi vegetasi ini menjadi penentu bagaimana orangutan beradaptasi terhadap masing-masing habitat, serta respon mereka terhadap pilihan sumber pakan yang tersedia.

Siang hari, dalam perjalanan pulang dari Lambeng menuju pos monitoring, kami mendapati sosok orangutan dewasa bertubuh besar sedang bersarang di pohon tepian sungai. Individu orangutan jantan, yang teridentifikasi bernama Munchan, muncul di sela dedaunan. Ia adalah individu hasil translokasi pada Januari 2024, kini tampak sehat dan lincah menjelajah wilayah barunya. Pertemuan itu menghadirkan rasa takjub, Munchan kini hidup dengan tenang, bersarang di tepian sungai yang asri dan jauh dari ancaman manusia, berbeda dengan lokasi asalnya yang rentan terhadap konflik antara orangutan dan manusia. 

Setiap pohon pakan yang kami catat adalah jejak harapan. Di hutan, pohon dan satwa tidak berdiri sendiri; mereka adalah simpul-simpul yang saling terkait dalam jaringan ekologi. Dan di tengah lembabnya udara sehabis hujan, naiknya permukaan sungai, serta kerja kecil yang dilakukan manusia, terbentang sebuah cerita besar tentang masa depan: bahwa menjaga satu pohon berarti menjaga banyak kehidupan bahwa melindungi satu orangutan berarti menjaga keseimbangan hutan. (RAF)

COP SUMATRA RAMAIKAN HKAN DI PADANG SIDEMPUAN, SUMUT

Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) yang diperingati setiap 10 Agustus menjadi
momentum penting untuk menyuarakan semangat pelestarian alam. Dalam rangkaian “Road
to HKAN 2025”, tim COP Sumatra bersama BBKSDA Sumatera Utara menggelar kegiatan
edukatif di Kota Padang Sidempuan pada 3 Agustus 2025. Tim APE Sentinel dan APE
Patriot hadir lengkap dengan kostum orangutan, alat peraga edukasi, dan merchandise
seperti kaos anak-anak, untuk mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk lebih
peduli terhadap orangutan dan hutan sebagai rumah mereka.

Berlokasi di Alaman Bolak Nadimpu, kegiatan dibuka dengan senam sehat massal yang
langsung memanaskan suasana. Stan COP pun mulai ramai disambangi warga, apalagi
dengan kehadiran maskot orangutan yang berjalan santai di tengah kerumunan dan mencuri
perhatian banyak anak-anak. Dua relawan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah
Tapanuli Selatan, Nur dan Rini, turut memperkuat tim dengan menyampaikan pesan
konservasi melalui diskusi ringan dan pengenalan program-program COP di Sumatera Utara
dan Kalimantan Timur. Bagi mereka, ini adalah pengalaman baru yang seru dan penuh
makna dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat, menyampaikan pentingnya
menjaga hutan, serta mengenalkan keberadaan orangutan Tapanuli yang menjadi spesies
langka kebanggaan daerah mereka sendiri.

Anak-anak menjadi pusat keceriaan hari itu, antusias berfoto dengan maskot orangutan,
hingga dibelikan kaos oleh orang tua nya sebagai kenang-kenangan. Di tengah riuh doorprize
dan tawa pengunjung, obrolan tentang pentingnya menjaga hutan terus mengalir. Kegiatan
ditutup dengan penyerahan hadiah lomba puisi oleh perwakilan Pemerintah Kota Padang
Sidempuan, dan momen kebersamaan diabadikan lewat foto bersama panitia dan Kepala
Bidang III BBKSDA Sumatera utara. Sebuah langkah kecil, namun penuh makna dalam
membangun kesadaran bersama untuk masa depan orangutan.

Nah, kira-kira kejutan apa lagi ya yang akan hadir di rangkaian “Road to HKAN”
selanjutnya? Pantau terus informasinya dan jangan sampai ketinggalan untuk ikut
meramaikan!

PERINGATAN HARI RANGER SEDUNIA: MENJAGA ASA HARIMAU SUMATRA BERSAMA PAGARI

Sebuah momen untuk menghargai dedikasi dan pengorbanan para penjaga hutan yang telah melindungi keanekaragaman hayati planet ini, setiap tahun di akhir bulan Juli kita memperingati Hari Ranger Sedunia (World Ranger Day). Tim APE Protector COP punya ranger atau penjaga hutan khusus di tanah Minang, Sumatera Barat. Patroli melindungi dan mengamankan kawasan bersama Patroli Anak Nagari (PAGARI) menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian hutan dan yang terpenting memastikan masa depan Harimau Sumatra yang terancam punah.
Individu-individu berani ini secara rutin menjelajahi belantara kabupaten Pasaman. Mereka melangkah dan menemukan jejak-jejak keberadaan satwa liar tak terkecuali si raja hutan. Para penjaga hutan ini juga memasang kamera jebak untuk mengetahui keanekaragaman satwa penghuni kawasan. Rasa takut pun menghampiri saat jejak beruang madu begitu baru, tak jarang nyawa menjadi taruhan. Menghadapi pemburu dan penebang liar semakin membuat keringat yang mengucur semakin deras.
Jauh di dalam hutan, jerat satwa terpasang. Tak memilih korban, siapa pun bisa masuk dalam #jeratjahat ini. Ini merusak rantai makanan, ekosistem secara keseluruhan. Setiap penemuan jerat adalah momen yang menyakitkan, namun juga memicu semangat untuk terus bertindak. Para ranger ini pun dengan sigap menyisir dan membongkar jerat, sebuah tugas yang berbahaya dan memakan waktu. Upaya ini bukan hanya tentang menegakkan hukum, tetapi juga tentang edukasi dan sosialisasi pada masyarakat mengenai dampak negatif dari aktivitas perburuan liar.
Menjadi ranger adalah sebuah pilihan, bagaimana melindungi fisik hutan dan satwa. Mereka adalah warga lokal yang bertanggung jawab pada alam. Menyentuh kesadaran di tengah terpaan kehidupan dan kebutuhan. Menjadi ranger tidak hanya tentang konservasi yang katanya menghambat pembangunan, tapi juga menjadi pondasi keberlanjutan. “Alam adalah warisan”. Menyaksikan satwa tertentu masih ada menjadi kesenangan tak terkira, kelak hidup berdampingan dengan menghormati peran adalah yang terbaik. (NAB)

CHARLOTTE, CALON PENGHUNI BARU HUTAN LINDUNG GUNUNG BATU MESANGAT

Di sebuah pulau hutan hujan tropis yang lebat, yaitu Pulau Dalwood-Wylie yang terletak di Busang, tim APE Guardian yang merupakan bagian dari Centre for Orangutan Protection (COP) kedatangan orangutan betina dari Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA) bernama Charlotte.
Riwayat Charlotte bermula dari proses penyelamatan pada tahun 2021. Ia ditemukan di kolong rumah panggung dalam keadaan leher terikat. Kondisinya saat itu sangat memprihatinkan sebelum akhirnya diselamatkan oleh tim COP. Charlotte kemudian dibawa ke pusat rehabilitasi orangutan BORA di Berau. Di sana, ia mendapatkan perawatan intensif, diberi makanan bergizi, serta dipantau kesehatannya secara berkala. Selain itu, ia juga diajarkan keterampilan bertahan hidup di hutan, seperti membuat sarang, mencari makan, dan berinteraksi dengan orangutan lainnya.
Setelah melalui masa rehabilitasi selama beberapa tahun, pada awal bulan Mei Charlotte akhirnya dipindahkan ke pulau pra-pelepasliaran. Pulau ini merupakan tempat transisi bagi orangutan sebelum dilepasliarkan ke alam bebas. Charlotte adalah orangutan yang cerdas, ia cepat beradaptasi dengan lingkungan baru di pulau pra-pelepasliaran.
Pada pagi yang dingin, dengan langit berkabut dan dedaunan bergemuruh, saya segera mengambil kamera untuk memotret Charlotte yang sedang berayun di pohon. Selama pemantauan, Charlotte terlihat memakan berbagai jenis makanan alami yang tersedia di pulau, seperti buah ara, buah akar, buah bayur, kambium, dan daun muda. Kami juga beberapa kali melihatnya memakan bambu muda. Di luar itu, kami tetap memberinya makanan tambahan sesuai rekomendasi dokter hewan COP.
Di pulau pra-pelepasliaran, tim mencoba mengelilingi area untuk mengecek apakah Charlotte sudah mampu membuat sarang. Awalnya, tim hanya menemukan satu sarang kecil. Tiga hari kemudian, ditemukan empat sarang dengan ketinggian berbeda. Tim juga menemukan gundukan di tanah yang diduga sebagai alas tempat Charlotte duduk. Selama pemantauan, Charlotte tampak aktif berpindah dari hulu ke hilir pulau, dan sesekali muncul di depan pos monitoring.
Hingga saat ini, Charlotte terus menunjukkan perkembangan perilaku yang positif. Kini, ada dua sarang baru yang dibuat olehnya. Selain itu, Charlotte mulai lebih menyukai buah hutan yang diberikan oleh ranger dibandingkan dengan sayuran. Ia juga terlihat lebih aktif dibanding bulan sebelumnya, seakan menunjukkan bahwa dirinya siap untuk menjelajahi habitat yang lebih luas lagi. (LUT)

BERTEMU TARA SETELAH SATU TAHUN BERLALU

Selalu menyenangkan berjumpa kembali dengan orangutan yang sudah lama tidak teramati di hutan. Hal ini terutama kami rasakan karena kemunculan mereka membuktikan bahwa orangutan yang kami lepas-liarkan di Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat dapat bertahan hidup. Siapakah orangutan yang kali ini kami temui?

Hari yang cerah di pos monitoring Busang, cuaca yang ideal untuk tim APE Guardian memulai kegiatan lebih pagi. Pada jadwal hari ini, waktunya kami berpatroli menyusuri Sungai Menyuq. Saat mentari mulai menampakkan sinarnya, teman-teman ranger sudah sedia dengan mesin perahu. Suara mesin memecah nyanyian alam, perahu melaju perlahan, 5 orang anggota tim APE Guardian pun menengok kanan dan kiri tepi sungai, barangkali terdapat tanda-tanda keberadaan orangutan.

Semakin lama waktu berjalan, kami semakin menjauh dari pos, belum satupun tanda-tanda teramati. Tim memutuskan untuk istirahat sebentar di muara Sungai Payau, memakan bekal yang dibawa sembari bercanda penuh harap perjumpaan dengan siapa pun orangutan yang menghuni ekosistem Busang ini. Tak jauh dari muara, kami menjumpai sarang orangutan kelas 2, artinya sarang tersebut masih belum lama dibuat. Kami menghentikan perahu dan mengamati sekitar, tak jauh dari lokasi sarang, salah satu tim kami melihat ranting-ranting jatuh seperti dilempar. “Kayaknya ada yang gerak-gerak di pohon seberang”, ujar Dedi, ranger tim APE Guardian COP. Kami pun mendekat ke pohon tersebut dan benar saja, terdapat satu orangutan jantan yang sedang makan buah Baran (Dracontomelon dao).

“Khas sekali, kiss squeak pun terdengar, tanda orangutan mengusir. Ditambah suara ranting dipatahkan berlanjut dengan lemparan ranting-ranting tersebut. Perilaku orangutan liar”, gumam tim sembari semakin mengamati orangutan tersebut. Cheekpad yang berlekuk pada sisi kanan wajahnya menjadi ciri khas orangutan jantan Tara, yang diselamatkan tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur bersama APE Crusader COP dari interaksi negatif dengan manusia di Kecamatan Bengalon. Sebelumnya Tara terlihat oleh masyarakat di pemukiman Desa Sepaso. Perangainya yang besar membuat masyarakat takut untuk berkebun. Akhirnya 28 April 2024, orangutan Tara ditranslokasi menuju rumah barunya, dan setelah setahun kami pun berjumpa kembali. Sekilas kondisinya terlihat sehat dan aktif mencari makan. Hari yang sangat beruntung dengan perjumpaan ini, rasa syukur ‘rumah’ ini baik untuk orangutan. (YUS)