RANGER BUSANG IKUT COP SCHOOL BATCH 15

Saya, Dedi Awan yang untuk pertama kalinya terbang di atas awan dan melihat awan berada di bawah. Keseharian saya sebagai ranger di Tim APE Guardian menyeberangkan saya ke pulau Jawa, pulau terpadat di Indonesia. Ini juga pengalaman pertama saya naik burung besi, takut bercampur penasaran membuat saya tak ingin melewatkan kesempatan menikmati awan. Ternyata tanah Kalimantan begitu banyak lukanya, tambang-tambang itu menjadi terlihat jelas dari atas. Hutan dan perkebunan kelapa sawit itu ternyata tampak jelas perbedaannya.

Sejujurnya tidak mudah untuk bisa ikut kegiatan COP School. Tugas-tugas yang diberikan nyaris mengorbankan waktu kerja saya sebagai ranger di kawasan pelepasliaran orangutan di Busang, kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Mulai dari topik animal welfare, kebun binatang, perdagangan satwa liar, pasar burung, hingga cyber campaign. Dari 69 peserta yang mendaftar COP School Batch 15 akhirnya yang lolos 43 orang, dan puji Tuhan, saya termasuk di antaranya.

Mengikuti kegiatan COP School selama seminggu sangat seru dan menyenangkan. Saya mendapat banyak teman baru, ilmu baru dari para pemateri maupun dari sesama peserta. Kami saling berbagi cerita dan pengalaman tentang konservasi orangutan dan satwa lainnya. Ini adalah pengalaman paling berharga bagi saya, sekaligus menjadi pendorong untuk terus berkembang dan semakin giat dalam memperdalam ilmu tentang konservasi orangutan serta satwa liar lainnya, baik yang dilindungi maupun yang belum dilindungi. “Semua ini menjadi motivator besar bagi saya untuk terus belajar dan berkembang, karena saya sudah terlanjur mencintai dunia konservasi, rasanya sayang jika kesempatan yang diberikan ini disia-siakan. Selama masih ada kesempatan yang diberikan kepada saya, saya akan berusaha memanfaatkannya sebaik mungkin, karena inilah peluang emas untuk mengembangkan pengetahuan dan kontribusikan saya di dunia konservasi”, tutup Dedi, si penjaga Ekosistem Busang. (DED)

MONYET PUNK SULAWESI, IKON LIAR DARI UTARA

Pernahkah kalian mendengar tentang monyet punk Sulawesi? Dengan jambul khas di kepala, ekspresi wajah yang karismatik, dan gaya hidup sosial yang kuat, monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) atau Yaki, telah menjadi simbol alam liar Sulawesi Utara. Sayangnya, si “punk” hutan ini justru terancam punah di habitat aslinya akibat perburuan dan alih fungsi lahan. Meski begitu, berbagai upaya konservasi terus dilakukan untuk memastikan spesies endemik ini tetap bisa bertahan di tanah kelahirannya.

Dalam kelas bulanan Dating APES ke-6 yang berlangsung pada 11 Juli 2025, Centre for Orangutan Protection (COP mengangkat tema tentang Yaki dan menghadirkan Billy Gustafianto, manajer Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki sekaligus pengurus di Yayasan Masaran. Billy, alumni COP School Batch 11, membagikan pengalamannya dalam upaya pelestarian Yaki, baik dari sisi penyelamatan di lapangan hingga rehabilitasi di pusat penyelamatan. Forum ini digelar secara hybrid (daring melalui Zoom) dan luring bersama peserta yang hadir langsung.

Diskusi berlangsung interaktif dengan banyak pertanyaan dari peserta. Mayoritas penasaran tentang bagaimana penanganan konflik antara Yaki dan masyarakat, merujuk pada pengalaman konflik yang sering terjadi antara manusia dan monyet ekor panjang di berbagai daerah. Billy menjelaskan bahwa Yaki, sebagai satwa sosial yang hidup dalam kelompok, memiliki pendekatan rehabilitasi yang berbeda dibandingkan orangutan. Di PPS Tasikoki, Yaki direhabilitasi dalam kelompok dan nantinya juga dilepasliarkan secara berkelompok, agar mereka tetap memiliki struktur sosial alami yang penting untuk kelangsungan hidup mereka di alam bebas. Kelas ini menjadi ruang belajar yang memperluas perspektif peserta tentang konservasi primata Indonesia yang kaya dan penuh tantangan. (DIM)

BELAJAR MEMBUAT ENRICHMENT UNTUK ORANGUTAN

Di bawah langit mendung sore, halaman Camp APE Warrior mendadak ramai. Puluhan peserta COP School Batch 15 tampak antusias merangkai potongan selang pemadam kebakaran bekas menjadi sesuatu yang luar biasa penting untuk orangutan yaitu hammock dan bola kotak enrichment. Kegiatan ini bukan sekedar prakarya biasa, tapi merakan sesi praktek tentang enrichment, sebuah teknik penting dalam rehabilitasi orangutan agar tetap aktif secara fisik dan mental selama di pusat rehabilitasi. Dalam dunia orangutan, hammock bukan hanya tempat istirahat, tetapi juga arena bermain, berayun, dan berlatih keseimbangan, terutama bagi bayi-bayi orangutan yang sedang tumbuh dan belajar mengenali lingkungannya.

Dengan penuh semangat, para peserta bekerja berkelompok, mengikat, dan menyusun potongan-potongan selang hingga membentuk hammock merah yang kuat dan aman. Di sisi lain, sekelompok peserta lain asik membuat bola kotak dari lilitan selang yang nantinya bisa diisi buah atau kacang-kacangan untuk mendorong perilaku mencari makan alami orangutan.

Walau tangan kotor dan peluh membasahi dahi, tawa dan obrolan hangat terus terdengar. Ada rasa bangga tersendiri ketika mereka membayangkan hammock buatan tangan mereka akan digunakan bayi orangutan sebagai tempat tidur, dan bola kotak yang ada membuat bayi orangutan penasaran dan sibuk mencari makanan yang tersembunyi di dalamnya.

Kegitan ini bukan hanya soal keterampilan teknis. Lebih dari itu, ini adalah momen penuh makna, sebuah pelajaran nyata bahwa bahkan bahan sederhana seperti selang pemadam bekas bis menjadi alat penting dalam upaya konservasi orangutan. Bagi para siswa COP School ini adalah bukti bahwa konservasi dimulai dari tangan kita sendiri, denga kreativitas, kerja sama, dan kepedulian. (DIM)

AMBOI! SEBUAH PENGALAMAN TAK TERLUPAKAN DI COP SCHOOL

Bagi saya, mengikuti COP School adalah pengalaman yang tak terlupakan. Program ini, gagasan dari Centre for Orangutan Protection (COP), membuka jalan dan membawa saya lebih dekat mengenal dunia konservasi satwa liar dengan cara yang menyenangkan dan penuh kejutan. Metode belajarnya dirancang interaktif dan imersif, kelas yang seimbang antara teori dan praktik, camping (jika cuaca memungkinkan), main air, nonton bareng, masak bersama, penelusuran alam, permainan beregu, kunjungan ke sekolah, hingga kejutan-kejutan kecil yang bikin suasana makin hidup. Semua itu membangun ruang belajar yang egaliter, tanpa sekat antara yang sudah berpengalaman dan yang masih awam.

Salah satu momen paling berharga buat saya adalah saat ikut praktik langsung dalam proses animal rescue. Saya belajar bagaimana menyelamatkan satwa liar, baik dari perdagangan ilegal, situasi darurat, maupun konflik satwa-manusia. Kami dikenalkan pada prosedur penyelamatan, perawatan awal, hingga proses rehabilitasi sebelum satwa bisa kembali ke habitat alaminya. Ini sungguh membuka mata, bahwa manusia punya peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Selain itu kami juga diajak beljar tentang mitigasi bencana pada satwa, edukasi masyarakat, memerangi perdagangan satwa liar ilegal, hingga menghadapi kondisi tak terduga di lapangan. Semua ini bukan hanya memperkaya ilmu, tapi juga menumbuhkan rasa empati dan kepedulian yang mendalam terhadap alam dan makhluk hidup di dalamnya.

Yang luar biasa dari COP School adalah keterlibatan yang tidak berhenti ketika program selesai. Alumni didorong untuk tetap aktif, baik secara individu, membentuk komunitas, atau bekerja sama dengan berbagai organisasi konservasi di Indonesia. Tujuannya jelas, mempertahankan, melindungi, dan memperjuangkan nasib satwa liar yang terancam punah. COP School bukan sekedar program singkat. Ini adalah gerakan panjang yang bisa terus dibawa dalam kehidupan sehari-hari. Saya merasa sangat beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga besar COP School.

Buat kamu yang suka alam, suka petualangan, peduli lingkungan, atau ingin punya pengalaman seru sekaligus bermakna, COP School Batch 15 wajib banget kamu ikuti! Siap-siap ketemu teman-teman keren, belajar hal baru, dan terjun langsung jadi bagian dari perjuangan menyelamatkan satwa liar Indonesia. (Zain Nabil, Alumni COP School Batch 9).

COP SCHOOL: BELAJAR KONSERVASI, PRAKTEK LAPANGAN, DAN NGOBROL BARENG PARA PENGGIAT KONSERVASI DI INDONESIA

Pernah dengar tentang COP School? Ini adalah program keren dari Centre for Orangutan Protection (COP), tempat kamu bisa belajar langsung soal dunia konservasi, penyelamatan satwa liar, dan jadi bagian dari gerakan penjaga hutan Indonesia. Tahun ini, COP School Batch 15 akan kembali digelar, dan percayalah, serunya luar biasa!

Sebagai alumni COP School Batch 14 sekaligus bagian dari Orangufriends Surabaya, akuingin berbagi sepotong pengalaman seru saat mengikuti kegiatan tahun lalu. Di sesi awal, kami dikenalkan pada dasar-dasar konservasi, mulai dari pengertian, urgensi, hingga dampak eksploitasi alam dan satwa. Tapi tenang, ini bukan kuliah yang bikin ngantuk. Materinya dikemas interaktif, penuh diskusi, dan sangat relevan dengan kondisi di lapangan.

Yang bikin semangat? Sharing dari para aktivis COP yang sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia penyelamatan satwa. Mereka bukan cuman berbagi cerita, tapi juga menantang kami berpikir, “Apa langkah kita selanjutnya?”.

Setelah teori, waktunya praktik! Kami diajak memahami langsung proses penyelamatan satwa yang dilakukan COP, mulai dari identifikasi kasus, teknik rescue, hingga proses rehabilitasi. Kami juga belajar tentang etika penanganan satwa liar, karena nggak semua bisa sembarangan disentuh. Tak kalah menarik, ada sesi ngobrol bareng para penggiat konservasi dari berbagai penjuru Indonesia, aktivis hutan Kalimantan dan Sumatera, relawan pusat rehabilitasi satwa, hingga jurnalis lingkungan. Cerita-cerita mereka bukan cuman inspiratif, tapi juga membumi, penuh perjuangan dan harapan.

Pulang dari COP School, aku merasa membawa “seember penuh” ilmu, pengalaman, dan semangat perubahan. Banyak alumni yang kemudian aktif di komunitas lingkungan, membuat kampanye penyelamatan satwa, bahkan mendirikan gerakan konservasi di daerahnya masing-masing. Karena di COP School, kamu bukan sekedar peserta. Kamu adalah bagian dari keluarga besar penjaga alam Indonesia. Jadi, tunggu apa lagi? Daftar COP School Batch 15 sekarang juga! (Jihan, Almuni COP School Batch 14).

ORANGUFRIENDS MEDAN DI MADRASAH ALIYAH FARHAN SYARIF

“Tepuk Orangutan”, seru Orangufriends Medan yang melakukan kunjungan sekolah di Madrasah Aliyah Swasta Farhan Syarif Hidayah, Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara. Aulia merupakan alumni COP School Batch 14 mengajak 80 siswa dari kelas 10 dan 12 untuk mengenal Centre for Orangutan Protection (COP) dan konservasi orangutan.

Materi berat yang dikemas ringan tentang Biologi orangutan dan berbagai profesi yang dibutuhkan dalam dunia konservasi pun menjadi wawasan baru bagi para siswa dan guru yang hadir. Tentu saja permainan “Pemburu dan Penebang” bukanlah profesi yang disarankan. Tepatnya bagaimana itu menjadi ancaman atas keberadaan orangutan. Suasana di luar ruangan itu pun mendadak meriah khas anak remaja menuju dewasa. Mereka pun berani berpendapat tentang makna filosofi dari permainan yang baru saja mereka mainkan.

Untuk Orangufriends (relawan orangutan) ini adalah cara mereka berlatih public speaking. Tidak mudah ternyata berbicara di depan orang banyak, sekali pun itu mereka yang hanya terpaut bebera tahun. Ada guru yang mengawasi juga sempat buat grogi. Tapi bikin nagih, kapan lagi punya kesempatan berperan dalam dunia konservasi orangutan. Selanjutnya Orangufriends Medan menyampaikan surat permohonan untuk melakukan kegiatan School Visit ke SDIT Plus Az-zahra Stabat dan SMPN 1 Stabat. Semoga kedua sekolahan tersebut juga membuka pintu untuk kami. (BUK)

ALUMNI COP SCHOOL BATCH 14 KUNJUNGI SMA IP ADZKIA MEDAN

Kenalan dengan berbagai profesi di dunia konservasi orangutan bersama Centre for Orangutan Protection, tim APE Sentinel bersama Orangufriends Medan mengunjungi SMA Islam Plus Adzkia Medan pada 16 Agustus 2024. Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 79, ada 250 siswa kelas 10 dengan 8 orang guru pendamping mulai berdiskusi kecil tentang konservasi orangutan khususnya pusat rehabilitasi orangutan SRA di Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Ada profesi apa sajakah yang terlibat langsung?

SRA atau Sumatran Rescue Alliance adalah tempat rehabilitasi orangutan yang berasal dari kepemilikan ilegal, perdagangan satwa, interaksi negatif bahkan repatriasi untuk berlatih mengembalikan insting liarnya agar dapat bertahan hidup dan kembali ke habitatnya. Ini tentu saja membutuhkan peran dokter hewan, paramedis, biologist, animal keeper, forester, dan geografer. Selain itu dunia konservasi orangutan sendiri tidak terlepas dari manajemen yang baik meliputi keuangan, adminstrasi, pengelolaan sumber daya manusia, hingga komunikasi.

Kegiatan School Visit kali ini terasa begitu besar ditambah siswa dengan usia remaja yang punya energi luar biasa. Aulia dan Syarif yang merupakan alumni COP School Batch 14 pun semakin tertantang dengan aktifnya siswa Adzkia ini. Saatnya bermain… “Pemburu dan Penebang”. Suasana heboh menjadi semakin menarik, waktu 60 menit menjadi terlalu singkat. Sampai berjumpa lagi… (BUK)

MARI MENJADI PENYELAMAT SATWA BERSAMA COP SCHOOL

Banyak orang beranggapan bahwa terjun dalam dunia konservasi dan perlindungan satwa liar itu sulit dilakukan oleh orang-orang Indonesia karena berbagai keterbatasan. Padahal wahana konservasi yang dilakukan oleh sebagian besar orang-orang asing dalam berbagai saluran dunia seperti Animal Planet, NatGeo Wild dan lain sebagainya justru dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak lain adalah negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, bahkan menjadi salah satu paru-paru dunia.

Memenuhi hal itu, Centre for Orangutan Protction menghadirkan COP school Batch 14 sebagai wadah belajar dan berbagi untuk siapa saja yang peduli dan ingin terlibat langsung dalam dunia konservasi Indonesia, terutama perlindungan satwa liar dan habitatnya. DI COP School kamu akan belajar berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar konservasi alam bersama para pakar dan praktisinya dari dalam dan luar negeri. Pelaksanaannya pada tanggal 2 hingga 7 Juli 2024 di Yogyakarta.

Bagaimana syaratnya?
Syaratnya cukup mudah, kamu hanya perlu mendaftar ke email copschool@orangutan.id dan membayar biaya pendaftaran Rp 600.014,00 paling lambat tanggal 3 Juni 2024. Biaya pendaftaran kau sudah termasuk semua akomodasi, konsumsi, souvenir, dan transportasi selama 6 hari pelatihan di Yogyakarta. Siapapun yang telah berusia 18 tahun, sehat jiwa, dan raga, menghargai kesetaraan gender dan multikultur dapat bergabung untuk mengikuti COP School. Yang penting kamu bukan eksploitator satwa, seperti pemburu, pedagang satwa liar, dan bukan pula hobi memelihara satwa liar.

Tunggu apalagi? Langsung email copschool@orangutan.id ada formulir yang harus diisi dan dipahami. Selanjutnya akan ada proses seleksi dari calon siswa menjadi siswa COP School, seperti mengerjakan tugas lapangan dan tulis secara online mulai tanggal 4 sampi 20 Juni 2024 dari kota domisili masing-masing. Siapkan akomodasi dari kotamu ke Yogyakarta apabila kamu diumumkan lulus menjadi siswa COP School Batch 14 yang akan diumumkan pada 23 Juni 2024.

Sampai jumpa di Yogyakarta. (BUK)

COP KUNJUNGI TETANGGANYA, SMP NEGERI 5 SLEMAN

Sekolah ini terletak selemparan lokasi COP School yang baru diresmikan pada 1 Maret 2024 yang lalu. Sudah sebulan ini hanya terlewati saat pergi ke kantor maupun pulang hingga akhirnya berkesempatan school visit. SMP Negeri 5 Sleman berlokasi di Brayut, Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. SMPN 5 Sleman menjadi salah satu tetangga dekat yang turut serta hadir saat peresmian kantor baru Centre for Orangutan Protection.

Pagi itu, sebanyak 40 siswa dan siswi SMPN 2 Sleman mewakili angkatan kelas 8 dan kelas 9 yang tergabung dalam OSIS untuk mengikuti edukasi dan penyadartahuan tentang pentingnya konservasi orangutan yang ada di Indonesia. Wajah serius mereka seketika mengendur ketika tim APE Warrior memperkenal diri. “Mari mengenal COP dan kegiatannya dengan lebih santai. Lalu ambil peranmu untuk orangutan dan habitatnya.”, begitu ajak Randy Aditya yang merupakan relawan COP sejak 2022 yang lalu.

Materi edukasi tentang tiga spesies orangutan yang ada di Indonesia bergulir dengan cepat, pertanyaan demi pertanyaan sempat membuat tim kewalahan. Sebuah pemikiran anak SMP yang sangat bahkan tidak terpikirkan oleh kita yang dewasa. Inilah yang membuat COP akan terus melakukan school visit dimana pun COP berada. Tidak jarang para relawannya yang tergabung di Orangufriends yang juga akan melakukan school visit. Edukasi khas COP akan bisa dirasakan sekolah-sekolah yang ingin dikunjungi. Hubungi email info@orangutanprotection.com untuk informasi lebih lanjutnya. (Rendy_COPSchool12)

BORA BUTUH RELAWAN SEBAGAI ANIMAL KEEPER

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) yang berada di Berau, Kalimantan Timur membutuhkan Orangufriends khususnya alumni COP School untuk menjadi relawan. Beberapa animal keeper yang biasanya bertugas akan menggunakan hak cuti nya untuk merayakan hari Natal. Tertarik? Kirim cv dan surat lamaran paling lambat tanggal 10 Desember 2023 ini, ke email info@orangutanprotection.com

Kesempatan ini sangat terbatas! Pastinya kamu harus lulus tes kesehatan seperti bebas Hepatitis, Herpes, Tb, HIV/AIDS, dan lainnya yang akan dijelaskan saat wawancara. Sekilas tentang BORA, harus siap hidup tanpa sinyal internet maupun telepon, keterbatasan listrik dan kondisi air yang tidak jernih. Selamat mencoba.