BIBIT BUAH HARAPAN UNTUK GENERASI ORANGUTAN

Kebakaran hutan pada tahun 2000-an menghanguskan ribuan pohon di Hutan Lindung Batu Mesangat, termasuk pohon-pohon pakan bagi orangutan. Belum pulih dari bencana itu, perubahan iklim dengan angin kencang terus merobohkan sisa pohon-pohon yang ada. Kehilangan ini menjadi perhatian serius bagi tim APE Guardian untuk segera bertindak.

Sebagai langkah awal, tim bersama ranger lokal memulai penanaman kembali empat jenis pohon pakan yaitu durian, nangka, rambutan, dan langsat. Setiap minggu, selain patroli menjaga kawasan, mereka juga rutin menanam bibit-bibit baru di area Hutan Lindung Batu Mesangat yang menjadi habitat pelepasliaran orangutan.

“Cuaca ekstrem mungkin tidak bisa kita kendalikan, tapi harapan baru tetap bisa kita tumbuhkan. Penanaman bibit buah ini menjadi simbol harapan kami untuk masa depan orangutan agar mereka bisa berkembang biak dan hidup berkecukupan di habitat alami mereka. Setiap kali melihat orangutan atau satwa lain menikmati buah dari pohon yang tumbuh, semangat kami untuk terus menanam semakin besar”, ujar Fhajrul Karim, tim APE Guardian COP.

Bagi masyarakat yang peduli pada satwa, mungkin ada rasa puas dan bahagia melihat hewan peliharaan menikmati makanannya. Perasaan ini serupa dengan yang kami rasakan, hanya saja orangutan dan satwa liar lainnya tidak boleh diberi makanan langsung oleh manusia. Kenapa? Karena itu bisa membuat mereka bergantung pada manusia yang pada akhirnya menghilangkan sifat alami mereka.

Cara terbaik untuk tetap merasakan kebahagiaan melihat orangutan menikmati buahnya adalah dengan menanam pohon. Mulai sekarang, ayo tanamlah bibit buah! Bayangkan nanti, saat pohon itu tumbuh besar dan kita bisa melihat orangutan memetik dan memakan buahnya langsung dari dahan, sebuah kebahagiaan sederhana yang bermakna besar. (JUN)

BERSATU UNTUK SATWA DI ANIMAL WELFARE INDONESIA CONFERENCE 2024

Pada 6 dan 7 Desember 2024, Centre for Orangutan Protection (COP) menghadiri Animal Welfare Indonesia (AWI) Conference di Jakarta. Selama dua hari, acara ini dipenuhi dengan diskusi menarik seputar hak dan kesejahteraan hewan di Indonesia. Di hari pertama, tim mengikuti kelas animal law and policy yang membahas isu seperti lemahnya payung hukum untuk kasus kekejaman terhadap hewan dan perdagangan daging ilegal. Di hari kedua, topik semakin luas, mulai dari kesejahteraan hewan domestik hingga tatangan dalam kepemilikan satwa liar secara ilegal, isu yang cukup rumit terutama bagi teman-teman NGO konservasi.

Salah satu sesi yang berkesan adalah kelas primata yang menjelaskan mengenaik ‘5 Domains of Animal Welfare’, sebuah kerangka kerja yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan perawatan satwa di pusat rehabilitasi. Diskusi ini terasa sangat relevan dengan pekerjaan para animal keeper dan tim medis yang berada di pusat rehabilitasi dan klinik orangutan COP. Sesi ini menjadi sangat penting terutama ketika membahas mengenai kebutuhan nutrisi, lingkungan, kesehatan, perilaku, dan mental hewan yang juga harus terpenuhi.

Sepanjang acara, banyak pemaparan yang berkaitan dengan isu kesejahteraan hewan di Indonesia yang masih membutuhkan banyak perhatian. Namun, dengan audiens yang hadir dalam AWI Conference ini dan bertemu dengan mereka yang memiliki visi serupa serta mendengarkan pengalaman mereka, sungguh sangat membuka wawasan baru. Edukasi menjadi pendekatan yang terus ditekankan oleh para pembicara, sama seperti misi raising awareness yang selama ini juga dilakukan oleh COP.

Sesi yang dibawakan oleh drh. RD. Wiwiek Bagja menjadi salah satu yang paling membekas. Dalam diskusi itu beliau melontarkan pertanyaan tajam, “Why should we give them compensation when they should be sanctioned?” merujuk pada pelaku kekejaman terhadap hewan yang sering lolos dengan sanksi minimal, atau bahkan tanpa hukuman. Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan kita belum selesai. Mari terus bergerak bersama, memperjuangkan hak dan kesejahteraan satwa demi masa depan yang lebih baik bagi mereka. (DIM)

JEJAK HUTAN DI TENGAH KOTA MEDAN PADA ABELII FEST BATCH 3

“Ma, ada orangutan di mall!”, seru seorang anak kecil sambil menarik tangan ibunya di depan sebuah ruang pameran di lantai 2 Manhattan Times Square, Medan. Mall yang biasanya penuh hiruk-pikuk belanja kini terasa berbeda. Pada 14-17 November 2024, Abelli Fest Batch 3 membawa suasana hutan dan habitat orangutan ke tengah kota. Jejeran foto hasil dokumentasi Sumatran Rescue Alliance (SRA), diorama sarang orangutan, hingga peralatan enrichment tersusun rapi, menghadirkan pengalaman seolah berada di tengah hutan. Bahkan, tanda-tanda keberadaan orangutan Tapanuli yang ditemukan tim APE Patriot ikut dipamerkan, membuat pengunjung merasa seperti seorang penjelajah.

Hari pertama dimulai dengan penuh semangat. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alama Sumatera Utara, Novita Kusuma Wardhani S.Hut., M.AP., M.Env., memotong pita pembukaan dengan senyum antusias. Setelah itu, para tamu dan pengunjung diajak berkeliling pameran, didampingi relawan orangutan (Orangufriends) yang menjelaskan setiap detail dengan penuh dedikasi. Di sore hari, talkshow tentang Konservasi Orangutan Sumatra mengisi ruang pameran. Para panelis membagikan cerita dari lapangan, menyentuh hati pengunjung.

Pada hari kedua, suasana semakin meriah dengan kompetisi ‘Abelii Quiz’ yang diikuti tiga sekolah. SMA Negeri 13 Medan keluar sebagai juara, disambut sorak-sorai pendukungnya. Sementara itu, PMI dan Yayasan HOPE membuka stand donor darah, mengundang pengunjung untuk berkontribusi lebih jauh. Antusiasme pengunjung terus meningkat, membawa energi yang terasa sampai ke sudut-sudut ruang pameran. Hari itu, lebih dari 100 orang datang, meninggalkan ruang dengan penuh kesan.

Hari ketiga dikhususkan untuk anak-anak. Siswa TK berpartisipasi dalam lomba mewarnai, menghasilkan gambar-gambar orangutan penuh warna. Setelah itu, mereka mendengarkan dongeng tentang orangutan yang disampaikan Orangufriends, mata mereka berbinar penuh imajinasi. Pada malam harinya, pengunjung memadati ruang pameran hingga relawan harus bekerja ekstra untuk melayani semua pertanyaan. Pameran malam itu hidup dengan tawa dan rasa ingin tahu yang tulus.

Hari terakhir menjadi puncak inspirasi dengan tema literasi. Workshop kepenulisan yang dipandu Abdul Halim dan Titan Sadewo mendorong peserta untuk mencurahkan pikiran mereka dalam tulisan. DI sore hari, suasana tenang menyelimuti pameran saat komunitas Medan Book Party mengadakan ‘silent reading’ yang menciptakan suasana penuh refleksi di tengah riuhnya mall. Sebagai penutup, seorang kika asal Aceh, Hafiz Ikram, membawakan lelucon segar yang mengundang tawa riuh. (BUK)

PAKAI TWIBBON ORANGUFRIENDS RAYAKAN INTERNATIONAL VOLUNTEER DAY

Setiap tahun pada 5 Desember, Hari Relawan Sedunia dirayakan untuk mengapresiasi jutaan individu yang telah berkontribusi dalam berbagai aksi sukarela. Di Indonesia, Orangufriends menjadi salah satu contoh inspiratif. Ada lebih 430 anggota Orangufriends di seluruh Indonesia hingga mancanegara yang aktif dalam melindungi orangutan dan habitatnya. Dengan semangat sukarela, mereka menjalankan misi konservasi melalui edukasi, kampanye, dan aksi langsung bersama COP.

Dari School Visit hingga konser amal seperti Sound for Orangutan, Orangufriends menjadi ujung tombak kampanye COP untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi. Mereka juga terlibat dalam acara edukasi seperti Abelii Fest di Sumatra Utara, Moriospere di Kalimantan Timur, dan kegiatan perlindungan serta penyelamatan satwa. Melalui aksi nyata ini, Orangufriends tidak hanya melindungi alam tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk ikut menjaga bumi. Pada Hari Relawan Sedunia ini, yuk kita simak perjalanan salah satu Orangufriends yang baru saja bergabung.

Mejadi Orangufriends bukan sekedar tentang memberi, tetapi juga tumbuh dan belajar. Setiap sukarelawan memiliki cerita unik, seperti Aulia, mahasiswi Sastra Arab yang secara tidak sengaja bergabung setahun lalu. Berawal dari iseng mendaftar sebagai sukarelawan di Abelii Fest Batch 2, ia kini menjadi salah satu relawan yang paling aktif di COP dan kerap membantu tim APE Sentinel di Medan. “Aku cuma cari kegiatan relawan waktu itu. Gak nyangka banget ternyata ini jadi keputusan yang mengubah hidupku”, ujarnya.

Setelah bergabung, Aulia mengikuti berbagai kegiatan, mulai dari School Visit hingga kampanye besar seperti “Banan Not Bullet”. Puncaknya adalah ketika ia bergabung dalam COP School Batch 14 di Yogyakarta, dimana Aulia belajar banyak tentang konservasi dan bertemu teman-teman dari seluruh Indonesia. “Pengalaman di COP School bikin aku sadar betapa pentingnya orangutan bagi ekosistem kita”, katanya.

Kini Aulia aktif menyebarkan kesadaran melalui School dan Campus Visit, bahkan terlibat dalam Abelii Fest Batch 3. Melihat bagaimana anak-anak dan mahasiswa mulai memahami pentingnya melindungi orangutanmemberinya semangat baru. “Kalau dipikir-pikir, ini langkah random terbaik yang pernah aku ambil”, katanya dengan senyum bangga. Di Hari Relawan Sedunia ini, Aulia berharap lebih banyak orang tergerak untuk menjadi bagian dari perubahan. “Bersama, kita bisa selamatkan bumi”, tambahnya penuh keyakinan.

Yuk, mari kita merayakan Hari Relawan Sedunia 2024 bersama Orangufriends dengan menggunakan dan mengunggah twibbon khusus ini! https://www.twibbonize.com/internationalvolunteerday2024#google_vignette
(DIM)

KEJAR-KEJARAN DENGAN ORANGUTAN

Forest school sebutan lain untuk sekolah hutan merupakan salah satu bagian kegiatan dari rehabilitasi orangutan. Orangutan melatih insting liarnya di hutan agar terbiasa dengan lingkungan hutan sebelum dilepasliarkan tentu saja untuk dapat hidup seperti alaminya. Saya Cana, mengikuti kegiatan sekolah hutan saat masih menjadi trainee untuk belajar menjadi biologist di COP dengan mendata berbagai jenis tumbuhan yang dimakan oleh orangutan saat sekolah hutan.

Pengalaman menggendong orangutan yang bernama Jainul menuju lokasi sekolah hutan adalah hal yang sangat menyenangkan. Jainul sangat tenang dan fokus dengan makanannya. Namun saat diajak untuk naik ke atas pohon, Jainul serta orangutan lainnya yaitu Charlotte, sangat penasaran dengan orang baru seperti saya. Mereka berusaha mendekati untuk mengajak bermain. Namun mereka mengajak bermain sambil mencoba menggigit bagian tubuh manapun yang dekat dengan mereka. Saya mencoba mengindar dan bersembunyi karena tidak mau digigit. Tapi keduanya terus mengejar hingga saya terpojok. Orangutan Aman pun ikut penasaran dan bergabung. Hal itu terus berulang hingga kami bermain kejar-kejaran dengan orangutan-orangutan ini. “Mereka terlihat senang, sementara saya? Senang walaupun terengah-engah dan kelelahan”.

Belum lagi orangutan Bagus yang mememiliki rasa penasaran yang sama. Bagus mendekati saya yang sedang mencari sampel dedaunan. Bagus pun turun ke tanah dan mulai mengejar saya. Saya menghindar, Bagus pun berpura-pura pergi menuju pohon di belakang, yang benar-benar terlihat seperti hanya melewati saya karena dia berjalan lurus. Hal ini terus berulang sampai kita mengitari pohon atau animal keeper lainnya untuk kejar-kejaran hingga salah satu mengalah atau lelah. Namun kejar-kejaran merupakan pengalaman yang berkesan dan menyenangkan. Karena orangutan hanya bermaksud memuaskan rasa penasaran saja dan ingin mengajak bermain (dengan mencoba menggigit kaki maupun tangan saya). Suatu perkenalan yang berbeda dari biasanya. (CAN)

OPEN CALL FOR BROADCASTERS

Beberapa bulan ini, Centre for Orangutan Protection (COP) semakin aktif berkolaborasi dengan stasiun radio lokal sebagai platform untuk berbagi cerita dan pengalaman mengenai konservasi orangutan. Tim COP sering terdengar di gelombang radio dari RRI Yogyakarta hingga KISS FM Medan untuk menyebarkan virus pelestarian orangutan. Dalam setiap siaran, staf COP dan Orangufriends (relawan orangutan) berbagi cerita menarik, baik itu tentang biologi orangutan, aksi-aksi konservasi yang sedang berjalan, atau program lain yang juga fokus pada pelestarian satwa liar seperti tim APE Protector yang bekerja untuk perlindungan Harimau Sumatra di Sumatera. Siaran ini menjadi media yang sangat efektif untuk mendekatkan pesan konservasi kepada masyarakat luas.

Siaran radio juga menjadi sarana informasi kegiatan Orangufriends seperti acara musik Sound for Orangutan di Yogyakarta, Abelii Fest di Medan, Moriosphere di Samarinda, dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang lainnya. Partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam mendukung kerja konservasi bukanlah hal yang ekslusif tetapi menjadi kewajiban kita semua.

Melihat antusiasme yang tinggi dari pendengar, COP berharap agar kegiatan penyiaran ini bisa berlangsung secara rutin setiap bulannya. “Kami mengajak Orangufriends yang memiliki minat dalam dunia penyiaran dan ingin ikut menyuarakan kegiatan konservasi orangutan untuk bergabung. Ini adalah kesempatan untuk berbagi pengetahuan, meningkatkan kesadaran, dan menginspirasi lebih banyak orang untuk terlibat dalam upaya pelestarian orangutan. Orangufriends yang tertarik bisa langsung menghubungi staf COP di daerah masing-masing untuk bergabung dan menyuarakan perubahan positif melalui gelombang radio”, jelas Demetria Alika Putri, staf komunikasi COP di Yogya. (DIM)

PERTEMUAN DENGAN SI PEJANTAN KECIL

Berulang kali tim APE Guardian melakukan patroli di sekitaran lokasi translokasi Kola sampai dengan sungai payau dengan harapan dapat menjumpai salah satu orangutan yang telah dilepasliarkan, namun tim belum menemukan tanda jejak orangutan sedikit pun. Akhirnya laporan ranger yang sekelebatan menjumpai orangutan di sekitar muara sungai Wei membuat tim bersemangat lagi. 7 sarang, bekas makan/barking berupa sepahan kulit kayu, dan bekas urinasi menjadi bukti kehadiran orangutan.

Ketujuh sarang yang ditemukan berlokasi saling berdekatan, bahkan dalam satu pohon terdapat dua sarang. Sarang yang ditemukan kebanyakan bertipe 2 namun juga ditemukan sarang tipe 1 yang terlihat masih baru dibuat. Bekar urinasi juga ditemukan masih keadaan basah dan berbau sangat pekat. Tim pun melanjutkan patroli menyusuri sungai, sekitar 800 meter jejak orangutan pun ditemukan di pinggiran sungai. Tak hanya itu, beberapa jejak rusa dan tulang yang belum teridentifikasi pun itu menjadi temuan Sabtu sore itu.

Keesokan sorenya, si pejantan muda menunjukkan dirinya di pohon Baran yang terletak di seberang pos monitoring. Orangutan tersebut memiliki perawakan yang kecil, seperti baru disapih dari induknya. Tim menduga orangutan tersebut adalah Sigit, anak dari Marni, orangutan yang ditranslokasi pada tahun 2022. Pejantan kecil ini juga berkali-kali melakukan vokalisasi yang ditujukan untuk mengusir tim yang mengamati dari bawah sambil mengayun-ayunkan ranting. Matahari semakin jatuh di ufuk barat, orangutan muda ini pun membuat sarang dan tertidur. (ARA)

HUJAN METEOR MENGHANTUI MASYARAKAT LEWOTOBI LAKI-LAKI

Bagi masyarakat urban di perkotaan, fenomena seperti hujan meteor mungkin hanya terjadi dalam film. namun lain halnya dengan warga Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggintang, Flores Timur. Hal ini tergambar dari pernyataan warga terkait lubang-lubang besar yang ditemukan di desa mereka. Salah satu lubang besar dengan diameter 15 meter berada di dekat jalan penghubung desa dan terbentuk akibat erupsi Gunung Lewotobi yang terjadi pada 4 November 2024. Uniknya, peristiwa tersebut tidak meninggalkan batu atau serpihan apa pun.

Sebuah rumah yang kami lewati membuat kami terhenti untuk memandanginya. “Itu adalah rumah yang dihantam meteor saat erupsi kemaren, dengan korban enam orang meninggal dunia”, ujar Aziz, Koordinator Lapangan Dinas Peternakan Flores Timur. Rumah tersebut kini hanya menyisakan sebuah kandang yang berisi empat ekor babi peliharaan yang kelaparan. Babi-babi itu menghabiskan pakan berupa dedak jagung yang kami berikan dengan dicampur air.

Setelah mendapat persetujuan dari salah satu keluarga korban, evakuasi empat ekor babi pun dilakukanbersama Dinas Peternakan. Namun, saat tiba di lokasi, kandang hanya berisi dua ekor babi, sementara pagar kandang terlihat telah roboh. Meskipun gemuruh Gunung Lewotobi terdengar sangat keras, proses evakuasi tetap berjalan cepat. Kedua babi yang tersisa dibawa ke shelter yang telah dibangun di dekat Posko Puskewan Konga, Kecamatan Titehena, Flores Timur. Di sana, perawatan dilakukan dengan baik oleh Dinas Peternakan hingga akhirnya kedua babi tersebut diambil oleh keluarga korban. (DIT)

300 ANJING TETAP SETIA MENJAGA RUMAH AKIBAT ERUPSI GUNUNG LEWOTOBI

Lebih dari 300 anjing peliharaan menunjukkan loyalitas luar biasa dengan tetap menjaga rumah pemiliknya, meski harus menghadapi kelaparan, setelah warga di sekitar lereng Gunung Lewotobi Laki-laki terpaksa mengungsi akibat peningkatan aktivitas vulkanik. Anjing-anjing ini yang sebagian besar ditinggalkan dengan sedikit makanan atau tanpa persediaan sama sekali, tetap bertahan di sekitar rumah. Mereka menjaga wilayah dari ancaman pencurian dan gangguan hewan liar, bahkan saat pemiliknya berlindung di posko pengungsian.

“Anjing kami tetap berada di sana. Kami tahu mereka lapar, tetapi mereka tidak mau meninggalkan rumah. Mereka sudah kami anggap keluarga”, ungkap Martin, seorang pengungsi dari Desa Boru. Relawan yang kembali memantau desa-desa yang kosong menemukan banyak anjing dalam kondisi lemah akibat kelaparan. Meskipun begitu, anjing-anjing ini tetap menjalankan tugasnya dengan menggonggong atau menjaga akses ke rumah.

“Beberapa anjing terlihat kurus, tetapi mereka tetap waspada. Setiap kali kami mendekati rumah, mereka menggonggong seperti biasa”, ujar Ani, seorang relawan lokal. Ini menunjukkan betapa besar kesetiaan mereka kepada pemiliknya, meskipun situasinya sulit. Melihat kondisi ini, relawan bersama Dinas Peternakan Flores Timur setempat mulai melakukan feeding ke sejumlah desa untuk satwa yang ditinggalkan. Selain membantu warga, langkah ini juga bertujuan mencegah hewan-hewan tersebut terserang penyakit akibat kekurangan gizi. (DIT)

ORANGUTAN PALUY MENUJU BODY GOALS

Sedih, saat pertama kali melihat kondisi Orangutan Paluy yang baru tiba ditempatkan di kandang karantina BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance). Paluy, orangutan yang diselamatkan di daerah Kaubun pada 22 Juli 2024 yang lalu. Orangutan jantan yang tampak gagah itu mengalami malnutrisi dan kebutaan pada salah satu matanya. Yang terlintas di dalam pikiran ketika itu, tidak terbayang betapa besarnya ia nanti jika badannya kembali “berisi”. Untuk orangutan jantan dewasa, berat badan Paluy hanya di angka 45 kg. Selain tubuhnya yang kurus dan tipis rambutnya, Paluy juga sering terlihat memegang kepalanya yang dapat menandakan kesakitan yang dirasakannya. Apakah dari matanya? Karena dari hasil pemeriksaan diduga matanya mengalami phthisis bulbi. Yaitu kondisi dimana bola mata mengecil, tidak bisa melihat dan bola mata tidak berfungsi lagi.

Empat bulan sudah Paluy berada di Klinik dan Karantina BORA. Masa karantinanya telah usai, hasil medical check up nya baik, tidak menunjukkan adanya infeksi apapun. Perilakunya masih sangat waspada pada manusia, hanya pada animal keeper tertentu saja dia tidak agresif. Kebiasanya yang selalu berada di atas kandang, juga menjadi catatan penting tim BORA.

Kini Paluy semakin membaik. Gerakan tubuhnya menjadi makin lincah. Tak ada pakan yang tak dimakannya, semua dilahap habis. Badannya sudah tampak “berisi”. BCS (Body Condition Score) perlahan sudah masuk kategori ideal. Rambutnya yang dulu habis, kini mulai tumbuh kembali. Doakan Palut agar cepat pulih. Harapannya, semoga Paluy dan orangutan lainnya yang sedang menjalani perawatan bisa segera kembali ke rumah mereka. (LIS)