AKSI #RAWATAJADULU DI HARI BUMI 2025

Tanggal 22 April diperingati sebagai Hari Bumi Sedunia. Tahun ini, semangat untuk lebih peduli terhadap bumi diwujudkan lewat aksi kampanye bertema #RawatAjaDulu yang digelar oleh APE Warrior bersama Orangufriends Jogja serta kawan-kawan dari Aksi Konservasi Yogyakarta, Javan Wildlife Institute (JAWI), Relung Indonesia, Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ), swaraOwa, dan Teman Berjalan.

Berlokasi di kawasan wisata yang ramai pengunjung, kampanye ini tidak hanya melibatkan para penggiat konservasi, tapi juga masyarakat luas yang kebetulan melintas. Salah satu yang ikut terlibat adalah Jojo, mahasiswa Antropologi UGM dan relawan Orangufriends, yang membagikan kisahnya selama mengikuti kegiatan. “Hari Bumi itu sebelumnya nggak pernah terpikir akan aku rayakan”, kata Jojo sambil tersenyum. “Tapi hari ini beda. Teman saya yang biasanya nggak tertarik soal konservasi tiba-tiba ikut hadir. Saya jadi penasaran… sebenarnya apa yang bikin kegiatan ini menarik?”.

Kampanye #RawatAjaDulu menyoroti hal-hal sederhana yang bisa dilakukan siapa saja, seperti menjaga kebersihan, mengurangi penggunaan plastik, menggunakan listrik seperlunya, semua menjadi pesan yang kami suarakan hari itu. Kami juga membagikan stiker edisi khusus Hari Bumi sebagai bentuk ajakan kecil namun bermakna.

Jojo mengakunya awalnya ragu. Kegiatan edukasi dilakukan di tengah kawasan wisata yang penuh dengan keramaian dan keragaman. Tapi ternyata… mereka penasaran banget! Banyak yang datang tanya-tanya, ikut ngobrol, bahkan cerita pengalaman pribadi soal lingkungan”, ujar Jojo. Hari itu, interaksi demi interaksi mengalir. Masyarakat bukan hanya jadi penonton, tapi ikut menjadi bagian dari percakapan soal pentingnya menjaga bumi. “Senang banget rasanya”, tambah Jojo. “Melihat banyak orang, bahkan di area wisata, masih peduli dan mau mendengarkan. Ini jadi harapan bahwa suara konservasi bisa sampai ke siapa pun”.

Aksi ini hanyalah awal dari rangkaian kampanye Hari Bumi. Selanjutnya, akan ada pemutaran film dan talkshow bertema lingkungan yang akan digelar di Fakultas Biologi UGM pada 9 Mei mendatang. Tentunya, kampanye ini juga menjadi pengingat bahwa Hari Bumi tidak cukup dirayakan setahun sekali. Harapannya, semakin banyak orang yang sadar dan bersuara untuk menjaga bumi dari kerusakan. Karena dengan begitu, kita bisa hidup berdampingan dengan bumi yang lebih sehat dan lestari, lebih lama. (DIM)

BAGAIMANA ORANGUTAN BERTERIMA KASIH PADA KEEPERNYA

Kata siapa hewan/satwa tidak memiliki rasa terima kasih? Kata siapa hewan/satwa tidak mampu menunjukkan rasa terima kasihnya? Orangutan, satwa yang memiliki 97% DNA yang sama dengan manusia, mampu menunjukkan rasa terima kasihnya. Charlotte, salah satu orangutan juvenile yang ada di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) yang kini sedang berada dalam masa karantina sebelum dibawa ke pulau pra-pelepasliaran menunjukkan rasa terima kasihnya kepada saya yang kembali bertugas ke BORA setelah hampir 2 tahun tidak berjumpa Charlotte.

Pagi itu, saat hendak memberikan enrichment, saya mengamati bahwa sayur daun yang menjadi salah satu jenis pakan tidak dimakan oleh Charlotte. Bukan tidak suka, namun biasanya mereka akan menghabiskan pakannya itu (sayur daun) saat sudah tidak ada pilihan pakan lain. Kemudian sayur daun itu pun saya lumuri dengan madu, tidak banyak namun hampir mengenai seluruh bagian. Charlotte pun segera turun dari hammock dan mulai makan dengan lahap. Saya pun menambahkan madu ke sayur daun lainnya dan kemudian Charlotte mendekati saya dan menepuk pundak saya beberapa kali.

“Terharu bahwa hal kecil yang saya lakukan dapat membawa kesenangan untuk Charlotte”, tulis Jevri lewat Whatsapp. Jevri adalah animal keeper orangutan yang telah mendedikasikan dirinya selama 9 tahun ini dan masih terus. Kepekaannya membuatnya disukai semua orangutan, tapi juga orangutan cukup patuh untuk tetap beraktivitas di sekolah hutan seperti memanjat, mencari pakan alami, bahkan membuat sarang. “Ada kalanya kita menuruti mereka, seperti hanya duduk di samping kita atau hanya ingin bermain di tanah saja.”, tambahnya ketika ditanya adakah orangutan yang tidak mau memanjat pohon saat sekolah hutan. (JEV)

COP SCHOOL: BELAJAR KONSERVASI, PRAKTEK LAPANGAN, DAN NGOBROL BARENG PARA PENGGIAT KONSERVASI DI INDONESIA

Pernah dengar tentang COP School? Ini adalah program keren dari Centre for Orangutan Protection (COP), tempat kamu bisa belajar langsung soal dunia konservasi, penyelamatan satwa liar, dan jadi bagian dari gerakan penjaga hutan Indonesia. Tahun ini, COP School Batch 15 akan kembali digelar, dan percayalah, serunya luar biasa!

Sebagai alumni COP School Batch 14 sekaligus bagian dari Orangufriends Surabaya, akuingin berbagi sepotong pengalaman seru saat mengikuti kegiatan tahun lalu. Di sesi awal, kami dikenalkan pada dasar-dasar konservasi, mulai dari pengertian, urgensi, hingga dampak eksploitasi alam dan satwa. Tapi tenang, ini bukan kuliah yang bikin ngantuk. Materinya dikemas interaktif, penuh diskusi, dan sangat relevan dengan kondisi di lapangan.

Yang bikin semangat? Sharing dari para aktivis COP yang sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia penyelamatan satwa. Mereka bukan cuman berbagi cerita, tapi juga menantang kami berpikir, “Apa langkah kita selanjutnya?”.

Setelah teori, waktunya praktik! Kami diajak memahami langsung proses penyelamatan satwa yang dilakukan COP, mulai dari identifikasi kasus, teknik rescue, hingga proses rehabilitasi. Kami juga belajar tentang etika penanganan satwa liar, karena nggak semua bisa sembarangan disentuh. Tak kalah menarik, ada sesi ngobrol bareng para penggiat konservasi dari berbagai penjuru Indonesia, aktivis hutan Kalimantan dan Sumatera, relawan pusat rehabilitasi satwa, hingga jurnalis lingkungan. Cerita-cerita mereka bukan cuman inspiratif, tapi juga membumi, penuh perjuangan dan harapan.

Pulang dari COP School, aku merasa membawa “seember penuh” ilmu, pengalaman, dan semangat perubahan. Banyak alumni yang kemudian aktif di komunitas lingkungan, membuat kampanye penyelamatan satwa, bahkan mendirikan gerakan konservasi di daerahnya masing-masing. Karena di COP School, kamu bukan sekedar peserta. Kamu adalah bagian dari keluarga besar penjaga alam Indonesia. Jadi, tunggu apa lagi? Daftar COP School Batch 15 sekarang juga! (Jihan, Almuni COP School Batch 14).

KEAJAIBAN DI BALIK RENDA HUTAN

Di tengah rapatnya tegakkan pohon yang menjulang tinggi dan akar-akar yang memenuhi lantai hutan, saya dengan hati-hati melangkah menyusuri kawasan hutan yang terletak di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kami sedang melakukan survei mencari lokasi yang cocok untuk pelepasliaran orangutan. Suara burung bersahutan, sementara gemerisik dedaunan menjadi latar alami perjalanan tim. Tiba-tiba, langkah salah satu anggota tim terhenti, “Eh, tunggu sebentar! Ini apa, ya?”, seru Raffi dengan mata berbinar, tangannya menunjuk ke tanah.

Yang lain segera mendekat. Di hadapan tim, di antara lumut dan dedaunan lembab, berdiri sebuah jamur unik. Tudung hijau kecil bertengger di atasnya, sementara jaring putih tipis menjuntai ke bawah, menyerupai renda halus. Dimi membungkuk, matanya berbinar penuh antusias. “Wah, ini Jamur Tudung Pengantin!”, serunya. “Jarang-jarang bisa lihat ini langsung di habitat aslinya!”. Jamur Tudung Pengantin (Phallus indusiatus) memang bukan jamur biasa. Bentuknya yang indah sering membuatnya tampak seperti keajaiban kecil di lantai hutan. Namun, lebih dari sekadar unik, jamur ini berperan penting sebagai dekomposer alami, membantu mengurai bahan organik yang jatuh dari pepohonan raksasa di hutan.

“Berarti kawasan ini benar-benar masih terjaga ya.”, ujar Dimi, suaranya penuh semangat. “Kalau jamur ini bisa tumbuh, berarti kondisi ekosistemnya masih sehat!”. “Betul sekali.”, Raffi pun mengangguk setuju. “Hutan primer seperti ini memang habitat yang ideal, mereka bukan hanya soal jamur, tapi juga buat orangutan yang akan kita lepas-liarkan.”.

Mereka saling berpandangan, senyum kecil tersungging di wajah mereka. Temuan kecil ini semakin menguatkan keyakinan tim bahwa hutan ini layak untuk menjadi rumah baru bagi orangutan. Dengan semangat yang lebih besar, mereka melanjutkan perjalanan, berjanji dalam hati untuk terus menjaga dan melindungi keajaiban yang tersembunyi di balik renda hutan. (DIM)

JEJAK-JEJAK BERUANG DI HUTAN KERANGAS

Berbeda dari hutan Dipterokarpa yang biasa kami jelajahi di Kalimantan, kali ini kami berkesempatan menjelajahi tipe ekosistem hutan kerangan (heath forest) di Tabang, Kutai Kartanegara. Warga lokal setempat menyebut tipe ekosistem hutan ini sebagai hutan Peringit. Setiap langkah kami saat melintasi hutan ini terasa seperti menapaki permadani alam yang lembut, dimana akar-akar merah menjalin permukaan tanah menjadi hamparan yang memukau. Vegetasi penyusun hutan ini cenderung homogen dengan didominasi satu jenis pohon, karena tanahnya yang miskin hara dan tertutupi akar-akar berwarna merah. Hampir semua pohon di sini diselimuti oleh lumut yang tebal dan lembab, menciptakan suasana misterius, seolah-olah kami melangkah ke dalam hutan Mirkwood dalam kisah The Hobbit. Rasa kagum dan penasaran menyelimuti kami saat menyadari betapa unik dan misteriusnya hutan ini dibandingkan dengan tipe hutan-hutan lain yang biasa kami jelajahi.

Di tengah perjalanan kami menyusuri hutan Kerangas, meski tak ada tanda-tanda primata yang tampak, jejak-jejak beruang madu justru menjadi penanda yang mencolok. Selama dua hari kami menjelajahi tipe ekosistem ini, jejak-jejak beruang madu tersebar seperti teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan. Lubang galian yang dalam menghiasi tanah, sementara cakaran tajam menggores batang pohon, dan tapak kuku yang tertinggal di beberapa batang pohon seolah-olah berbisik tentang kehadiran makhluk bercakar ini. Setiap kali kami menemukan jejak baru, rasa penasaran dan kekaguman kami semakin dalam, seolah-olah beruang madu ini mengundang kami untuk mengikuti jejaknya. Keberadaan mereka tidak hanya menambah misteri hutan Kerangas, tetapi juga menunjukkan peran penting mereka dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang rapuh ini. Menurut Tamen Enjau, pemandu lokal yang berusia sekitar 70 tahun,”Yang paling kami takuti di hutan ini beruang, kalau musim kawin bisa sampai ada puluhan”.

Di ekosistem hutan kerangas ini, vegetasi didominasi oleh pohon-pohon dari genus Syztgium (kelompok jambu-jambuan). Selain itu, kami juga menemukan spesies lain yang lebih jarang, seperti Caralia borneensis, Litsea sp., Artocarpus sp., dan Shorea sp., yang menambah keragaman flora di sini. Daris egi fauna, selain jejak-jejak beruang yang kami temui, kami juga menemukan jalur perlintasan landak yang membentuk jalan setapak yang unik. Kicauan merdu murai batu dan suara kepakan sayap enggang yang melintas di atas kanopi hutan menambah keindahan pengalaman kami. Setiap penemuan baru seolah mengundang kami untuk lebih mendalami keajaiban alam yang tersembunyi di balik pepohonan ini, menunjukkan bahwa hutan Kerangas, meskipun tampak sederhana, menyimpan banyak rahasia yang menunggu untuk diungkap.

Sebagai penutup petualangan kami di hutan Kerangas, kami menyadari bahwa keindahan dan kompleksitas ekosistem ini jauh melampaui apa yang terlihat di permukaan. Setiap bekas cakaran beruang, setiap suara burung, dan setiap tanaman yang kami temui mengisahkan cerita tentang kehidupan yang saling terhubung dalam harmoni yang rapuh. Hutan ini bukan hanya sekedar kumpulan pohon dan hewan; ia adalah rumah bagi keanekaragaman hayati yang unik dan sumber daya alam yang tak ternilai. Dalam pengalaman kami menjelajahi tipe ekosistem lain, kami belum pernah menemukan jejak-jejak beruang sebanyak dan serapat di sini, yang menunjukkan betapa vitalnya hutan kerangas sebagai habitat bagi spesies ini. (RAF)

FELIX, ANGGOTA BARU SEKOLAH HUTAN

Saat pertama kali ikut sekolah hutan, Felix masih sangat bergantung pada babysitter. Ia mendekap erat dan enggan dilepaskan, bahkan harus dipancing dengan buah agar mau menjauh. Jika buah habis, ia kembali merajuk sambil menangis dengan ekspresi melas yang mengundang rasa kasihan. Sementara itu, Arto dan Harapi tetap cuek, terus memanjat pohon dan memanen buah tanpa peduli pada “bocah cengeng” ini. Sesekali, jika mendekat ke babysitter, mereka menyempatkan diri untuk menjahili Felix. Tak berani memanjat, Felix hanya menunggu buah yang jatuh. Namun, semakin sering ikut sekolah hutan, ia mulai berani bertahan di atas pohon lebih lama, meskipun setiap kali harus dipancing dengan buah agar mau melepaskan dekapan.

26 Maret menjadi titik balik bagi Felix. Untuk pertama kalinya, ia berani menjelajah sendiri tanpa harus dipaksa atau dipancing dengan buah. Saat babysitter duduk, Felix tiba-tiba memanjat jalinan liana untuk mengikuti Harapi. Sesekali ia menoleh ke bawah, memastikan babysitter tetap ada di dekatnya, lalu kembali memanjat mesi masih terlihat terseok-seok. Tiba-tiba terdengar suara keras, “Cttakkk kkreeekk bruuuk!”, sebuah batang pohon ambruk. Babysiter panik karena Felix sedang memanjat di sekitarnya. Namun, ternyata Felix sendiri yang sengaja menjatuhkan batang pohon untuk menikmati kulit kayunya.

Perlahan, Felix semakin aktif. Ia tidak hanya memanjat dan memakan buah dari pohon ara (Ficus sp.), tetapi juga mulai bermain dengan Harapi. Ketika melihat Harapi bermain di genangan air, Felix mendekat dan ikut menceburkan kakinya. Bahkan, ia tampaknya sengaja menyeringai, mungkin untuk menantang Harapi, hingga akhirnya mereka saling menggigit dalam permainan. Momen ini menunjukkan bahwa Felix mulai benar-benar beradaptasi dan membentuk interaksi sosial dengan teman-temannya.

Tiga jam berlalu, melewati jadwal pemberian susu. Felix dan teman-temannya sudah cukup puas bermain dan menjelajah di sekolah hutan. Saat kandang dibersihkan dan makanan disiapkan, Felix tertidur di hamocknya. Babysitter yang membangunkannya untuk sesi pemberian susu terakhir tak bisa menyembunyikan rasa takjub. Dari bayi orangutan yang lemah dengan luka bernanah, diare, dan demam tinggi, kini Felix tumbuh menjadi individu yang lebih mandiri dan percaya diri.

Selamat belajar Felix! Kami siap terus dibuat takjub oleh perkembanganmu. (ARA)

HUSEIN DAN PERJALANANNYA: BELAJAR PERCAYA DI DUNIA YANG GELAP

Sejak pertama kali tiba di Pusat Rehabilitasi BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Husein sudah berbeda dari orangutan lain. Kedua matanya buta. Dunia yang dikenalnya hanyalah kegelapan. Di alam liar, kondisi ini membuatnya mustahil untuk bertahan hidup sendiri. Karena itulah, Husein diberi tempat di pusat rehabilitasi, bukan untuk dilepasliarkan kembali, tetapi untuk mendapatkan perawatan dan kehidupan yang lebih aman. Namun, hidup di pusat rehabilitasi juga punya tantangan tersendiri. Salah satunya adalah bagaimana Husein bisa dipindahkan dengan aman jika suatu hari ia harus dipindahkan ke tempat lain. Inilah alasan training dimulai.

Pada 6 Maret 2025, pelatihan pertama Husein dimulai. Di depan kandangnya, trainer dan rekan-rekan keeper meletakkan sebuah kandang angkut, kandang besi dengan pintu geser yang digunakan untuk memindahkan orangutan. Husein tidak bisa melihatnya, tapi ia bisa merasakannya. Husein ragu-ragu di awal, namun entah bagaimana, ia berhasil melangkah masuk ke dalam kandang angkut secara penuh. Semua orang terkejut sekaligus senang. Sebuah awal yang baik!

Namun perjalanan ini tidak selalu semudah itu. Di hari-hari berikutnya, Husein mulai menunjukkan kehati-hatian yang lebih besar. Setiap kali mencoba masuk ke kandang angkut, tangannya tetap erat menggenggam besi, seakan takut sesuatu akan terjadi jika ia benar-benar melepaskan diri. Trainer mencoba berbagai cara untuk membantunya. Karena Husein tidak bisa melihat, mereka menggunakan air, menyemprotkan sedikit ke wajahnya untuk mengarahkan gerakannya. Husein mengikuti semprotan itu, melangkah perlahan ke dalam kandang angkut.

Masalh lain pun muncul. Husein mulai merasa curiga terhadap botol spray yang digunakan. Sampai akhirnya, Husein menolak masuk ke dalam kandang angkut. Trainer tidak menyerah. Mereka mencari cara lain agar Husein mau mengikuti arahan tanpa merasa terpaksa. Kali ini mereka mengganti botol spray dengan botol kecap. Bentuk dan suara semprotan yang berbeda tampaknya membuat Husein tidak terlalu curiga. Selain itu, ada satu hal yang selalu disukai Husein, yaitu pisang. Setiap kali ia mengikuti arahan dan masuk ke kandang angkut, ia mendapatkan pisang sebagai hadiah. Perlahan-lahan, kepercayaannya mulai tumbuh kembali.

Kini, setelah beberapa minggu pelatihan, Husein telah membuat kemajuan besar. Ia sudah bisa bertahan diam di dalam kandang angkut selama satu menit penuh. (JAN)

MISI PENCARIAN RUMAH BARU UNTUK ORANGUTAN

Di bulan Maret 2025, tim Centre for Orangutan Protection (COP) yang berada di Kalimantan Timur melakukan survei kawasan pelepasliaran orangutan. Selain ketiga tim yaitu APE Crusader, APE Defender, dan APE Guardian, tim BKSDA Kalimantan Timur, Dinas Kehutanan, serta peneliti BRIN juga menjadi bagian dari tim besar pencarian rumah baru untuk orangutan. Sebanyak 27 laki-laki dan 4 perempuan, dan satu anjing setia bergabung dalam ekspedisi menuju pedalaman hutan primer di kecamatan Tabang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Misi ini bukan sekadar perjalanan biasa, tetapi upaya besar untuk menemukan habitat yang aman dan ideal bagi orangutan yang siap kembali ke alam.

Karena medan yang begitu berat, tim harus melakukan penerjunan dalam dua tahap. Tim advance diberangkatkan lebih dulu untuk membawa logistik dan mendirikan camp di tengah hutan, memastikan bahwa tim utama nantinya dapat bergerak lebih efektif. Saat tim inti berangkat, mereka menggunakan 5 mobil double gardan untuk menghadapi jalur berbatu dan berlumpur selama 14 jam perjalanan. Tak berhenti di situ, tim juga harus menyeberangi sungai dengan 8 perahu ketinting, menerjang arus deras selama 3 jam, sebelum melanjutkan perjalanan kaki sejauh puluhan kilometer menembus hutan belantara.

Setelah dua minggu eksplorasi penuh tantangan, akhirnya tim menemukan kawasan hutan yang masih sangat alami, kaya akan sumber makanan, memiliki kanopi yang kuat, dan jauh dari aktivitas manusia, tempat yang sempurna untuk orangutan yang akan dilepasliarkan. “Semua kerja keras ini terbayar sudah”, ujar Ferryandi Saepurohman yang menjadi koordinator survei kali ini. Keberhasilan ini bukan hanya sebuah pencapaian besar dalam dunia konservasi, tetapi juga bukti bahwa dengan kerja sama, dedikasi, dan semangat, manusia bisa berperan sebagai penjaga alam yang sesungguhnya. Tim pun kembali dengan kebanggaan dan harapan baru akan pelestarian orangutan serta alam dan habitatnya. (DIM)

RUBY… WAKTUNYA PULANG SEKOLAH!

“Ruby turun yuk…”
“Sudah selesai nih sekolahnya…”
Begitulah teriakan para keeper ketika memanggil Ruby untuk turun ketika waktu sekolah hutan selesai. Seperti biasa, kami tak datang dengan tangan kosong, buah-buan dan susu sudah siap sebagai pancingan.

Aku bersama 4 orang rekan keeper lainnya masih bertahan di sekitar kandang, menunggu dan mencoba berbagai cara agar Ruby turun. Tapi tak semudah itu. Hari semakin sore, sudah pukul 16.30 WITA dan Ruby tetap tidak menunjukkan tanda-tanda mau turun. Dari bawah, kami bisa melihatnya duduk santai di antara dahan, sesekali mengunyah daun atau mengelupas kulit kayu dengan tenang. Tak sedikit pun ia tertarik pada buah-buahan yang kami tawarkan, apalagi susu. Sesekali ia hanya melirik ke arah kami, lalu kembali sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Tapi kami tidak menyerah, kami terus mengikuti Ruby dan terus menyodorkan buah pancingan serta susu berharap Ruby akhirnya tertarik. Segala jenis pancingan dikeluarkan, kelapa, durian, pisang, bahkan susu yang biasanya jadi jurus pamungkas. Biasanya, anak-anak orangutan di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) langsung mau turun begitu melihat botol susu, tapi kali ini Ruby tetap bertahan di atas.

“Ruby… Ruby!”

Panggul kami sekali lagi, dan lagi-lagi Ruby hanya menengok sebentar dan kembali asik dengan aktivitasnya di atas pohon. Seperti sedang menguji kesabaran kami.

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA, waktunya aku sebagai babysitter bertugas memberikan susu sore untuk anak-anak orangutan, termasuk Ruby. Dede, salah satu keeper yang ikut pun mendapat ide, “bikinin aja susunya sekalian, siapa tahu kali ini dia mau”, katanya. Aku segera bergegas ke baby house, membuat susu, lalu kembali ke lokasi Ruby.

Tapi Ruby sudah berpindah lagi, kali ini ke belakang kandang karantina. Aku mengikutinya sendiri, sementara rekan-rekan keeper lainnya menunggu di kejauhan agar Ruby tak curiga.

Jujur, aku mulai pesimis. Ruby terlihat masih santai di atas, menikmati waktunya sendiri. Tapi tepat saat aku mulai berpikir bahwa ia benar-benar tak akan turun, terdengar suara gemerisik dari atas. Aku mendongak dan di sanalh Ruby, meluncur turun dengan lincah.

Ternyata susu tetaplah godaan yang tak bisa ditolak. Aku membiarkannya minum dulu sebelum akhirnya membawanya kembali ke kandang, dimana teman-teman keeper sudah menunggu. Semua terlihat kaget sekaligus lega karena akhirnya Ruby mau turun. (JAN)

FELIX MENGENAL ORANGUTAN LAINNYA

Sejak 13 Maret 2025, Felix resmi keluar dari masa karantina setelah hasil pemeriksaan kesehatannya menunjukkan kondisi yang baik. Ini berarti ia bisa bermain bersama orangutan lain di Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA). Proses perkenalannya dimulai dengan mendekatkannya ke kandang Arto dan Harapi. Sesuai dugaan, kedua sahabat itu langsung menjahili Felix, menarik-narik tubuhnya hingga ia semakin mendekap babysitter.

Beberapa hari kemudian, Felix akhirnya ditempatkan dalam kandang yang sama, keduanya pun terus mengusilinnya dengan menyentuh, memukul pelan, dan berguling-guling seolah bergulat. Felix pun tak tinggal diam, ia menyeringai dan mencoba menggigit mereka. Namun, ini justru semakin memancing Arto dan Harapi untuk terus bermain sampai Felix menangis dan mencari perlindungan pada babysitter. Awalnya, ia hanya disatukan beberapa jam sehari, tetapi pada hari kelima, Arto dan Harapi mulai kehilangan rasa penasarannya, membiarkan Felix lebih bebas. Bahkan, Felix berani merebut makanan mereka dan tak lagi menangis saat babysitter menjauh.

“Ya, kami memang sedang berusaha agar Felix bonding dengan orangutan lainnya. Kami berharap, Felix mengenal dan bisa belajar dari dua orangutan lainnya yang tidak terpaut jauh usia dengannya. Sebaliknya, Arto dan Harapi juga mau bermain dan berkembang bersama dengan Felix juga. Ikatan emosional ketiganya semoga bisa membantu tumbuh kembangnya.”, jelas Ara, babysitter BORA. “Bahkan setiap orangutan juga bonding dengan babysitter maupun animal keeper nya. Sehingga saat ada kejadian di luar kebiasaan, babysitter atau animal keeper itulah yang mendampingi orangutan tersebut”, tambahnya lagi. (ARA)