SFO 2024 WUJUDKAN KEBEBASAN ORANGUTAN

Sound For Orangutan (SFO) 2024 menghadirkan kembali nuansa penuh semangat dan cinta terhadap alam di Liquid Bar and Kitchen Yogyakarta pada 10 November 2024. SFO 2024 bertemakan “Wild and Free”, acara ini mencerminkan harapan besar agar orangutan dapat hidup bebas di habitat alaminya tanpa ancaman manusia. Tahun ini, SFO menjadi istimewa karena merupakan konser pertama setelah hiatus lima tahun akibat pandemi. Sejak pertama kali diselenggarakan Centre for Orangutan Protection (COP) pada 2012, SFO hadir sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan satwa liar, khususnya orangutan.

Di malam yang penuh gemuruh dan kehangatan itu, SFO berkolaborasi dengan sejumlah band legendaris yang memiliki visi sejalan dengan menjaga kelestarian alam. Rebellion Rose, Havinhell, Morning Horny, Miskin Porno, Grews, dan La Krong, kemudian ditutup Orkes Sehat Jiwa yang mengejutkan karena tak ada di jadwal sebelumnya, menjadi penutup yang membangkitkan semangat. Partisipasi para musisi ini bukan hanya sekedar menghibur, tetapi juga menjadi bentuk dukungan nyata mereka terhadap misi COP dalam menyelamatkan satwa liar dan menjaga ekosistem.

Tiket pre-sale dan on the spot habis terjual. Ruangan yang awalnya terasa besar menjadi sempit. Live sablon, dengan membawa kaos dan sedikit donasi, Orangufriends menandai kehadiranmu. Semua keuntungan didonasikan untuk pembangunan kandang habituasi di klinik dan karantina orangutan COP di Sumatra Utara. Ini hanya memastikan orangutan mampu bertahan hidup di habitat barunya. Kandang yang pada saatnya tanpa pintu, yang memungkinkan orangutan memberi keputusan sendiri, kapan dia melupakan kandang. (DIM)

PERJALANAN DIET ORANGUTAN AMBON

Orangutan Ambon adalah salah satu dari dua orangutan di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) yang dinyatakan unreleased karena obesitasnya. Ambon berada selama 8 tahun di kandang BORA. Dibawa dari KRUS (Kebun Raya Universitas Mulawarman) pertama kali pada tahun 2015. Berat badan orangutan diperkirakan 80 kg berdasarkan hasil pengukuran pada tahun 2019 lalu.

Namun sejak saat itu, badan Ambon mulai membesar seiring usianya yang bertambah. Ambon juga dikenal sebagai orangutan yang “mager” atau malas gerak. Selama di kandang, Ambon hanya akan berpindah dari hammock ke tenggeran saat pagi dan sore untuk defekasi. Lalu turun ke depan tempat pakan untuk mengambil makanannya. Tak jarang Ambon akan memasukkan semua buah ke dalam mulut lalu dimakannya perlahan di hammocknya.

Kurang lebih empat bulan proses diet dijalankan, pakan Ambon yang sebelumnya dipenuhi buah-buahan telah tergantikan oleh sayur buah dan sayur daun. Ketika jam feeding tiba, Ambon yang biasanya bersemangat turun dari hammock untuk mengambil pakan, hanya bisa mengernyitkan dahinya diikuti dengan gerakan tangan yang mengais-ngais pakan berharap menemukan buah di antara sayur-sayuran.

Kini tak lagi demikian, Ambon sudah terbiasa dengan pakan sayurannya. Program diet Ambon pun dibantu program training yang juga telah berjalan selama satu tahun. Syukurlah program ini dilakukan, Ambon menjadi sering exercise. Ambon lebih aktif bergerak, pindah, berdiri, duduk, atau pun jongkok dapat dilakukannya dengan begitu lincah, membuka mulutpun sudah bisa dilakukan, walaupun terkadang terdengar suara menghela napas. Mungkin capek?

Dan yang membahagiakan, perlahan-lahan Ambon mau dilakukan biometrik walaupun belum seluruh bagian tubuh dapat diukur karena sulit menjangkau bagian tubuh belakangnya. Semoga Ambon tak pernah bosan menjalani training dengan reward yang didominasi sayuran. (LIS)

COP KIRIM DOKTER HEWANNYA KE GIBBON CONFERENCE

4th Gibbon Husbandry, Health and Conservation Conference adalah kegiatan yang berfokus membahas mengenai rehabilitasi satwa Gibbon termasuk membahas IUCN guidelines untuk rehabilitasi dan translokasi Gibbon. Kegiatan ini mengumpulkan perwakilan NGO yang menjadi Pusat Rehabilitasi satwa primata kecil Gibbon. Dimulai tanggal 1 hingga 5 Oktober 2024, kegiatan ini diselenggarakan di Pahang, Malaysia.

Selain Pusat Rehabilitasi Gibbon yang ada di wilayah Asia, Perwakilan Kebun Binatang yang ada di United States maupun Australia juga mengikuti kegiatan ini. Centre for Orangutan Protection (COP) belajar dan berdiskusi mengenai perawatan satwa primata, bertemu dengan para kolega yang bekerja di dunia primata juga menjadi kesempatan luar biasa agar dapat diterapkan dan disesuaikan pada perawatan kera besar seperti orangutan.

Stereotype dan abnormal behavior, kebutuhan nutrisi pada primata, training pada gibbon menjadi materi yang dipelajari. Presentase mengenai project dari setiap Pusat Rehabilitasi Gibbon yang ada di Asia maupun penelitian pada satwa Gibbon yang berada di Zoo, termasuk kasus infeksius yang pernah terjadi di satwa Gibbon juga menjadi diskusi yang sangat menarik.

Berbagi cerita, belajar, dan berdiskusi mengenai perawatan satwa primata memang tiada habisnya. Hingga menjelang akhir kegiatan, kami bersama-sama melihat dan mendengar kesulitan yang dialami dalam perawatan satwa. Habitat asli yang hilang dan satwa yang terjebak karena ilegal logging, perkebunan kelapa sawit, perburuan liar masih menjadi ancaman yang harus segera ditangani untuk mencegah kepunahan satwa. (LIS)

PERKEMBANGAN ORANGUTAN MICHELLE DAN KOLA DARI SATU PULAU KE PULAU YANG LAIN

Sebelum dilepasliarkan ke habitatnya, orangutan harus dipastikan kesehatan dan kemampuan bertahan dirinya agar bisa beradaptasi di hutan. Seperti orangutan Michelle dan Kola yang begitu menarik diamati. Fhajrul Karim, Antropolog COP menceritakan kedua orangutan yang sudah dua kali masuk pulau pra-release ini. Pulau pertama yang dijajakinya yaitu pulau pra-release yang berada di sungai Bawaan, kampung Merasak, Berau. Selama orangutan Michelle dan Kola berada di sana memang kurang menunjukkan prilaku bertahan hidup sebagaimana di alam semestinya. Kedua orangutan ini cenderung dominan beraktivitas di tanah serta cukup malas mencari pakan alami yang tersedia di pulau. Kondisi sungai yang sering banjir akibat luasnya aktivitas pertambangan menyebabkan daratan pulau sering tenggelam. Kebiasaan keduanya yang banyak menghabiskan waktu di tanah dan tidak mau mencari makan tentu membahayakan keselamatan diri mereka kedepannya. Michelle dan Kola sempat dipulangkan kembali ke kandang karantina BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) untuk sementara waktu sebelum dipindahkan ke pulau pra-release baru di pulau Dalwood Wylie dan Lambeng, kecamatan Busang, Kutai Timur.

Perubahan prilaku bertahan hidup dan adaptasi kedua orangutan ini menunjukkan perkembangan yang signifikan.Orangutan Kola yang sebelumnya hanya rebahan tanpa ada upaya mencari makan, kini sudah mandiri menemukan pakan alaminya. Memakan pucuk daun dan buah hutan, seperti buah Besuk dan Ara menjadi makanan favoritnya. Beberapa kali prilaku adaptasi ini terpantau dari ujung seberang pulau. Rasa ingin Kola menjelajahi keseluruhan bagian pulau juga begitu tinggi. Tidak hanya itu saja, kemajuan juga diperlihatkannya dengan menghabiskan waktu di atas pohon sambil mengunyah daun kesukaannya.

Sedangkan kemajuan dari orangutan Michelle yaitu dirinya sudah terbiasa mencari buah hutan untuk mengisi perutnya yang kosong. Michelle suka memakan buah hutan seperti buah Ara, buah Asak, dan buah Besuk. Rasa ingin mencari pakan alami orangutan Michelle begitu tinggi. Hal ini terlihat pada saat ranger berupaya menghiraukan Michelle untuk tidak diberikan makan di saat buah hutan banyak di pulau. Secara mandiri Michelle pergi ke dalam pulau untuk menemukan buah hutannya sendiri. Kemajuan juga ditunjukan pada prilaku bersarang. Orangutan Michelle sudah mau membuat sarang untuk ditempatinya. Hal yang menarik lainnya dari Michelle, yaitu pada saat cuaca malam di hulu sungai menunjukkan akan turunnya hujan deras serta guntur, orangutan Michelle akan memilih pohon tertinggi dan besar dengan percabangan yang banyak sejak sore hari untuk ditempatinya. Insting alami mengenal cuaca ini sangat dikuasai oleh Michelle, sehingga pada saat hujan deras pun terjadi, Michelle merasa aman melanjutkan tidurnya. (JUN)

MENGENAL MABAS DAN SEMANGAT KONSERVASI DI TINADA

Sabtu pagi yang sejuk menyelimuti Tinada, Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Di sebuah ruang kelas sederhana SDN 030428 Tinada, anak-anak kelas 4, 5, dan 6 duduk denga penuh antusias menunggu kehadiran kami yang selama sepekan ini roadshow edukasi di sekitar lokasi pembangunan sekolah hutan untuk Orangutan Sumatra.

“Anak-anak tahu gak kita mau belajar apa hari ini?”, sapa Bukhori dari tim APE Sentinel COP yang biasanya berada di Medan dan fokus pada penggalangan dukungan publik dan pengembangan edukasi serta penyadartahuan tentang konservasi Orangutan. “Orangutan”, teriak seorang siswa sambil menunjuk boneka orangutan yang dipegang Bukhori. “Betul. Kenalkan, ini Mabas. Mabas adalah orangutan yang hidup di hutan kita. Ada yang tahu apa arti mabas dalam bahasa kita?”, tanya Bukhori. “Orangutan, kak”, jawab seorang anak dengan cepat. Boneka orangutan it langsung mencuri perhatian, bahkan anak-anak kelas 3 yang tidak termasuk dalam kegiatan hari itu mulai mengintip dari jendela. Melihat itu, Nabil tertawa dan mengajak, “Ayo, yang di jendela juga masuk saja. Tapi duduknya rapi ya”.

Orangutan dan perannya di hutan, seperti anak-anak yang punya peran di keluarga, sekolah, dan lingkungannya. Ketika Bukhori bertanya apakah ada yang pernah melihat orangutan secara langsung, seorang anak mengangkat tangan. “Kak, saya pernah melihat orangutan di ladang ayah saya. Tapi dia cuma duduk, gak ganggu”, jelasnya. “Orangutan memang biasanya hanya mencari makan. Mereka gak mau mengganggu manusia. Yuk kita bermain “pemburu dan Penebang”, ajak Bukhori. Melalui permainan ini, siswa diajak merasakan bagaimana rusaknya hutan akibat perburuan dan penebangan liar. Menariknya, seorang siswa kelas 5 dengan percaya diri mampu menjelaskan filosofi permainan tersebut dengan lugas. Tiba waktunya tim berpamitan, meninggalkan Tinada yang penuh semangat demi kehidupan satwa liar yang lebih baik. (DIM)

SEMANGAT KONSERVASI DI TENGAH RINTIK HUJAN UNTUK SD MUHAMMADIYAH 1 SIDIKALANG

Hanya di seberang jalan, tim APE Sentinel pun melanjutkan mengunjungi SD Muhammadiyah 1 Sidikalang. Meski ritik hujan terus membasahi kota, semangat tak pudar. Kali ini ada 50 siswa dari berbagai kelas dan enam orang guru pendamping menyambut tim edukasi Centre for Orangutan Protection dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara Seksi Kerja Wilayah (SKW ) 1 Sidikalang. Sedikit berbeda, dengan bantuan boneka orangutan, Bukhori menyapa anak-anak yang sedang terpaku, “Ini siapa namanya?”, sambil menggerak-gerakkan boneka. “Orangutan!”, seru murid yang duduk di tengah-tengah. “Betul sekali! Orangutan adalah satwa yang sangat pintar dan juga penting untuk hutan kita”, timpal Bukhori, membuat semua anak mendekat, penasaran dengan kisah orangutan.

Bukhori pun mengajak seorang siswa maju ke depan untuk menggambarkan skema rantai makanan. Melalui diskusi inetaraktif, siswa dan guru mulai memahami bahwa satwa liar, termasuk orangutan memiliki peran tak tergantikan dalam menjaga keseimbangan alam. Anak-anak pun diajak untuk berhitung dan mulai berkelompok. Kali ini permainan seru antara kelompok satwa liar, pohon, pemburu, dan penebang membuat kegaduhan di ruangan. Mereka berlarian dengan penuh semangat, mensimulasikan kerusakan hutan akibat perburuan dan penebangan liar. Semakin ramai saat dua guru mereka pun ikut bergabung, berlari bersama siswa. “Lindungi pohonmu! Jangan biarkan ditebang!”, teriak salah satu siswa sambil melindungi teman-temannya yang menjadi pohon.

Gerimis pun mulai deras, seluruh siswa dan guru memberikan tanda dukungan pada konservasi orangutan di kertas putih. Tak lupa kami semua berfoto bersama di depan kelas dengan harapan bahwa semangat konservasi yang telah ditanamkan akan terus tumbuh dan menginspirasi generasi muda Sidikalang. (DIM)

HUJAN BUKANLAH PENGHALANG SCHOOL VISIT DI SMP MUHAMMADIYAH 51 SIDIKALANG

Hujan deras mengguyur kota Sidikalang sejak pagi buta. Udara pun terasa dingin menusuk tulang. Namun itu bukan halangan bagi tim APE Sentinel dan BBKSDA Sumut SKW 1 Sidikalang untuk menuju SMP Muhammadiyah 51 Sidikalang. Benar saja, ruang kelas telah disulap menjadi aula sederhana dengan 75 siswa dari kelas 7, 8, dan 9 yang telah tertata rapi. Awalnya memang masih canggung, apalagi suara air hujan di atap seng cukup mendominasi.

Bukhori dari tim APE Sentinel COP (Centre for Orangutan Protection) dengan senyum hangat maju ke depan dan menyapa, “Selamat pagi semuanya!”. “Pagi, Kak!”, balas beberapa siswa dengan suara kecil. “Wah, ini kok seperti suara hujan ya? Kita harus lebih semangat! Yuk, kita mulai dengan tepuk semangat! Ikuti saya , ya.”. “Tepuk semangat!”, serunya sambil bertepuk tangan dengan ritme unik. Para siswa, meski sedikit ragu awalnya, perlahan mengikuti. Suara tawa mulai terdengar ketika beberapa siswa salah mengikuti gerakan.

Setelah suasa mencair, Hafsah, anggota tim SKW 1 Sidikalang mulai menyisipkan tebak-tebakan. “Siapa yang tahu, orangutan tinggal dimana?”, tanyanya. “Di hutan”, jawab salah satu siswa. “Betul. Tapi bukan sembarang hutan ya. Orangutan Sumatera tinggal di hutan tropis seperti di SUaka Margasatwa Siranggas”, jelas Hafsah sambil menunjukkan peta. Diskusi semakin hidup ketika pertanyaan tebak-tebakan lainnya diberikan untuk mengasah pemahaman siswa dalam mendengarkan penyampaian.

Sampai pada permainan “Pemburu dan Penebang” dimulai, para siswa pun semakin terpacu adrenalinnya, berlarian di dalam aula. “Ayo, ayo, lindungi pohonmu!”, seru Reza memprovokasi siswa yang terlalu fokus pada pemburu. Ini adalah permainan yang menunjukkan bahwa perburuan liar dan penebangan hutan merusak rumah satwa seperti orangutan. Kalau kita tidak menjaga hutan, satwa-satwa itu tidak akan punya tempat tinggal lagi.

Hampir dua jam waktu berlalu. Simbol kolaborasi sekolahan dalam mendukung konservasi orangutan pun telah dibubuhkan. Senyum bersama dalam satu frame pun telah diabadikan. Semoga semangat tadi akan terus menyala. Tim pun melanjutkan kunjungan ke sekolah lainnya, masih di kota Sidikalang, Sumatera Utara. (DIM)

MEMBANGUN KESADARAN KONSERVASI DI SMPN 2 KERAJAAN

Pagi itu suasana ruang Laboratorium Komputer SMP Negeri 2 Kerajaan begitu riuh. Sebanyak 50 siswa dari kelas 7, 8, dan 9 tampak penuh semangat meski baru saja selesai ujian tengah semester. Tim APE Sentinel dan SKW 1 Sidikalang tiba dengan senyum ramah, membawa energi baru yang langsung disambut hangat oleh para siswa. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya menyadarkan masyarakat sekitar lokasi pembangunan sekolah hutan yang sedang dikerjakan Centre for Orangutan Protection (COP).

“Apa makanan favorit orangutan?”, tanya Reza dari tim APE Sentinel COP. “Buah-buahan!”, seru siswa serempak. “Benar! Tapi ada lagi yang mereka makan loh. Seperti daun dan kulit pohon”, jelas Reza sambil menunjukkan gambar orangutan di habitat aslinya. SMP yang letaknya sangat dekat dengan rumah orangutan yaitu Suaka Margasatwa Siranggas ini pun menjadi riuh dengan permainan tebak-tebakkan yang nyaris tidak bisa dihentikan. Keseruan memuncak saat permainan “Pemburu dan Penebang” dimulai. Ada siswa yang berperan sebagai pemburu, penebang pohon, dan satwa yang dengan semangat menjaga hutan mereka. Para siswa berlarian dan bercanda gurau sambil menghindari “pemburu” dan menjaga temannya yang berperan sebagai “orangutan”.

Sebagai penutup, para siswa memberikan cap di atas selembar kertas putih besar sebagai tanda dukungan mereka terhadap konservasi orangutan. Harapan besar pada siswa SMPN 2 Kerajaan menjadi bagian generasi muda yang peduli dan berperan aktif dalam pelestarian lingkungan pun disampaikan. Akhirnya tim pamit, “Sampai Jumpa!”. (DIM)

BELAJAR DAN BERMAIN BERSAMA DI SDN 030432 RAHIB

Rabu pagi yang cerah di SD Negeri 030432 Rahib, suasana ceria terasa di halaman sekolah. Sebanyak 34 siswa, didampingi lima guru, berkumpul untuk mengikuti kegiatan spesial bersama tim APE Sentinel dan SKW 1 Sidikalang. Tim memulai kegiatan dengan tepuk semangat, dimana siswa mengikuti irama sambil berteriak menyahuti ajakan tepuk semangat. Suasana semakin hangat ketika Hafsah dari SKW 1 Sidikalang mulai bercerita tentang orangutan, satwa ikonik Sumatra yang membutuhkan perlindungan. Ada tips yang diberikan bagaimana bersikap jika bertemu satwa liar di alam, terutama orangutan.

Keseruan semakin terasa saat permainan kartu “Eat and Run, Ecosystem” dimulai. Siswa diajak memahami bagaimana satwa liar memenuhi kebutuhan makanannya di alam sambil menjaga keseimbangan ekosistem. Permainan ini tidak hanya mendidik tetapi juga memicu imajinasi siswa tentang kehidupan satwa liar. Di tengah permainan, senyum lebar terlihat di wajah mereka saat berhasil memahami konsep pentingnya menjaga keberlanjutan hutan sebagai rumah bagi satwa liar.

Di akhir kegiatan, para siswa dan guru membubuhkan cap tangan mereka di atas kertas besar sebagai simbol dukungan untuk konservasi Orangutan. Tawa ceria pun masih terdengar ketika tim melangkahkan kaki keluar sekolah. Desa kecil ini dengan sekolah dan warganya akan menjadi contoh nyata konservasi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. (DIM)

MARI MENUMBUHKAN KESADARAN LINGKUNGAN DI SMAN 1 SIGUNUNG

Aula SMA Negeri 1 Sigunung pagi itu dipenuhi oleh antusiasme 75 siswa dari kelas XII MIPA dan XI MIPA. Tim APE Sentinel bersama dengan tim SKW 1 Sidikalang tiba dengan semangat, disambut hangat oleh Ibu Tonggos Sihombing, guru pendamping yang penuh energi. “Tahukah kalian bahwa kita punya hutan yang jadi rumah bagi orangutan Sumatera, salah satunya di Suaka Margasatwa Siranggas?”, tanya Hafash, perwakilan SKW 1 Sidikalang. Para siswa mulai mengangguk, beberapa terlihat kagum. “Apa yang terjadi kalau habitat mereka hilang?”, tanyanya lagi. “Orangutan tak punya tempat tinggal, Kak!”, jawab salah satu siswa dengan lantang. “Betul sekali! Itu juga berdampak pada kita sebagai manusia”, jawab Hafsah sambil tersenyum.

Suasana semakin seru saat para siswa diajak bermain permainan “Pemburu dan Penebang”. Permainan ini menjadi refleksi nyata tentang kondisi hutan yang terganggu dan dampaknya terhadap satwa liar. Siswa aktif berpartisipasi, menjawab pertanyaan serta menjawab tebak-tebakan dengan antusias. Salah satu momen menarik adalah cerita seorang siswa yang pernah melihat orangutan singgah di kebun keluarganya tanpa merusak tanaman.Pengalaman ini menjadi titik diskusi yang menggugah pemahaman tentang pentingnya hidup berdampingan dengan satwa liar. Semangat dan rasa ingin tahu siswa menciptakan suasana diskusi yang penuh makna.

Di akhir kegiatan, para siswa membuat tanda tangan dan cap jari di atas kertas besar sebagai simbol komitmen mereka mendukung konservasi orangutan. “Karya ini akan kami pajang di mading sekolah agar semua orang tahu bahwa kita peduli”, ujar Ibu Sihombing dengan bangga. Dengan semangat yang tertinggal di SMAN Sigunung, Tim APE Sentinel yakin bahwa generasi muda Pakpak Bharat akan menjadi penjaga alam yang berani dan penuh tanggung jawab.